Pembimbing
dr. Budiawati
dr. Aulia Rahmanike
Oleh :
dr. Aulidaweli
DOKTER INTERNSIP
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LUBUK BASUNG
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
dokter pembimbing internsip di RSUD Lubuk Basung dr. Budiawati dan dr. Aulia
Rahmanike. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih
terdapat banyak kekurangan baik dalam cara penulisan maupun penyajian materi.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
laporan kasus ini bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi penyusun.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Halaman
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu spektrum
sindroma koroner akut (SKA) yang paling berat.Pada pasien STEMI, terjadi
penurunan aliran darah koroner secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat
keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua
sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi
segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T
pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan (Gambar 1). Sedangkan
2
Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian infark
miokard yang ditandai dengan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang
lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan
biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi
Infark Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (NonST-Elevation Myocardial
Infarction, NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak
meningkat secara bermakna. Pada sindroma coroner akut, nilai ambang untuk
peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal
atas (upper limits of normal, ULN). Jika pemeriksaan EKG awal tidak
menunjukkan kelainan (normal) atau menunjukkan kelainan yang nondiagnostik
sementara angina masih berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit
kemudian. Jika ulangan EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik
sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama
12-24 jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.
Non-Modifiable
Usia
Jenis Kelamin
3
Laki-laki memiliki risiko lebih besar terkena serangan jantung dan
kejadiannyalebih awal dari pada wanita. Morbiditas penyakit ini pada laki-laki
lebih besar daripada wanita dan kondisi ini terjadi dan kondisi ini terjadi hampir 10
tahun lebih dini pada wanita. Studi lain menyebutkan wanita mengalami kejadian
infark miokard pertama kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset
infark miokard pertama ini diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang
mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya
relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama
rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan esterogen.
Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga pada kasus penyakit jantung koroner yaitu keluarga langsung
yang berhubungan darah pada pasien berusia kurang 11 dari 70 tahun merupakan
faktor risiko independen. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi
genetik pada keadaan ini. Terdapat beberapa bukti bahwa riwayat keluarga yang
positif dapat mempengaruhi usia onset PJK pada keluarga dekat. Faktor familial
dan genetika mempunyai peranan bermakna dalam patogenesis PJK, hal tersebut
dipakai juga sebagai pertimbangan penting dalam diagnosis, penatalaksanaan dan
juga pencegahan PJK.
Modifiable
Hipertensi
4
aterosklerosis dan arteriosclerosis, sehingga rupture dan oklusi vaskuler terjadi 20
tahun lebih cepat daripada orang normotensi.
Diabetes Mellitus
Dislipidemia
5
Overweight dan Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner.
Sekitar 25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan
dengan peningkatan indeks massa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai
IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral atau
obesitas abdominal adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen.
Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti
peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah,
inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II.
Riwayat Merokok
Aktivitas Fisik
6
meningkatkan kadar HDL lipoprotein, memperbaikisirkulasi koroner dan
meningkatkan percaya diri. Diperkirakan sepertiga laki-laki dan dua per tiga
perempuan tidak dapatmempertahankan irama langkah yang normal pada
kemiringan gradual (3 mph padagradient 5 %). Olah raga yang teratur berkaitan
dengan penurunan insiden PJK sebesar 20 – 40 %. Olah raga secara teratur sangat
bermanfaat untukmenurunkan faktor risiko seperti kenaikan HDL-kolesterol dan
sensitivitas insulin sertamenurunkan berat badan dan kadar LDL-kolesterol. Pada
latihan fisik akan terjadi dua perubahan pada sistem kardiovaskuler,yaitu
peningkatan curah jantung dan redistribusi aliran darah dari organ yang kurang
aktif ke organ yang aktif.
Gaya Hidup
Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet
yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal.
Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit
mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun tidak semua literatur
mendukung konsep ini, apabila mengkonsumsi alkohol berlebihan, yaitu lebih dari
dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit. Studi
Epidemiologi yang dilakukan terhadap beberapa orang telah diketahui bahwa
konsumsi alkohol dosis sedang berhubungan dengan penurunan mortalitas penyakit
kardiovaskuler pada usia pertengahan dan pada individu yang lebih tua, tetapi
konsumsi alkohol dosis tinggi berhubungan dengan peningkatan mortalitas
penyakit kardiovaskuler. Peningkatan dosis alkohol dikaitkan dengan peningkatan
mortalitas kardivaskuler karena aritmia, hipertensi sistemik, dan kardiomiopati
dilatasi.
2.4 Patogenesis
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian
ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi.
Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini akan
menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau
7
menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain
itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga
memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner
menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama
kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark
miokard). Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard).
Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium
karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan
remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel).
Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas.
Mereka mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri
koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa
spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis
setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus
terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.
8
Atherosclerotic plaque with a
lipid-rich core and thin fibrous
cap
Rupture of plaque
Unstable angina or
myocardial infarction
2.5 Diagnosis dan Gambaran Klinis Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST
Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesa nyeri
dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST 2mm, minimal pada dua
sadapan prekordial yang berdampingan atau 1mm pada dua sadapan ektremitas.
Pmeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat
diagnosis.
Anamnesis
Anamnesis yang cermat perlu dilakukan apakah nyeri dadanya berasal dari
jantung atau diluar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung
perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu
dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta
faktor-faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok,
stress serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.2
9
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Harus
mampu mengenal nyeri dada angina dan mamapu membedakan dengan nyeri dada
lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien
IMA.2
Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut, emboli paru,
diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada tidak
selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada
diabetes melitus dan usia lanjut.2
10
Gambar 4: Diagnosis banding nyeri dada
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali
ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >
30menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat
pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis
(takikardia dan/atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark posterior
menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).2
Tanda fisik lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat
ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara
karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan
suhu sampai 380C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI .2
2.5.2 Elektrokardiogram
11
5-10menit atau pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinu harus dilakukan unutk
mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI
inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada
ventrikel kanan.2
2.5.3Laboratorium
12
Petanda Kerusakan Jantung (Biomarkers)
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan
adanya nekrosis jantung (infark miokard)2
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. CKMB turut
meningkat pada operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik.
cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T
masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu2:
Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4-8 jam.
Creatinine Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard
dan mencapai punak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
Lactic Dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
13
(Da) waktu untuk evaluasi kembali ke
meningkat puncak rentang
(nonreperfusi) normal
CKMB
Tissue 86000
2-6jam 18jam tidak
Isoform
diketahui
CKMM
86000
Tissue 1-6jam 12jam
3jam
Isoform
2.6 Prognosis
TIMI score dan KILLIP. TIMI score adalah sistem prognostik yang
menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada
pasien STEMI.2
14
Faktor Risiko (Bobot) Skor
Berat < 67 kg 1
2.7 Tatalaksana
15
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian
antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana
komplikasi IMA. Pedoman (guideline) yang digunakan dalam tatalaksana IMA
dengan elevasi ST adalah dari ACC/AHA 2004. Walaupun demikian perlu
disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di tempat masing-masing senter dan
kemampuan ahli yang ada (khususnya di bidang kardiologi intervensi).2
16
Transportasi pasien ke RS yang mempunyai fasilitas ICU serta staf medis
dokter dan perawat yang terlatih.
Melakukan terapi reperfusi.
Tatalaksana di Ruang Emergensi
Oksigen
Nitrogliserin (NTG)
NTG sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0.4mg dan
dapat diberikan samapai 3 dosis dngan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri
dada, NTG juga dapat menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau
pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlansungdapat diberikan NTG
intravena (iv). NTG juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema
paru.2
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik
<90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan. Pasien
yang menggunakan phosphodiesterase-3 inhibitor sildanefil dalam 24 jam karena
dapat memicu efek hipotensi nitrat.2
Hal ini sanagat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivitas simpatis yang
menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.2
17
Morfin
Merupakan pilihan dalam nyeri dada STEMI. Diberikan dengan dosis
2-4mg dan dapat diulangi dengan interal 5-15 menit sampai dosis total
320mg.2
Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis
160-325mg di ruangan EMG. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan
dosis 75-162mg.2
Penyekat Beta
Diberikan jika morfin tidak efekif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5mg setiap 1-5menit sampai total 3 dosis, dengan syarat
frekuensi jantung >60x/menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval
PR<0.24detik dan ronki tidak lebih dari 10cm dari diafragma. Lima belas
menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan oral dengan dosis 50mg
tiap 6 jam selama 48jam, dan dilanjutkan 100mg setiap 12 jam.2
Terapi reperfusi
Reperfusi dini akan akan memperpendek lama oklusi koroner,
meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi
kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau
takiaritmia ventrikular yang maligna.2
b. Fibrinolisis
18
Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30
menit sejak masuk. Tujuan utama adalah restorasi cepat patensi arteri koroner.
Antara obat fibrinolitik yang digunakan yaitu2:
- Streptokinase (SK)
Terapi Farmakologis
Antitrombotik
Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah unfractinated
heparin. Pemberian UFH IV segera sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan
obat trombolitik spesifik fibrin relatif (tPA, rPA atau TNK) membantu trombolisis
dan memantapkan dan mempertahankan patensi arteri yang terkait infark.2
Penyekat beta
19
Manfaat penyekat beta pada STEMI dapat dibagi menjadi : yang terjadi segera
jika obat diberikan secara akut dan yang diberkan jangka panjang jika obat
diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian secara iv
membaiki kebutuhan suplai serta kebutuhan oksigen moikard, mengurangi nyeri,
mengurangi luasnya infark, dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang
khusus.2
ACE inhibitor
BAB III
20
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. T
No MR : 076664
Umur : 65 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Nyeri dada sebelah kiri sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit
Nyeri dada sebelah kiri sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit,
dirasakan di seluruh lapangan dada. Dan tidak menjalar ke punggung.
Keringat dingin tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada,
21
Riwayat tidur menggunakan satu bantal. Sesak tiba-tiba pada malam hari
ada
Bengkak di kaki tidak ada, demam tidak ada. Skala nyeri dada 6/10.
Riwayat nyeri dada sebelumnya ini ada, ini merupakan keluhan kali
ketiga.Pertama kali tahun 2009, dan sudah disarankan untuk memasang
cincin tetapi kerana kekurangan dana menolak.
Riwayat hipertensi ada, sejak 10 tahun yang lalu, control tidak teratur.
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan
pasien
Tidak keluarga yang menderita penyakit hipertensi, DM dan penyakit
jantung.
Pemeriksaan Umum
22
Keadaan gizi : Sedang
Sianosis : tidak ada
Ikterus : ada
Edema : ada
Anemis : tidak ada
Kulit : teraba hangat, turgor kulit normal, spider naevi (-),
Kepala : normocephal
Toraks :
Perkusi : sonor
23
batas jantung atas RIC II
Pemeriksaan Laboratorium
Hitung jenis :
24
N. batang 8 (N: 2-6% )
pH 6,
Eritrosit -
Leukosit -
Silinder -
Kristal -
Sel epitel –
25
Lokasi elevasi segmen ST Lokasi iskemia atau infark
V3, V4 Anterior
V1, V2 Septum
DIAGNOSIS
STEMI
PENATALAKSANAAN
O2 3L/menit
Clopidogrel 300 mg
Loading
Aspilet 160 mg
Isosorbide dinitrate 5 mg
Candesartan 1 x 8 mg
Simvastatin 1 x 20 mg
Paracetamol 3 x 500 mg
26
Isosorbid dinitrat 5 mg K/P jika nyeri dirasakan lagi beri 1x
RL 15 tpm
EKG per hari
FOLLOW UP
18 maret 2019
S : Kepala terasa sakit
Nyeri dada berkurang
Sesak tidak ada
O: SP : Sensorium :Compos mentis
TD : 110/80 mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,50C
Px Fisik : Kepala : Mata anemis (-/-) Ikterik (-/-)
Thorax : Cor : BJ I-II Reguler, Bising (-)
Pulmo : Vesikuler, Rh (-/-) Wh (-/-)
Abdomen : Soepel, NTE(-) BU (+)N
Ekstremitas : Edema (-)
A : STEMI Septal
P:
Infus RL 15 tpm
Injeksi Arixtra 2,5 mg (sc) Hari ke-1
Candesartan 1 x 8 mg
Simvastatin 1 x 20 mg
Paracetamol 3 x 500 mg
Tramadol 2 x 50 mg
Nitrokaf 2 x 1
Isosorbid dinitrat 5 mg K/P jika nyeri dirasakan lagi beri 1x
R : EKG /hari
19 maret 2019
S : Kepala terasa sakit
27
Nyeri dada berkurang
Sesak tidak ada
O: SP : Sensorium :Compos mentis
TD : 100/70 mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,50C
Px Fisik : Kepala : Mata anemis (-/-) Ikterik (-/-)
Thorax : Cor : BJ I-II Reguler, Bising (-)
Pulmo : Vesikuler, Rh (-/-) Wh (-/-)
Abdomen : Soepel, NTE(-) BU (+)N
Ekstremitas : Edema (-)
A : STEMI Septal
P:
Infus RL 15 tpm
Injeksi Arixtra 2,5 mg (sc) Hari ke-2
Candesartan 1 x 8 mg
Simvastatin 1 x 20 mg
Paracetamol 3 x 500 mg
Tramadol 2 x 50 mg
Nitrokaf 2 x 1
Isosorbid dinitrat 5 mg K/P jika nyeri dirasakan lagi beri 1x
R : EKG /hari
20 maret 2019
S :Nyeri dada berkurang
Sesak tidak ada
O: SP : Sensorium :Compos mentis
TD : 110/80 mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,50C
28
Px Fisik : Kepala : Mata anemis (-/-) Ikterik (-/-)
Thorax : Cor : BJ I-II Reguler, Bising (-)
Pulmo : Vesikuler, Rh (-/-) Wh (-/-)
Abdomen : Soepel, NTE(-) BU (+)N
Ekstremitas : Edema (-)
A : STEMI Septal
P:
Infus RL 15 tpm
Injeksi Arixtra 2,5 mg (sc) Hari ke-3
Candesartan 1 x 8 mg
Simvastatin 1 x 20 mg
Paracetamol 3 x 500 mg
Tramadol 2 x 50 mg
Nitrokaf 2 x 1
Isosorbid dinitrat 5 mg K/P jika nyeri dirasakan lagi beri 1x
R : EKG /hari
21 maret 2019
S : Nyeri dada tidak ada
Sesak tidak ada
O: SP : Sensorium :Compos mentis
TD : 110/80 mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,50C
Px Fisik : Kepala : Mata anemis (-/-) Ikterik (-/-)
Thorax : Cor : BJ I-II Reguler, Bising (-)
Pulmo : Vesikuler, Rh (-/-) Wh (-/-)
Abdomen : Soepel, NTE(-) BU (+)N
Ekstremitas : Edema (-)
A : STEMI Septal
P : obat pulang
29
Candesartan 1 x 8 mg
Simvastatin 1 x 20 mg
Paracetamol 3 x 500 mg
Tramadol 2 x 50 mg
Nitrokaf 2 x 1
R : Boleh pulang
30
DAFTAR PUSTAKA
31
12. O’Gara PT, et al,Guideline for the management of st-elevation
myocardial infarction. Journal of the American Collage of
Cardiology.2013; 62(4): e78-140.
32