Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

IMA (INFRAK MIOKAD AKUD)

DISUSN OLEH :

ALI MAKI : 20170660011


NOER AULIA ASHARI : 20170660010
DWI HARNUM WK : 20170660009
OMARIFATUL FAJRIN : 20170660026
AUDHELIN ENGGAL : 201706600
CITRA HERLINA : 201706600
NADIA PUTRI : 201706600
ZILVI AULIA : 201706600

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2019/2020
KATA PENGANTAR

            Pertama-tama kami sampaikan rasa syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
berkat rahmat dan  petunjuk-Nya lah penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini disajikan dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Keritis
Mudah–mudahan makalah ini dapat membantu para pembaca untuk memahami
tentang gangguan sensori Penulis menyadari sepenuhnya makalah ini belum memuat bahan
makalah secara lengkap dan mendalam. Untuk itu,  penulis mengharapkapkan kritik yang
sifatnya membangun agar sekiranya dapat memenuhi kesempurnaan tugas ini.

Surabaya, 28 Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 3
2.1 ................................................................................................ 3
2.2 ................................................................................................ 4
2.3 ................................................................................................ 13
2.4 ................................................................................................ 15
2.5 ................................................................................................ 17
2.6 ................................................................................................ 18
BAB III KESIMPULAN............................................................................... 22
3.1 Kesimpulan............................................................................. 22
3.2 Saran....................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 24
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Tujuan

1). Tujuan Umum

2). Tujuan Khusus

C. Rumusan masalah
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. PENGERTIAN
Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung
terganggu. (Suyono, 2005)
Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang cepat
disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran darah dan
kebutuhan darah miokard. (Morton, 2012)
Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri koroner
besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan myocardial bervariasi dan
bergantung kepada besar daerah yang diperfusi oleh arteri yang tersumbat. Infark
myocardium dapat berakibat nekrosis karena parut atau fibrosis, dan mendatangkan
kematian mendadak. (Barbara, 2006)
Dari ketiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Akut Miokard
Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan atau kematian otot
jantung yang disebabkan oleh karena berkurangnya atau terhambatnya aliran darah
koroner secara tiba-tiba atau secara tiba-tiba kebutuhan oksigen meningkat tanpa
disertai perfusi arteri koroner yang cukup.

2. ETIOLOGI
Menurut Nurarif (2013), penyebab IMA yaitu :
a. Faktor penyebab :
1) Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
a) Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis.
b) Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.
c) Faktor darah : Anemia, hipoksemia, polisitemia.
2) Curah jantung yang meningkat :
a) Aktifitas yang berlebihan.
b) Emosi.
c) Makan terlalu banyak.
d) Hypertiroidisme.
3) Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
a) Kerusakan miocard.
b) Hypertropimiocard.
c) Hypertensi diastolic.
b. Faktor predisposisi :
1) Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a) Usia lebih dari 40 tahun.
b) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat
setelah menopause.
c) Hereditas.
d) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2) Faktor resiko yang dapat diubah :
a) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diet tinggi
lemak jenuh, aklori.
b) Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional, agresif,
ambisius, kompetitif), stress psikologis berlebihan.

3. KLASIFIKASI
Menurut Sudoyo (2009), klasifikasi IMA yaitu sebagai berikut :
a. Berdasarkan lapisan otot yang terkena Akut Miokard Infark dapat dibedakan:
1) Akut Miokard Infark Transmural  mengenai seluruh lapisan otot jantung
(dinding ventrikel).
2) Akut Miokard Infark Non Transmural / Subendokardial Infark infark otot
jantung bagian dalam (mengenai sepertiga miokardium).
b. Berdasarkan tempat oklusinya pada pembuluh darah koroner :
1) Akut Miokard Infark Anterior.
2) Akut Miokard Infark Posterior.
3) Akut Miokard Infark Inferior.
4. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik IMA menurut Nurarif (2013), yaitu :
a. Lokasi substernal, rerosternal, dan prekordial.
b. Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, terbakar, tertindih benda berat, ditusuk,
diperas, dan diplintir.
c. Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri.
d. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
e. Gejala yang menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit bernafas, cemas dan
lemas.
f. Dispnea.
Adapun tanda dan gejala infark miokard (TRIAS) menurut Oman (2008) adalah :
a. Nyeri :
1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda,
biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan
gejala utama.
2) Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
3) Nyeri dada serupa dengan angina, tetapi lebih intensif dan menetap (> 30
menit)
4) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu
dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
5) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
6) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
7) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening
atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
8) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(mengumpulkan pengalaman nyeri).

Menurut Oman (2008), yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan


mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai nyeri dada pada klien secara PQRST
meliputi :
1) Provoking Incident : nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang setelah
istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin.
2) Quality of Pain : seperti apa nyeri yang dirasakan klien. Sifat nyeri dapat
seperti tertekan, diperas atau diremas.
3) Region : Radiation, Relief : lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri diatas
perikardium.penyebaran nyeri sampai meluas hingga ke dada.Dapat terjadi
nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
4) Severity (Scale) of Pain : klien ditanya dengan menggunakan rentang 0-4
atau 0-10 (visual analogue scale-VAS) dan klien akan menilai seberapa berat
nyeri yang dirasakan.Biasanya pada saat angina terjadi, skala nyeri berkisar
antara 3-4 (0-4) atau 7-9 (0-10).
5) Time : biasanya gejala nyeri timbul mendadak.Lama timbulnya umumnya
dikeluhkan > 15 mnt.Nyeri infark oleh miokardium dapat timbul pada waktu
istirahat, nyeri biasanya dirasakan semakin berat (progresif) dan berlangsung
lama.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Peningkatan kadar enzim merupakan indikator spesifik untuk IMA, kadar titer
enzim-enzim ini mencerminkan luas IMA.
1) CK (Kreatinin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah onset infark,
mencapai puncak setelah 24 jam dan turun kembali dalam waktu 3-4 hari.
Enzim ini juga banyak terdapat pada paru, otot skelet, otak, uterus, sel,
pencernaan dan kelenjar tiroid. Selain pada infark miokard, tingkat
abnormalitas tinggi terdapat pada penyakit otot, kerusakan cerebrovaskular dan
setelah latihan otot.
2) SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan ginjalDilepaskan oleh
sel otot  miokard yang rusak atau mati. Meningkat dalam 8-36 jam dan turun
kembali menjadi normal setelah 3-4 hari.
3) LDH (Lactat Dehidrogenase)
Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik. Dapat meninggi
bila ada kerusakan jaringan tubuh. Pada IMA konsentrasi meningkat dalam
waktu 24-48 jam, mencapai puncaknya dalam 3-6 hari dan bisa tetap abnormal
1-3 minggu. Isoenzimnya lebih spesifik.
Sebagai indikator nekrosis miokard dapat juga dipakai troponin T, suatu
kompleks protein yang terdapat pada filamen tipis otot jantung. Troponin T
akan terdeteksi dalam darah beberapa jam sampai dengan 14 hari setelah
nekrosis miokard.
c. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi
dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi
kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut,
EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi
segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang
menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q.
Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen
ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam
unstable angina atau Non STEMI.
Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark
gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak
menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard
dengan daerah nekrotik kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika
durasinya ≥ 0,04 detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III,
aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam.
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara
sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir
proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang
positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di
daerah sehat yang berseberangan dengan area injury, maka terekam potensial yang
negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga terjadi pada
injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh daerah
normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST
depresi.
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi
lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T
bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik
merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak
mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi secara
normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik dihasilkan
repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam sangat tinggi.
Sadapan dimana gambaran infark terlihat tergantung pada lokasi.
Berdasarkan gelombang Q patologis dan elevasi ST pada sedapan EKG, IMA dapat
dibagi menjadi :
Lokasi Infark Q-wave / Elevasi ST A. Koroner
Anteroseptal V1 dan V2 LAD
Anterior V3 dan V4 LAD
Lateral V5 dan V6 LCX
Anterior ekstrinsif I, a VL, V1 – V6 LAD / LCX
High lateral I, a VL, V5 dan V6 LCX
Posterior V7 – V9 (V1, V2*) LCX, PL
Inferior II, III, dan a VF PDA
Right ventrikel V2R – V4R RCA
* Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V1 – V2 sebagi mirror image dari
perubahan sedapan V7 – V9
LAD = Left Anterior Descending artery
LCX = Left Circumflex
RCA    = Right Coronary Artery
PL = PosteriorDescending Artery

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi


segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis
kelamin, dan lokasi miokard yang terkena. Bagi pria us ia≥40 tahun, S TEMI
ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi
pasien berusia < 40 tahun. ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat
berlangsung hingga lebih dari 2 minggu.
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai
dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI
beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang
datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk
menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di
V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi
segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi
segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin
memperkuat dugaan Non STEMI.
Adapun keluhan utama adalah nyeri dada biasanya didaerah precordium
anterior dirasakan seperti diremas-remas, berat, tertekan dan terhimpit. Nyeri
mulai dirasakan dari rahang, leher, lengan, punggung dan epigastrium. Lengan kiri
lebih sering terasa nyeri daripada lengan kanan. Rasa sakit biasanya berlangsung
lebih dari setengah jam dan jarang berhubungan dengan aktivitas serta tidak hilang
istirahat atau pemberian nitrat. Nyeri disertai dengan rasa mual, muntah, sesak,
pusing, keringat dingin, berdebar-debar, gelisah, nyeri kepala berat dan sinkop.
Sesak nafas mungkin bersamaan dengan nyeri dada sebagai tanda kemampuan atau
fungsi vetrikel yang buruk pada keadaan iskemik akut. Nausea dan nyeri abdomen
sering dijumpai pada infark yang mengenai dinding inferior.
5. PATOFISIOLOGI
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan
aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan
penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup
(stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan
tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke
jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja
disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang
masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan
rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat
peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila
daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila
infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan
hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus
berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi
perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang
terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling
ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin
tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena
daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik
akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard
sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan
terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis
seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan
memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-
menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-
perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan.
Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA
inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat
kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis pada
IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.
(Price & Wilson, 2006)

PATHWAYS (Price & Wilson, 2006)


Aterosklerosis
Trombosis
Konstriksi arteri koronaria

Aliran darah ke jantung


menurun

Oksigen turun

Jaringan Miocard Iskemik

Nekrose lebih dari 30 menit

Supply dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang

Supply Oksigen ke Miocard turun

Metabolisme an aerob Seluler hipoksia

Timbunan asam laktat Integritas membran sel berubah


nyeri
meningkat

Fatique Cemas Kontraktilitas Resiko


turun penurunan
curah jantung

Intoleransi
aktifitas

COP turun Kegagalan pompa


jantung
Gangguan perfusi
jaringan Gagal jantung

Resiko kelebihan volume cairan


ekstravaskuler

6. KOMPLIKASI
Perluasan infark dan iskemia pasca infark, aritmia (sinus bradikardi,
supraventrikular, takiaritmia, aritmia ventricular, gangguan konduksi), disfungsi otot
jantung (gagal jantung kiri, hipotensi), infark ventrikel kanan, defek mekanik, rupture
miokard, aneurisma ventrikel kiri, perikarditis, dan thrombus mural. (Nurarif, 2013)

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mansjoer (2005), pemeriksaan penunjang IMA sebagai berikut :
a. EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T Inverted, ST depresi, Q patologis
b. Enzim Jantung
CPKMB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung), LDH, AST (Aspartat
aminonittransferase), Troponin I, Troponin T.
c. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misal
hipokalemi, hiperkalemi
d. Sel darah putih
Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi
e. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
f. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau
kronis
g. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
h. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
i. Foto / Ro dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
j. Ecokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
k. Pemeriksaan pencitraan nuklir
1) Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal
lokasi atau luasnya IMA
2) Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
l. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional
dan fraksi ejeksi (aliran darah)
m. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan
sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri
(fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati
bedah jantung angioplasty atau emergensi.
n. Digital subtraksion angiografi (PSA)
o. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel,
lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
p. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
a. Airways
1) Sumbatan atau penumpukan secret.
2) Wheezing atau krekles.
3) Kepatenan jalan nafas.
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
3) Ronchi, krekles.
4) Ekspansi dada tidak penuh.
5) Penggunaan otot bantu nafas.
c. Circulation
1) Nadi lemah, tidak teratur.
2) Capillary refill.
3) Takikardi.
4) TD meningkat / menurun.
5) Edema.
6) Gelisah.
7) Akral dingin.
8) Kulit pucat, sianosis.
9) Output urine menurun.
d. Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow Coma Scale
(GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis : Sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Apatis : keadaan
kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh. Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat
dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi. Delirium : keadaan
kacau motorik yang sangat, memberontak, berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap
orang lain, tempat, dan waktu. Sopor/semi koma : keadaan kesadaran yang
menyerupai koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri. Koma :
keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat dibangunkan dengan
rangsang apapun.
e. Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan ketidaknyamanan
(nyeri) dengan pengkajian PQRST.

Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan pemicu terjadinya
penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum sebelum sakit
terjadi (Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang dimungkinkan menjadi
penyebab atau pemicu terjadinya sakit sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika pasien dengan
kasus Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas
Data Subyektif :
a) Kelemahan.
b) Kelelahan.
c) Tidak dapat tidur.
d) Pola hidup menetap.
e) Jadwal olah raga tidak teratur.
Data Obyektif :
a) Takikardi.
b) Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2) Sirkulasi
Data Subyektif : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah
tekanan darah, diabetes mellitus.
Data Obyektif :
a) Tekanan darah : Dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat
dari tidur sampai duduk atau berdiri.
b) Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia).
c) Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan
gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.
d) Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung :
 Friksi ; dicurigai Perikarditis.
 Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur.
 Edema : Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema
umum,krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.
 Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau
bibir.
3) Integritas ego
Data Subyektif : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir
tentang keuangan, kerja, keluarga.
Data Obyektif : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.
4) Eliminasi
Data Obyektif : normal, bunyi usus menurun.

5) Makanan atau cairan


Data Subyektif : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar.
Data Obyektif : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan.
6) Hygiene
Data Subyektif atau Data Obyektif : Kesulitan melakukan tugas perawatan.
7) Neurosensori
Data Subyektif : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istrahat).
Data Obyektif : perubahan mental, kelemahan.
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Data Subyektif :
a) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun
kebanyakan nyeri dalam dan viseral).
b) Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
c) Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat
dilihat.
d) Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialami.
e) Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi,
diabetes mellitus, hipertensi, lansia.
9) Pernafasan:
Data Subyektif :
a) Dispnea tanpa atau dengan kerja.
b) Dispnea nocturnal.
c) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum.
d) Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Data Obyektif :
a) Peningkatan frekuensi pernafasan.
b) Nafas sesak / kuat.
c) Pucat, sianosis.
d) Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum.
10) Interaksi social
Data Subyektif :
a) Stress.
b) Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan di
RS.
Data Obyektif :
a) Kesulitan istirahat dengan tenang.
b) Respon terlalu emosi (marah terus-menerus, takut).
c) Menarik diri.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan sekunder
terhadap sumbatan arteri).
b) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas.
c) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan, iskemik, kerusakan otot jantung,
penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
d) Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan
perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik,
penurunan protein plasma.
e) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
miocard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan miocard ditandai
dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya
disritmia, kelemahan umum.
f) Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis.

3. INTERVENSI
a) Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan sekunder
terhadap sumbatan arteri).
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial.
NOC :
1) Pain level.
2) Pain control.
3) Comfort level.
Kriteria Hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri.
2) Nyeri berkurang.
3) Mampu mengenali nyeri.
4) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
5) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi/NIC :
1) Kaji nyeri secara komprehensif (PQRST).
2) Ukur vital sign.
3) Berikan posisi yang nyaman.
4) Ajarkan teknik non farmakologi (relaksasi/nafas dalam).
5) Kolaborasi dalam pemberian analgetik.

b) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas.


Definisi : Resiko penurunan sirkulasi jantung (koroner).
NOC :
1) Cardiac pump effectiveness.
2) Circulation status.
3) Vital sign status.
Kriteria Hasil :
1) Tekanan darah dalam batas normal.
2) CVP dalam batas normal.
3) Nadi perifer kuat dan simetris.
4) Tidak ada oedem perifer dan asites.
5) Denyut jantung dan AGD dalam batas normal.
6) Bunyi jantung abnormal tidak ada.
7) Nyeri dada tidak ada.
Intervensi/NIC :
1) Pertahankan tirah baring selama fase akut.
2) Kaji dan laporkan adanya tanda-tanda penurunan COP, TD.
3) Monitor haluaran urin.
4) Kaji dan pantau TTV tiap jam.
5) Kaji dan pantau EKG tiap hari.
6) Berikan oksigen sesuai kebutuhan
7) Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi.
8) Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis.
9) Berikan makanan sesuai diitnya.
10) Hindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxan).

c) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan, iskemik, kerusakan otot jantung,


penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
Definisi : Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan.
NOC :
1) Circulation status.
2) Tissue perfusion : cerebral.
Kriteria Hasil :
1) Tekanan darah dalam batas normal.
2) Tidak ada tanda-tanda peningkatan intrakranial.
Intervensi/NIC :
1) Monitor Frekuensi dan irama jantung.
2) Observasi perubahan status mental.
3) Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa.
4) Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya.
5) Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi.
6) Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit, GDA
( Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan Pemberian oksigen.
d) Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan
perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik,
penurunan protein plasma.
Definisi : Resiko peningkatan retensi cairan isotonik.
NOC :
1) Electrolit and acid base balance.
2) Fluid balance.
Kriteria Hasil :
1) Terbebas dari oedem.
2) Terbebas dari distensi vena jugularis.
Intervensi/NIC :
1) Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat konsentrasi,
hitung keseimbangan cairan.
2) Observasi adanya oedema dependen.
3) Timbang BB tiap hari.
4) Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler.
5) Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik.

e) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen


miocard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan miocard ditandai
dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya
disritmia, kelemahan umum.
Definisi : Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau
menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin
dilakukan.
NOC :
1) Energy conservation.
2) Activity tolerance.
3) Self care : ADLs.
Kriteria Hasil :
1) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri.
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi/NIC :
1) Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah
aktifitas.
2) Tingkatkan istirahat (di tempat tidur).
3) Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
4) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bangun dari
kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam setelah makan.
5) Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas
atau memerlukan pelaporan pada dokter.

f) Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis.


Definisi : Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon
autonom.
NOC :
1) Anxiety self-control.
2) Anxiety level.
3) Coping.

Kriteria Hasil :
1) Klien tampak rileks.
2) Klien dapat beristirahat.
3) Vital sign dalam batas normal.
Intervensi/NIC :
1) Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas.
2) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
3) Ajarkan tehnik relaksasi.
4) Minimalkan rangsang yang membuat stress.
5) Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan.
6) Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang dengan
suasana tenang.
7) Berikan support mental.
8) Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi.

Anda mungkin juga menyukai