Anda di halaman 1dari 30

SINDROM KORONER AKUT

REFARAT DAN LAPORAN KASUS

Oleh :

ELFIRSTMAN TAFATI BERKAT W.D GULO

TIO SARI AGUSTINA SINULINGGA

YENNI SIHITE

MELIVA OTARANI BARUS

PEMBIMBING

dr. ZULFAHMI, M.Ked (Kard) Sp.JP, FIHA

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

RSUD DELI SERANG

LUBUK PAKAM

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan refarat dan laporan kasus dengan judul
“Sindrom Koroner Akut”.
Secara khusus kami ucapkan terima kasih kepada dr. Zulfahmi, M.Ked (Kard), Sp.JP
yang telah bersedia membimbing, mengarahkan, dan meluangkan waktunya kepada kami untuk
menyempurnakan dalam penyusunan dan perbaikan refarat dan laporan kasus ini hingga
selesai.
Semoga refarat dan laporan kasus ini dapat bermanfaat dan menjadi bekal ilmu untuk
kemajuan pendidikan kedokteran. Demikian penyusunan refarat dan laporan kasus ini tidak
luput dari kekurangan, sehingga kami mohon kritik dan saran untuk perbaikan selanjutnya,
terima kasih.

Lubuk Pakam, Februari 2019


Hormat kami,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2
2.1. Definisi .................................................................................... 2
2.2 Etiologi dan Faktor Resiko ....................................................... 2
2.3 Epidemiologi ............................................................................ 2
2.4 Klasifikasi ................................................................................ 2
2.5 Patofisiologi ............................................................................. 4
2.6 Gambaran Klinis ...................................................................... 5
2.7 Penegakan Diagnosa ................................................................. 6
2.8 Penatalaksanaan ....................................................................... 12
2.9 Pencegahan (Sekunder) ............................................................ 17
2.10 Komplikasi ............................................................................... 18
2.11 Prognosis .................................................................................. 18
BAB 3 LAPORAN KASUS ......................................................................... 19
BAB 4 KESIMPULAN ................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 27

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan ilmu pengetahuan tentang kardiovaskuler berguna dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kardiovaskuler yang cenderung
semakin bertambah. Menurut estimasi para ahli badan kesehatan sedunia PBB (WHO),
setiap tahun sekitar 50% penduduk dunia meninggal akibat penyakit jantung dan
pembuluh darah.
Sindrom koroner akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di
negara maju dan berkembang. Laju mortalitas awal (30 hari) pada SKA adalah 30%
dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit sebesar
30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada
perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah infark miokard akut.
Sindrom koroner akut dapat berupa angina pektoris tidak stabil (APTS), infark
miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMAEST), atau infark miokard akut non-elevasi
segmen ST (IMANEST). Pasien dengan kriteria nyeri dada akut khas infark disertai
adanya elevasi pada segmen ST yang persisten (>20 menit) dikelompokan dalam
IMAEST. Sedangkan pasien dengan nyeri dada akut tetapi tanpa elevasi segmen ST yang
persisten dikelompokan sebagai IMANEST atau APTS.
Patofisiologi sindrom koroner akut melibatkan ateroskelerosis yang merupakan
proses terbentuknya plak yang berdampak pada intima dari arteri. Proses aterosklerosis
ini terjadi sepanjang usia sebelum akhirnya memberikan manifestasi klinis. Beberapa
faktor risiko yang mempengaruhi proses ini adalah hiperkolesterolemia, hipertensi,
diabetes, dan merokok. Faktor risiko ini merusak endotelium pembuluh darah dan
akhirnya menyebabkan disfungsi endotel yang membantu proses aterosklerosis.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan terminologi yang digunakan pada keadaan
gangguan aliran datah koroner parsial hingga total ke miokard secara akut yang memiliki
gambaran berupa angina pektoris tidak stabil (unstable angina pectoris/UAP), infark
miokardium akut (IMA) baik dengan peningkatan segmen ST (ST segmen elevation
myocardial infarction/ STEMI) maupun tanpa peningkatan segmen ST (non ST segmen
elevation myocardial infarction/NSTEMI).
2.2 Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi primer dari Sindrom koroner akut adalah aterosklerosis. Aterosklerosis
terjadi akibat inflamasi kronis pada pembuluh darah yang dipicu akumulasi kolesterol
pada kondisi kelainan metabolisme lemak yaitu tingginya kadar kolesterol dalam darah.
Plak aterosklerosis dapat ruptur dan memicu pembentukan trombus sehingga terjadi
oklusi pada arteri koroner.
Faktor resiko dari sindrom koroner akut antara lain faktor non modifikasi (usia,
jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga, menopause) dan faktor modifikasi (hipertensi,
diabetes, hiperkolestrol, merokok).
2.3 Epidemiologi
Sindrom koroner akut merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas di
seluruh dunia berdasarkan data epidemiologi. Data WHO menunjukkan akibat penyakit
kardiovaskular, terjadi 4 juta kematian setiap tahunnya pada 49 negara di Eropa dan Asia
Utara. Data yang dikeluarkan oleh American Heart Association (AHA) pada tahun 2016
menyebutkan 15,5 juta warga Amerika memiliki penyakit kardiovaskular. Di Indonesia
data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menyebutkan bahwa secara
nasional terdapat 0,5% prevalensi penyakit jantung koroner yang didiagnosa dokter.
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG),
dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation
myocardial infarction

2
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment elevation
myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indikator


kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan
revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya;
secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi
koroner perkutan primer. Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina
pektoris akut di sertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil
peningkatan marka jantung.
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat
keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi
gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan
tanpa perubahan. Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan
berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan peningkatan marka jantung.
Marka jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil
pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis
menjadi Infark Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial
Infarction, NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat
secara bermakna. Pada sindroma koroner akut, nilai ambang untuk peningkatan CK-MB
yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper limits of normal,
ULN).
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau
menunjukkan kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih berlangsung, maka
pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika ulangan EKG tetap menunjukkan
gambaran nondiagnostik sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien
dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.

3
2.5 Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah
koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan
penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh
proses agregasi trombosit dan aktivasi jalurkoagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya
trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner,
baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh
koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan
vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya
aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti
sekitar 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner.
Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan
terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia,
selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating
dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan
bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak
seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat
spasme lokal dari arteri koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri
koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau
restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya
SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.

Gambar 2.1 Perjalanan Proses Aterosklerosis pada Plak Aterosklerosis.

4
2.6 Gambaran Klinis
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI)
a. Nyeri dada dengan lokasi substernal, retrosternal, dan prekordial.
b. Sifat nyeri seperti rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
c. Penjalaran biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
d. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
e. Gejala yang menyertai seperti mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,
cemas dan lemas.
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI)
a. Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium
dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar.
b. Nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang
sering ditemukan pada NSTEMI.
c. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahawa mereka yang
memiliki gejala dengan onset baru angina berat/terakselerasi memiliki
prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu
istirahat.
d. Gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui
dengan baik.
e. Gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di
lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang
lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
a. Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan
angina yang bertambah dari biasa.
b. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin
timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal.
c. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-
kadang disertai keringat dingin.
d. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.

5
2.7 Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal
(angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa rasa
tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area
interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung
intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering
disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak
napas, dan sinkop.
Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah
penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas
yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan.
Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau
usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau
demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul saat istirahat, keluhan
ini patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas,
terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK). Hilangnya
keluhan angina setelah terapi nitrat sublingual tidak prediktif terhadap diagnosis
SKA.
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada
pasien dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Pria
2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit arteri
perifer / karotis)
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard,
bedah pintas koroner, atau IKP
4. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes
mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas risiko
tinggi, risiko sedang, risiko rendah menurut NCEP (National Cholesterol
Education Program).

6
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus iskemia,
komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis banding.
Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus dan
hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi iskemia.
Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi, diaphoresis,
ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan kecurigaan terhadap SKA.
Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak seimbang dan
regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai
suara napas yang tidak seimbang perlu dipertimbangkan dalam memikirkan
diagnosis banding SKA.
3. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah
kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin
sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R,
serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang
mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga
harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal
nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak
kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang
setiap keluhan angina timbul kembali.
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup
bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block)
baru/persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupun
tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T.
Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan
yang bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk
pria dan perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pada sadapan V1-
V3 nilai ambang untuk diagnostik beragam, bergantung pada usia dan jenis
kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia ≥40 tahun
adalah ≥0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah ≥0,25 mV. Sedangkan pada
perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di lead V1-3, tanpa memandang usia,
adalah ≥0,15 mV. Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan

7
V3R dan V4R adalah ≥0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang ≥0,1 mV
dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah ≥0,5 mV. Depresi
segmen ST yang resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan permukaan tubuh
segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien STEMI kecuali jika STEMI terjadi
di mid-anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA dengan elevasi segmen ST
dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan baru
mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien
dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat terapi reperfusi
sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia.
Tabel 2.1. Lokasi Infark Berdasarkan Sadapan EKG
Sadapan dengan Devisi Segmen ST Lokasi Iskemia atau Infark
V1-V4 Anterior
V5-V6, I, aVL Lateral
II, III, aVF Inferior
V7-V9 Posterior
V3R, V4R Ventrikel Kanan

Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG pasien
dengan LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen ST ≥1
mm pada sadapan dengan kompleks QRS positif dan depresi segmen ST ≥1 mm di
V1-V3. Perubahan segmen ST seperti ini disebut sebagai perubahan konkordan
yang mempunyai spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah untuk diagnosis iskemik
akut. Perubahan segmen ST yang diskordan pada sadapan dengan kompleks QRS
negatif mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sangat rendah.
Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan elevasi
segmen ST yang persisten, diagnosisnya adalah infark miokard dengan non elevasi
segmen ST (NSTEMI) atau Angina Pektoris tidak stabil (APTS/ UAP). Depresi
segmen ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar ≥0,05 mV di sadapan V1-
V3 dan ≥0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan dengan depresi segmen ST, dapat
dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20menit), dan dapat
terdeteksi di >2 sadapan berdekatan. Inversi gelombang T yang simetris ≥0,2 mV
mempunyai spesifitas tinggi untuk untuk iskemia akut. Semua perubahan EKG
yang tidak sesuai dengan kriteria EKG yang diagnostik dikategorikan sebagai
perubahan EKG yang nondiagnostik.

8
4. Ekokardiografi
Transtorakal Ekokardiografi (TTE) dapat digunakan lebih dini bila EKG
tidak dapat ditentukan diagnosis tidak yaki. Tidak adanya abnormalitas gerakan
dinding regional dapat menyingkirkan diagnosa. Pemeriksaan ini juga bermanfaat
untuk menentukan fungsi ventrikel kiri, yang mempengaruhi prognosis dan pilihan
terapi berikutnya. Sering terdapat kelainan katup, stenosis katup aorta dan
regurgitasi katup mitral merupakan hal yang terpenting.
5. Pemeriksaan Marka Jantung
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka nekrosis
miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard. Troponin I/T
sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi
dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis
miosit, namun tidak dapat dipakai untuk menentukan penyebab nekrosis miosit
tersebut (penyebab koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga dapat meningkat oleh
sebab kelainan kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal
jantung, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak
yang dapat meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas,
penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan
insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan troponin I memberikan informasi
yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi
ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari
troponin T.
Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T
menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA, pemeriksaan
hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat
ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah
pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada
seseorang dengan kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah)
dengan waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat,
CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang) maupun
infark periprosedural.

9
Tabel 2.2 Panduan dalam Menegakkan Diagnosis SKA
A B C
Kemungkinan Kemungkinan Kemungkinan
Besar Sedang Kecil
Didapatkan salah Tidak didapatkan Tidak didapatkan
satu temuan temuan pada kolom temuan pada kolom
berikut: A, tetapi A atau B, tetapi
didapatkan disalah didapatkan salah
satu temuan beriku: satu temuan
berikut:
Anamnesa Keluhan utama Keluhan utama - keluhan iskemia
berapa nyeri atau berupa nyeri atau tidak jelas
rasa tidak nyaman rasa tidak nyaman - riwayat
di dada atau lengan di dada atau lengan pemakaian
kiri, ditambah: kiri, ditambah: kokain
Riwayat nyeri dada - usia > 70 tahun
sebelumnya, dan - laki-laki
pasien dikenal - dm
sebagai pengidap
PJK, termasuk
riwayat IMA
Pemeriksaan Fisik - Regurgitasi Penyakit vaskular Rasa tidak nyaman
mitral transien ekstra-kardiak di dada akibat
- Hipotensi berdebar-debar
- Keringat dingin
- Edema paru atau
ronki basah halus
EKG Deviasi segmen ST - Gelombang Q EKG normal atau
(≥0,5mm) transien - Abnormalitas gelombang T
atau baru atau segmen ST atau mendatar atau
inversi gel gelombang T terbalik pada
T(≥2mm) keluhan lama sadapan dengan
gelombang R yang
dominan
Enzim Jantung - Peningkatan Normal Normal
troponin I atau T
- Peningkatan CK-
MB

6. Pemeriksaan Laboratorium
Data laboratorium, di samping marka jantung, yang harus dikumpulkan di
ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit,
koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak
boleh menunda terapi SKA.

10
7. Pemeriksaan Foto Polos Dada
Mengingat bahwa pasien tidak diperkenankan meninggalkan ruang gawat
darurat untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos dada harus dilakukan di ruang
gawat darurat dengan alat portabel. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat
diagnosis banding, identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.
8. Penilaian Stratifikasi Risiko
Tujuan stratifikasi risiko adalah untuk menentukan strategi penanganan
selanjutnya (konservatif atau intervensi segera) bagi seorang dengan NSTEMI.
Stratifikasi risiko TIMI ditentukan oleh jumlah skor dari 7 variabel yang masing-
masing setara dengan 1 poin. Variabel tersebut antara lain adalah usia ≥65 tahun,
≥3 faktor risiko, stenosis koroner ≥50%, deviasi segmen ST pada EKG, terdapat 2
kali keluhan angina dalam 24 jam yang telah lalu, peningkatan marka jantung, dan
penggunaan asipirin dalam 7 hari terakhir. Dari semua variabel yang ada, stenosis
koroner ≥50% merupakan variabel yang sangat mungkin tidak terdeteksi. Jumlah
skor 0-2: risiko rendah (risiko kejadian kardiovaskular <8,3%); skor 3-4 : risiko
menengah (risiko kejadian kardiovaskular <19,9%); dan skor 5-7 : risiko tinggi
(risiko kejadian kardiovaskular hingga 41%). Stratifikasi TIMI telah divalidasi
untuk prediksi kematian 30 hari dan 1 tahun pada berbagai spektrum SKA termasuk
UAP/NSTEMI.
Tabel 2.3 TIMI Risk Score
Variabel Skor
Usia ≥ 65 tahun 1
≥ 3 faktor resiko PJK (hipertensi, riwayat PJK dalam keluarga,
1
hiperkolesterolemia, diabetes, perokok aktif)
Pemakaian aspirin dalam 7 hari terakhir 1
≥ 2 episode angina dalam 24 jam terakhir 1
Peningkatan enzim jantung (CK-MB atau troponin) 1
Deviasi segmen ST≥ 0.5mm, yaitu depresi segmen ST≥ 0.5mm atau
1
ST elevasi≥ 0.5mm yang transien (> 20 menit)
Diketahui menderita PJK 1
Skor 0-2→ resiko rendah, skor 3-4 → resiko sedang, skor 5-7 → resiko tinggi

11
2.8 Penatalaksanaan
Berdasarkan langkah diagnostik tersebut di atas, perlu segera menetapkan diagnosis
kerja yang akan menjadi dasar strategi penanganan selanjutnya. Yang dimaksud dengan
terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja
Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum
ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah
Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin, Clopidogrel, Bisoprolol, ACE Inhibitor dan
Heparin(disingkat MONACoBAH), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.
1. Tirah baring
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri
<95% atau yang mengalami distres respirasi
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama,
tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin. Aspirin tidak bersalut lebih terpilih mengingat
absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat.
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang
direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik atau
b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi
menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang dianjurkan
adalah clopidogrel)
6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang
masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat . jika nyeri dada tidak hilang
dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga
kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan
terapi tiga dosis NTG sublingual . dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid
dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien yang
tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual.
8. Clopidogrel diberikan dengan dosis loading 300 mg.

12
9. Bisoprolol golongan beta blocker, terutama pada pasien yang memiliki riwayat
hpertensi dan/atau takikardia. Dengan dosis 10mg/hari.
10. Heparin sebagai Antikoagulan. Diberikan bolus i.v. 60 u/g.

Regimen Fibrinolitik Untuk Infark Miokard Akut


Agen Koterapi Kontraindikasi
Dosis Awal
Fibrinolitik Antitrombin Spesifik
Manfaat: Pengobatan fibrinolisis lebih awal (door-drug) <30 menit dapat membatasi luasnya
infark, memperbaiki fungsi ventrikel, dan mengurangi angka kematian. Sebelum dilakukan
tindakan fibrinolisis, pasien harus dilakukan pemeriksaan ada tidaknya kontraindikasi
fibrinolisis
1.5Jjuta U dalam 100 mL Dextrose Heparin i.v. Sebelum SK
Streptokinasi (SK) 5% atau larutan salin 0.9% dalam selama 24 jam- atau
waktu 30-60 menit 48 jam anistreplase
Bolus 15mg intravena 0.75mg/kg
Heparin i.v.
selama 30 menit, kemudian 0.5
Alteplase (tPA) selama 24 jam-
mg/kg selama 60 menit. Dosis total
48 jam.
tidak lebih dari 100 mg

Intervernsi Koroner Perkutan Primer


Primary PCI merupakan pilihan pertama, karena hasil stdi meperlihatkan
angka kematian lebih rendah dibanding fibrinolitik. PCI umumnya menggunakan
stent cincin untuk mengurangi kejadian oklusi tiba-tiba dan penyempitan kembali

Intervensi Bedah (Coronary Artery Bypass Graft/CABG)


Tindakan bedah tidak lazim untuk revaskularisasi awal dan segera pada
STEMI tanpa komplikasi. Namun, setelah upaya awal dengan PCI atau perfusi
fibrinolitik telah dilakukan, nyeri dada menetap/berulang, atau terjadi komplikasi
mekanik maka intervensi bedah perlu dipertimbangkan.

Penatalaksanaan Lanjutan
Penatalaksaan lanjutan pada pasien dengan SKA non ST elevasi memiliki
risiko tinggi untuk berulangnya iskemia setelah fase awal. Oleh sebab itu, prevensi
sekunder secara aktif sangat penting sebagai tatalaksana jangka panjang, yang
mencakup :
1. Perbaikan gaya hidup seperti berhenti merokok, aktivitas fisik teratur, dan
diet.

13
2. Penurunan berat badan pada pasien obesitas dan kelebihan berat badan atau
overweight.
3. Intervensi terhadap profil lipid yaitu :
a. Statin direkomendasikan pada semua pasien dengan SKA tanpa ST
elevasi, diberikan hari ke 1-4, dengan tujuan menstabilisasi dinding
plak aterosklerosis, efek pleitropik.
b. Disarankan terapi penurunan level lipid secara intensif dengan target
LDL<100 mg/dL
4. Meneruskan pemakaian anti-platelet.
5. Pemakaian penyekat beta harus diberikan pada semua pasien, termasuk
pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang menurunkan, dengan atau tanpa
gejala gagal jantung. Setelah suatu SKA tanpa elevasi ST, direkomendasi
penilaiaan kapasitas fungsional. Berdasarkan status kardiovaskular dan
penilaian kapasitas fisik fungsional tersebut, pasien diberi informasi
mengenai waktu dan level aktivitas fisik yang direkomendasikan, termasuk
rekreasi, kerja, dan aktivitas seksual.
6. ACE Inibitor : direkomendasikan sebagai terapi jangka panjang pada semua
pasien dengan LVEF ≤ 40% dan pada pasien dengan diabetes, hipertensi atau
gagal ginjal kronik.
7. Angiotensin Receptor Blocker: harus dipertimbangkan pada pasien tidak
toleran terhadap ACE Inhibitor dan atau dengan gagal jantung atau infark
miokard dengan LVEF ≤ 40%.
8. Calcium Channel Bloker: direkomendasikan untuk mengurangi gejala bagi
pasien yang telah mendapatkan nitrat dan beta blocker. CCB non-dihropiridin
direkomendasikan untuk pasien NSTEMI yang kontraindikasi terhadap beta
blocker.
9. Rehabilitasi dan kembali ke aktivitas fisik: direkomendasikan penilain
kapasitas fungsional berupa treadmill dan EKG.

14
Tabel 2.4. Obat-obatan yang Digunakan Pada Tatalaksana Awal SKA
Nama Obat Dosis Untuk IMA Sediaan & Contoh Merek
NITRAT
Manfaat : Nitrat menyebabkan dilatasi vena yang mengakibatkan berkurangnya preload & volume
akhir diastolik ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari
nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner.
Isosrbid dinitrate  Sublingual 2.5-15 mg (onset 5  Tab 5mg SL: Cedocard,
(ISDN) menit). Farsorbid
 (Dosis umum sublingual: 5mg/kali  Tab 10mg (oral): Cedocard
dapat diulang hingga 3 kali). retard, Farsorbid 10
 Oral 15-80 mg/hari dibagi atas 2-3  Infus IV 1mg/ml: Cedocard,
dosis Farsorbid
 Intravena 1.25-5 mg/jam
Isosorbid  Oral 2x20mg/hari  Tab 20mg: Cardismo
mononotrate  Oral (slow release) 120-240 mg/hari
Nitroglicerin  Sublingual tab 0.3-1.5 mg  Tab 0.5 mg SL:nitrat
(glyceryl trinitrate)  Intravena 5-200 mcg/menit atau 1-  Tab 2.5 mg (oral): Nitrokaf
12mg/jam retard
MORFIN
Indikasi : diberikan bagi pasien-pasien yang tidak respontif/nyeri tidak berkurang dengan terapi 3
dosis nitrat sublingual.
Morfin sulfat  1-5mg IV, dapat diulang setiap 10-
30 menit
ANTI PLATELET
Aspirin  Dosis loading 150-300mg  Tab 80mg, 100mg: Miniaspi,
 Dosis pemeliharaan 75-100mg/hari Ascardia, Farmasal, Aspilet
Ticagrelor  Dosis loading 180mg  Tab 90mg: Brilinta
 Dosis pemeliharaan 2x90mg/hari
Clopidogrel  Dosis loading 300mg  Tab 75mg : Copidrel, CPG,
 Dosis pemelihraan 75mg/hari Plavix, Vaclo

Tabel 2.5. Daftar Obat yang Digunakan Pada Tatalaksana Lanjutan SKA
Nama Obat Dosis Untuk IMA Sediaan & Contoh Merek
ANTIKOAGULAN
Fondaparinux  2.5mg subkutan/hari  Inj. 2.5 mg/0.5 ml: Arixtra
Enoxaparin  Inj 20 mg/0.2 ml: Lovenox
 1 mg/kg, 2 kali sehari  Inj 40 mg/0.4 ml: Lovenox
 Inj 60 mg/0.6 ml: Lovenox
Heparin tidak  Bolus i.v 60U/kg, dosis maksimal
terfraksi 4000U
 Infus i.v 12U/kg selama 24-48 jam
dengan dosis maksimal 1000U/jam
 Target aPTT 1.5-2x kontrol

15
BETA BLOCKER
Manfaat: Memiliki efek inotropik dan kronotropik negatif sehingga meningkatkan suplai oksigen
dan menurunkan kebutuhan oksigen jantung. Beta blocker direkomendasikan bagi pasien NSTEMI,
terutama jika terdapat hipertensi dan/atau takikardia dan selama tidak terdapat kontraindikasi.
Atenolol  50-200 mg/hari  Tab 50mg; tab 100mg: Betablok
Carvedilol  2x6mg/hari, titrasi sampai  Tab 6.25 mg: Dibloc, V-bloc
maksimum 2x25 mg/hari  Tab 25mg: Dibloc, V-bloc
Metropolol  50-200mg/hari  Tab 100mg: Lapresol. Lapralol
Bisoprolol  1.25-10mg/hari  Tab 2.5-5 mg: Biscor, Concor
Propanolol  Tab 10 mg, 40mg: Propanolol,
 2x20-80 mg/hari
Farmadral, Inderal
CALCIUM CHANNEL BLOCKER
Manfaat: CCB dapat menyebabkan vasodilatasi arteri.
CCB dihidropiridin direkomendasikan untuk mengurangi gejala bagi pasien yang telah
mendapatkan nitrat dan beta blocker. CCB non-dihropiridin direkomendasikan untuk pasien
NSTEMI yang kontraindikasi terhadap beta blocker.
Verapamil  180-240mg/hari dibagi atas 2-3  Tab 80mg: Verapamil, Isoptin
dosis  Kapsul SR 240mg: Isoptin SR
Ditizaem  Tab 30mg: Herbesser, Farmabes
 Kapsul SR 90, 180mg: Herbesser
 120-360mg/hari dibagi 3-4 dosis
SR
 In 50mg/vial: Herbesser
Nifedipine GITS  Tab 5 mg, 10 mg Adalat
 30-90 mg/hari
(long acting)  Tab 20, 30, 60mg: Adalat oros
Amlodipine  5-10 mg/hari  Tab 5, 10mg: Cardison, Norvask
ACE Inhibitor
Manfaat: Berguna dalam mengurangi remodelling dan menurunkan angka kematian penderita
pasca infark miokard yang disertai gangguan fungsi sistolik jantung, dengan atau tanpa gangguan
jantung klinis.
Captopril  Tab 12.5, 25, 50mg: Dexacap,
 2-3 x 6.25-50 mg
Farmoten
Ramipril  2.5-10mg/hari dalam 1 atau 2 dosis  Tab 2.5, 5, 10 mg: Ramixal
Lisinopril  2.5-20mg/hari dalam 1 dosis  Tab 5, 10mg: Tensinop
Enalapril  5-20mg/hari dalam 1 atau 2 dosis  Tab 5, 10mg: Tenace
ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKER (ARB)
Indikasi: diberikan pada pasien infark miokard yang intoleran terhadap ACE Inhibitor
Candesartan  1x16mg/hari  Tab 8, 16 mg: Canderin
Valsartan  2x80mg/hari  Tab 40, 80, 160mg: Diovan
STATIN
Indikasi: diberikan segera setelah onset SKA untuk menstabilkan plak.
Simvastatin  1x20mg (dinaikkan menjadi  Tab 5, 10, 20mg: Lipinorm
1x40mg jika kadar LDL diatas
target)
Atorvastin  1x20mg (dinaikkan menjadi  Tab 10, 20, 40mg: Lipitor
1x40mg jika kadar LDL diatas
target)

16
TERAPI TAMBAHAN LAINNYA
Diazepam (indikasi: mengurangi cemas pada pasien dengan SKA)
Obat pencahar

2.9 Pencegahan (Sekunder)


a. Merokok
Target : berhenti total
b. Kontrol tekanan darah
Target : <140/90 mmHg atau <130/80 mmHg (pada penderita diabetes atau gagal
ginjal kronik).
c. Manajemen lipid
Target : LDL<100mg/dl, Trigliseridsa <150mg/dl, HDL>140mg/dl
d. Aktivitas Fisik
Target minimal : 30 menit/hari, 3-4x/minggu.
e. Manajemen berat badan
Target : IMT 18.5-24.9kg/m2
f. Manajemen diabetes
Target : HbA1C < 7%
g. Anti Platelet
Pemberian Aspirin 75-162 mg/hari seumur hidup serta clopidogrel 75 mg/hari
h Penghambat sistem RAA
Pemberian ACE Inhibitor seumur hidup, ARB dengan intoleran ACE Inhibitor,
penghambat aldosteron pada pasien gangguan fungsi ginjal yang signifikan.
i. Penyekat beta
Diberikan pada semua pasien, seumur hidup bila tidak ada indikasi.
j. Nitrat
Nitrat jangka pendek diberikan pada pasien setiap hari bila terdapat nyeri dada.
k. ICD (Implantable Cardiac Defibrilators)
Dipertimbangkan dipasang pada pasien yang meskipun dengan terapi
medikamentosa-optimal masih memperlihatkan fungsi ventrikel kiri yang buruk
(EF< 30%).

17
2.10 Komplikasi
Potensi komplikasi termasuk kematian (5% hingga 10%) atau berkembang menjadi
infark (10% hingga 20%) selama beberapa hari berikutnya dan minggu. Begitu infark
telah terjadi, khususnya STEMI, komplikasi dapat terjadi akibat Inflasi, mekanik, dan
listrik kelainan yang disebabkan oleh daerah nekrosis miokardium. Komplikasi awal
terjadi dari nekrosis miokard itu sendiri. Berkembang ke beberapa hari hingga beberapa
minggu kemudian menandakan inflasi dan penyembuhan jaringan nekrotik.

Gambar 2.3 Komplikasi Sindrom Koroner Akut


2.11 Prognosis
Pasien dengan Sindroma Koroner Akut dapat memiliki prognosis yang berbeda.
Pada pasien Sindroma Koroner Akut dengan peningkatan konsentrasi troponin terdapat
peningkatan mortalitas pada hari ke 30 atau 6 bulan. Adanya elevasi dari segmen ST
merupakan prediktor kuat untuk menentukan prognosis.

18
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. S
Umur : 59 tahun.
Jenis kelamin : Laki-laki.
Alamat : Desa Tumpatan, Kecamatan Beri, Kabupaten Deli Serdang.
Agama : Islam.
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Jawa
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan : Sekolah Dasar
Tanggal masuk : 05 Februari 2019

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Nyeri dada


Telaah : Pasien datang ke IGD RSUD Deli Serdang dengan keluhan
nyeri dada yang sudah dirasakan memberat sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri yang dirasakan seperti
rasa terbakar dan tidak menjalar. Nyeri bersifat hilang
timbul dan setiap kali nyeri datang, durasinya kurang lebih
30 menit. Nyeri hilang apabila pasien beristirahat. Pasien
juga mengeluhkan sesak napas (+). Sesak sudah dirasakan
3 hari yang lalu, sesak bersifat hilang timbul dan sesak tidak
dipengaruhi oleh cuaca. Demam (-), mual (-), muntah (-),
BAB dan BAK normal.

RPT : Hipertensi yang dialami ± 4 tahun


RPO : Captopril 25 mg
RPK : Tidak Ada
Riwayat Alergi : Tidak Ada

19
Riwayat Kebiasaan : Pasien memiliki kebiasaan seperti minum kopi setiap hari
dan merokok. Pasien merokok selama ± 40 tahun
(2 bungkus/ hari ).
3.3 Pemeriksaan Fisik
Kesadaran/GCS : Compos mentis
Tekanan Darah : 160/90 mmHg.
Nadi : 90 x/i
Pernafasan : 28 x/i
Suhu : 36,4 oC.
SpO2 : 96 %

Pemeriksaan Fisik Umum


- Mata : anemis -/-, ikterus -/-
- Telinga : Dalam Batas Normal
- Hidung : Dalam Batas Normal
- Mulut : Dalam Batas Normal
- Leher : Dalam Batas Normal
- Thoraxs
Paru
Inspeksi : Simetris Fusiformis
Palpasi : Stem Fremitus Normal
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, ST :-/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis (-)
Palpasi : Thrill (-)
Perkusi : Batas jantung atas kanan : ICS II parasternalis dextra
Batas jantung atas kiri : ICS II parasternalis sinistra
Batas jantung bawah kanan : ICS IV parasternalis dextra
Batas jantung bawah kiri : ICS IV medio clavicularis
sinistra.
Auskultasi : BJ I & II : Normal, gallop (-), Murmur (-)
- Abdomen : Soepel, Peristaltik (+) normal, Nyeri Tekan (-)
- Ekstremitas : Akral : Hangat, Pitting Edem : -/-

20
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Hematologi
Darah Lengkap
Nilai Rujukan
- Hb : 14,5 (13,5-18,0 g/dl)
- Leukosit : 10,2 (4,00-10,50 10^3/ul)
- Eritrosit : 6,00 (4,70-6,00 juta/ul)
- Thrombosit : 207,2 (150-450 10^3/ul)
- Hematokrit : 48,0 (42,0-52,0 %)
Index Eritrosit
- MCV : 80,1 (78 – 100 fl)
- MCH : 24,3 (27 – 31 pg)
- MCHC : 30,3 (31,5 – 35,0 g/dl)
Hitung Jenis
- Eusinofil : 0,4 (1,0-3,0 %)
- Basofil : 0,4 (0,0-1,0 %)
- Neutrofil : 74,7 (50,0-70,0 %)
- Limfosit : 16,8 (20,0-40,0 %)
- Monosit : 7,7 (2,0-8,0 %)
LED : 10 (0 – 20 %)
Kimia Klinik
- Glukosa : 139 (<130 mg/dl)
- Ureum : 22 (20 – 40 mg/dl)
- Creatinin : 1,0 ( 0,7 – 1,1 mg/dl)
- Asam Urat : 3,5 (3,5 – 7,2 mg/dl)
- CK-MB : 244 0,0 – 25,0 U/L
- Troponin T : > 40000.0
Elektrolit
- Natrium : 135 (135 – 147 mEq/L)
- Kalium : 3,9 (3,5 – 5,0 mEq/L)
- Chlorida : 103 (95 – 105 mmol/L)

21
Elektrokardiogram
5 Februari 2019

Kesan : Stemi/ ST Elevasi pada V5,V6

11 Februari 2019

Kesan : Sinur rhytm, right ventriculer hypertrophy, possible lateral infarct.

22
Foto Thorax

Hasil Pemeriksaan :
Cor dalam batas normal, thracea ditengah, corakan bronchovascular bertambah, kedua
hilus tidak melebar, tidak tampak infiltrate, tulang – tulang intact, sinus dan diafragma
normal
Kesan : Bronchitis Exacerbasi

3.5 Diagnosa Kerja


ACS + STEMI Inferior - Lateral

3.6 Penatalaksanaan

- IVFD RL 10 gtt/i
- Aspirin 1 x 80 mg
- Clopidogrel 1 x 75 mg
- ISDN 3 x 5 mg
- Atorvastatin 1 x 40 mg
- Bisoprolol 1 x 1.25 mg
- Fondaparinux 2,5 mg/hari/soe
- Alprazolam 1 x 25 mg

23
3.7 Follow Up Harian

Tgl S O A P
05/ nyeri dada tiba – Kesadaran:CM, ACS + -O2: 2 L
02/ tiba yang dialami TD:160/90mmHg, HR:90 x/I, STEMI -IVFD RL 10 gtt/i
19 sejak 3 hari ini, RR:28 x/i, Inferior – -Fondaparinux 2,5 mg/hari
nyeri bersifat hilang T:36,4 oC. Lateral - Concor 1 x 2,5 mg
timbul, nyeri seperti SP : Vesikuler, ST:-, - ISDN 3 x 5 mg
tertekan beban berat BJ I & II:Normal, Gallop (-) -Ranitidine 1 amp/12 jam
dan panas seperti -Aspilet 1 x 80 mg
terbakar, nyeri -Sucralfat/ 8 jam
berdurasi ± 30 -Chlopidogrel 1 x 75 mg
menit. Sesak nafas -Amlodipine 1 x 5 mg
(+) dialami sejak 3 -Rencana pemeriksaan
hari ini, mual (+). darah lengkap, Foto
Thoraks, EKG
06/ nyeri dada (+) Kesadaran: CM, ACS + -Aspirin 1 x 80 mg
12/ berkurang, sesak TD: 130/80 mmHg STEMI -CPG 1 x 75 mg
19 nafas (-), mual (-) HR: 90 x/i Inferior – -ISDN 3 x 5 mg
RR: 28 x/i, Lateral -Atorvastatin 1 x 40 mg
T: 36,4 oC. -Concor 1 x 2,5 mg
SP : Vesikuler, ST:- - Fondaparinux 2,5 mg/hari
BJ I & II:Normal, Gallop (-). -Alprazolam 1 x 25 mg
Hasil pemeriksaan darah lengkap: -Lakukan pemeriksaan CK-
MCH:24,3 pg, MB, Troponin T
MCHC:30,3 g/dl,
Eosinofil:0,4%, Limfosit:16,8%
Hasil Foto Thoraks:
Bronchitis Exacerbasi.
Hasil EKG : STEMI / ST elevasi
pada V5,V6
07/ Nyeri dada (+) Kesadaran: CM, ACS + -Aspirin 1 x 80 mg
02/ muncul ketika TD: 120/90 mmHg STEMI -CPG 1 x 75 mg
19 subuh, terasa seperti HR: 80 x/i Inferior – -ISDN 3 x 5 mg
terbakar, sesak RR: 20 x/i, Lateral -Atorvastatin 1 x 40 mg
nafas (-), mual (-), T: 36,5 oC. -Concor 1 x 2,5 mg
muntah (-) SP : Vesikuler, ST:- - Fondaparinux 2,5 mg/hari
BJ I & II:Normal, Gallop (-). -Alprazolam 1 x 25 mg
Pemeriksaan enzyme jantung: -Lakukan pemeriksaan
CK-MB:244 EKG
Troponin T: > 40000.0

08/ Nyeri dada (-), Kesadaran: CM, ACS + -Aspirin 1 x 80 mg


02/ sesak nafas (-), TD: 120/80 mmHg STEMI -CPG 1 x 75 mg
19 mual (-), muntah (-) HR: 85 x/i Inferior – -ISDN 3 x 5 mg
RR: 20 x/i, Lateral -Atorvastatin 1 x 40 mg
T: 36,5 oC. -Concor 1 x 2,5 mg
SP : Vesikuler, ST:- - Fondaparinux 2,5 mg/hari
BJ I & II:Normal, Gallop (-). -Alprazolam 1 x 25 mg
PBJ

24
3.8 Resume
Seorang laki-laki, usia 59 tahun datang dengan keluhan nyeri dada yang dirasakan
tiba – tiba sejak 3 hari yang lalu dan bersifat hilang timbul. Nyeri seperti tertekan beban
berat dan terasa panas seperti terbakar, nyeri berdurasi ± 30 menit, sesak nafas (+) dialami
sejak 3 hari yang lalu bersifat hilang timbul. Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai
kelainan. Pada pemeriksaan EKG menunjukkan ST Elevasi pada segmen V5 dan V6.
Pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya kenaikan CK-MB dan Troponin I
secara signifikan. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
maka pasien ini didiagnosa dengan ACS + STEMI Inferior-Lateral.

25
BAB 4
KESIMPULAN

Sindrom koroner akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju
dan berkembang. Sindrom koroner akut dapat berupa angina pektoris tidak stabil (APTS),
infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMAEST), atau infark miokard akut non-
elevasi segmen ST (IMANEST).
Etiologi primer dari Sindrom koroner akut adalah aterosklerosis. Aterosklerosis terjadi
akibat inflamasi kronis pada pembuluh darah yang dipicu akumulasi kolesterol pada kondisi
kelainan metabolisme lemak yaitu tingginya kadar kolesterol dalam darah.
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indikator kejadian
oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi
untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya. Diagnosis NSTEMI dan
angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi
segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan.
Terapi awal yang diberikan pada pasien sindrom koroner akut adalah Morfin, Oksigen,
Nitrat, Aspirin, Clopidogrel, Bisoprolol, Aspirin dan Heparin (disingkat MONACoBAH), yang
tidak harus diberikan semua atau bersamaan.
Pasien dengan Sindroma Koroner Akut dapat memiliki prognosis yang berbeda. Pada
pasien Sindroma Koroner Akut dengan peningkatan konsentrasi troponin terdapat peningkatan
mortalitas pada hari ke 30 atau 6 bulan.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Darliana Devi. Manajemen Pasien ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI). Banda Aceh:
Idea Nuraini Journal. Vol 1:(1).
2. Hendriarto Hari. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner. Semarang: Jurnal Anestesiologi
Indonesia; 2014. Vol VI:(3).
3. Lilly, Leonard S. 2003. Pathophysiology of Heart Disease: Acollaborative Project of.
Medical Students and Faculty. 3rd ed. Baltimore: LW&W
4. Lailatul F, Sri K, Permatasari Y. Latihan Fisik Terarah Penderita Post Sindrom Koroner
Akut dalam Memperbaiki Otot Jantung. Yogyakarta: Muhammadiyah Journal of Nursing.
Vol 1:(1). Overbaugh Kristen. Acute Coronary Syndrome: Countinuing Education; 2009.
Vol 109: (5).
5. Lily IR. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011
6. Romdoni Rochmad. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta: Pengurus
Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia; 2015. 1-88.
7. Sungkar Muhammad. Sindroma Koroner Akut dengan Elevasi Segmen ST; 2010. Vol
1:(1).
8. Tiara A, Fadil M, Mulyani H. Hubungan Faktor Risiko Terhadap Kejadian Sindroma
Koroner Akut pada Pasien Dewasa Muda di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Padang: Jurnal
Kesehatan Andalas; 2016. Vol 5:(2).

27

Anda mungkin juga menyukai