KELOMPOK 1
DISUSUN OLEH :
DESSY ELIZABETH SIAHAYA (EKA HOSPITAL BSD)
PEBRIMA ZOLA (RS AWAL BROS PEKANBARU)
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
1.2. RUMUSAN MASALAH
1.3. TUJUAN PENULISAN
1.4. MANFAAT PENULISAN
PENDAHULUAN
2.1.2 Etiologi
Beberapa etiologi munculnya sindrom koronari akut :
1. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah deposit plak (ateroma) kekuningan mengandung kolesterol, bahan
lipoid dan lipofag terbentuk di dalam intima dan media arteri besar dan sedang.
Faktor risiko :
Hipertensi
Hiperkolesterolemia
Diabetes Melitus
Riwayat atherosklerosis dalam keluarga
Obesitas
2. Vasospasme
Vasospasme adalah penyempitan pembuluh darah secara mendadak tapi sebentar yang
menyebabkan vasokonstriksi.
Faktor risiko :
Kurangnya aktivitas fisik
Olahraga
3. Embolus
Biasanya terjadi akibat vegetasi pada pasien Endocarditis. Embolus adalah suatu massa,
dapat berupa bekuan darah atau materi lain (lemak, udara, bakteri, gas) yang terbawa
aliran darah melalui pembuluh, tersangkut dalam suatu pembuluh darah atau percabangan
yang terlalu kecil untuk dilewatinya sehingga menyumbat sirkulasi darah.
Faktor risiko :
Pembedahan
Obesitas
4. Kongenital
Penyakit ini (Miocardiac Infarct) memang sudah ada pada saat sebelum orang yang
menderita penyakit ini dilahirkan.
Faktor Risiko :
Keturunan
5. Faktor Predisposisi
Faktor beresiko biologis yang tidak dapat diubah :
a. Usia > 40 tahun
Angka morbisitas dan mortalitas penyakit ACS meningkat seiring pertambahan usia.
Sekitar 55% korban serangan jantung berusia 65 tahun atau lebih dan yang meninggal
empat dari lima orang berusia diatas 65 tahun.
b. Jenis kelamin
Pria memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terserang ACS, sedangkan pada wanita
resiko meningkat setelah menopouse. Peningkatan pada wanita setelah menopause terjadi
akibat penurunan kadar estrogen dan peningkatan lipid dalam darah.
c. Riwayat keluarga
Tingkat faktor genetika dan lingkungan membantu terbentuknya atherosclerosis belum
diketahui secara pasti. Tendensi atherosclerosis pada orangtua atau anak dibawah usia 50
tahun ada hubungan terjadinya sama dengan anggota keluarga lain.
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat
keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan. Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian
infark miokard yang ditandai dengan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang lazim
digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia marka
jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi Infark Miokard Akut
Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial Infarction, NSTEMI). Pada Angina
Pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat secara bermakna. Pada sindroma
koroner akut, nilai ambang untuk peningkatan CKMB yang abnormal adalah beberapa unit
melebihi nilai normal atas (upper limits of normal, ULN).
UAP Nyeri dada kurang dari Bisa ditemukan : Enzim jantung (Bio-
20 menit, dan ada marker) normal
peningkatan frekuensi ST depresi <0,5mm
sakitnya atau jika ada T inversi <2mm
gejala perburukan
Biasanya nyeri dada
dapat hilang dengan
obat-obatan
STEMI Ditemukan tanda-tanda : Deviasi ST segmen elevasi Biomarker miokard
> 1mm di ekstrimitas dan ditandai dengan
Nyeri dada typical angina > 2mm di precordial, lead peninggkatan CKMB
> 20 menit, bisa hilang yang bersebelahan. lebih dari 25µ/l , Troponin
atau tidak hilang dengan T positif > 0,03
obat-obatan
Lokasi: substernal,
retrosternal, precordial
Sifatnya: rasa sakit
seperti ditekan dan
terbakar
NSTEMI Nyeri dada > 20 menit. Ditemukan dengan deviasi Biomarker miokard
Lokasi sampai ST segmen depresi > ditandai dengan
substernal, kadang 0,5mm, dapat disertai peningkatan
sampai epigastrium dengan gelombang T
inverse CKMB > 25 µ/l Troponin
dengan ciri seperti T positif > 0,03
diperas, diikat, rasa
terbakar.
(Tabel 2.1 Perbedaan acute coronary syndrome berdasarkan klinis,)
2.1.4 Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah
koroner yang robek atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan
penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses
agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit
(white thrombus). Trombus ini akan menyumbat pembuluh darah koroner, baik secara total
maupun parsial, atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih
distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga
memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner
menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20
menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner.
Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya
iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis,
adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah
iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi
ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami robek, plak seperti diterangkan di atas.
Mereka mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria
epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun
trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner
Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi,
takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak
aterosklerosis.(PERKI, 2015).
Nyeri dengan gambaran di bawah ini bukan karakteristik iskemia miokard (nyeri dada
nonkardiak) :
Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi atau batuk)
Nyeri abdomen tengah atau baswah
Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah apeks ventrikel kiri
atau pertemuan kostokondral.
Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi
Nyeri dada dengan durasi beberapa detik
Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah
Mengingat adanya kesulitan memprediksi angina ekuivalen sebagai keluhan SKA,
maka terminologi angina, lebih mengarah pada keluhan nyeri dada tipikal. Selain untuk
tujuan penapisan diagnosis kerja, anamnesis juga ditujukan untuk menapis indikasi kontra
terapi fibrinolisis seperti hipertensi, kemungkinan diseksi aorta (nyeri dada tajam dan berat
yang menjalar ke punggung disertai sesak napas atau sinkop), riwayat perdarahan, atau
riwayat penyakit serebrovaskular.
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus iskemia,
komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitasi
katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya
selalu diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda
regurgitasi katup mitral akut, hipotensi, diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru
meningkatkan kecurigaan terhadap SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis,
kekuatan nadi tidak seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta,
pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang perlu
dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding SKA.
Nilai
Pemeriksaan Onset Puncak Durasi
Normal
(Tabel 2.3 perjalanan waktu enzim jantung pada infark miokard akut)
c. Elektrolit
Pemeriksaan ini untuk memeriksa apabila terjadi ketidak seimbangannya elektrolit tubuh,
misalnya terjadi hipokalemi atau hiperkalemi.
d. Pemeriksaan sel darah putih
Pemeriksaan ini untuk memeriksa kadar leukosit biasanya 10.000 sampai 20.000 biasanya
tampak pada hari kedua setelah serangan terjadi berhubungan dengan proses inflamasi
e. Tes kolesterol atau trigliserida serum
Tes ini untuk melihat peningkatan arterisklerosis sebagai penyebab serangan.
f. Elektrokardiogram
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI, 2015), semua
pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah kepada iskemia harus
menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin sesampainya di ruang gawat darurat.
Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien
dengan perubahan EKG yang mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan
V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal
nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan pasien
di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan angina timbul
kembali.
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup bervariasi,
yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block) baru/ persangkaan baru, elevasi
segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan
atau tanpa inversi gelombang T.
Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan yang
bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk pria dan
perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pada sadapan V1-V3 nilai ambang
untuk diagnostik beragam, bergantung pada usia dan jenis kelamin. Nilai ambang elevasi segmen
ST di sadapan V1-3 pada pria usia ≥40 tahun adalah ≥0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah
≥0,25 mV. Sedangkan pada perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di lead V1-3, tanpa
memandang usia, adalah ≥0,15 mV. Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di
sadapan V3R dan V4R adalah ≥0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang ≥0,1 mV
dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah ≥0,5 mV. Depresi segmen ST yang
resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan permukaan tubuh segmen ST elevasi, dapat
dijumpai pada pasien STEMI kecuali jika STEMI terjadi di mid-anterior (elevasi di V3-V6).
Pasien SKA dengan elevasi segmen ST dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet)
baru/persangkaan baru mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena
itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat terapi reperfusi
sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia.
V1-V4 Anterior
V7-V9 Posterior
Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG pasien dengan
LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen ST ≥1 mm pada sadapan
dengan kompleks QRS positif dan depresi segmen ST ≥1 mm di V1-V3. Perubahan segmen
ST seperti ini disebut sebagai perubahan konkordan yang mempunyai spesifisitas tinggi dan
sensitivitas rendah untuk diagnosis iskemik akut. Perubahan segmen ST yang diskordan pada
sadapan dengan kompleks QRS negatif mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sangat rendah.
Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan elevasi segmen ST
yang persisten, diagnosisnya adalah infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI)
atau Angina Pektoris tidak stabil (APTS/UAP). Depresi segmen ST yang diagnostik untuk
iskemia adalah sebesar ≥0,05 mV di sadapan V1-V3 dan ≥0,1 mV di sadapan lainnya.
Bersamaan dengan depresi segmen ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak
persisten (<20menit), dan dapat terdeteksi di >2 sadapan berdekatan. Inversi gelombang T
yang simetris ≥0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk untuk iskemia akut. Semua
perubahan EKG yang tidak sesuai dengan kriteria EKG yang diagnostik dikategorikan sebagai
perubahan EKG yang nondiagnostik.
g. Ekokardiografi
Ekokardiografi adalah tes ultrasound non invasif yang digunakan untuk memeriksa
ukuran, bentuk, dan pergerakan struktur jantung. Ekokardiografi digunakan untuk
mengevaluasi lebih jauh mengenai fungsi jantung, khususnya gungsi ventrikel.
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mendiagnosa dan membedakan berbagai murmur
jantung. Suatu ekokardiogram dapat menunjukan apakah jantung mengalami dilatasi
dinding atau septum mengalami penebalan, atau adanya efusi perikardial. Teknik ini
juga digunakan untuk mempelajari gerakan katup jantung prostetik.
h. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI digunakan untuk mengidentifikasi tempat dan luasnya miokardiak infark, mengkaji
efek dari terapi reperfusi dan mendiferensiasi luka jaringan yang reversibel dan
irreversibel. MRI digunakan sebagai peralatan diagnostic untuk melihat perkembangan
penyakit pada arteri koronaria, meskipun MRI tidak dapat digunakan pada klien yang
mengunakan peralatan implantasi dari metal, seperti : pacemaker atau defibrillator.
i. Foto thorax atau Rontgen Dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung (CTR > 50%)
j. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan
sehubungan dengan pengukuran tekanan atrium dan mengkaji fungsi ventrikel kiri
(fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase akut, misalnya mendekati
bedah jantung angioplasty.
Nitrogliserin (NTG)
Spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang
gawat darurat. Jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima
menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak
responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual. dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid
dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang
setiap 10-30 menit, bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual.
Keberhasilan terapi ACS bergantung pada pengenalan dini gejala dan transfer pasien
segera ke unit/instalasi gawat darurat. Terdapat 3 hal yang harus dilakukan pada penderita
dengan infark miokard, yaitu :
Memantapkan terbukanya arteri koroner dapat dengan cara fibrinolitik, angioplasti, atau
CABG.
Menjaga agar arteri koroner tetap terbuka dengan antikoagulan atau dengan anti platelet.
Mencegah meluasnya kerusakan miokard lebih lanjut dengan mengurangi oksigen demand
atau mencukupi kebutuhan oksigen.
Tatalaksana awal ACS dengan elevasi segmen ST menurut PERKI (2015) adalah sebagai berikut
:
Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi segera, baik dengan intervensi koroner perkutan (IKP) atau farmakologis,
diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi
segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga) baru. Terapi
reperfusi (sebisa mungkin berupa IKP primer) diindikasikan apabila terdapat bukti klinis maupun
EKG adanya iskemia yang sedang berlangsung, bahkan bila gejala telah ada lebih dari 12 jam
yang lalu atau jika nyeri dan perubahan EKG tampak tersendat.
Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah menentukan ada tidaknya rumah sakit
sekitar yang memiliki fasilitas Intervensi koroner perkutan (IKP). Bila tidak ada, langsung pilih
terapi fibrinolitik. Bila ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit atau
klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang atau lebih dari (2 jam). Jika membutuhkan waktu
lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik selesai diberikan, jika
memungkinkan pasien dapat dikirim ke pusat dengan fasilitas IKP.
Intervensi koroner perkutan primer
IKP primer adalah terapi reperfusi yang lebih disarankan dibandingkan dengan fibrinolisis
apabila dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit dari waktu kontak medis
pertama. IKP primer diindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung akut yang berat atau syok
kardiogenik, kecuali bila diperkirakan bahwa pemberian IKP akan tertunda lama dan bila pasien
datang dengan awitan gejala yang telah lama. Stenting lebih disarankan dibandingkan angioplasti
balon untuk IKP primer. Tidak disarankan untuk melakukan IKP secara rutin pada arteri yang
telah tersumbat total lebih dari 24 jam setelah awitan gejala pada pasien stabil tanpa gejala
iskemia, baik yang telah maupun belum diberikan fibrinolisis. Bila pasien tidak memiliki
indikasi kontra terhadap terapi antiplatelet dual (dual antiplatelet therapy-DAPT) dan
kemungkinan dapat patuh terhadap pengobatan, drug-eluting stents (DES) lebih disarankan
daripada bare metal stents (BMS)
Farmakoterapi periprosedural
Pasien yang akan menjalani IKP primer sebaiknya mendapatkan terapi antiplatelet ganda
(DAPT) berupa aspirin dan penghambat reseptor ADP sesegera mungkin sebelum angiografi,
disertai dengan antikoagulan intravena.
a.Aspirin dapat dikonsumsi secara oral (160-320 mg).
Pilihan penghambat reseptor ADP yang dapat digunakan antara lain:
b.Ticagrelor (dosis loading 180 mg, diikuti dosis pemeliharaan 90 mg dua kali sehari)
clopidogrel (disarankan dengan dosis lebih tinggi yaitu dosis loading 600 mg diikuti 150 mg per
hari), bila ticagrelor tidak tersedia atau dikontraindikasikan
c.Antikoagulan intravena harus digunakan dalam IKP primer.
Fibrinolitik
Fibrinolisis merupakan strategi reperfusi yang penting, terutama pada tempat-tempat
yang tidak dapat melakukan IKP pada pasien STEMI dalam waktu yang disarankan. Terapi
fibrinolitik direkomendasikan diberikan dalam 12 jam sejak awitan gejala pada pasien-pasien
tanpa indikasi kontra apabila IKP primer tidak bisa dilakukan oleh tim yang berpengalaman
dalam 120 menit sejak kontak medis pertama. Pada pasien-pasien yang datang segera (<2 jam
sejak awitan gejala) dengan infark yang besar dan risiko perdarahan rendah, fibrinolisis perlu
dipertimbangkan bila waktu antara kontak medis pertama dengan inflasi balon lebih dari 90
menit. Fibrinolisis harus dimulai pada ruang gawat darurat.
1. Keadaan dimana fibrinolisis lebih baik:
Pasien datang kurang dari 3 jam setelah awitan gejala dan terdapat halangan untuk strategi
invasif
Strategi invasif tidak dapat dilakuk
Cath-lab sedang/tidak dapat dipakai
Kesulitan mendapatkan akses vaskular
Tidak dapat mencapai laboratorium/pusat kesehatan yang mampu melakukan IKP
dalam waktu <120 menit
Halangan untuk strategi invasif
Transportasi bermasalah
Waktu antara Door-to-balloon dan Door-to-needle lebih dari 60 menit
Waktu antar kontak medis dengan balonisasi atau door-to-balloon lebih dari 90 menit
2. Keadaan di mana strategi invasif lebih baik:
Tersedianya cath-lab dengan dukungan pembedahan :
Waktu antar kontak medis dengan balonisasi atau door-to-balloon kurang dari 90 menit
Waktu antara Door-to-balloon dan Door-to-needle kurang dari 1 jam
Risiko tinggi STEMI : Syok kardiogenik dan Kelas Killip ≥ 3
Indikasi kontra untuk fibrinolisis, termasuk peningkatan risiko perdarahan dan perdarahan
intrakranial
Pasien datang lebih dari 3 jam setelah awitan gejala
Diagnosis STEMI masih ragu-ragu
1. Identitas Pasien
Terkait nama, tempat tanggal lahir, umur, berat badan dan tinggi badan, jenis
kelamin, anak ke berapa, jumlah saudara dan identitas orang tua.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada pasien dengan Sindrom Koroner Akut
(SKA) keluhan utama tipikal yaitu angina tipikal berupa rasa tertekan/berat
daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular,
bahu, atau epigastrium yang berlangsung selama > 20 menit.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Nyeri terasa seperti tertekan/berat/terbakar di daerah retrosternal menjalar ke
lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium yang
berlangsung selama > 20 menit, disertai dengan diaphoresis, mual/muntah
dan sesak napas.
b. Riwayat kesehatan dahulu
- Riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan
darah, diabetes mellitus. Obesitas, merokok
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang mengalami penyakit jantung
d. Pengetahuan Pasien dan keluarga
- Pemahaman tentang diagnosis SKA
- Pengetahuan dan penerimaan terhadap prognosis SKA
- Regimen pengobatan SKA
- Rencana perawatan ke depan
- Kesiapan dan kemauan untuk belajar
e. Pemeriksaan fisik
1) Tanda- tanda vital : Nadi cendrung takikardia pernafasan sesak secara
presisten, akral teraba dingin, lemas, pusing, diforesis
2) Kepala : tidak ada masalah.
3) Wajah : Wajah tampak diaforesis, kelelahan dan pucat.
4) Mata : Mata tidak ada masalah
5) Hidung : Pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan,
namun sesak napas dirasakan secara presisten dan terkadang hilang
dengan istirahat, bunyi napas ronki halus (bila sudah terjadi
komplikasi ke arah edema paru).
6) Mulut : Pemeriksaan mulut didapat bibir pucat
7) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, ada distensi vena
jugular
8) Jantung : Pada ACS dapat di jumpai disritmia, palpitasi.
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal
jantung atau penurunan kontraktilits atau complaince ventrikel akibat
komplikasi SKA. Pembesaran jantung kemungkinan dapat terjadi
akibat SKA yang sudah mengalami evolusi EKG infark, dimana
adanya sel jantung yang nekrotik sehingga membuat kebutuhan
koroner akan O2 tinggi dan meningkatkan complaince jantung.
9) Paru : Pada pasien SKA ;
Inspeksi ; Pasien tampak sesak saat melakukan aktivitas dan
sedikit berkurang dengan istirahat atau sesak terasa tanpa
melakukan aktivitas.
Palpasi ;Tidak ada fraktur, pergerakan kedua dada sama
Perkusi ; Terdengar suara perkusi sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi ; Akan terdengar ronkhi halus atau krekels sebagai
tanda adanya edema paru pada komplikasi SKA.
10) Kulit : Kulit teraba berkeringat, akral dingin
11) Ekstremitas : Ditemukan pada ekstremitas edema pada komplikasi
SKA mengarah ke gagal jantung kanan CRT <3 detik, telapak tangan
pucat.
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
1. Nyeri Akut berhubungan Setelah diberikan asuhan Management Nyeri (I08238) a. Mengetahui lokasi,
dengan Agen Cedera keperawatan selama 1x24 jam Observasi : karakteristik, skala dan
Fisiologis (iskemia diharapkan, a. Identifikasi lokasi, karakteristik, frekuensi nyeri yang dialami
jaringan miokard) Nyeri dapat terkontrol dengan durasi, frekuensi, kualitas, skala b. Agar dapat mendukung hasil
dibuktikan dengan tampak Kriteria hasil : nyeri. objektif yang disampaikan
meringis, diaforesis serta Kontrol Nyeri (L08063) b. Identifikasi respon non verbal c. Agar dapat meminimalisir
frekuensi nadi meningkat a. Keluhan nyeri menurun. nyeri. peningkatan skala nyeri
(D.0077). b. Nyeri yang dilaporkan terkontrol. c. Identifikasi faktor yang d. Mengetahui apakah obat
memperberat analgetik yang diberikan
Tingkat Nyeri Terkontrol
nyeri dan meringankan nyeri. mampu membantu mengurangi
(L08066)
d. Monitor efek samping pengunaan nyeri
a. Ekspresi meringis menurun.
analgetik.
b. Diaforesis menurun.
a. Membatu mengurangi nyeri
c. Frekuensi nadi membaik.
selain menggunakan obat
Teraupetik:
d. Gelisah menurun.
b. Membantu mengurangi
a. Berikan teknik nonfarmakologi
konsumsi O2 karena miokard
Perfusi Miokard Meningkat terapi musik untuk mengurangi rasa
sedang mengalami
(L02011) nyeri.
iskemik/injury yang
a. Gambaran EKG iskemia/Injury b. Fasilitasi pasien untuk istirahat
menimbulkan nyeri
menurun.
a. Agar pasien mengetahui
b. Nyeri dada menurun.
Edukasi :
penyebab nyeri dan kapan nyeri
c. Gambaran EKG aritmia
menurun. a. Jelaskan penyebab, periode dan timbul
d. Mual menurun. pemicu nyeri b. Agar pasien dapat membantu
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri dan memahami pengurangan
nyeri secara mandiri, selain
menggunakan analgetik.
a. Mengurangi nyeri
Kolaborasi :
Nitrat, mengurangi nyeri
a. Kolaborasi pemeberian anlgetik
dengan membantu menurunkan
(Nitrat/ Morphine)
beban awal, dilatasi arteri
koroner, memberbaiki aliran
kolateral dan memperbaiki
pengiriman O2 ke miokard
Morphine, mengurnagi nyeri
dengan membantu
meningkatkan kapasitas vena,
menurunkan tahanan
pemb.darah sistemik.
Edukasi:
a. Mengetahui apakah intensitas
a. Anjurkan pasien segera melapor
nyeri bertambah atau berkurang.
bila
b. Menghindari refleks vagal
nyeri dada.
menyababkan bradikardia.
b. Anjurkan menghindari manuver
valsava ( mengedan saat BAB).
a. Mengurangi terjadinya
Kolaborasi: agregasi
a. Kolaborasi pemberian antiplatelet platelet serta mencegah
b. Kolaborasi pemberian antiangina pembentukan trombus pada
(nitrogliserin, beta blocker, calcium sirkulasi arteri.
channel bloker). b. Mengurangi nyeri, yang
c. Kolaborasi pemberian inotropik, bersifat juga sebagai
jika vasodilator.
perlu. c. Sebagai vassopressor untuk
d. Kolaborasi pemberian pelunak meningkaykan CO.
tinja. d. Unruk mengurangi kebutuhan
e. Kolaborasi antikoagulan. O2, mengurangi oeningkatan
f. Kolaborasi revaskularisasi denyut jantung dan tekanan
g. Kolaborasi pemeriksaan X-Ray darah.
dada, jika perlu. e. Mengurangi terjadinya
peningkatan pembentukan
trombus.
f. Membebaskan koreoner dari
tahanan untuk mencegah
terjajadinya infark dan
meningkatkan perfusi O2
kejantung dan tubuh.
g. Mengetahui perubahan
bentuk miokard.
Management Syok Kardiogenik
(I02050) a. Mengetahui tercukupinya
Observasi: kebutuhan tubuh dan jantung
a. Monitor status oksigenasi akan O2.
(oksimetri b. Mengetahui intervensi yang
nadi,AGD). harus diberikan.
b. Identifikasi penyebab utama
(volume, pompa,irama).
a. Kebutuhan O2 jantung dan
Terapueutik:
tubuh dapat terpenuhi.
a. Pertahankan jalan napas paten.
b. Berikan oksigen
Edukasi:
a. Agar pasien memiliki
a. Edukasi keluarga untuk
keinginan meningkatkan latihan
memberikan pengauatan positif atas
aktivitas.
partisipasi dalam aktivitas.
Kolaborasi:
a. Kolaborasi degan terapis okupasi a. Agar latihan aktivitas pasien
dalam merencanakan dan memonitor terkontrol dan meningkat.
program aktivitas.
Dukungan Ambulasi (I06171).
Observasi:
a. Identifikasi adanya nyeri atau a. Mengurangi beban jantung
keluhan fisik lainnya. saar aktivitas.
b. Monitor frekuensi jantung dan TD b. Melihat kemampuan
sebelum memulai dan setelah kompensasi jantung terhadap
ambulasi. latihan aktivitas yang dilakukan.
Edukasi:
a. Agar tidak menigkatkan
a. Anjurkan ambulasi sederhana
beban jantung dalam memenuhi
yang harus dilakukan sesuai
kebutuhan O2.
toleransi.
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association (AHA). (2017). Cardiovascular Disease and Diabetes
http://www.org/HEARTORG/Conditions/Diabetes/whyDiabetesMatters/Car diovascular-Disease-Diabetes UCM 313865 Article.jsp.
Diakses tanggal 13 Desember 2022
Brunner & Suddarth’s. 2007. Textbook Of Medical-Surgical Nursing. USA : Lippincott Williams and Wilkins
Blood Vessels. 2000. Ditelusuri dari https://antranik.org/blood-vessels/. Diakses tanggal 13 Desember 2022
PPNI.2017.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Indikator Diagnostik,Edisi 1 cetakan III.Jakarta:DPP PPNI.
PPNI.2018.Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,Edisi 1 cetakan III.Jakarta:DPP PPNI.
PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan Keperawatan,Edisi 1 cetakan II.Jakarta:DPP PPNI.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman Tatalaksana Sindrome Koroner Akut Edisi Ketiga.
Ditelusuri dari http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_tatalaksana_Sindrom_Koroner_Akut_2015.pdf. Diunduh tanggal 13
Desember 2018
Tumade, Biancha dkk. 2014. Prevalensi sindrom koroner akut di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode 1 Januari 2014 – 31
Desember 2014. Ditelusuri dari http://download.portalgaruda.org/article.php?article=431779&val=1001&title=PREVALENSI
%20SINDROM%20KORONER%20AKUT%20DI%20RSUP%20PROF.%20DR.%20R.%20D.%20KANDOU%20MANADO
%20PERIODE%201%20JANUARI%202014%20-%2031%20DESEMBER%202014. Diakses tanggal 13 Desember 2022
W.H.O. (2012). World Health Statistics. WHO World Health Organization (Vol. 27). http://doi.org/10.2307/3348165.Diakses tanggal
13 Desember 2022