Dosen Pembimbing :
Ninik A.,S.Kep.,Ns.,M.Kep.
NIP. 03039
Di Susun Oleh :
Riris Wulandari
1710091
Mengetahui,
i
DAFTAR ISI
ii
3.1 Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 17
iii
BAB 1
1.1 Definisi
1.2 Etiologi
Menurut Nurarif (2013), penyebab IMA yaitu :
a. Faktor penyebab :
1) Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
a) Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis.
b) Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.
c) Faktor darah : Anemia, hipoksemia, polisitemia.
1
c) Makan terlalu banyak.
d) Hypertiroidisme.
b. Faktor predisposisi :
1) Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a) Usia lebih dari 40 tahun.
b) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause.
c) Hereditas.
d) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
1.3 Klasifikasi
Menurut Sudoyo (2009), klasifikasi IMA yaitu sebagai berikut :
a. Berdasarkan lapisan otot yang terkena Akut Miokard Infark dapat
dibedakan:
1) Akut Miokard Infark Transmural mengenai seluruh lapisan otot
jantung (dinding ventrikel).
2) Akut Miokard Infark Non Transmural / Subendokardial Infark
infark otot jantung bagian dalam (mengenai sepertiga miokardium).
b. Berdasarkan tempat oklusinya pada pembuluh darah koroner :
1) Akut Miokard Infark Anterior.
2) Akut Miokard Infark Posterior.
3) Akut Miokard Infark Inferior.
2
Menurut Farissa (2012) infark miokard akut diklasifikasikan berdasarkan EKG 12
sandapan dibagi menjadi :
a. Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI)
Okulasi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang
lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan
adanya elevasi segmen ST pada EKG.
b. Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI)
Okulasi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh
ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada
EKG.
1.4 Patofisiologi
penyebab paling sering infark miokard akut adalah penyempitan
pembuluh darah yang disebabkan oleh karena atheromatous. Pecahnya
plak menyebabkan agregasi trombosit, pembentukan thrombus dan
akumulasi fibrin, perdarahan dalam plak dan beberapa tingkatan
vasospasme. Keadaan ini mengakibatkan sumbatan baik parsial maupun
total, yang berakibat iskemik miokard. Sumbatan total pembuluh darah
yang lebih dari 4-6 jam berakibat nekrosis miokard yang irreversible tetapi
reperfusi yang dilakukan dalam waktu ini dapat menyelamatkan
miokardium dan menurunkan morbiditas dan mortalitas.
3
1.5 Pathway
HT Hiperkolesterolemia DM merokok
Vasokontriksi darah
Bercak lemak, disfungsi Vasokontriksi dan
Penyempitan endotel peningkatan trombogenesis
lumen pembuluh
darah
Nyeri
Fungsi ventrikel kiri
Penurunan
B2 Volume sekuncup
curah jantung
Perfusi perifer
Suplai O2 keseluruh tubuh tidak efektif
B3 B4 B6
Risiko
Intoleransi
ketidakseimbangan
aktivitas
cairan
5
1.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik IMA menurut Nurarif (2013), yaitu :
a. Lokasi substernal, rerosternal, dan prekordial.
b. Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, terbakar, tertindih benda berat,
ditusuk, diperas, dan diplintir.
c. Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan
atas kiri.
d. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan.
e. Gejala yang menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit bernafas,
cemas dan lemas.
f. Dispnea.
Adapun tanda dan gejala infark miokard (TRIAS) menurut Oman (2008)
adalah :
a. Nyeri :
1. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak
mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian
atas, ini merupakan gejala utama.
2. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri
tidak tertahankan lagi.
3. Nyeri dada serupa dengan angina, tetapi lebih intensif dan menetap
(> 30 menit)
4. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat
menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya
lengan kiri).
5. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan
tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
6. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
7. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis
berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
8. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang
hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
6
b. Pemeriksaan Laboratorium
Peningkatan kadar enzim merupakan indikator spesifik untuk IMA,
kadar titer enzim-enzim ini mencerminkan luas IMA.
1. CK (Kreatinin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah
onset infark, mencapai puncak setelah 24 jam dan turun kembali
dalam waktu 3-4 hari. Enzim ini juga banyak terdapat pada paru, otot
skelet, otak, uterus, sel, pencernaan dan kelenjar tiroid. Selain pada
infark miokard, tingkat abnormalitas tinggi terdapat pada penyakit
otot, kerusakan cerebrovaskular dan setelah latihan otot.
2. SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan
ginjalDilepaskan oleh sel otot miokard yang rusak atau mati.
Meningkat dalam 8-36 jam dan turun kembali menjadi normal setelah
3-4 hari.
3. LDH (Lactat Dehidrogenase)
Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik. Dapat
meninggi bila ada kerusakan jaringan tubuh. Pada IMA konsentrasi
meningkat dalam waktu 24-48 jam, mencapai puncaknya dalam 3-6
hari dan bisa tetap abnormal 1-3 minggu. Isoenzimnya lebih spesifik.
Sebagai indikator nekrosis miokard dapat juga dipakai troponin T,
suatu kompleks protein yang terdapat pada filamen tipis otot jantung.
Troponin T akan terdeteksi dalam darah beberapa jam sampai
dengan 14 hari setelah nekrosis miokard.
1.7 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi menurut Nurarif, 2013 :
c. Perluasan infark dan iskemia pasca infark
d. Aritmia (sinus bradikardi, supraventrikular, takiaritmia, aritmia
ventricular, gangguan konduksi)
e. Disfungsi otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi)
f. Infark ventrikel kanan
g. Defek mekanik
h. Rupture miokard
i. Aneurisma ventrikel kiri
7
j. Perikarditis
k. Thrombus mural
8
1) Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel
miocardia missal lokasi atau luasnya IMA
2) Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
l. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan
dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
m. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.
Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan
serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur
tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung
angioplasty atau emergensi.
n. Digital subtraksion angiografi (PSA)
o. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup
ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark
dan bekuan darah.
p. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase
penyembuhan.
9
3) antilipidemik atau hipolipidemik atau antihiperlipidemik : menurunkan
konsentrasi lipid dalam darah
4) vasodilator perifer : meningkatkan dilatasi pembuluh darah yang
menyempit karena vasospasme secara famakologis berupa
pemberian antiplatelet, antikoagulan, dan trombolitik.
c. Pemberian oksigen : terapi oksigen dimulai saat terjadi onset nyeri.
Oksigen yang dihirup akan langsung meningkatkan saturasi darah.
d. Pembatasan aktivitas fisik : pengurangan atau penghentian aktivitas
pada umumnya akan mempercepat pembebasan rasa sakit
10
BAB 2
Konsep Pengkajian
11
d. Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak,
berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat, dan
waktu.
e. Sopor/semi koma : keadaan kesadaran yang menyerupai
koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri.
f. Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak
dapat dibangunkan dengan rangsang apapun.
e. Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan
ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.
12
2.2.2 Keluhan Utama (OLD CART)
Keluhan utama baisanya nyeri dada, perasaan sulit bernapas,
dan pingsan.
Pengkajian menggunakan OLD CART pada pasien IMA meliputi :
a. Onset : berapa lama keluhan dirasakan oleh pasien. Pasien
yang mengalami IMA akan merasakan nyeri dada dengan
kurun waktu yang berbeda. Pasien dengan onset kurang dari
12 jam dilakukan terapi reperfusi, pasien dengan onset lebih
dari 12 jam maka diutamakan dilakukan primary PCI, pasien
dengan onset lebih dari 24 jam tidak dianjurkan dilakukan
primary PCI.
b. Location : daerah yang menjadi keluhan. Pada pasien IMA
lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri diatas perikardium.
c. Duration : Pada pasien dengan IMA biasanya gejala nyeri
timbul mendadak.Lama timbulnya umumnya dikeluhkan > 15
mnt
d. Character : seperti apa nyeri yang dirasakan klien. Sifat nyeri
dapat seperti tertekan, diperas atau diremas.
e. Alleviating dan Aggravating : Faktor pemberat IMA yakni pada
pasien yang pernah mengalai serangan jantung sebelumnya,
pasien dengan kolestrol serum tinggi (diatas 200 mg/L),
perokok berat, pasien dengan diet tinggi garam dan tinggi
lemak jenuh, obesitas, pasien dengan Diabetes mellitus, pasien
dengan hipertensi, hiperlipidemia, faktor stress dan gaya hidup.
f. Radiation : penyebaran nyeri sampai meluas hingga ke
dada.Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan
bahu dan tangan
g. Time : Nyeri infark oleh miokardium dapat timbul pada waktu
istirahat, dan saat beraktivitas. Nyeri biasanya dirasakan
semakin berat (progresif) dan berlangsung lama.
13
2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian riwayat dahulu yang mendukung dengan mengkaji
apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah
tinggi, diabetes mellitus, dan hiperlipidemia. Tanyakan mengenai
obat-obatan yang biasanya diminum oleh klien pada masa lalu
yang masih relevan. Catat adanya efek samping yang terjadi pada
massa lalu. Tanyakan juga mengenai alergi obat dan catat reaksi
apa yang ditimbulkan.
14
Inspeksi : biasanya pasien dengan IMA pernapasannya
menggunakan cuping hidung
3. Mulut dan tenggorokan
Inspeksi : pucat atau sianosis pada membran mukosa atau
bibir
4. Telinga
Pada pasien infark miokard akut biasanya tidak ditemukan
adanya kelainan pada telinga.
5. Leher
Inspeksi : pada fase awal IMA tekanan vena jugularis normal
atau mengalami peningkatan.
Palpasi : pulsasi karotis melemah.
6. Dada
a. Paru-paru
Inspeksi : terdapat otot bantu pernapasan, tidak ada jejas
akibat trauma, dan frekuensi pernapasan meningkat.
Palapsi : ekspansi dada tidak penuh
Perkusi : menunjukkan fenomena romboembolitik pulmonal
Auskultasi : terdapat suara napas tambahan ronchi atau
wheezing
b. Jantung
Inspeksi : gerakan dinding abnormal dan adanya parut
Palpasi : denyut perifer melemah dan pulsasi sulit diraba
Perkusi : ditemukan suara jantung yang lemah terdengan
suara friction rub perikard
Auskultasi : umumnya pada pasien IMA tranmural tipe
STEMI
7. Payudara dan ketiak
Pada pasien infark miokard akut biasanya tidak ditemukan
adanya kelainan pada payudara dan ketiak.
8. Abdomen
Inspeksi : adanya nyeri akan memberikan respon mual dan
muntah
Palpasi : palapsi abdomen ditemukan nyeri tekan pada
keempat kuadran
15
Auskultasi : peningkatan paristaltik usus merupakan tanda
kardial pada IMA
Perkusi : tympani
9. Genetalia
Biasanya pada klien IMA tidak ditemukan adanya gangguan
pada genetalia dan di organ ini tetap normal
10. Ekstremitas
Pada umumnya pasien IMA sering mengubah posisinya untuk
mengurangi rasa nyeri dan biasanya ekstremitas terasa dingin.
Serta pergerakan ekstremitas menurun dan tonus otot
menurun.
11. Kulit dan kuku
Inspeksi : kulit pucat, sianosis, dan biasanya pasien
berkeringat dingin
Palpasi : turgor menurun, akral dingin dan lembab atau
diaforesis
16
BAB 3
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
17
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia
jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri). (SDKI. D.0077)
Kriteria Hasil : (SLKI Hal 174)
Luaran Utama 1. Tingkatan Nyeri 2. Kemampuan
(L.08066 hal 145) menuntaskan
aktivitas
3. Keluhan nyeri
menurun
4. Meringis menurun
5. Gelisah menurun
6. Frekuensi nadi
membaik
60-100x/menit
7. Pola napas
membaik
8. Tekanan darah
membaik
18
Luaran Tambahan 1. Kontrol nyeri 1. Melaporkan nyeri
(L.08063 hal 58) terkontrol
2. Kemampuan
mengenali onset
nyeri meningkat
3. Kemampuan
mengenali penyebab
nyeri
4. Keluhan nyeri
menurun
19
terapi komplementar
yang telah diberikan
R/ untuk mengetahui
efek pengobatan
terhadap nyeri
4. Berikan teknik
nonfarmakologis
R/ untuk mengurangi
rasa nyeri
5. Kontrol lingkungan
yang memperberat
nyeri
R/ lingkungan yang
nyaman sangat
mempengaruhi
psikologi klien
6. Fasilitasi istirahat
dan tidur
R/ istirahat dan tidur
dapat mengalihkan
klien dengan rasa
nyerinya
7. Edukasi penyebab,
dan pemicu nyeri
R/ agar klien
mengetahu sebab
nyerinya terjadi
8. Jelaskan stategi
menyelesaikan nyeri
R/ agar klien dapat
mengontrol nyerinya
sendiri
9. Kolaborasi
pemberian analgetik
R/ untuk meredakan
20
nyeri
2. Pemberian
analgetik 1. Identifikasi
(1.08243 Hal. 251) karakteristik nyeri
R/ untuk mengetahui
kondisi nyeri
2. Identifikasi riwayat
alergi obat
R/ beberapa jenis
analgetik
menimbulkan alergi
3. Monitor TTV
setelah dan
sebelum pemberian
analgesik
R/ beberapa jenis
analgetik dapat
memacu
metabolisme yang
tinggi
4. Monitor efektifitas
analgesik
R/ agar mengetahui
efek pengobatan
5. Tetapkan target
efektifitas analgesik
R/ untuk
mengoptimalkan
respon klien
6. Dokumentasikan
respon terhadap
efek analgesik
R/ untuk mengetahui
efek yang timbul
sehingga menjadi
21
catatan pemberian
selanjutnya
7. Jelaskan efek
terapi dan obat
R/ agar klien paham
tentang tindakan
dan efek yang
timbul
8. Kolaborasi
pemberian dosis
dan jenis analgesik
R/ dosis dan jenis
harus disesuaikan
dengan kondisi
klien
Intervensi 1. Edukasi 1. Identifikasi kesiapan
Pendukung manajemen nyeri dan kemampuan
(1.12391 Hal. 70) menerima informasi
R/ untuk mengetahui
apakah klien dapat
menerima informasi
dengan baik
2. Sediakan materi
dan media
pendidikan
R/ untuk
mempermudah klien
memahami materi
yang diberikan
3. Beri kesempatan
untuk bertanya
R/ mengetahui
keingintahuan klien
tentang nyeri
4. Jelaskan penyebab
22
dan stategi
meredakan nyeri
R/ agar klien tahu
penyebab dan
bagaimana ca
mengatasi nyerinya
5. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
R/ agar klien tahu
skala nyeri yang
dialami dan
bagaimana cara
mengatasinya
1. Identifikasi indikasi
dilakukan latihan
pernapasan
2. Latihan R/ untuk mengurangi
pernapasan rasa nyeri dan
(1.01007 Hal. 146) memberikan rasa
nyaman
2. Sediakan tempat
yang tenang
R/ untuk memberikan
konsentrasi tinggi
3. Posisikan pasien
nyaman dan rileks
R/ meningkatkan rasa
nyaman
4. Tempatkan satu
tangan didada dan
satu tangan di
perut
5. Pastikan tangan di
23
dada mundur ke
belakang dan
telapak tangan di
perut maju ke
depan saat
menarik napas
6. Ambil napas dalam
secara perlahan
melalui hidung dan
tahan selama tujuh
hitungan
7. Hitungan
kedelapan
hembuskan napas
melalui mulut
dengan perlahan
8. Jelaskan tujuan
dan prosedur
latihan pernapasan
R/ untuk mengedukasi
tentang tindakan yang
dilakukan
9. Anjurkan
mengulangi latihan
4-5 kali
R/ pengulangan
dilaukan untuk
memberikan efek
lebih.
24
(L.08066 hal 145) perifer meningkat
2. Ejection fraction
(EF) meningkat
3. Palpitasi meningkat
4. Bradikardi
meningkat
5. Gambaran EKG
aritmia menurun
6. Sianosis menurun
7. Tekanan darah
membaik
25
Luaran tambahan 1. Perfusi miokard 1. Gambaran EKG
(L.02011 Hal. 83) aritmia menurun
2. Nyeri dada menurun
3. Arteri apikal
membaik
4. Tekanan arteri rata-
rata membaik
5. Takikardi dan
bradikardi membaik
1. Kekuatan nadi
2. Status sirkulasi meningkat
(L02016 Hal. 127) 2. Saturasi O2
meningkat
3. Output urine
meningkat
4. PaO2 meningkat
5. Pucat menurun
6. Akral dingin
menurun
7. PaCO2 menurun
8. Tekanan darah
membaik
9. Tekanan nadi
membaik
10. Pengisian kapiler
membaik
11. MAP membaik
26
penurunan curah
jantung
2. Identifikasi gejala
sekunder
penurunan curah
jantung
R/ gejala seperti ronkhi,
distensi vena
jugularis, kulit pucat
menjadi tanda
sekunder
3. Monitor tekanan
darah
R/ tekanan darah yang
meningkat
menunjukkan
adanya peningkatan
curah jantung
4. Monitor intake dan
output cairan
R/ pada penurunan
curah jantung
produksi urine
cenderung sedikit
5. Monitor saturasi
oksigen
R/ saturasi oksigen
menunjukkan
peningkatan curah
jantung
6. Monitor EKG 12
sadapan
R/ pada peningkatan
curah jantung tidak
ada tanda aritmia
27
7. Monitor aritmia
R/ aritmia berkurang
menunjukkan
peningkatan curah
jantung
8. Posisikan pasien
semi fowler-fowler
9. Berikan diet jantung
yang sesuai
R/ untuk menggotrol
asupan kafein,
natrium, koletrol, dan
makanan tinggi
lemak
10. Anjurkan aktivitas
fisik sesuai toleransi
R/ aktivitas berlebih
dapat meningkatkan
resiko syok
11. Kolaborasi
pemberian
antiaritmia
12. Rujuk keprogram
rehabilitasi jantung
R/ untuk pemulihan
kondisi jantung
Intervensi 1. Manajemen syok 1. Monitor status
Pendukung (1.02048. Hal 221) kardiopulmonal
R/ adanya
peningkatan
kekuatan nadi ,
MAP, dll
2. Monitor status
oksigenasi
R/ oksigen yang
28
memadai dapat
mengikat lebih
banyak hemoglobin
3. Monitor tingkat
kesadaran’
R/ untuk
menghindari
penurunan
kesadaran
mendadak
4. Berikan oksigen
R/ untuk
mempertahankan
saturasi oksigen
5. Kolaborasi
pemberian infus
cairan kristaloid 1-
2L pada dewasa
29
8. Takikardi
membaik
9. PH arteri
membaik
10. Sianosis membaik
11. Pola napas
membaik
Luaran 1. Keseimbangan asam- 1. Tingkat
Tambahan basa kesadaran
meningkat
2. Frekuensi napas
membaik 12-
20x/mnt
3. Irama napas
membaik
4. pH membaik
2. Respons ventilasi
mekanik 1. FIO2 meningkat
2. Tingkat
kesadaran
meningkat
3. Saturasi oksigen
meningkat
4. Suara napas
tambahan
menurun
5. Infeksi paru
menurun
30
pernapasan
2. Monitor pola napas
3. Auskultasi bunyi
napas
R/ pada beberapa
kasus terdapat
napas tambahan
4. Monitor saturasi
oksigen
R/ pertukaran gas
yang tidak efektif
mengakibatkan
saturasi oksigen
cenderung menurun
5. Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
6. Dokumentasikan
hasil pemantauan
7. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
R/ untuk
meninformasikan
klien tentang
tindakan yang
dilakukan sekaligus
inform consent
31
terapi oksigen
R/ pemantauan
dilakukan untuk
mengetahui apakah
ada perubahan
saturasi O2 klien
3. Monitor tanda
hipoventilasi
4. Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
R/ jika dalam
pemantauan hasil
belum mencukupi
makan diberikan O2
tambahan
5. Ajarkan pasien dan
keluarga car
penggunakan
oksigen di rumah
R/ edukasi untuk
peningkatan
intervensi dirumah
6. Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
Intervensi Tambahan 1. Dukung ventilasi 1. Identifikasi adanya
(1.01002. Hal.49 ) kelelahan otot bantu
napas
R/ kelelahan otot
bantu napas
menunjukkan untuk
diberikan bantuan
ventilasi
2. Monitor status
respirasi dan
32
oksigenasi
R/ untuk
mengetahui status
perkembangan
3. Berikan posisi semi
fowler atau fowler
R/ pada posisi ini
memberikan ruang
yang cukup untuk
dada mengembang
dengan sempurna
4. Berikan oksigen
sesuai kebutuhan
5. Ajarkan teknik
relaksasi napas
dalam
R/ untuk
mendapatkan
pernapasan yang
adekuat
6. Kolaborasi
pemebrian
bronkodilator, jika
perlu
R/ untuk pelebaran
jalan napas
33
DAFTAR PUSTAKA
Aru, W. Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi V. Jakarta :
Interna Publishing
Suyono, S, et al. 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan : DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan : DPP PPNI
34