Oleh :
Kelompok 5
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat,
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang mungkin sangat sederhana.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kami
harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penulis,
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Infark miokard adalah penyebab kematian tertinggi di dunia baik pada pria
ataupun wanita di seluruh dunia. Infark miokard akut merupakan suatu
peristiwa besar kardiovaskuler yang dapat mengakibatkan besarnya morbiditas
dan angka kematian (Tabriz et al., 2012).
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap
paling sering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada penderita
infark miokard akut mencapai 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi
sebelum penderita infark miokard mencapai rumah sakit (Alwi, 2009).
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui penanganan pada pasien dalam penyakit miocard
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui definisi infark miokardium
b. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi infark
miokardium
1.4 Manfaat
PEMBAHASAN
a. Definisi
Infark miokard adalah kematian sel miokard yang disebabkan oleh
kondisi iskemia bermakna yang berkepanjangan (Thygesen dkk., 2012b).
Infark miokard adalah keadaan yang mengancam kehidupan
dengan tanda khas terbentuknya jaringan nekrosis otot yang permanen
karena otot jantung kehilangan suplai oksigen.
Infark miokard akut adalah suatu keadaan dimana suplai darah ke
otot jantung berkurang atau terhenti, sehingga sel otot jantung mengalami
kematian.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan Infark miokard adalah suatu keadaan ketika secara
tiba-tiba terjadi pembatasan atau pemutusan aliran darah ke jantung, yang
menyebabkan kematian jaringan pada otot jantung (miokardium) karena
kekurangan suplai oksigen.
b. Etiologi
1) Coronary arteri disease : aterosklerosis, artritis, trauma pada
koroner, penyempitan arteri koroner karena spasme atau desecting
aorta dan arteri koroner.
2) Coronary artery emboli : Infective endocarditis, cardiac myxoma,
cardiopulmonal bypass surgery, arteriography coroner.
3) Kelainan kongenital : anomaly arteri koronaria.
4) Ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan miokard :
tirotoksikosis, hipotensi kronis, keracunan karbon monoksida,
stenosis atau insufisiensi aorta.
5) Gangguan hematologi : anemia, polisitemia vera,
hypercoagulabity, thrombosis, trombositosis, dan DIC.
c. Patofisiologi
IMA dapat dianggap sebagai titik akhir dari PJK. Tidak seperti
iskemia sementara yang terjadi dengan angina, iskemia jangka panjang
yang tidak berkurang akan menyebabkan kerusakan ireversibel terhadap
miokardium. Sel-sel jantung dapat bertahan dari iskemia selama 15 menit
sebelum akhirnya mati. Manifestasi iskemia dapat dilihat dalam 8 hingga
10 detik setelah aliran darah turun karena miokardium aktif secara
metabolic. Ketika jantung tidak mendapatkan darah dan oksigen, sel
jantung akan menggunakan metabolisme anaerobic, menciptakan lebih
sedikit adenosine trifosfat (ATP) dan lebih banyak asam laktat sebagai
hasil sampingannya. Sel miokardium sangat sensitif terhadap perubahan
pH dan fungsinya akan menurun. Asidosis akan menyebabkan miokarium
menjadi lebih rentan terhadap efek dari enzim lisosom dalam sel. Asidosis
menyebabkan gangguan sistem konduksi dan terjadi disritmia.
Kontraktilitas juga akan berkurang, sehingga menurunkan kemampuan
jantung sebagai suatu pompa. Saat sel miokardium mengalami nekrosis,
enzim intraselular akan dilepaskan ke dalam aliran darah, yang kemudian
dapat dideteksi dengan pengujian laboratorium. (Black, Joyce M, 2014)
Dalam beberapa jam IMA, area nekrotik akan meregang dalam
suatu proses yang disebut ekspansi infark. Ekspansi ini didorong juga oleh
aktivasi neurohormonal yang terjadi pada IMA. Peningkatan denyut
jantung, dilatasi ventrikel, dan aktivasi dari system renin-angiotensin akan
meningkatkan preload selama IMA untuk menjaga curah jantung. Infark
transmural akan sembuh dengan menyisakan pembentukan jaringan parut
di ventrikel kiri, yamg disebut remodeling. Ekspansi dapat terus berlanjut
hingga enam minggu setelah IMA dan disertai oleh penipisan progresif
serta perluasan dari area infark dan non infark. Ekspresi gen dari sel-sel
jantung yang mengalami perombakan akan berubah, yang menyebabkan
perubahan structural permanen ke jantung. Jaringan yang mengalami
remodelisasi tidak berfungsi dengan normal dan dapat berakibat pada
gagal jantung akut atau kronis dengan disfungsi ventrikel kiri, serta
peningkatan volume serta tekanan ventrikel. Remodeling dapat
berlangsung bertahun-tahun setelah IMA (Black, Joyce M, 2014)
Lokasi IMA paling sering adalah dinding anterior ventrikel kiri di
dekat apeks, yang terjadi akibat trombosis dari cabang desenden arteri
coroner kiri. Lokasi umum lainnya adalah (1) dinding posterior dari
ventrikel kiri di dekat dasar dan di belakang daun katup/ kuspis posterior
dari katup mitral dan (2) permukaan inferior (diafragmantik) jantung.
Infark pada ventrikel kiri posterior terjadi akibat oklusi arteri coroner
kanan atau cabang sirkumfleksi arteri coroner kiri. Infark inferior terjadi
saat arteri coroner kanan mengalami oklusi. Pada sekitar 25 % dari IMA
dinding inferior, ventrikel kanan merupakan lokasi infark. Infark atrium
terjadi pada kurang dari 5 %. Peta konsep menjelaskan efek selular yang
terjadi selama infark miokard (Black, Joyce M, 2014).
d. Klasifikasi
1) Infark Miokard Subendokardial
Infark Miokard Subendokardial terjadi akibat aliran darah
subendokardial yang relatif menurun dalam waktu yang lama
sebagai akibat perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau
dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan
hipoksia.
2) Infark Miokard Transmural
Pada lebih dari 90% pasien infark miokard transmural berkaitan
dengan trombosis koroner. Trombosis sering terjadi di daerah yang
mengalami penyempitan arteriosklerosik. Penyebab lain lebih
jarang di temukan.
e. Manifestasi Klinis
1) Nyeri dada.
Nyeri terjadi secara mendadak dan terus menerus, tidak mereda,
biasanya terjadi diatas area sterna bawah dan abdomen bagian
bawah (gejala utama). Keparahan nyeri dapat meningkat secara
menetap hingga nyeri tidak tertahankan lagi. Nyeri tersebut sangat
sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus
ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri). Nyeri mulai secara
spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosi),
menetap selama beberapa jam atau hari dan tidak hilang dengan
bantuan istirahat atau nitrogliserin. Nyeri menjalar kea rah rahang
dan leger. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin,
diaporesis berat, hening atau kepala terasa melayang dan mual,
muntah. Klien dengan diabetes mellitus tidak akan mengalami
nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat
mengganggu neuro reseptor (menumpulkan pengalaman nyeri).
2) Sesak nafas.
3) Gejala gastrointestinal, sepeti mual muntah, cegukan.
4) Gejala lain seperti palpitasi, rasa pusing atau sinkop dan gejala
akibat emboli arteri.
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Elektrokardiografi
Hasil pemeriksaan EKG pada pasien yang menerima infark
miokard akut diperoleh gelombang patologik yang diterima
peninggian segmen ST yang konveks dan ikuti gelombang T yang
negatif dan Sametrik, Q memunculkan lebar (lebih dari 0,04 detik)
dan dalam (Q / R lebih dari 1/4 ).
2) Laboratorium
Pemeriksaan enzim jantung
a) CPK (Creatinin fosfakinase) Isoenzim ini meningkat antara
4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal
dalam 36-48 jam setelah serangan. Isoenzim ini
dikeluarkan jika terjadi kerusakan otot jantung. Normalnya
0-1 mU / mL.
b) LDH (lactic de-hydroginase)
c) LDH normal kurang dari 195 mU / mL. Kadar enzim ini
baru naik biasanya 48 jam, akan kembali ke nilai normal
mulai hari ke-7 dan 12.
d) SGOT (tes serum glutamat oksalotransaminase)
e) SGOT normal kurang dari 12 mU / mL. Kadar enzim ini
biasanya baru meningkat pada 12-48 jam setelah serangan
dan akan kembali ke nilai normal pada hari ke-4 hingga 7
f) Pemeriksaan lainnya
g) Dihasilkan LED, leukositosis ringan dan ringan
hiperglikemia.
3) Kateterisasi
Angiografi koroner untuk mengetahui derajat obstruksi.
4) Radiologi
Hasil radiologi tidak menunjukkan adanya infark miokardium,
hanya menunjukkan pembesaran dari jantung.
g. Penatalaksaan Medis
1) Nitrogliserin
2) Propranolol (Inderal)
Propranolol merupakan penghambat beta adrenergik. Obat ini
menghambat perkembangan iskemia dengan cara mengahambat
secara selektif pengaruh susunan saraf simpatik terhadap jantung.
3) Dijitalis
Dijitalis dapat meredakan angina yang menyertai gagal jantung
dengan meningkatkan daya kontraksi dan akibatnya akan
meningkatkan curah secukupnya.
4) Deuretik
Deuretik berfungsi untuk mengurangi volume darah dan aliran
balik vena ke jantung sehingga mengurangi ukuran dan volume
ventrikel.
5) Vasodilator dan sedative
Obat vasodilator dan antihipertensi dapat mengurangi tekanan dan
resistensi arteria terhadap ejeksi ventrikel, akibatnya beban akhir
menurun atau berkurang.
h. Komplikasi
1) Disritmia.
Disritmia merupakan penyebab dari 40 % hingga 50 % kematian
setelah IMA. Ritme ektopik muncul pada atau sekitar batas dari
jaringan miokardium yang iskemik dan mengalami cedera parah.
Miokardium yang rusak juga dapat mengganggu system konduksi,
menyebabkan disosiasi atrium dan ventrikel (blok jantung).
Supraventrikel takikardia (SVT) kadang kala terjadi sebagai akibat
gagal jantung. Reperfusi spontan atau dengan farmakologis dari
area yang sebelumnya iskemik juga dapat memicu terjadinya
ventrikel disritmia.
2) Syok kardiogenik.
Syok kardiogenik berperan hanya pada 9 % kematian akibat IMA,
tetapi lebih dari 70 % klien syok meninggal karena sebab ini.
Penyebabnya antara lain (1) penurunan kontraksi miokardium
dengan penurunan curah jantung, (2) disritmia tak terdeteksi, dan
(3) sepsis.
3) Gagal jantung dan edema paru.
Penyebab kematian paling sering pada klien rawat inap dengan
gangguan jantung adalah gagal jantung. Gagal jantung
melumpuhkan 22 % klien laki-laki dan 46 % wanita yang
mengalami IMA serta bertanggung jawab pada sepertiga kematian
setelah IMA.
4) Emboli paru.
Emboli paru (PE) dapat terjadi karena flebitis dari vena kaki
panggul (trombosis vena) atau karena atrial flutter atau fibrilasi.
Emboli paru terjadi pada 10 % hingga 20 % klien pada suatu waktu
tertentu, saat serangan akut atau pada periode konvalensi.
5) Infark miokardum berulang.
Dalam 6 tahun setelah IMA pertama, 18 % lakilaki dan 35 %
wanita dapat mengalami IMA berulang. Penyebab yang mungkin
adalah olahraga berlebih, embolisasi, dan oklusi trombotik lanjutan
pada arteri coroner oleh atheroma.
- Ronchi, krekles
- Takikardi
- TD meningkat / menurun
- Edema
- Gelisah
- Akral dingin
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan
sekunder terhadap sumbatan arteri ditandai
dengan :
- nyeri dada dengan / tanpa penyebaran
- wajah meringis
- gelisah
- delirium
- perubahan nadi, tekanan darah.
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan factor-
faktor listrik, penurunan karakteristik miokard.
3. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan
dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air ,
peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan
miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam
aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum.
5. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis.
D. Intervensi
dengan kriteria
hasil:
- Tidak ada edema
- Tidak ada disritmia
- Haluaran urin
normal
- TTV dalam batas
normal
E. Implementasi
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan
keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki
perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang
efektif, kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan
observasi sitematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan,
kemampuan advokasi dan kemampuan evaluasi (Asmadi, 2010).
F. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan maka hasil yang diharapkan sesuai dengan tujuan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Alwi I., 2009. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST, dalam: Buku Ajar Ilmu
Pengetahuan Penyakit Dalam Jilid II. Sudoyo A. W, Setryohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing
pp. 1741-54.
Black joyce. M & Jane Hokanse Hawks, (2014). Medical Surgical Nursing vol. 2.
Jakarta: Salemba Medika.
Li Yulong, Rukshin Iris, et al., 2014. The Impact of the 2008-2009 Economic
Recession on Acute Myocardial Infarction Occurrences in Various
Socioeconomic Areas of Raritan Bay Region, New Jersey. Journal of
Medical Sciences. 6(5) : 215-18.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 2. Yogyakarta
: Medi Action.
Tabriz A. A., Sohrabi M. Z., et al., 2012. Factors Associated with Delay in
Thrombolytic Theraphy in Patients with ST-Elevation Myocardial
Infarction. Journal of Tehran University Heart Center. 2(7) : 65-71.