Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

ST SEGMEN ELEVATION MYOCARDIAL INFRACTION


Disusun untuk Memenuhi Tugas Dokter Internsip
RSUD Lubuk Basung Kabupaten Agam

Pembimbing
dr. Budiawati
dr. Aulia Rahmanike

Oleh :
dr. Aulidaweli

DOKTER INTERNSIP
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LUBUK BASUNG
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa

Ta'ala yangtelah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya bisa

menyelesaikan laporan kasus ini guna memenuhi persyaratan sebagai dokter

internsip dengan judul “ST Segmen Elevation Myocardial Infraction”.

Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada

dokter pembimbing internsip di RSUD Lubuk Basung dr. Budiawati dan dr. Aulia

Rahmanike. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih

terdapat banyak kekurangan baik dalam cara penulisan maupun penyajian materi.

Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

pembaca sehingga bermanfaat bagi penyusunan laporan kasus selanjutnya. Semoga

laporan kasus ini bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi penyusun.

Lubuk Basung, Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1


BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ............................................................................................. 2
2.2 Klasifikasi ......................................................................................... 2
2.3 Faktor resiko ..................................................................................... 3
2.4 Patogenesis ....................................................................................... 8
2.5 Diagnosis .......................................................................................... 9
2.6 Prognosis .......................................................................................... 13
2.7 Tatalaksana ....................................................................................... 14
BAB III LAPORAN KASUS .................................................................... 20
DAFTAR PUSAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kardiovaskular adalah penyebab nomor satu dari kematian secara
global. Secara epidemiologi, pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 17,5 juta
orang yang meninggal karena penyakit kardiovaskular, sekitar 31% dari
keseluruhan kematian secara global. Dari angka kematian tersebut, diestimasi
sebanyak 7,4 juta orang meninggal akibat penyakit jantung koroner dan 6,7 juta
orang meninggal akibat stroke berdasarkan data World Health Oganization.1
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler
terbanyak pada pasien rawat inap dirumah sakit negara-negara industri (Antman
dan Braunwald, 2010). Infark miokard adalah kematian sel miokard akibat iskemia
yang berkepanjangan. Menurut WHO, infark miokard diklasifikasikan berdasarkan
dari gejala, kelainan gambaran EKG,dan enzim jantung. Infark miokard dapat
dibedakan menjadi infark miokard dengan elevasi gelombang ST (STEMI) dan
infark miokard tanpa elevasi gelombang ST (NSTEMI).2
ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu spektrum
sindroma koroner akut (SKA) yang paling berat.Pada pasien STEMI, terjadi
penurunan aliran darah koroner secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi cedera vaskuler. Cedera vaskuler dicetuskan oleh faktor-faktor
seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid Saat ini, kejadian STEMI sekitar
25-40% dari infark miokard, yang dirawat dirumah sakit sekitar 5-6% dan
mortalitas 1 tahunnya sekitar 7-18%.
Keluhan pasien dengan STEMI dapat berupa angina yang dikeluhkan pasien
berupa nyeri dada substernal, dapat menjalar ke lengan kiri, rahang, punggung,
ulu hati; lama > 20 menit; disertai keringat dingin dan bila ditanyakan kepada
pasien dapat ditemukan salah satu atau beberapa faktor risiko (Diabetes Mellitus,
dislipidemia, Hipertensi, genetik). Diagnosis dapat ditegakkan pada pasien dengan
anamnesis di atas ditambah dengan pemeriksaan EKG.8

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu spektrum
sindroma koroner akut (SKA) yang paling berat.Pada pasien STEMI, terjadi
penurunan aliran darah koroner secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.

2.2 Klasifikasi Sindrom Koroner Akut

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram


(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:

1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation


myocardial infarction)

2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment


elevation myocardial infarction)

3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indicator


kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan
tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard
secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara
mekanis, intervensi koroner perkutan primer. Diagnosis STEMI ditegakkan jika
terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di
dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak
memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung.

Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat
keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua
sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi
segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T
pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan (Gambar 1). Sedangkan

2
Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian infark
miokard yang ditandai dengan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang
lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan
biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi
Infark Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (NonST-Elevation Myocardial
Infarction, NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak
meningkat secara bermakna. Pada sindroma coroner akut, nilai ambang untuk
peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal
atas (upper limits of normal, ULN). Jika pemeriksaan EKG awal tidak
menunjukkan kelainan (normal) atau menunjukkan kelainan yang nondiagnostik
sementara angina masih berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit
kemudian. Jika ulangan EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik
sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama
12-24 jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.

2.3 Faktor risiko


Berdasarkan penelitian berskala luas dalam Interheart Study menunjukkan kadar
lipid yang abnormal, riwayat merokok, hipertensi, DM, obesitas abdominal, faktor
psikososial, pola diet, konsumsi alkohol serta aktivitas fisik secara signifikan
berhubungan dengan infark miokard akut baik pada STEMI maupun NSTEMI.
Secara garis besar, faktor risiko tersebut terbagi menjadi dua kelompok
berdasarkan dapat atau tidaknya dimodifikasi:

Non-Modifiable

Usia

Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang


serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah,
sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Seluruh jenis penyakit
jantung koroner termasuk STEMI yang terjadi pada usia lanjut mempunyai risiko
tinggi kematian.

Jenis Kelamin

3
Laki-laki memiliki risiko lebih besar terkena serangan jantung dan
kejadiannyalebih awal dari pada wanita. Morbiditas penyakit ini pada laki-laki
lebih besar daripada wanita dan kondisi ini terjadi dan kondisi ini terjadi hampir 10
tahun lebih dini pada wanita. Studi lain menyebutkan wanita mengalami kejadian
infark miokard pertama kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset
infark miokard pertama ini diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang
mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya
relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama
rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan esterogen.

Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga pada kasus penyakit jantung koroner yaitu keluarga langsung
yang berhubungan darah pada pasien berusia kurang 11 dari 70 tahun merupakan
faktor risiko independen. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi
genetik pada keadaan ini. Terdapat beberapa bukti bahwa riwayat keluarga yang
positif dapat mempengaruhi usia onset PJK pada keluarga dekat. Faktor familial
dan genetika mempunyai peranan bermakna dalam patogenesis PJK, hal tersebut
dipakai juga sebagai pertimbangan penting dalam diagnosis, penatalaksanaan dan
juga pencegahan PJK.

Modifiable

Hipertensi

Risiko serangan jantung secara langsung berhubungan dengan tekanan darah,


setiap penurunan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg risikonya berkurang
sekitar 16 %. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg dan atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah
sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari
ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi
untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka
penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen
karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang
tersedia.27 Secara sederhana dikatakan peningkatan tekanan darah mempercepat

4
aterosklerosis dan arteriosclerosis, sehingga rupture dan oklusi vaskuler terjadi 20
tahun lebih cepat daripada orang normotensi.

Diabetes Mellitus

Diabetes Melitus akan menyebabkan proses penebalan membran basalis dari


kapiler dan pembuluh darah arteri koronaria, sehingga terjadi penyempitan aliran
darah ke jantung. Insiden serangan jantung meningkat 2 hingga 4 kali lebih besar
pada pasien yang dengan diabetes melitus. Orang dengan diabetes cenderung lebih
cepat mengalami degenerasi dan disfungsi endotel. Diabetes mellitus berhubungan
dengan perubahan fisik - pathologi pada system kardiovaskuler. Diantaranya dapat
berupa disfungsi endothelial dan gangguan pembuluh darah yang pada akhirnya
meningkatkan risiko terjadinya coronary artery diseases (CAD).

Dislipidemia

Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah


hiperlipidemia. Hiperlipidemia merupakan peningkatan kadar kolesterol atau
trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education
Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit
jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan
bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark
miokard.

Dislipidemia diyakini sebagai faktor risiko mayor yang dapat dimodifikasiuntuk


perkembangan dan perubahan secara progresif atas terjadinya PJK. Kolesterol
ditranspor dalam darah dalambentuk lipoprotein, 75 % merupakan lipoprotein
densitas rendah (low density liproprotein/LDL) dan 20 % merupakan lipoprotein
densitas tinggi (high density liproprotein/HDL). Kadar kolesterol HDL lah yang
rendah memiliki peran yang baik pada PJK dan terdapat hubungan terbalik antara
kadar HDL dan insiden PJK. Peningkatan kadar lemak berhubungan dengan proses
aterosklerosis. Berikut ini faktor risiko dari faktor lipid darah: total kolesterol
plasma > 200 mg/dl, kadar LDL > 130 mg/dl, kadar trigliserid > 150 mg/dl, kadar
HDL < 40 mg/dl.

Overweight dan Obesitas

5
Overweight dan Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner.
Sekitar 25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan
dengan peningkatan indeks massa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai
IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral atau
obesitas abdominal adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen.
Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti
peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah,
inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II.

Data dari Framingham menunjukkan bahwa apabilasetiap individu mempunyai


berat badan optimal, akan terjadi penurunan insiden PJK sebanyak 25 % dan
stroke/cerebro vascular accident (CVA) sebanyak 3,5 %. Penurunan berat badan
diharapkan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki sensitivitas insulin,
pembakaran glukosa dan menurunkan dislipidemia. Hal tersebut dapat ditempuh
dengan cara mengurangi asupan kalori dan menambah aktifitas fisik.

Riwayat Merokok

Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner sebesar 50%.


Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama perokok (perokok pasif) memiliki
peningkatan risiko sebesar 20 – 30 % dibandingkan dengan orang yang tinggal
dengan bukan perokok. Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit
kardiovaskuler berhubungan dengan rokok. Penggunaan tembakau berhubungan
dengan kejadian miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan. Merokok
sigaret menaikkan risiko serangan jantung sebanyak 2sampai 3 kali. Sekitar 24 %
kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11 % padaperempuan disebabkan kebiasaan
merokok. Pemeriksaan yang dilakukan pada usia dewasa muda dibawah usia 34
tahun, dapat diketahui terjadinya atherosklerosis pada lapisan pembuluh darah
(tunika intima) sebesar 50%.Berdasarkan literatur yang ada hal tersebut banyak
disebabkan karena kebiasaan merokok dan penggunaan kokain.

Aktivitas Fisik

Olah raga secara teratur akan menurunkantekanan darah sistolik, menurunkan


kadar katekolamin di sirkulasi, menurunkan kadarkolesterol dan lemak darah,

6
meningkatkan kadar HDL lipoprotein, memperbaikisirkulasi koroner dan
meningkatkan percaya diri. Diperkirakan sepertiga laki-laki dan dua per tiga
perempuan tidak dapatmempertahankan irama langkah yang normal pada
kemiringan gradual (3 mph padagradient 5 %). Olah raga yang teratur berkaitan
dengan penurunan insiden PJK sebesar 20 – 40 %. Olah raga secara teratur sangat
bermanfaat untukmenurunkan faktor risiko seperti kenaikan HDL-kolesterol dan
sensitivitas insulin sertamenurunkan berat badan dan kadar LDL-kolesterol. Pada
latihan fisik akan terjadi dua perubahan pada sistem kardiovaskuler,yaitu
peningkatan curah jantung dan redistribusi aliran darah dari organ yang kurang
aktif ke organ yang aktif.

Gaya Hidup

Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet
yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal.
Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit
mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun tidak semua literatur
mendukung konsep ini, apabila mengkonsumsi alkohol berlebihan, yaitu lebih dari
dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit. Studi
Epidemiologi yang dilakukan terhadap beberapa orang telah diketahui bahwa
konsumsi alkohol dosis sedang berhubungan dengan penurunan mortalitas penyakit
kardiovaskuler pada usia pertengahan dan pada individu yang lebih tua, tetapi
konsumsi alkohol dosis tinggi berhubungan dengan peningkatan mortalitas
penyakit kardiovaskuler. Peningkatan dosis alkohol dikaitkan dengan peningkatan
mortalitas kardivaskuler karena aritmia, hipertensi sistemik, dan kardiomiopati
dilatasi.

2.4 Patogenesis

Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian
ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi.
Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini akan
menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau

7
menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain
itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga
memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner
menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama
kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark
miokard). Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard).
Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium
karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan
remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel).

Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas.
Mereka mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri
koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa
spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis
setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus
terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.

8
Atherosclerotic plaque with a
lipid-rich core and thin fibrous
cap

Shear forces, inflammation,


apoptosis, macrophage-derived
degradative enzymes

Rupture of plaque

Increased inflammation with


release of multiple cytokines,
platelet activation and adherence,
production of thrombin and
vasoconstrictors
Thrombus formation over lesion
plus vasoconstriction of vessel

Acute decrease in coronary


blood flow

Unstable angina or
myocardial infarction

2.5 Diagnosis dan Gambaran Klinis Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST
Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesa nyeri
dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST 2mm, minimal pada dua
sadapan prekordial yang berdampingan atau  1mm pada dua sadapan ektremitas.
Pmeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat
diagnosis.

Anamnesis

Anamnesis yang cermat perlu dilakukan apakah nyeri dadanya berasal dari
jantung atau diluar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung
perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu
dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta
faktor-faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok,
stress serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.2

9
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Harus
mampu mengenal nyeri dada angina dan mamapu membedakan dengan nyeri dada
lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien
IMA.2

Sifat nyeri dada angina sebagai berikut2 :

 Lokasi: substernal , retrosternal, dan prekordial.


 Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
sperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
 Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah,
gigi, punggung interskapular, perut dan dapat juga ke lengan kanan.
 Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
 Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan.
 Gejala yang menyertai: mual muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas
dan lemas.

Gambar 3 : Pola nyeri dada pada iskemia miokard

Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut, emboli paru,
diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada tidak
selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada
diabetes melitus dan usia lanjut.2

10
Gambar 4: Diagnosis banding nyeri dada

2.5.1 Pemeriksaan Fisik

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali
ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >
30menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat
pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis
(takikardia dan/atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark posterior
menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).2

Tanda fisik lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat
ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara
karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan
suhu sampai 380C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI .2

2.5.2 Elektrokardiogram

Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan


nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI dan harus dilakukan segera dalam
10 menit sejak kedatangan di UGD. Pemriksaan EKG menentukan keputusan terapi
karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat
mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika
pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap
simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval

11
5-10menit atau pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinu harus dilakukan unutk
mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI
inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada
ventrikel kanan.2

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami


evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosa infark miokard
gelombang Q, sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q.
Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan
banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST dan biasanya
megalami UA atau NSTEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang
tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark
miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau
menghilangnya gelombang R dan infark miokard nontransmural jika EKG hanya
menunjukkan perubahan sementara segmen ST atau gelombang T. Namun tidak
selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark (mural atau
transmural) sehingga terminologi IMA gelombang Q atau non Q menggantikan
infark mural atau nontransmural.2

Gambar 5 : EKG menunjukkan STEMI dengan evolusi patologik Q wave di


lead I dan VL

2.5.3Laboratorium

12
Petanda Kerusakan Jantung (Biomarkers)

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CKMB) dan Cardiac


Specific Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus
digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan
otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada
pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera
mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.2

Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan
adanya nekrosis jantung (infark miokard)2

 CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. CKMB turut
meningkat pada operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik.
 cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T
masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu2:

 Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4-8 jam.
 Creatinine Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard
dan mencapai punak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
 Lactic Dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.

Tabel 5. Biomarker Molekuler Untuk Evaluasi Pasien STEMI

Biomarker Berat molekul Rentang Rerata waktu Waktu

13
(Da) waktu untuk evaluasi kembali ke
meningkat puncak rentang
(nonreperfusi) normal

Sering di praktek klinik

CKMB 86000 3-12jam 24jam 48-72jam

cTnI 23500 3-12jam 24jam 5-10hari

cTnT 33000 3-12jam 12jam-2hari 5-14hari

Myoglobin 17800 1-4jam 6-7jam 24hari

CKMB
Tissue 86000
2-6jam 18jam tidak
Isoform
diketahui

CKMM
86000
Tissue 1-6jam 12jam
3jam
Isoform

2.6 Prognosis

Pada pasien SKA juga dilakukan penghitungan resiko kematian 30 hari


dengan

TIMI score dan KILLIP. TIMI score adalah sistem prognostik yang
menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada
pasien STEMI.2

Tabel 6. TIMI Risk Score untuk STEMI

14
Faktor Risiko (Bobot) Skor

Usia 65-74 tahun 2

Usia >75 tahun (3 poin) 3

Diabetes mellitus/hipertensi atau angina 1

Tekanan darah sistolik <100mmHg 3

Frekuensi jantung >100 2

Klasifikasi Killip II-IV 2

Berat < 67 kg 1

Elevasi ST anterior atau LBBB 1

Waktu ke reperfusi >4 jam 1

Skor risiko = total poin 14

2.7 Tatalaksana

Infark Miokard Dengan Elevasi ST

15
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian
antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana
komplikasi IMA. Pedoman (guideline) yang digunakan dalam tatalaksana IMA
dengan elevasi ST adalah dari ACC/AHA 2004. Walaupun demikian perlu
disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di tempat masing-masing senter dan
kemampuan ahli yang ada (khususnya di bidang kardiologi intervensi).2

Tatalaksana Pra Rumah Sakit

Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok


komplikasi umum yaitu: aritmia dan pump failure. Sebagian besar kematian di luar
rumah sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang
sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari
separuhnya terjadi pada jam pertama. Elemen utama tatalaksana pra hospital pada
pasien yang dicurigai STEMI antara lain2:

 Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis


 Segera memanggil tim medis emergensi ytang dapat melakukan tindakan
resusitasi.

16
 Transportasi pasien ke RS yang mempunyai fasilitas ICU serta staf medis
dokter dan perawat yang terlatih.
 Melakukan terapi reperfusi.
Tatalaksana di Ruang Emergensi

Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup2:

 Mengurangi / menghilangkan nyeri dada


 Identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera,
 Triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit
 Menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI
Tatalaksana Umum

Oksigen

Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen


arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jm pertama.2

Nitrogliserin (NTG)

NTG sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0.4mg dan
dapat diberikan samapai 3 dosis dngan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri
dada, NTG juga dapat menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau
pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlansungdapat diberikan NTG
intravena (iv). NTG juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema
paru.2

Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik
<90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan. Pasien
yang menggunakan phosphodiesterase-3 inhibitor sildanefil dalam 24 jam karena
dapat memicu efek hipotensi nitrat.2

Mengurangi/ Menghilangkan Nyeri Dada

Hal ini sanagat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivitas simpatis yang
menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.2

17
 Morfin
Merupakan pilihan dalam nyeri dada STEMI. Diberikan dengan dosis
2-4mg dan dapat diulangi dengan interal 5-15 menit sampai dosis total
320mg.2

 Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis
160-325mg di ruangan EMG. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan
dosis 75-162mg.2

 Penyekat Beta
Diberikan jika morfin tidak efekif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5mg setiap 1-5menit sampai total 3 dosis, dengan syarat
frekuensi jantung >60x/menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval
PR<0.24detik dan ronki tidak lebih dari 10cm dari diafragma. Lima belas
menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan oral dengan dosis 50mg
tiap 6 jam selama 48jam, dan dilanjutkan 100mg setiap 12 jam.2

 Terapi reperfusi
Reperfusi dini akan akan memperpendek lama oklusi koroner,
meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi
kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau
takiaritmia ventrikular yang maligna.2

a. Percutaneous Coronary Intervention (PCI)


Biasanya angioplasty dan atau stenting (CABG) tanpa didahului fibrinolisis
disebut PCI primer. Akan efektif pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa
jam pertama IMA. PCI primer lebih efektif bila dibandingkan fibrinolisis
dalam membuka arteri koroner yang teroklusi dan dikaitkan dengan outcome
klinis jangka pendek dan panjang yang lebih baik.2

b. Fibrinolisis

18
Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30
menit sejak masuk. Tujuan utama adalah restorasi cepat patensi arteri koroner.
Antara obat fibrinolitik yang digunakan yaitu2:

- Streptokinase (SK)

Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan


dengan SK tidak boleh dinerikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya
antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya
yang murah dan insidens pendarahan intracranial yang rendah.

- tissue plasmibnogen Activator (tPA, alteplase)

Keuntungannya menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada


pasien yang mendapat tPA dibandingkan SK. Namun tPA harganya lebih mahal
daripada SK dan resiko pendarahan intracranial lebih tinggi.

- Reteplase ( Retavasemencakup memperbaiki spesifisitas fibrin dan resistensi


tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI1)

Terapi Farmakologis

Antitrombotik

Penggunaan terapi antiplatelet dan antitrombin selama fase awal STEMI


berdasarkan bukti klinis dan laboratories bahwa trombosis mempunyai peran
penting dalam patogenesis. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memantapkan
dan mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder
adalah menurunkan tedensi pasien menjadi trombosis. Aspirin merupakan
antiplatelet standar pada STEMI.2

Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah unfractinated
heparin. Pemberian UFH IV segera sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan
obat trombolitik spesifik fibrin relatif (tPA, rPA atau TNK) membantu trombolisis
dan memantapkan dan mempertahankan patensi arteri yang terkait infark.2

Penyekat beta

19
Manfaat penyekat beta pada STEMI dapat dibagi menjadi : yang terjadi segera
jika obat diberikan secara akut dan yang diberkan jangka panjang jika obat
diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian secara iv
membaiki kebutuhan suplai serta kebutuhan oksigen moikard, mengurangi nyeri,
mengurangi luasnya infark, dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang
khusus.2

ACE inhibitor

Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap


mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Inhibitor
ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pada pasien STEMI. Pemberian
inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal
jantung, pada pasien dengan imaging menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri
secara global atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global atau pasien
hipertensif

BAB III

20
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. T

No MR : 076664

Jenis Kelamin : Laki laki

Umur : 65 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Alamat : Lubuk basung

Tanggal Masuk : 16/3/2019

ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Nyeri dada sebelah kiri sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit

Riwayat Penyakit Sekarang:

 Nyeri dada sebelah kiri sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit,
dirasakan di seluruh lapangan dada. Dan tidak menjalar ke punggung.

 Nyeri muncul ketika sedang istirehat dan tidak berkurang dengan


istirahat.

 Keringat dingin tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada,

 Berdebar-debar ada, pusing ada, pingsan tidak ada.

 Sesak nafas ada. Riwayat sesak setelah aktivitas ada.

21
 Riwayat tidur menggunakan satu bantal. Sesak tiba-tiba pada malam hari
ada

 Bengkak di kaki tidak ada, demam tidak ada. Skala nyeri dada 6/10.

Riwayat Penyakit Dahulu:

 Riwayat nyeri dada sebelumnya ini ada, ini merupakan keluhan kali
ketiga.Pertama kali tahun 2009, dan sudah disarankan untuk memasang
cincin tetapi kerana kekurangan dana menolak.

 Riwayat hipertensi ada, sejak 10 tahun yang lalu, control tidak teratur.

 Riwayat stroke tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga:

 Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan
pasien
 Tidak keluarga yang menderita penyakit hipertensi, DM dan penyakit
jantung.

Riwayat Kebiasaan, Sosial, dan Ekonomi:

 Pasien seorang Pesara

 Merokok 1 kotak sejak 50 tahun yang lalu. (perokok berat)

 Riwayat alkohol disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK (pemeriksaan dilakukan tanggal 19 March 2019)

Pemeriksaan Umum

 Keadaan umum : sakit sedang


 Kesadaran : komposmentis kooperatif
 Tekanan darah : 140/90 mmHg
 Nadi :88x/menit
 Pernapasan :20x/menit
 Suhu :36,5oC

22
 Keadaan gizi : Sedang
 Sianosis : tidak ada
 Ikterus : ada
 Edema : ada
 Anemis : tidak ada
Kulit : teraba hangat, turgor kulit normal, spider naevi (-),

KGB : tidak ada pembesaran KGB

Kepala : normocephal

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva anemis, sklera ikterik (+/+),

Telinga : tidak ada kelainan

Hidung : tidak ada kelainan

Tenggorok : tidak ada kelainan

Gigi dan mulut : tidak ada kelainan

Leher : JVP 5-2 cm H2O

Toraks :

Paru : Inspeksi : bentuk normochest, simetris kiri = kanan secara


dinamis dan statis

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung kiri iktus kordis

batas jantung kanan LSD

23
batas jantung atas RIC II

Auskultasi : S1-S2 irama regular, murmur tidak ada, S3


Gallop (-)

Abdomen : Inspeksi : tampak membuncit,

Palpasi : hepar tidak teraba, lien tidak teraba,

Perkusi : undulasi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Punggung : Inspeksi : tidak ada deformitas

Palpasi : nyeri tekan (-)

Perkusi : nyeri ketok CVA (-)

Genitalia : tidak diperiksa

Anus : tidak diperiksa

Ekstremitas : Palmar eitem : -/-


Pitting edema : -/-
Refleks fisiologis : +/+
Refleks patologis : -/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Darah(18/3/2019) :Gula darah puasa 90 (N: 75- 115mg/dl)

Total kolestrol 222 (N: 150- 250mg/dl)

Total Trigliserida 130 (N: 60- 150mg/dl)

Hb 10 (N: 5-18 mm)

Hitung jenis :

Bos 0 (N: 0-1% )

Nes 1 (N: 1-3% )

24
N. batang 8 (N: 2-6% )

N. segmen 41 (N: 50-70% )

Lim 43 (N: 20-40% )

Mono 7 (N: 2-8% )

Urinalisis(18/3/19) : Warna kuning

pH 6,

Eritrosit -

Leukosit -

Silinder -

Kristal -

Sel epitel –

25
Lokasi elevasi segmen ST Lokasi iskemia atau infark

V3, V4 Anterior

VI, V2, V3, V4 Anteroseptal

I, aVL, V2-V6 Anterior ekstensif

I, aVL, V3, V4, V5, V6 Anterolateral

II, III, Avf Inferior

I, aVL, V5, V6 Lateral

V1, V2 Septum

V7, V8, V9 Posterior

V3R-V4R Ventrikel kanan

Gambaran EKG pasien di IGD didapatkan irama sinus, ST elevasi 2-3 mm


di V1-V2, LVH (-), RVH (-).Gambaran EKG menunjukkan irama jantung sinus,
konduksi masih diawali dengan impuls dari nodus sinoatrial, dengan frekuensi
denyut jantung normal serta tidak terdapat tanda-tanda pembesaran ventrikel.

DIAGNOSIS

 STEMI

PENATALAKSANAAN

 O2 3L/menit
 Clopidogrel 300 mg
Loading
 Aspilet 160 mg
 Isosorbide dinitrate 5 mg
 Candesartan 1 x 8 mg
 Simvastatin 1 x 20 mg
 Paracetamol 3 x 500 mg

26
 Isosorbid dinitrat 5 mg K/P  jika nyeri dirasakan lagi beri 1x
 RL 15 tpm
 EKG per hari
FOLLOW UP
18 maret 2019
S : Kepala terasa sakit
Nyeri dada berkurang
Sesak tidak ada
O: SP : Sensorium :Compos mentis
TD : 110/80 mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,50C
Px Fisik : Kepala : Mata anemis (-/-) Ikterik (-/-)
Thorax : Cor : BJ I-II Reguler, Bising (-)
Pulmo : Vesikuler, Rh (-/-) Wh (-/-)
Abdomen : Soepel, NTE(-) BU (+)N
Ekstremitas : Edema (-)
A : STEMI Septal
P:
 Infus RL 15 tpm
 Injeksi Arixtra 2,5 mg (sc)  Hari ke-1
 Candesartan 1 x 8 mg
 Simvastatin 1 x 20 mg
 Paracetamol 3 x 500 mg
 Tramadol 2 x 50 mg
 Nitrokaf 2 x 1
 Isosorbid dinitrat 5 mg K/P  jika nyeri dirasakan lagi beri 1x
R : EKG /hari

19 maret 2019
S : Kepala terasa sakit

27
Nyeri dada berkurang
Sesak tidak ada
O: SP : Sensorium :Compos mentis
TD : 100/70 mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,50C
Px Fisik : Kepala : Mata anemis (-/-) Ikterik (-/-)
Thorax : Cor : BJ I-II Reguler, Bising (-)
Pulmo : Vesikuler, Rh (-/-) Wh (-/-)
Abdomen : Soepel, NTE(-) BU (+)N
Ekstremitas : Edema (-)
A : STEMI Septal
P:
 Infus RL 15 tpm
 Injeksi Arixtra 2,5 mg (sc)  Hari ke-2
 Candesartan 1 x 8 mg
 Simvastatin 1 x 20 mg
 Paracetamol 3 x 500 mg
 Tramadol 2 x 50 mg
 Nitrokaf 2 x 1
 Isosorbid dinitrat 5 mg K/P  jika nyeri dirasakan lagi beri 1x
R : EKG /hari

20 maret 2019
S :Nyeri dada berkurang
Sesak tidak ada
O: SP : Sensorium :Compos mentis
TD : 110/80 mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,50C

28
Px Fisik : Kepala : Mata anemis (-/-) Ikterik (-/-)
Thorax : Cor : BJ I-II Reguler, Bising (-)
Pulmo : Vesikuler, Rh (-/-) Wh (-/-)
Abdomen : Soepel, NTE(-) BU (+)N
Ekstremitas : Edema (-)
A : STEMI Septal
P:
 Infus RL 15 tpm
 Injeksi Arixtra 2,5 mg (sc)  Hari ke-3
 Candesartan 1 x 8 mg
 Simvastatin 1 x 20 mg
 Paracetamol 3 x 500 mg
 Tramadol 2 x 50 mg
 Nitrokaf 2 x 1
 Isosorbid dinitrat 5 mg K/P  jika nyeri dirasakan lagi beri 1x
R : EKG /hari

21 maret 2019
S : Nyeri dada tidak ada
Sesak tidak ada
O: SP : Sensorium :Compos mentis
TD : 110/80 mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,50C
Px Fisik : Kepala : Mata anemis (-/-) Ikterik (-/-)
Thorax : Cor : BJ I-II Reguler, Bising (-)
Pulmo : Vesikuler, Rh (-/-) Wh (-/-)
Abdomen : Soepel, NTE(-) BU (+)N
Ekstremitas : Edema (-)
A : STEMI Septal
P : obat pulang

29
 Candesartan 1 x 8 mg
 Simvastatin 1 x 20 mg
 Paracetamol 3 x 500 mg
 Tramadol 2 x 50 mg
 Nitrokaf 2 x 1
R : Boleh pulang

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Brashers L. Valentina. Chapter 30 : Alterations of Cardiovaskular


Function in Pathofisiology the Biologic basis for disease in Adults and
Children 5th edition. McCance L. Kathryn, Huether E. Sue,. 2006.
Philadelphia: Elsevier Mosby
2. Hanafi B. Trisnohadi, Idrus Alwi, S. Harun. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. 2006. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
3. Antman Elliot M., Braunwald Eugene. Chapter 227: Unstable Angina and
non-ST-Elevation Myocardial Infarction in Harrison’s Principles of
Internal Medicine 16th edition. Braunwald, Fauci,Hauser, Jameson, Longo,
Kasper. 2005. USA: McGraw Hill
4. Rilantono, Lily Ismudiati, dkk. Buku Ajar Kardiologi. 2004. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
5. Shen, Demin. Penyakit Jantung Koroner. 1997. Bandung : Rumah Sakit
Rajawali
6. Price, Silvia A. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi
4. 1995. Jakarta: EGC
7. World Health Organization (WHO), 2015. Cardiovascular Diseases
(CVDs). Available at: http://.who.int/mediacentre/factseets/fs317/en/
[Accesed 1 Maret 2017].
8. Thygesen K, et al.Third universal definition of myocardial infarction.
European Heart Journal.2012; 33, 2551-67.
9. Antman EM, Braunwald E. ST-segment Elevation Myocardial Infarction.
Dalam(Loscalzo J ed) Harrison’s cardiovascular medicine. New York:
McGraw-Hill Medical. 2010.
10. Kumar A, Cannon CP.Acute coronary syndromes: diagnosis and
management, part 1. A Peer-Reviewed Medical Journal.2009; 84(10),
917-938.
11. Alwi I. Infarkmiokardakutdenganelevasist. Dalam (Sudoyo AW,
Setyohadi B, Alwi I, SimadibrataM, Setiadi S ed) Buku
ajarilmupenyakitdalam. Ed 6. Jakarta: Interna Publishing.2014,1741-56.

31
12. O’Gara PT, et al,Guideline for the management of st-elevation
myocardial infarction. Journal of the American Collage of
Cardiology.2013; 62(4): e78-140.

32

Anda mungkin juga menyukai