Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut (IMA)”

Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat dengan


Dosen pengampu

Oleh :
Kelompok 3
1. Novi Nurahmawati
2. Paris Olwan
3. Tika Ardila

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN ALIH JENJANG


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NAZHATUT THULLAB AL-MUAFA SAMPANG
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdulillahirobbil'alamin dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat hidayah dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut
(IMA)”, yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat
Darurat.

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini pasti terdapat kesalahan dan
kekurangan. Karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun sehingga pembuatan makalah yang akan datang dapat lebih baik.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khusunya bagi kami, umumnya bagi pembaca.
Wassalamualaikum Wr.Wb
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infark miokard merupakan suatu keadan ketidakseimbangan antara


suplai & kebutuhan oksigen miokard sehingga jaringan miokard mengalami
kematian. Infark menyebabkan kematian jaringan yang ireversibel. Infark
tidak statis dan dapat berkembang secara progresif (Udjianti, 2010).

Infark miokard apabila tidak segera ditangani atau dirawat dengan


cepat dan tepat dapat menimbulkan komplikasi seperti CHF, disritmia, syok
kardiogenik yang dapat menyebabkan kematian, dan apabila sembuh akan
terbentuk jaringan parut yang menggantikan sel-sel miokardium yang mati.
Apabila jaringan parut cukup luas maka kontraktilitas jantung menurun secara
permanent, jaringan parut tersebut lemah sehingga terjadi ruptur miokardium
atau anurisma, maka diperlukan tindakan medis dan tindakan keperawatan
yang cepat dan tepat untuk mencegah komplikasi yang tidak diinginkan
(Kasron, 2012).

Di Indonesia infark miokard akut (acute myocardial infarct) masih


belum diketahui secara jelas. Di Amerika Serikat, diperkirakan angka
mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler adalah 222,9 per 100.000 penduduk.
Data pasti tingkat kejadian, morbiditas, dan mortalitas infark miokard di
Indonesia terbatas. Namun secara nasional terdapat 0,5% prevalensi penyakit
jantung koroner yang didiagnosis dokter menurut Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013 di mana prevalensi paling tinggi berada di provinsi Sulawesi
Utara, Sulawesi Tengah, DKI Jakarta dan Aceh. Hal ini dapat dicapai melalui
pelayanan maupun perawatan yang cepat dan tepat. Untuk memberikan
pelayanan tersebut diperlukan pengetahuan serta keterampilan yang khusus
dalam mengkaji, dan mengevaluasi status kesehatan klien dan diwujudkan
dengan pemberian asuhan keperawatan tanpa melupakan usaha promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitative (Kasron, 2012).

Adapun gambaran distribusi, umur, geografi, jenis kelamin dan faktor


resiko IMA sesuai dengan angina pektoris atau Penyakit Jantung Koroner
pada umumnya. IMA merupakan penyebab kematian tersering di AS. Di
Indonesia sejak sepuluh tahun terakhir IMA lebih sering ditemukan, apalagi
dengan adanya fasilitas diagnostik dan unit-unit perawatan penyakit jantung
koroner intensif yang semakin tersebar merata. Kemajuan dalam pengobatan
IMA di unit perawatan jantung koroner intensif yang semakin tersebar merata.
Kemajuan dalam pengobatan IMA di unit perawatan jantung koroner intensif
berhasil makin menurunkan angka kematian IMA (Udjianti, 2010).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Infark Miokard Akut?


2. Apa saja factor penyebab infark miokard akut ?
3. Apa saja klasifikasi infark miokard akut ?
4. Bagaimana tanda-tanda Infark miokard Akut ?
5. Bagaimana patofisiologi Infark miokard Akut ?
6. Apa saja komplikasi Infark Miokard Akut?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik pada Infark Miokard Akut ?
8. Bagaimana Penatalaksanaa Infark Miokard Akut ?
9. Apa saja diagnose Infark Miokard Akut ?
10. Apa saja intervensi keperawatan yang muncul ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian infark miokard akut


2. Untuk mengetahui faktor penyebab infark miokard akut
3. Untuk mengetahui klasifikasi infark miokard akut
4. Untuk mengetahui tanda-tanda Infark miokard Akut
5. Untuk mengetahui patofisiologi Infark miokard Akut
6. Untuk mengetahui komplikasi Infark Miokard Akut
7. Untuk mengetahui pemeriksaan Diagnostik Infark Miokard Akut
8. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Infark Miokard Akut
9. Untuk mengetahui diagnosis keperawatan IMA
10. Untuk mengetahui Intervensi Keperawatan IMA
BAB II
PEMBAHASAN
INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. PENGERTIAN
Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang
cepat disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran
darah dan kebutuhan darah miokard ( Udjianti, 2010).
Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri
koroner besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan myocardial
bervariasi dan bergantung kepada besar daerah yang diperfusi oleh arteri
yang tersumbat. Infark myocardium dapat berakibat nekrosis karena parut
atau fibrosis, dan mendatangkan kematian mendadak (Kasron, 2012).
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Akut Miokard
Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan atau
kematian otot jantung yang disebabkan oleh karena berkurangnya atau
terhambatnya aliran darah koroner secara tiba-tiba atau secara tiba-tiba
kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi arteri koroner yang
cukup (Kasron, 2012).

2. ETIOLOGI
a. Faktor penyebab : ( Udjianti, 2010)
1) Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor
:
a) Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis.
b) Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.
c) Faktor darah : Anemia, hipoksemia, polisitemia.
2) Curah jantung yang meningkat :
a) Aktifitas yang berlebihan.
b) Emosi.
c) Makan terlalu banyak.
d) Hypertiroidisme.
3) Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
a) Kerusakan miocard.
b) Hypertropimiocard.
c) Hypertensi diastolic.
b. Faktor predisposisi :
1) Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a) Usia lebih dari 40 tahun.
b) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause.
c) Hereditas.
d) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2) Faktor resiko yang dapat diubah :
a) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas,
diet tinggi lemak jenuh, aklori.
b) Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional,
agresif, ambisius, kompetitif), stress psikologis berlebihan.

3. KLASIFIKASI
a. Berdasarkan lapisan otot yang terkena Akut Miokard Infark dapat
dibedakan: ( Udjianti, 2010)
1) Akut Miokard Infark Transmural  mengenai seluruh lapisan otot
jantung (dinding ventrikel).
2) Akut Miokard Infark Non Transmural / Subendokardial Infark
infark otot jantung bagian dalam (mengenai sepertiga miokardium).
b. Berdasarkan tempat oklusinya pada pembuluh darah koroner :
( Udjianti, 2010)
1) Akut Miokard Infark Anterior.
2) Akut Miokard Infark Posterior.
3) Akut Miokard Infark Inferior.
4. PATOFISIOLOGI
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi
hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard
setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan
akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan
peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan
tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan
transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan
hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga
daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan
mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan
adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat
peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan
memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau
bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus
berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal.
Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah
buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi
perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik
yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut
menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi
fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia (Guyton, 2010 ).
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA
makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini
disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami
perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik,
karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula
mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila
iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis
seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma
ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung (Guyton, 2010).
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada
menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh
perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan
terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap
terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan
tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat,
sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan
mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark
(Guyton, 2010 ).
5. PATHWAY
Aterosklerosis
Trombosis
Konstriksi arteri

Aliran darah ke jantung menurun

Oksigen turun

Jaringan Miocard
Iskemik

Nekrose lebih dari 30 menit

Supply dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang

Supply Oksigen ke Miocard turun

Metabolisme an aerob Seluler hipoksia

Timbunan asam nyeri Integritas membran sel berubah


laktat meningkat

penurunan
Kontraktilitas turun
curah jantung
Fatique Ansieta
s

Intoleransi COP turun Kegagalan pompa jantung


aktifitas

Gangguan perfusi jaringan Gagal jantung Penurunan


caediac
output
Resiko kelebihan volume cairan
ekstravaskuler
perfusi
6. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala Infark Miokard Akut (udjianti,2010 )
a) Keringat dingin
b) Mual, muntah
c) Sulit bernafas
d) Cemas dan lemas
e) Nyeri dada
Adapun tanda dan gejala infark miokard (TRIAS) menurut Oman adalah:
a. Nyeri :
1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak
mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian
atas, ini merupakan gejala utama.
2) Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri
tidak tertahankan lagi.
3) Nyeri dada serupa dengan angina, tetapi lebih intensif dan menetap
(> 30 menit)
4) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat
menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya
lengan kiri).
5) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan
tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
6) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
7) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis
berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
8) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang
hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
Yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan
serangkaian pertanyaan mengenai nyeri dada pada klien secara PQRST
meliputi :
1) Provoking Incident : nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang setelah
istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin.
2) Quality of Pain : seperti apa nyeri yang dirasakan klien. Sifat nyeri
dapat seperti tertekan, diperas atau diremas.
3) Region : Radiation, Relief : lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri
diatas perikardium.penyebaran nyeri sampai meluas hingga ke
dada.Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu
dan tangan.
4) Severity (Scale) of Pain : klien ditanya dengan menggunakan rentang 0-4
atau 0-10 (visual analogue scale-VAS) dan klien akan menilai
seberapa berat nyeri yang dirasakan.Biasanya pada saat angina
terjadi, skala nyeri berkisar antara 3-4 (0-4) atau 7-9 (0-10).
5) Time : biasanya gejala nyeri timbul mendadak.Lama timbulnya
umumnya dikeluhkan > 15 mnt.Nyeri infark oleh miokardium dapat
timbul pada waktu istirahat, nyeri biasanya dirasakan semakin berat
(progresif) dan berlangsung lama.

7. KOMPLIKASI
Perluasan infark dan iskemia pasca infark, aritmia (sinus bradikardi,
supraventrikular, takiaritmia, aritmia ventricular, gangguan konduksi),
disfungsi otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi), infark ventrikel kanan,
defek mekanik, rupture miokard, aneurisma ventrikel kiri, perikarditis, dan
thrombus mural (Udjianti, 2010).
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK (Darma, 2009)
1. Laboratorium
Peningkatan kadar enzim merupakan indikator spesifik untuk IMA, kadar titer
enzim-enzim ini mencerminkan luas IMA.
a. CK (Kreatinin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah
onset infark, mencapai puncak setelah 24 jam dan turun kembali
dalam waktu 3-4 hari. Enzim ini juga banyak terdapat pada paru,
otot skelet, otak, uterus, sel, pencernaan dan kelenjar tiroid. Selain
pada infark miokard, tingkat abnormalitas tinggi terdapat pada
penyakit otot, kerusakan cerebrovaskular dan setelah latihan otot.
b. SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan
ginjalDilepaskan oleh sel otot miokard yang rusak atau mati.
Meningkat dalam 8-36 jam dan turun kembali menjadi normal
setelah 3-4 hari.
c. LDH (Lactat Dehidrogenase)
Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik. Dapat
meninggi bila ada kerusakan jaringan tubuh. Pada IMA konsentrasi
meningkat dalam waktu 24-48 jam, mencapai puncaknya dalam 3-6
hari dan bisa tetap abnormal 1-3 minggu. Isoenzimnya lebih
spesifik.
Sebagai indikator nekrosis miokard dapat juga dipakai troponin T,
suatu kompleks protein yang terdapat pada filamen tipis otot
jantung. Troponin T akan terdeteksi dalam darah beberapa jam
sampai dengan 14 hari setelah nekrosis miokard.
2. EKG

Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang


T tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.
Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang
menandakan adanya nekrosis. Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead
EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang
mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST.
Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang
menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang
non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak
terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi
segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI.
Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut
infark gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman
EKG tidak menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi
pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau tersebar.
Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya ≥ 0,04 detik. Namun
hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1,
karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam.
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi
secara sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang
normal pada akhir proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di
daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk
elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang
berseberangan dengan area injury, maka terekam potensial yang negatif
dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga terjadi pada
injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh
daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang
menyebabkan gambaran ST depresi.
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area
iskemik menjadi lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa
repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda
yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini sebagai
gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah arah
gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi secara normal
bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik
dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T
terekam sangat tinggi.
Sadapan dimana gambaran infark terlihat tergantung pada lokasi.
Berdasarkan gelombang Q patologis dan elevasi ST pada sedapan EKG.
Macam – macam EKG IMA :
Lokasi Infark Q-wave / Elevasi ST A. Koroner
Anteroseptal V1 dan V2 LAD
Anterior V3 dan V4 LAD
Lateral V5 dan V6 LCX
Anterior ekstrinsif I, A VL, V1 – V6 LAD / LCX
High lateral I, A VL, V5 dan V6 LCX
Posterior V7 – V9 (V1, V2*) LCX, PL
Inferior II, III, dan A VF PDA
Right ventrikel V 2R – V4R RCA
* Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V 1 – V2 sebagi mirror
image dari perubahan sedapan V7 – V9
LAD = Left Anterior Descending artery
LCX = Left Circumflex
RCA = Right Coronary Artery
PL = PosteriorDescending Artery

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai


elevasi segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung
kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard yang terkena. Bagi pria
usia ≥ 40 tahun, S TEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di
V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun. ST elevasi
terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2
minggu.
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak
disertai dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG
pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi
gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-normalization, atau
tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis
Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan
≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi
segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah
dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris
≥ 2 mm semakin memperkuat dugaan Non STEMI.
Adapun keluhan utama adalah nyeri dada biasanya didaerah
precordium anterior dirasakan seperti diremas-remas, berat, tertekan
dan terhimpit. Nyeri mulai dirasakan dari rahang, leher, lengan,
punggung dan epigastrium. Lengan kiri lebih sering terasa nyeri
daripada lengan kanan. Rasa sakit biasanya berlangsung lebih dari
setengah jam dan jarang berhubungan dengan aktivitas serta tidak hilang
istirahat atau pemberian nitrat. Nyeri disertai dengan rasa mual, muntah,
sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar, gelisah, nyeri kepala
berat dan sinkop. Sesak nafas mungkin bersamaan dengan nyeri dada
sebagai tanda kemampuan atau fungsi vetrikel yang buruk pada keadaan
iskemik akut. Nausea dan nyeri abdomen sering dijumpai pada infark
yang mengenai dinding inferior.
3. Foto Rontgen dada

Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK


atau aneurisma ventrikuler.
4. Ecokardiogram

Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau


dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
A. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis (Jeffrey M. C & Scott K. 2012).

a. Penanganan nyeri.

Berupa terapi farmakologi : morphin sulfat, nitrat, penghambat beta


(beta blockers). Golongan utama terapi farmakologi yang diberikan :

1) Antikoagulan (mencegah pembentukan bekuan darah).

Pasien berusia 80 tahun atau lebih mungkin rentan terhadap


komplikasi perdarahan, dengan tingkat 13 berdarah per 100
orang-tahun. Penurunan vitamin K dengan terapi koumarin
meningkatkan risiko kalsifikasi arteri dan kalsifikasi katup
jantung, terutama jika terlalu banyak vitamin D.
Dosis Obat Antikoagulan:

Merek
Jenis Obat Keperluan dan Dosis
Dagang

Pengobatan dan
pencegahan deep vein
thrombosis (DVT)

Notistil, Umumnya dimulai dengan


Warfarin(oral) dosis 5 atau 10 mg/hari
Simarc-2
dengan dosis rumatan
(maintenance) 3-9 mg/hari,
disesuaikan dengan
pemeriksaan INR dari darah.

Fondaparinux(suntikan) Arixtra Trombosis vena luar 2,5 mg


satu kali sehari selama 30-45
hari. DVT5-10 mg satu kali
sehari disesuaikan dengan
berat badan.

Pencegahan komplikasi
DVT pada operasi perut dan
tulang. 2,5 mg sekali sehari,
dimulai saat 6-8 jam setelah
operasi. Suntikan dapat
dilanjutkan sampai dengan 5-
32 hari.Semua dosis diberikan
dengan suntikan di bawah
lemak (subkutan/SC)

Pencegahan komplikasi
DVT setelah operasi 10 mg
sekali sehari, dimulai 6-10 jam
setelah operasi. Obat
dilanjutkan sampai 5 minggu
setelah operasi penggantian
panggul dan 12-14 hari setelah
operasi penggantian lutut.

Pengobatan DVT dan emboli


paru 15 mg dua kali sehari
Rivaroxaban(oral) Xarelto
selama 3 minggu. Setelah itu
diikuti dengan 20 mg satu kali
sehari untuk pengobatan
lanjutan dan pencegahan
kambuhnya penyakit.

Pencegahan komplikasi
stroke dan penyakit emboli
lain pada penyakit fibrilasi
atrium 20 mg satu kali sehari
dan dikonsumsi pada sore hari.

Apixaban(Oral) Eliquis Pencegahan komplikasi


DVT setelah operasi 2,5 mg
dua kali sehari, dimulai 12-24
jam setelah operasi. Obat
dilanjutkan sampai 32-38
setelah operasi penggantian
panggul dan 10-14 hari setelah
operasi penggantian lutut.

Pengobatan DVT dan emboli


paru 2,5 mg dua kali sehari
selama 7 hari. Setelah itu
diikuti dengan 5 mg dua kali
sehari dan 2,5 mg dua kali
sehari selama minimal 6 bulan
untuk mencegah kekambuhan.

Pencegahan komplikasi
stroke dan penyakit emboli
lain pada penyakit fibrilasi
atrium 5 mg dua kali sehari.
Usia ≥ 80 tahun dan berat
badan ≤ 60 kg: 2,5 mg dua
kali sehari.

Heparin(suntikan) Hico, Emboli arteri perifer,


Inviclot serangan jantung, DVT,
emboli paru

Dewasa: 75-80 U/kg berat


badan (BB) atau 5.000-10.000
disuntikkan melalui pembuluh
darah vena (IV), diikuti
dengan 18 U/kgBB atau
1.000-2.000 U/jam melalui
infus.Anak: 50 U/kgBB IV,
diikuti dengan infus 15-25
U/kgBB/jam.

Pencegahan komplikasi
DVT setelah operasi 5.000 U
secara suntikan SC diberikan 2
jam sebelum operasi,
kemudian diberikan 2-3 kali
sehari selama 7 hari atau
sampai pasien dapat bergerak
aktif.

DVT Dewasa: 15.000-20.000


U SC dua kali sehari atau
8.000-10.000 U SC tiga kali
sehari.

Anak-anak: 250 U/kgBB SC


dua kali sehari.

Enoxaparin(suntikan) Lovenox Serangan jantung Dewasa:


30 mg (3.000 u) IV diberikan
bersama 1 mg/kgBB SC. Lalu
dilanjutkan dengan 1mg/kgBB
(100 u/kg) melalui SC dua kali
sehari selama 8 hari atau
sampai keluar dari rumah
sakit. Dua suntikan pertama
yang diberikan bersamaan (IV
dengan SC) tidak boleh
melebihi 100 mg (10.000 u).
Pasien yang direncanakan
pasang ring akan ditambahkan
dosis 300 mcg/kgBB
(30u/kgBB) melalui IV yang
diberikan saat tindakan, bila
suntikan terakhir lebih dari 8
jam.Usia ≥ 75 tahun: 750
mcg/kgBB (75 u/kgBB) dua
kali sehari, dengan dosis
maksimum 75 mg (7.500 u)
pada 2 suntikan pertama.

Pencegahan komplikasi
DVT akibat operasi
(Subkutan) Dewasa: 20-40
mg (2.000-4.000 u) sekali
sehari selama 7-14 hari sampai
pasien dapat bergerak aktif,
dosis pertama diberikan 10
jam-2 jam sebelum operasi.
Untuk operasi penggantian
panggul, pengobatan
dilanjutkan sampai 3 minggu
setelah operasi dengan dosis
40 mg (4.000 u) sekali sehari.
Anak: 500-750 mcg/kgBB
(50-75 u/kgBB) dua kal sehari.

Pengobatan deep vein


thrombosis

Dewasa: 1 mg/kgBB (100


u/kgBB) dua kali sehari atau
1.5 mg/kgBB (150 u/kgBB)
satu kali sehari.

Anak: 1-1,5 mg/kgBB (100-


150 u/kgBB) dua kali sehari.

Pencegahan gumpalan
darah saat cuci darah

Dewasa: 1 mg/kgBB (100


u/kgBB) disuntikan melalui
selang arteri yang menuju
mesin saat mulai cuci darah.
Suntikan dapat diulang bila
diperlukan.

Nadroparin(suntikan) Fraxiparine Serangan jantung Dewasa:


86 units/kgBB SC dua kali
sehari selama 6 hari. Dosis
pertama dapat diberikan
melalui IV. Pencegahan
komplikasi DVT akibat
operasi (Subkutan)Dewasa:
2850 units sekali sehari
selama 7 hari atau sampai
pasien bergerak aktif, suntikan
pertama diberikan 2-4 jam
sebelum operasi (pasien risiko
sedang). 38-57 units/kgBB
sekali sehari, diberikan 12 jam
sebelum operasi, lalu 12 jam
setelah operasi, dan
dilanjutkan sampai 10 hari.

Pengobatan deep vein


thrombosis 85 units/kgBB dua
kali sehari atau 171
units/kgBB/hari sekali sehari.

Pencegahan gumpalan
darah saat cuci darah

Dewasa: 2.850 units (BB<


50kg), 3.800 units (BB 50-69
kg), 5.700 units (BB ≥ 70 kg),
disuntikan melalui selang
arteri yang menuju mesin saat
mulai cuci darah.

Parnaparin Fluxum Pencegahan komplikasi


DVT akibat operasi
(suntikan)
(Subkutan) Dewasa: 3.000-
4.250 units, diberikan 12 jam-
2 jam sebelum operasi sampai
dengan 7-10 hari setelah
operasi.

Pengobatan DVT 6.400 units


selama 7-10 hari.

Sebagai antikoagulan
pada pemasangan ring Dosis
awal adalah 0,75 mg/kgBB
IV. Kemudian diberikan 1,75
Bivalirudin mg/kg/jam selama prosedur
-
(suntikan) hingga 4 jam pasca
pemasangan. Obat dapat
diteruskan 0,2 mg/kg/jam
sampai 20 jam setelah
pemasangan.

Dabigatran(oral) Pradaxa Pencegahan DVT pasca


operasi Dewasa: 110 mg
diberikan 1-4 jam setelah
operasi. Lalu dilanjutkan 220
mg sekali sehari pada hari
selanjutnya sampai dengan 10
hari (operasi penggantian
lutut) atau 28-35 hari (operasi
penggantian panggul). Lansia
≥ 75 tahun: Dimulai 75 mg,
diberikan 1-4 jam setelah
operasi, lalu diikuti dengan
150 mg sekali sehari pada hari
selanjutnya sampai 10 hari
(operasi penggantian lutut)
atau 28-35 hari (operasi
penggantian panggul).

Fibrilasi atrium Dewasa: 150


mg dua kali sehari. Lansia ≥
75 tahun: 110 mg dua kali
sehari.

2). Trombolitik (penghancur bekuan darah, menyerang dan


melarutkannya)

Kontraindikasi : Perdarahan, trauma, atau pembedahan


(termasuk cabut gigi) yang baru terjadi, kelainan koagulasi,
diatesis pendarahan, diseksi aorta, koma, riwayat penyakit
serebrovaskuler terutama serangan terakhir atau dengan
berakhir cacat, gejala-gejala tukak peptik yang baru terjadi,
perdarahan vaginal berat, hipertensi berat, penyakit paru
dengan kavitasi, pankreatitis akut, penyakit hati berat, varises
esofagus; juga dalam hal streptokinase atau anistreplase, reaksi
alergi sebelumnya terhadap salah satu dari kedua obat tersebut.
Munculnya antibodi terhadap streptokinase dan anistreplase
yang terus menerus terjadi dapat mengurangi efikasi
pengobatan berikutnya. Karena itu, kedua obat ini tidak boleh
diulang setelah 4 hari sejak pemberian pertama streptokinase
atau anistreplase. Antibodi dapat juga muncul setelah
penggunaan streptokinase topikal pada luka.

Efek Samping: Efek samping trombolitik terutama mual,


muntah, dan perdarahan. Bila trombolitik digunakan pada
infark miokard, dapat terjadi aritmia reperfusi. Hipotensi juga
dapat terjadi dan biasanya dapat diatasi dengan menaikkan kaki
penderita saat berbaring, mengurangi kecepatan infus atau
menghentikannya sementara. Nyeri punggung telah dilaporkan.
Perdarahan biasanya terbatas pada tempat injeksi, tetapi dapat
juga terjadi perdarahan intraserebral atau perdarahan dari
tempat-tempat lain. Jika terjadi perdarahan yang serius,
trombolitik harus dihentikan dan mungkin diperlukan
pemberian faktor-faktor koagulasi dan obat-obat
antifibrinolitik (aprotinin atau asam traneksamat).
Streptokinase dan anistreplase dapat menyebabkan reaksi
alergi dan anafilaksis. Selain itu, pemah dilaporkan terjadinya
sindrom Guillain-Barre setelah pengobatan streptokinase.
( Kasron, 2012).

Jenis Obat Dosis


ALTEPLASE Indikasi:

Terapi
trombolitik pada
infark miokard
akut, embolisme
paru dan stroke
iskemik akut.

Kontraindikasi:

Pada stroke akut,


kejang yang
menyertai stroke,
stroke berat,
riwayat stroke
pada pasien
diabetes, stroke 3
bulan
sebelumnya,
hipoglikemi,
hiperglikemi.

Dosis:

Infark miokard,
rejimen
dipercepat
(dimulai dalam 6
jam). Awal,
injeksi intravena
15 mg, diikuti
dengan infus 35
mg selama 60
menit (total 100
mg selama 90
menit); pada
pasien dengan
berat badan
kurang dari 65
kg, dosis
diturunkan.

Infark miokard,
terapi awal
diberikan dalam
6-12 jam: Awal,
injeksi intravena
10 mg, diikuti
dengan infus
intravena 50 mg
selama 60 menit.
Kemudian 4 kali
infus intravena 10
mg selama 30
menit (total 100
mg selama 3 jam;
maksimal 1,5
mg/kg bb pada
pasien dengan
berat badan
kurang dari 65
kg).

Embolisme paru,
injeksi intravena
10 mg selama 1-2
menit, diikuti
dengan infus
intravena 90 mg
selama 2 jam;
maksimal 1,5
mg/kg bb pada
pasien dengan
berat badan
kurang dari 65
kg.

Stroke akut,
(terapi harus
dimulai dalah 3
jam), meliputi
intravena 900
mcg/kg bb
(maksimal 90
mg) selama 60
menit; 10% dosis
diberikan melalui
injeksi intravena;
Lansia. Tidak
dianjurkan untuk
usia diatas 80
tahun.

STREPTOKINASE Indikasi:
trombosis vena dalam,
embolisme paru,
tromboembolisme arterial akut,
trombosis lintas arteriovena;
infark miokard akut.
Dosis:
trombosis vena dalam, embolisme paru,
tromboembolisme arterial akut, vena
retina pusat atau trombosis erfercil:
infus intravena, 250.000 unit selama 30
menit, kemudian 100.000 unit setiap
jam selama sampai dengan 24-72 jam
menurut kondisiInfark miokard,
1.500.000 unit selama 60 menit.

BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
a. Airways
1) Sumbatan atau penumpukan secret.
2) Wheezing atau krekles.
3) Kepatenan jalan nafas.
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
3) Ronchi, krekles.
4) Ekspansi dada tidak penuh.
5) Penggunaan otot bantu nafas.
c. Circulation
1) Nadi lemah, tidak teratur.
2) Capillary refill.
3) Takikardi.
4) TD meningkat / menurun.
5) Edema.
6) Gelisah.
7) Akral dingin.
8) Kulit pucat, sianosis.
9) Output urine menurun.
d. Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow
Coma Scale (GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis : Sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya. Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat dibangunkan
dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi. Delirium : keadaan kacau
motorik yang sangat, memberontak, berteriak-teriak, dan tidak sadar
terhadap orang lain, tempat, dan waktu. Sopor/semi koma : keadaan
kesadaran yang menyerupai koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan
dengan rangsang nyeri. Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama
sekali dan tidak dapat dibangunkan dengan rangsang apapun.
e. Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan
ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.
Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan pemicu
terjadinya penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum
sebelum sakit terjadi (Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang
dimungkinkan menjadi penyebab atau pemicu terjadinya sakit
sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika
pasien dengan kasus Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas
Data Subyektif :
a) Kelemahan.
b) Kelelahan.
c) Tidak dapat tidur.
d) Pola hidup menetap.
e) Jadwal olah raga tidak teratur.
Data Obyektif :
a) Takikardi.
b) Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2) Sirkulasi
Data Subyektif : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner,
masalah tekanan darah, diabetes mellitus.
Data Obyektif :
a) Tekanan darah : Dapat normal / naik / turun, perubahan
postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri.
b) Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus
(disritmia).
c) Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau
komplain ventrikel.
d) Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung :
 Friksi ; dicurigai Perikarditis.
 Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur.
 Edema : Distensi vena juguler, edema dependent , perifer,
edema umum,krekles mungkin ada dengan gagal jantung
atau ventrikel.
 Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran
mukossa atau bibir.
3) Integritas ego
Data Subyektif : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi
takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau
perawatan, khawatir tentang keuangan, kerja, keluarga.
Data Obyektif : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata,
gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma
nyeri.
4) Eliminasi
Data Obyektif : normal, bunyi usus menurun.
5) Makanan atau cairan
Data Subyektif : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau
terbakar.
Data Obyektif : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat,
muntah, perubahan berat badan.
6) Hygiene
Data Subyektif atau Data Obyektif : Kesulitan melakukan tugas
perawatan.
7) Neurosensori
Data Subyektif : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk atau istrahat).
Data Obyektif : perubahan mental, kelemahan.
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Data Subyektif :
a) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak
berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat
atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan
viseral).
b) Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial,
dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu
lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen,
punggung, leher.
c) Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan,
seperti dapat dilihat.
d) Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
e) Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca
operasi, diabetes mellitus, hipertensi, lansia.
9) Pernafasan:
Data Subyektif :
a) Dispnea tanpa atau dengan kerja.
b) Dispnea nocturnal.
c) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum.
d) Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Data Obyektif :
a) Peningkatan frekuensi pernafasan.
b) Nafas sesak / kuat.
c) Pucat, sianosis.
d) Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum.
10) Interaksi social
Data Subyektif :
a) Stress.
b) Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit,
perawatan di RS.
Data Obyektif :
a) Kesulitan istirahat dengan tenang.
b) Respon terlalu emosi (marah terus-menerus, takut).
c) Menarik diri.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan sekunder


terhadap sumbatan arteri).
2. Penurunan Curah Jantung b.d penurunan volume sekuncup jantung akibat tidak
adanya kontraksi otot jantung.

3. RENCANA KEPERAWATAN

No. Dx Kep NOC NIC

1. Nyeri Setelah diberikan asuhan Mandiri :


berhubungan keperawatan selama 1 x 24
a. Berikan posisi yang
dengan agen jam diharapkan nyeri
nyaman
injury berkurang dengan kriteria
biologis hasil : Observasi :
(iskemia
1.Mampu mengontrol a. Monitor tanda – tanda
jaringan
nyeri vital
sekunder
terhadap 2.Nyeri berkurang b. Monitor SpO2
sumbatan
3.Mampu mengenali c. Monitor skala nyeri
arteri).
nyeri
d. Monitor EKG

e. Monitor Enzim

Edukasi :

a. Ajarkan teknik non


farmakoogi

b. Anjurkan kepada
pasien untuk
melaporkan nyeri

Kolaborasi :

a. Berkolaborasi dengan tim


medis dalam pemberian
analgesic

b. Berikan Oksigen

c. Anjurkanterapi MONACO

2. Penurunan Setelah dilakukan tindakan a. Monitor tanda – tanda


Curah keperawatan selama1x 24 jam
Jantung b.d diharapkan curah jantung vital
penurunan adekuat dengan kriteria hasil :
b. Auskultasi suara jantung,
volume
1. TTV dalam batas normal kaji frekuensi dan irama
sekuncup
jantung.
jantung. 2. CRT < 2 detik
c. Kaji akral dan adanya
3. Akral hangat
sianosis atau pucat.
4. Pantau frekuensi jantung Penurunan curah jantung
dan irama menyebabkan aliran ke
perifer menurun.

d. Berikan oksigen sesuai


1.
indikasi oksigen yang
adekuat.

e. Berikan cairan intravena


sesuai indikasi.

f. TCP (Transcutaneus
pacing) merupakan sarana
sementara pacing jantung
pasien selama keadaan
darurat medis.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana


keperawatan. Tindakan yang mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi.
1. Tindakan mandiri (Independen)
Adalah aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan dan keputusan sendiri
bukan merupakan petunjuk atau perintah kesehatan lain.
2. Tindakan kolaborasi
Adalah tindakan yang dilakukan atas dasar hasil keputusan bersama, seperti dokter
atau petugas kesehatan lain .Berdasarkan referensi diatas, impelementasi
merupakan tindakan nyata yang dilakukan terhaadap klien sesuai dengan
intervensi yang telah dibuat baik itu secara mandiri atau kolaborasi.

5. Evaluasi Keperawatan

Tujuan dari evaluasi adalah ntuk mengetahui sejauh mana perawat dapat
dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
Langkah-langkah evaluasi sebagai berikut :
1. Daftar tujuan-tujuan pasien.
2. Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu.
3. Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.
4. Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak.
Melihat bahasan diatas, yang dimaksud dengan evaluasi merupakan hasil
pencapaian yang telah dilakukan dengan berdasarkan kriteria
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akut Miokard Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadi
kerusakan atau kematian otot jantung yang disebabkan oleh karena
berkurangnya atau terhambatnya aliran darah koroner secara tiba-tiba atau
secara tiba-tiba kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi arteri
koroner yang cukup faktor penyebab IMA adalah Suplai oksigen ke, miocard
berkurang , Curah jantung yang meningkat, Kebutuhan oksigen miocard
meningkat. Di Indonesia infark miokard akut (acute myocardial infarct)
masih belum diketahui secara jelas. Di Amerika Serikat, diperkirakan angka
mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler adalah 222,9 per 100.000 penduduk.
Data pasti tingkat kejadian, morbiditas, dan mortalitas infark miokard di
Indonesia terbatas. Diagnosis keperawatan yang sering muncul yaitu nyeri
berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri) dan penurunan curah jantung berhubungan dengan
penurunan volume sekuncup jantung.
B. Saran
Diharapkan kepada siswa lebih paham pada penyakit infark miokard
beserta cara pencegahan dan pengobatannya sehingga dapat menjalankan
penanganan awal apabila terjadi kasus penyakit di sekitar kita.
DAFTAR PUSTAKA

Udjianti,Wajan Juni.2010. Kesiswaan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba


Medika
Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma. (2015). Nanda nic-noc aplikasi jilid 1.
Jakarta: Mediaction
Jeffrey M.C.& Scott K. (2012). Master Plan Kedaruratan Medik. Tangerang
Selatan: Binarupa Aksara
Darma, Surya. 2009. Sistematika Interpretasi EKG Pedoman Praktis. Jakarta:
EGC.
Guyton, Arthur C. 2010. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta:
EGC.
Kasron. 2012, Penyakit jantung penceghan serta Pengobatannya.
Yogyakarta: Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai