Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan
jantung adalah suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung
terhenti sehingga sel otot jantung mengalami kematian ( Robbins SL, Cotran RS,
Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012 ). Masyarakat sering menganggap nyeri dada
yang menjalar hanyalah rasa capek biasa, kemungkinan besar itu tanda dari
penyakit jantung. Nyeri pada infark miokard akut tidak bisa hilang sendirinya,
meskipun gejala berkurang saat istirahat. Pada masyarakat masih salah persepsi
ketika mereka istirahat, gejala mereka hilang berarti mereka sembuh. Salah satu
penyebab adalah anggapan bahwa penyakit yang ia derita hanya gejala masuk
angin atau angin duduk biasa. Cara yang paling sering ditempuh untuk mengatasi
gejala masuk angin adalah dengan menggosokkan balsam atau minyak rempah
pada tubuh penderita. Setelah itu sering kali dilanjutkan dengan mengerik, yaitu
menggoreskan uang logam pada punggung dan dada hingga meninggalkan bekas
berwarna kemerahan dan berpola seperti tulang sirip ikan. Bekas goresan yang
berwarna lebih merah sampai kehitaman adalah pertanda banyaknya angin yang
masuk ke dalam tubuh. Adapun jika penderita bersendawa saat digosok atau
dikerik, maka angin dianggap sudah berhasil dikeluarkan dari tubuh ( Yahya,
2010 ).
Dari data WHO tahun 2012 menunjukkan bahwa Infark Miokard Akut
atau IMA merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung 12,2%
kematian di dunia di akibatkan oleh penyakit kardiovaskuler salah satunya adalah
Infark Miokard Akut ( WHO, 2012 ). Di Indonesia, penyakit IMA merupakan
penyebab
kematian pertama, dengan angka mortalitas 2.200.000 ( 14% ) ( WHO, 2008 ).
Pada tahun 2009, IMA masuk dalam kategori 10 besar penyakit tidak menular
yang menjadi penyebab kematian di rumah sakit di seluruh Indonesia yaitu sekitar
6,25% (Kemenkes, 2012). Di Jawa Timur, IMA merupakan salah satu dari 20
penyakit terbanyak di rumah sakit di provinsi Jawa Timur yaitu sekitar 1,45%
(Dinkes Jawa Timur, 2010). Data yang didapatkan dari pada tahun 2017 terdapat
6 penyakit Infark Miokard Akut ( IMA ) ( Rekam Medik , 2017 ).
Penyebab utama dari terjadinya infark miokard adalah ketidakseimbangan
antara pasokan dan kebutuhan oksigen di jaringan otot jantung. Kebutuhan
oksigen di jaringan otot jantung yang tinggi, tetapi pasokan (supply) oksigen ke
daerah tersebut kurang. Jika tidak mendapatkan oksigen dalam waktu yang cukup
lama, lama kelamaan jaringan otot jantung dapat rusak dan bersifat menetap.
Sehingga darah yang membawa oksigen tidak mencapai otot jantung. Infark
miokard yang sering terjadi karena disebabkan sumbatan pembuluh darah jantung
atau ischemia. Tanda dan gejala dari IMA terjadi nyeri dada yang terjadi secara
mendadak dan terus-menerus tidak mereda, nyeri sering disertai dengan sesak
nafas, pucat, dingin, diaphoresis berat, pening atau kepala terasa melayang dan
mual muntah. Keluhan yang khas ialah nyeri dada seperti diremas-remas, ditekan,
ditusuk, panas atau tertindih barang berat, dan menjalar ke lengan (umumnya
kiri), bahu leher, rahang bahkan kepunggung dan epigastris ( Kasron, 2012 ).
Disritmia adalah komplikasi tersering pada infark, akibat perubahan
keseimbangan elektrolit dan penurunan PH. Dapat terjadi syok kardiojenik apabila
curah jantung sangat berkurang dalam waktu lama. Setelah infark miokard
sembuh, terbentuk jaringan parut yang menggantikan
sel-sel miokardium yang mati. Apabila jaringan parut cukup luas, kontraktilitas
jantung dapat berkurang secara permanen ( Corwin, 2009 ).
Mengingat begitu berbahaya nya Infark Miokard Akut bagi kesehatan
maka perlu diberikan asuhan keperawatan pada pasien Infark Miokard Akut
(IMA). Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat yakni asuhan
keperawatan yang efektif dan mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka
insiden Infark Miokard Akut melalui upaya promotif yang dilakukan dengan cara
menganjurkan pada pasien sebisa mungkin menghindari faktor- faktor yang dapat
memperberat penyakit dan menurunkan angka kematian. Preventif dilakukan
dengan cara mengajarkan pasien cara untuk menanggulanginya. Kuratif yaitu
memberikan terapi yang tepat sesuai dengan perintah dokter. Rehabilitatif yaitu
memantau agar tidak terjadi komplikasi yang lebih berat pada organ tubuh
lainnya.
1.2 Rumusan Masalah

Untuk mengetahui lebih lanjut dari perawatan penyakit ini maka


penulis akan melakukan kajian lebih lanjut dengan melakukan asuhan
keperawatan Infark Miokard Akut dengan membuat rumusan masalah
sebagai berikut “ Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnose Infark Miokard Akut ?”.
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnose Infark
Miokard Akut di ruang Melati .
1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengkaji pasien dengan diagnosa Infark Mikard Akut di ruang Melati
.
1.3.2.2 Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan diagnosa Infark
Miokard Akut di ruang Melati .
1.4 Manfaat
Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini diharapkan dapat memberi
manfaat :
1.4.1 Akademis, hasil studi kasus ini merupakan sumbangan bagi ilmu
pengetahuan khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada pasien Infark
Miokard Akut.
1.4.2 Secara praktis, tugas akhir ini akan bermanfaat bagi :

1.4.2.1 Bagi pelayanan keperawatan di rumah sakit

Hasil studi kasus ini, dapat menjadi masukan bagi pelayanan di RS


agar dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien Infark Miokard
Akut dengan baik.

1.4.2.2 Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti
berikutnya, yang akan melakukan studi kasus pada asuhan keperawatan
pada pasien dengan Infark Miokard Akut.

1.4.2.3 Bagi profesi kesehatan

Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan


pemahaman yang lebih baik tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan Infark Miokard Akut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Medis Infark Miokard Akut


2.1.1 Definisi

Infark miokard akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh


karena sumbatan pada arteri koroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena
adanya aterosklerotik pada dinding arteri koroner sehingga menyumbat
aliran darah ke jaringan otot jantung. ( Joyce, 2014 ).
Infark Miokard Akut ( IMA ) didefinisikan sebagai nekrosis
miokardium yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah
akibat sumbatan akut pada arteri koroner. Sumbatan ini sebagian besar
disebabkan oleh rupture flak ateroma pada arteri koroner yang kemudian
diikuti oleh terjadinya thrombosis, vasokontriksi, reaksi inflamasi, dan
mikroembolisasi distal. Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat pula
disebabkan oleh spasme arteri koroner, emboli, atau vaskulitis. (
Muttaqin, 2009 ).
Infark miokard disebabkan oleh nekrosis miokardium akibat
perfusi darah yang tidak adekuat pada jaringan otot jantung. Keadaan ini
menyebabkan perubahan mikroskopis pada jantung dan pelepasan enzim
jantung ke dalam aliran darah. Faktor resiko meliputi pertambahan usia,
keadaan hiperkoagulabel, vaskulitis dan faktor yang menjadi predisposisi
aterosklerosis ( Tao, 2014 ).
2.1.2 Klasifikasi

2.1.2.1 Infark Miokard Akut Subendokardial

Infark miokard Subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial


yang relatif menurun dalam waktu yang lama sebagai akibat perubahan
derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi
seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia ( Rendy & Margareth, 2012 ).
2.1.2.2 Infark Miokard Akut Transmural

Pada lebih dari 90 % pasien infark miokard transmural berkaitan dengan


trombosis koroner. Trombosis sering terjadi di daerah yang mengalami
penyempitan arteriosklerosik. Penyebab lain lebih jarang ditemukan (
Rendy & Margareth, 2012 ).
2.1.3 Etiologi

Intinya IMA terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan
kebutuhan tidak tertangani dengan baik sehingga menyebabkan kematian
sel – sel jantung tersebut. Beberapa hal yang menimbulkan gangguan
oksigenasi tersebut ( Kasron, 2016 ) diantaranya :
2.1.3.1 Berkurangnya suplai oksigen ke miokard

Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain :


1) Faktor pembuluh darah

Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan


darah mencapai sel – sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu
kepatenan pembuluh darah diantaranya : atherosclerosis, spasme, dan
arteritis.
Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang tidak
memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya
dihubungkan dengan beberapa hal antara lain : mengkonsumsi obat-
ibatan tertentu, stress emosional atau nyeri, terpapar suhu dingin yang
ekstrim, merokok.
2) Faktor sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung
keseluruh tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak
akan lepas dari faktor pemompaan dan volume darah yang
dipompakan. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi
diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis maupun isufisiensi yang terjadi
pada katup- katup jantung ( aorta, mitrlalis, maupun trikuspidalis )
menyebabkan menurunnya cardiac output ( COP ). Penurunan COP
yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan beberapa bagian
tubuh tidak tersuplai darah dengan adekuat, termasuk dalam hal ini
otot jantung.
3) Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh.
Jika daya angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan
(pembuluh darah) dan pemompaan jantung maka hal tersebut tidak
cukup membantu. Hal-hal yang menyebabkan terganggunya daya
angkut darah antara lain : anemia, hipoksemia, dan polisitemia.
2.1.3.2 Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi
diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan
COP. Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap penyakit jantung,
mekanisme kompensasi justru pada akhirnya makin memperberat
kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan
suplai oksigen tidak bertambah.
Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya
kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya : aktivitas
berlebih, emosi, makan terlalu banyak, dan lain-lain. Hipertropi miokard
bisa memicu terjadinya infark karena semakin banyak sel yang harus
disuplai oksigen, sedangkan asupan oksigen menurun akibat dari
pemompaan yang tidak efektif.
2.1.4 Patofisiologi

Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 40 menit akan


menyebabkan kerusakan seluler irreversibel dan kematian otot atau
nekrosis. Bagian miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan
berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark
dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup.
Ukuran infark lahir tergantung dari nasib daerah iskemik tersebut. Bila
pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka besar daerah infark akan
bertambah besar sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah
nekrosis.
Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark
digambarkan lebih lanjut sesuai letaknya pada dinding ventrikel.
Misalnya, infark miokardium anterior mengenai dinding anterior
ventrikel kiri. Daerah yang biasanya terserang infark adalah bagian
inferior, lateral, posterior, dan septum.
Secara ringkas, terdapat serangkaian refleks yang dapat mencegah
memburuknya curah jantung dan tekanan perfusi : (1) peningkatan
frekuensi jantung dan daya kontraksi, (2) vasokontriksi umum, (3) retensi
natrium dan air, (4) dilatasi ventrikel, (5)hypertrofi ventrikel. Tetapi
semua respon kompensasi ini akhirnya dapat memperburuk keadaan
miokardium dengan meningkatkan kebutuhan miokardium akan oksigen.
Derajat gangguan fungsional akibat infark tergantung dari :

2.1.4.1 Ukuran infark : infark yang melebihi 40% miokardium berkaitan dengan
insiden syok kardiogenik tinggi.
2.1.4.2 Lokasi infark : lokasi di dinding anterior lebih besar kemungkinannya
mengurangi fungsi mekanik dibandingkan dengan kerusakan dinding
inferior.
2.1.4.3 Fungsi miokardium yang terlibat : infark tua akan membahayakan fungsi
miokardium sisanya.
2.1.4.4 Sirkulasi kolateral : baik melalui anastomosis arteri yang sudah ada atau
melalui saluran yang baru terbentuk, dapat berkembang sebagai respon
terhadap iskemia yang kronik dan hipoperfusi regional guna memperbaiki
aliran darah yang menuju ke miokardium terancam.
2.1.4.5 Mekanisme kompensasi dari kardiovaskuler mekanisme ini bekerja untuk
mempertahankan curah jantung dan perfusi perifer ( Wijaya, Putri, 2013 ).

2.1.5 Manifestasi Klinis

Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas,


ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar
ke lengan ( umumnya kiri ), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan
epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pektoris dan tak
responsif terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang, terutama pada pasien
diabetes dan orangtua, tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat
disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-
debar atau sinkope. Pasien sering tampak ketakutan. Walaupun IMA
dapat merupakan manifestasi pertama penyakit jantung koroner namun
bila anamnesis dilakukan teliti hal ini sering sebenarnya sudah didahului
keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak di dada atau epigastrium.
Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat
normal. Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama
gallop. Adanya krepitasi basal menunjukkan adanya bendungan paru-
paru. Takikardia, kulit yang pucat, dingin, dan hipotensi ditemukan pada
kasus
yang relatif lebih berat, kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang
tampak atau berada di dinding dada pada IMA inferior ( Kasron, 2016 ).
Tanda dan gejala infark miokard ( TRIAGE AMI ) adalah :

2.1.5.1 Klinis

1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak


mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian
atas, ini merupakan gejala utama.
2) Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
3) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar
ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan ( biasanya lengan kiri ).
4) Nyeri mulai secara spontan ( tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional ), menetap selama beberapa jam atau hari, dan
tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
5) Nyeri dapat menjalar ke arah tahang dan leher.
2.1.5.2 Laboraturium
Pemeriksaan enzim jantung

1) CPK-MB/CPK, Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat


antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam
36- 48 jam.
2) LDH/HBDH, meningkatkan dalam 12-24 jam dan memakan waktu
lama untuk kembali normal.
3) AST/SGOT, meningkat (kurang nyata/khusus) terjadi dalam 6-12 jam,
memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari.
2.1.5.3 EKG

Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi
dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang
terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya
nekrosis.
2.1.6 Penatalaksanaan

Tujuan awal tata laksana infark miokard akut yaitu mengembalikan


perfusi miokard sesegera mungkin, meredakan nyeri, serta mencegah dan
tata laksana komplikasi ( Asikin, Nuralamsyah, Susaldi, 2016 ).
Tata laksana awal meliputi :
2.1.6.1 Pemberian oksigen tambahan melalui sungkup/kanula hidung dan
pemantauan saturasi oksigen
2.1.6.2 Mengurangi nyeri dada dengan :

1) Nitrat : merupakan vasodilator pasten yang berguna untuk vasodilatasi


sistemik, sehingga mengurangi aliran balik vena jantung untuk
menurunkan kerja jantung
2) Morfin

3) NSAID

2.1.6.3 Terapi fibrinolitik dengan pemberian tissue-type plasminogen activator (t-


PA), serta aspirin dan heparin dalam waktu 90 menit sejak onset gejala
2.1.6.4 Modifikasi pola hidup

1) Keseimbangan antara istirahat, olahraga, dan modifikasi gaya hidup


untuk mengurangi resiko aterosklerosis dan hipertensi.
2) Menghentikan kebiasaan merokok.
3) Menurunkan berat badan.
4) Mengurangi stress.

2.1.6.5 Pembedahan

1) Coronary artery bypass grafting ( CABG ).

2) Percutaneous coronary intervention ( PCI ).

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Infark miokardium klasik oleh trias diagnostic yang khas ( Price, 2006
dalam Wijaya, Putri, 2013 ).
2.1.7.1 Pertama :

Gambaran klinis yang khas terdiri dari nyeri dada yang berlangsung lama
dan hebat, biasanya disertai mual, keringat dingin, muntah, dan perasaan
seakan – akan menghadapi ajal.
1) Tetapi, 20% - 60% kasus infark yang tidak fatal bersifat tersembunyi
atau asimtomatik.
2) Sekitar setengah dari kasus ini benar – benar tersembunyi dan tidak
diketemukan kelainan, dan diagnosis melalui pemeriksaan EKG yang
rutin atau pemeriksaan postmortem.
2.1.7.2 Kedua

Meningkatkan kadar enzim – enzim jantung yang dilepaskan oleh sel – sel
miokardium yang nekrosis.
1) Enzim – enzim yang dilepaskan terdiri dari keratin, fosfokinase, ( CK
atau CPK ), glautamat, oksaloasetat transaminase ( SGOT atau GOT )
dan laktat dehidrogenase ( LDH ).
2) Pola peningkatan enzim ini mengikuti perjalanan waktu yang khas
sesudah terjadinya infark miokardium. Meskipun enzim ini merupakan
pembantu diagnosis yang sangat berharga, tetapi interprestasinya
terbatas oleh fakta bahwa peningkatan enzim yang terukur bukan
merupakan indikator spesifik kerusakan miokardium, terdapat proses –
proses lain yang juga dapat menyebabkan peningkatan enzim, sehingga
dapat menyesatkan interprestasi.
2.1.7.3 Ketiga :
Terlihat perubahan – perubahan pada EKG, yaitu gelombang Q yang
nyata, elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik.
1) Perubahan ini tampak pada hantaran yang terletak diatas daerah
miokardium yang mengalami nekrosis.
2) Sedang beberapa waktu segmen ST dan gelombang T akan kembali
normal, hanya gelombang Q tetap bertahan sebagai bukti
elektrokardiograp adanya infark lama

3) Tetapi hanya 50% atau 75% pasien infark miokardium akut yang
menunjukkan pemulihan elektrokardiografis klasik ini
4) Pada 30% pasien yang didiagnosis dengan infark tidak terbentuk
gelombang Q.( Price, Silvia, 2006 ).
Tabel 2.1 Tabel Perjalanan Waktu Enzim Jantung pada IMA
Enzim Onset Puncak Kembali normal
CK 3 – 6 Jam 12 – 24 Jam 3 – 5 Hari

CK-MB 2 – 4 Jam 12 – 20 Jam 48 – 72 Jam

LDH 24 Jam 48 – 72 Jam 7 – 10 Jam

LDH1 4 Jam 48 Jam 10 Hari

LDH2 4 Jam 48 Jam 10 Hari

2.1.8
Komplikasi Infark Miokard

2.1.8.1 Disritmia

Komplikasi paling sering dari infark miokard akut adalah gangguan irama
jantung ( 90% ). Faktor predisposisi : 1) Iskemia Jaringan, 2) Hipoksemia,
3) Pengaruh Sistem Saraf Para-Simpatis dan Simpatis, 4) Asidosis laktat,
5) Kelainan Hemodinamaik, 6) Keracunan Obat, 7) Gangguan
Keseimbangan Elektrolit.
2.1.8.2 Gagal Jantung Kongestif dan Syok Kardiogenik

Sepuluh dan sampai 15 persen pasien IM mengalami syok kardiogenik,


dengan mortalitas amtara 80-95%.
2.1.8.3 Tromboemboli

Studi pada 924 kasus kematian akibat IM akut menunjukkan adanya


trombi mural pada 44% kasus pada endokardium. Studi autopsy
menunjukkan 10% kasus IM akut meninggal mempunyai emboli arterial
ke otak, ginjal, limpa atau mesenterium.
2.1.8.4 Perikarditis

Sindrom ini dihubungkan dengan IM yang digambarkan pertama kali oleh


Dressler dan sering disebut Sindrom Dissler. Biasanya terjadi setelah
infark transmural tetapi dapat menyertai infark subepikardial. Perikarditis
biasanya sementara, yang tampak pada minggu pertama setelah infark.
Nyeri dada dari perikarditis akut terjadi tiba-tiba dan berat serta konstan
pada dada anterior. Nyeri ini memburuk dengan inspirasi dan biasanya
dihubungkan dengan takikardia, demam ringan, dan friction rub
perikardial yang trifasik dan sementara.
2.1.8.5 Ruptura Miokardium

Ruptur dinding bebas dari ventrikel kiri menimbulkan kematian sebanyak


10% dirumah sakit karena IM akut. Ruptur ini menyebabkan tamponade
jantung dan kematian. Ruptur Septum Interventrikular jarang terjadi, yang
terjadi pada kerusakan miokard luas, dan menimbulkan Defek Septum
Ventrikel.
2.1.8.6 Aneurisma Ventrikel

Kejadian ini adalah komplikasi lambat dari IM yang meliputi penipisan,


penggembungan, dan hipokinesis dari dinding ventrikel kiri setelah infark
transmural. Aneurisma ini sering menimbulkan gerakan paroksimal pada
dinding ventrikel, dengan pengembungan keluar segmen aneurima pada
kontraksi ventrikel. Kadang-kadang aneurisma ini ruptur dan
menimbulkan tamponade jantung, tetapi biasanya masalah yang terjadi
disebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel atau embolisasi ( Wijaya,
Putri, 2013 ).

2.1.9 Faktor Resiko

Secara garis besar terdapat dua jenis faktor resiko bagi setiap orang untuk
terkena AMI, yaitu faktor resiko yang bisa di modifikasi dan faktor resiko
yang tidak bisa di modifikasi ( Kasron, 2016 ).
2.1.9.1 Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi

Merupakan faktor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan


intervensi tertentu maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam
kelompok ini diantaranya :

1) Merokok

Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini diantara lain :


menimbulkan aterosklerosis, peningkatan trombogenessis dan
vasokonstriksi, peningkatan tekanan darah, pemicu aritmia jantung,
meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas
pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam
sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali dibandingkan yang tidak
merokok.
2) Konsumsi alkohol

Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alkohol dosis


rendah hingga moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis
endogen, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL
dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih controversial. Tidak
semua literature mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis
alkohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas cardiovaskuler
karena aritmia, hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.
3) Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae, organisme gram negatif intraseluler
dan penyebab umum penyakit saluran pernafasan, tampaknya
berhubungan dengan penyakit koroner ateroslerotik.

4) Hipertensi Sistemik
Hipertensi sistemik menyebabkan peningkatan after load yang secara
tidak langsung akan meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi
seperti ini akan memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi
dari meningkatnya after load yang pada akhirnya meningkatkan
kebutuhan oksigen jantung.
5) Obesitas

Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan


darah, peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin,
dan tingkat aktivitas yang rendah.
6) Kurang Olahraga

Aktivitas aerobic yang teratur akan menurunkan resiko terkena


penyakit jantung koroner, yaitu sebesar 20-40%.
7) Penyakit Diabetes

Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM


sebesar 2-4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan
dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi
sistemik, peningkatan trombogenesis ( peningkatan tingkat adhesi
platelet dan peningkatan trombogenesis ).
2.1.9.2 Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi

Merupakan faktor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu
diantaranya :
1) Usia

Resiko meningkat pada pria diatas 45 tahun dan wanita diatas 55


tahun ( umunya setelah menopause ).
2) Jenis kelamin

Morbiditas akibat penyakit jantung koroner ( PJK ) pada laki-laki dua


kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan
dengan estrogen endogen yang bersifat protective pada perempuan.
Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya
setara dengan laki pada wanita setelah masa menopause.
3) Riwayat Keluarga

Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelum usia


70 tahun merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya PJK.
Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetik pada
keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada keluarga
mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat.
2.1.10 Dampak Masalah

2.1.10.1 Dampak Psikologis : setelah seseorang menderita IMA gangguan


psikologis seperti frustasi dan depresi bila terjadi. Dukungan keluarga
sangatlah penting untuk mengembalikan kondisi psikologis pasien.
Terapi psikologis dilakukan jika diperlukan agar tidak terlalu
menghambat kehidupan dalam keluarga.
2.1.10.2 Dampak pada keluarga : perubahan peran keluarga dapat terjadi setelah
terjadi serangan IMA. Misalnya pada saat dirawat di rumah sakit peran
seorang ibu yang merawat anaknya harus digantikan oleh suami atau
anggota keluarga lainnya yang lain, atau bahkan anak dituntut untuk
mandiri sedini mungkin.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Infark Miokard Akut

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian


merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.
Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada
tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan. Oleh karena itu,
pengkajian harus dilakukan secara teliti dan cermat sehingga seluruh
kebutuhan perawatan pada pasien dapat diidentifikasi. Kegiatan dalam
pengkajian adalah penumpulan data baik subyektif maupun obyektif
dengan tujuan menggali informasi tentang status kesehatan pasien (
Nikmatur, 2012 ).
2.2.1.1 Identitas Klien

Perlu ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, agama, nomor
register, pendidikan, tanggal MRS, serta pekerjaan yang berhubungan
dengan stress atau sebab dari lingkungan yang tidak menyenangkan. Jenis
kelamin lebih sering terjadi pada laki – laki umur 35 tahun dan wanita
lebih dari 50 tahun ( Shoemarker, 2011 ).
2.2.1.2 Riwayat Kesehatan

1) Alasan Masuk Rumah Sakit

Penderita dengan infark miokard akut mengalami nyeri dada, perut,


punggung, atau lambung yang tidak khas, mual atau pusing, sesak napas
dan kesulitan bernapas ( Yuniarta, 2011 ).
2) Keluhan Utama

Pasien Infark Miokard Akut mengeluh nyeri pada dada substernal, yang
rasanya tajam dan menekan sangat nyeri, terus menerus dan dangkal.
Nyeri dapat menyebar ke belakang sternum sampai dada kiri, lengan kiri,
leher, rahang, atau bahu kiri. Nyeri miokard kadang-kadang sulit
dilokalisasi dan nyeri mungkin dirasakan sampai 30 menit tidak hilang
dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin ( Yuniarta, 2011 ).
3) Riwayat Penyakit Sekarang

Pada pasien infark miokard akut mengeluh nyeri pada bagian dada yang
dirasakan lebih dari 30 menit, nyeri dapat menyebar samapi lengan kiri,
rahang dan bahu yang disertai rasa mual, muntah, badan lemah dan
pusing. ( Yuniarta, 2011 ).
4) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada klien infark miokard akut perlu dikaji mungkin pernah mempunyai
riwayat diabetes mellitus, karena diabetes mellitus terjadi hilangnya sel
endotel vaskuler dan berakibat berkurangnya produksi nitri oksida
sehingga terjadi spasme otot polos dinding pembuluh darah
( Underwood, 2012 ).
5) Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit jantung keluarga, diabetes mellitus, peningkatan


kolesterol darah, kegemukan, hipertensi, yang beresiko diturunkan secara
genetik berdasarkan kebiasaan keluarganya ( Yuniarta, 2011 )
6) Riwayat Psikososial

Rasa takut, gelisah dan cemas merupakan psikologis yang sering muncul
pada klien dan keluarga. Hal ini terjadi karena rasa sakit, yang dirasakan
oleh klien. Perubahan psikologis tersebut juga muncul akibat kurangnya
pengetahuan terhadap penyebab, proses dan penanganan penyakit infark
miokard akut. Hal ini terjadi dikarenakan klien kurang kooperatif dengan
perawat ( Yuniarta, 2011 ).
7) Pemeriksaan Fisik

(1) Airways
Jalan Napas dan preNapasan tetap merupakan prioritas pertama, untuk
mendapatkan oksigenasi yang cukup. Tambahan oksigen diberikan bila
perlu untuk menjaga tekanan O2 antara 80 – 100 mmHg.

(2) B1 ( Breathing )

Pemeriksaan fisik pada sistem pernapasan sangat mendukung untuk


mengetahui masalah pada pasien dengan gangguan sistem
kardiovaskuler. Pemeriksaan ini meliputi :
(1)) Inspeksi bentuk dada

Untuk melihat seberapa berat gangguan sistem kardiovaskuler.

Bentuk dada yang biasa ditemukan adalah :

((1)) Bentuk dada thoraks phfisis (panjang dan gepeng).


((2)) Bentuk dada thoraks en bateau (thoraks dada burung).
((3)) Bentuk dada thoraks emsisematous (dada berbentuk seperti tong).
((4)) Bentuk dada thoraks pektus ekskavatus (dada cekung ke dalam).
((5)) Gerakan pernapasan : kaji kesimetrisan gerakan pernapasan pasien.
(2)) Palpasi rongga dada

Tujuannya : melihat adanya kelainan pada thoraks, menyebabkan


adanya tanda penyakit paru dengan pemeriksaan sebagai berikut :
((1)) Gerakan dinding thoraks saat inspirasi dan ekspirasi.

((2)) Getaran suara : getaran yang terasa oleh tangan pemeriksa yang
diletakkan pada dada pasien saat pasien mengucapkan kata – kata.
(3)) Perkusi

Teknik yang dilakukan adalah pemeriksaan meletakkan falang


terakhir dan sebagian falang kedua jari tengah pada tempat yang
hendak diperkusi. Ketukan ujung jaritengah kanan pada jari kiri
tersebut dan lakukan gerakan bersumbu pada pergelangan tangan.
Posisi pasien duduk atau berdiri.
(4)) Auskultasi

((1)) Suara napas normal.

((2)) Trakeobronkhial, suara normal yang terdengar pada trakhea


seperti meniup pipa besi, suara napas lebih keras dan pendek saat
inspirasi.
((3)) Bronkovesikuler, suara normal di daerah bronkhi, yaitu sternum
atas ( torakal 3-4 ).
((4)) Vesikuler, suara normal di jaringan paru, suara napas saat
inspirasi dan ekspirasi sama.
(3) B2 ( Blood )

(1)) Inspeksi : inspeksi adanya jaringan parut pada dada pasien.


Keluhan lokasi nyeri biasanya didaerah substernal atau nyeri
diatas perikardium. Penyebaran nyeri dapat meluas di dada. Dapat
terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan
tangan.
(2)) Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill pada infark miokard
akut tanpa komplikasi biasanya ditemukan.
(3)) Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran.

(4)) Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan


volume sekuncup yang disebabkan infark miokard akut. Bunyi
jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya tidak ditemukan
pada infark miokard akut tanpa komplikasi.
(4) B3 ( Brain )

(1)) Pemeriksaan neurosensori

Ditujukan terhadap adanya keluhan pusing, berdenyut selama tidur,


bangun, duduk atau istirahat dan nyeri dada yang timbulnya
mendadak. Pengkajian meliputi wajah meringis, perubahan postur
tubuh, menangis, merintih, meregang, menggeliat, menarik diri dan
kehilangan kontak mata.
(5) B4 ( Bladder )

Output urin merupakan indikator fungsi jantung yang penting.


Penuruan haluaran urine merupakan temuan signifikan yang harus
dikaji lebih lanjut untuk menentukan apakan penurunan tersebut
merupakan penurunan produksi urine ( yang terjadi bila perfusi ginjal
menurun ) atau karena ketidakmampuan pasien untuk buang air kecil.
Daerah suprapubik harus diperiksa terhadap adanya massa oval dan
diperkusi terhadap adanya pekak yang menunjukkan kandung kemih
yang penuh ( distensi kandung kemih ).
(6) B5 ( Bowel )

Pengkajian harus meliputi perubahan nutrisi sebelum atau pada


masuk rumah sakit dan yang terpenting adalah perubahan pola makan
setelah sakit. Kaji penurunan turgor kulit, kulit kering atau
berkeringat, muntah dan penurunan berat badan.
Refluks hepatojuguler. Pembengkakan hepar terjadi akibat
penurunan aliran balik vena yang disebabkan karena gagal ventrikel
kanan. Hepar menjadi besar, keras, tidak nyeri tekan dan halus. Ini
dapat diperiksa dengan menekan hepar secara kuat selama 30 – 60
detik dan akan terlihat peninggian vena jugularis sebesar 1 cm.
(7) B6 ( Bone )

Pengakajian yang mungkin dilakukan adalah sebagai berikut :

(1)) Keluhan lemah, cepat lelah, pusing, dada rasa berdenyut, dan
berdebar.
(2)) Keluhan sulit tidur ( karena adanya orthopnea, dispnea noktural
paroksimal, nokturia, dan keringat pada malam hari ).
(3)) Istirahat tidur : kaji kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam
pasien tidur dalam 24 jam dan apakah pasien mengalami sulit tidur
dan bagimana perubahannya setelah pasien mengalami gangguan
pada sistem kardiovaskuler. Perlu diketahui, pasien dengan IMA
sering terbangun dan susah tidur karena nyeri dada dan sesak napas.
(4)) Aktivitas : kaji aktivitas pasien dirumah atau dirumah sakit.
Apakah ada kesenjangan yang berarti misalnya pembatasan aktivitas.
Aktivitas pasien biasanya berubah karena pasien merasa sesak napas
saat beraktivitas.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Pernyataan yang jelas tentang masalah klien dan penyebab. Selain itu
harus spesifik berfokus pada kebutuhan klien dengan mengutamakan
prioritas dan diagnosa yang muncul harus dapat diatasi dengan tindakan
keperawatan. Diagnosa yang mungkin muncul adalah :
2.2.2.1 Gangguan pertukaran gas b.d akumulasi cairan dalam alveoli sekunder
kegagalan fungsi jantung.
2.2.2.2 Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan curah jantung.

2.2.2.3 Nyeri akut b.d hipoksia miokard ( oklusi arteri koroner ).

2.2.2.4 Penurunan curah jantung b.d perubahan laju, irama, dan konduksi
elektrikal.
2.2.2.5 Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplay oksigen
miokard dan kebutuhan, adanya iskemia/nekrosis jaringan miokard.
2.2.2.6 Ansietas b.d perubahan kesehatan dan status sosio-ekonomi.

2.2.2.7 Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang penyakit,


kesalahpahaman terhadap kondisi medis atau terapi yang dibutuhkan,
ketidaktauan tentang sumber informasi, serta kurangnya kemampuan
mengingat.
2.2.3 Rencana Keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan


keperawatan yang dilaksanakan untuk menanggulangi masalah dengan
diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya
kebutuhan pasien.
Tabel 2.1 Intervensi keperawatan gangguan pertukaran gas b.d akumulasi cairan
dalam alveoli sekunder kegagalan fungsi jantung

NO Tujuan / Kriteria Hasil INTERVENSI


1 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien
menunjukkan pola nafas tidak
efektif yang dibuktika dengan
status respirasi tidak terganggu
Kriteria Hasil :
1) Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi
dan
oksigenasi yang
adekuat
2) Memelihara kebersihan
paru dan bebas
dari tanda tanda
distress
pernafasan
3) Tanda – tanda vital
dalam rentang
normal
TD : 90/60 mmHg
sampai 120/80 mmHg
Nadi : 60 – 100
x/menit
RR : 16 – 24 x/menit
Tabel 2.2 Intervensi keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d
penurunan curah jantung

NO Tujuan / Kriteria Hasil INTERVENSI


2 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam diharapkan mampu
mempertahankan curah
jantung adekuat guna
meningkatkan perfusi
jaringan otak, paru, ginjal,
jantung, dan ekstremitas
Kriteria Hasil :
1) Tekanan systole dan
diastole dalam
rentang yang
diharapkan
2) Tidak ada ortostatik
hipertensi
3) Tidak ada tanda –
tanda peningkatan
tekanan intrakranial
( tidak lebih dari 15
mmHg )
Tabel 2.3 Intervensi keperawatan nyeri akut b.d hipoksia miokard ( oklusi arteri
koroner )

NO Tujuan / Kriteria Hasil INTERVENSI


3. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam diharapkan nyeri
berkurang
Kriteria Hasil :
1) Mampu mengontrol
nyeri ( tahu penyebab
nyeri, mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
nyeri )
2) Melaporkan bahwa
nyeri berkurang
dengan menggunakan
manajemen nyeri
3) Mampu mengenali
nyeri ( skala,
intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri )
4) Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
Tabel 2.4 Intervensi keperawatan penurunan curah jantung b.d perubahan laju,
irama, dan konduksi elektrikal

NO Tujuan / Kriteria Hasil INTERVENSI


4 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi
penurunan curah jantung
Kriteria Hasil :
1) Tanda vital dalam
rentang normal (
Tekanan Darah, Nadi,
Respirasi )
2) Dapat mentoleransi
aktivitas, tidak ada
kelelahan
3) Tidak ada edema paru,
perifer dan tidak ada
asites
4) Tidak ada penurunan
kesadaran
Tabel 2.5 Intervensi keperawatan intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan
antara suplay oksigen miokard dan kebutuhan, adanya
iskemia/nekrosis jaringan miokard

NO Tujuan / Kriteria Hasil INTERVENSI


5. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan pasien mampu
bertoleransi dengan aktivitas
Kriteria Hasil :
1) Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan
tekanan darah, nadi,
dan RR
2) Mampu melakukan
aktivitas sehari-hari
(ADLs) secara mandiri
3) Mampu berpindah :
dengan atau bantuan
alat
4) Status respirasi :
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat
5) Sirkulasi status baik
2.2.4 Implementasi

Dalam prinsip tindakan keperawatan pada pasien IMA dengan mengurangi


nyeri menangani secara cepat serta memonitor kondisi pasien.
Paula ( 2009 ) mengatakan tindakan keperawatan dalam pelaksanaan IMA
yaitu mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri serta memonitor dan
mencatat karakteristik nyeri. Hematologi dan kimia serum dipantau.
Ketika pasien dengan IMA tiba di UGD, di diagnosis dan penatalaksanaan
awal pasie harus cepat karena manfaat terapi reperfusi paling besar jika
terapi dimulai dengan cepat ( Patricia, 2011 ).

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Hasil yang diharapkan :
2.2.5.1 Memperlihatkan berkurangnya kecemasan

1) Mengidentifikasi rasa takut

2) Mendiskusikan rasa takut dengan keluarga

3) Menggunakan pengalaman dahulu sebagai focus perbandingan

4) Mengekspresikan pandangan positif mengenai hasil pembedahan

5) Mengekspresikan rasa percaya diri mengenai cara yang digunakan


untuk mengurangi rasa sakit
2.2.5.2 Menerima pengetahuan mengenai prosedur pembedahan dan perjalanan
pascaoperasi
1) Mengidentifikasi maksud prosedur persiapan pra operasi

2) Meninjau unit perawatan intensif bila diinginkan

3) Mengidentifikasi keterbatasan hasil setelah pembedahan


4) Mendiskusikan lingkungan pasca operasi dengan segera, misalnya
pipa, mesin, dan pemeriksaan perawat. ( Bararah, Jauhar, 2013 ).

2.3 Pohon masalah pada pasien dengan IMA

Cedera endotel : interaksi antara


Faktor resiko : obesitas, perokok, ras, Endapan lipoprotein
fibrin dan platelet
umur> 40th, jenis kelamin laki-laki ditunika intima
Proliferasi otot tunika media
Lesi komplikata Flaque fribosa
Invasi dan akumulasi dari lipit

Aterosklerosis Penyempitan/obstruksi arteri


koroner Penurunan suplai darah ke miokard

Ketidakefektifan perfusi
Iskemia Tidak seimbang kebutuhan dengan
jaringan perifer
suplai oksigen
Kelemahan miokard Komplikasi : Asam laktat meningkat
Penurunan kontraktilitas miokard Gagal jantung
Infark kongesti
Miokardium Metabolisme anaerob meningkat
Vol akhir diastolic ventrikel kiri meningkat
Shock kardiogenik
Perikarditis
Rupture jantung Nyeri Dada
Tekanan atrium kiri meningkat Aneurisma jantung
Defek septum ventrikel
Tekanan vena pulmonalis meningkat Disfungsi otot papilaris
Tromboembolisme

Hipertensi kapiler paru

Penurunan curah jantung


Nyeri akut Kurang informasi

Oedema paru
Tidak tahu kondisi dan
Gangguan pertukaran gas
Suplai darah kejaringan tak pengobatan ( klien dan
adekuat Kelemahan fisik
keluarga bertanya )

Intoleransi aktivitas

Gambar 2.1 Pohon masalah pada pasien dengan IMA Defisiensi pengetahuan Ansietas
( Sumber : Huda Nurarif, Kusuma, 2013
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini akan disajikan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan yang mulai
dari tahap pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi dari tanggal
27 Desember 2018 di ruang Melati .
Data diambil tanggal : 27 Desember 2018 Jam : 21.00 Tgl MRS : 27 Desember 2018
Ruang rawat/kelas : Mawar Diagnosa Medis : Stemi Anterior No.
Rekam medis : 0038xxxx
3.1 Identitas Klien

Klien adalah seorang laki - laki bernama Tn. H usia 50 tahun beragama islam, klien
tinggal di Gempol – Pasuruan, klien bekerja sebagai sopir dengan pendidikan terakhir
SD, klien menikah dengan Ny. T dan dikaruniai dua orang anak. Klien MRS pada
tanggal 27 Desember 2019 di Ruang Melati .
3.1.2 Riwayat Penyakit

3.1.2.1 Riwayat Penyakit Sekarang

1) Keluhan Utama pasien mengatakan nyeri dada sebelah kiri menjalar ke


punggung.
2) Riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan saat dirumah mengeluh
nyeri dada sebelah kiri kemudian hilang saat dipakai istirahat. Pada
tanggal 27 Desember 2018 saat bekerja pasien merasakan nyeri kembali
dibagian dada sebelah kiri dan sesak, pukul 20.00 WIB pasien dibawa ke
IGD dan diberikan tindakan pemasangan masker NRBM 10 Lpm.
Pukul
21.00 WIB pasien dipindahkan ke ruang melati. Pada saat pengkajian pasien
mengatakan nyeri dada sebelah kiri menjalar ke punggung seperti diremas

– remas dengan skala 6, dan nyeri hilang timbul.

3.1.2.2 Riwayat Keperawatan Sebelumnya

Riwayat Kesehatan yang lalu pasien mengatakan tidak pernah


memiliki riwayat penyakit seperti HT dan DM, tidak pernah melakukan
operasi, dan tidak memiliki alergi makanan atau obat.
3.1.2.3 Riwayat Kesehatan Keluarga

1) Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga

Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan

2) Lingkungan rumah dan komunitas

Lingkungan rumah tidak kotor, ventilasi rumah baik, pasien


mengatakan sering mengikuti acara dilingkungan rumah seperti
pengajian.
3) Perilaku yang mempengaruhi kesehatan

Pasien mengatakan sering begadang saat masuk malam di tempat


kerja, dan jarang melakukan olahraga.
3.1.2.4 Status cairan dan nutrisi

Nafsu makan baik, saat di Rumah pasien makan 1 porsi sedang


sebanyak 3x sehari, dan saat di RS pasien makan 3x sehari 1 porsi habis.
Pasien selalu mengkonsumsi air putih dengan jumlah 1,5 Liter/hari. Pasien
mengatakan tidak ada pantangan dan tidak melakukan diet.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.2.5 Genogram

Ket :

= Perempuan = Pasien

= Laki – Laki X = Meninggal dunia

= Tinggal serumah

3.1.2.6 Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum : Lemah

2) Tanda Vital :

(1) Tensi : 130/80 mmHg

(2) Suhu : 36ºC

(3) Nadi : 100 x/menit


(4) Respirasi : 28 x/menit

3) Respirasi (B1)

Bentuk dada normal chest, tidak ada skoliosis pada susunan ruas tulang
belakang, irama nafas tidak teratur dengan jenis dispnea, terdapat retraksi
otot bantu pernafasan, perkusi thorax sonor, getaran sama kanan kiri pada
vokal premitus, menggunakan alat bantu nafas NRBM 10 Lpm, dan
terdapat suara nafas wheezing, pasien mengatakan sesak dan letih setelah
beraktivitas.
Masalah keperawatan : Ketidakefektifan pola nafas dan Intoleransi Aktivitas

4) Kardiovaskuler (B2)

Terdapat nyeri dada, irama jantung reguler, ictus cordis teraba kuat
pada ICS V Midclavicula, dunyi jantung S1 dan S2 Tunggal, CRT <3
detik, tidak terdapat sianosis, tida terdapat clubbing finger, dan tidak ada
pembesaran JVP.
P = Nyeri timbul saat beraktivitas
Q = Nyeri seperti diremas – remas
R = Nyeri dada sebelah kiri menjalar ke punggung
S = Skala nyeri 6
T = Nyeri hilang timbul

Lain-lain : Hasil Lab CK-MB 366,3 mg/dL, Troponin I 11,400 ng/mL,


dan pada hasil EKG terdapat ST Elevasi pada V2 dan V3
Masalah keperawatan : Nyeri Akut dan Resiko Penurunan Curah Jantung

5) Persyarafan (B3)

Kesadaran composmentis dengan GCS 456, orientasi baik, tidak


terdapat kaku kejang dan kaku kuduk, tidak ada nyeri kepala, dan tidak
ada kelainan nervus cranialis. Istirahat dirumah ± 6 Jam, saat di RS ± 7
Jam, dan sering terbangun.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
6) Genetourinaria (B4)

Bentuk alat kelamin normal dan bersih, terpasang kateter dengan


jumlah 1300/24 Jam dengan warna kuning dan bau khas.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

7) Pencernaan (B5)

Keadaan mulut bersih, mukosa bibir kering, terdapat caries, dan saat
di RS tidak menggosok gigi tetapi melakukan oral hygiene menggunakan
listerine. Pasien tidak mengalami kesulitan menelan dan tidak ada
pembesaran tonsil. Tidak ada nyeri abdomen, tidak kembung dan
peristaltik usus 10 x/menit. Pasien mengatakan saat dirawat di RS belum
BAB.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

8) Muskuloskeletal Dan Integumen (B6)

Tidak terdapat fraktur, tidak ada dislokasi, akral pucat, turgor kulit
baik, tidak ada oedema, dan kekuatan otot
5 5

5 5

Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

9) Pengindraan (B7)

Pada mata tidak menggunakan alat bantu penglihatan dan pasien bisa
melihat dengan jelas, konjungtiva anemis, sklera putih. Ketajaman
penciuman normal, tidak ada sekret dan mukosa hidung lembab. Pada
telinga tidak ada keluhan. Perasa normal ( bisa merasakan manis, pahit,
asam, asin )
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
10) Endokrin (B8)

Pada pasien tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan tidak ada
pembesaran kelenjar parotis. Tidak terdapat luka gangren.
11) Data Psikososial

Pasien mengatakan merasa bangga terhadap tubuhnya, karena pasien


merasa sempurna dengan apa yang diberikan Allah SWT. Pasien sebagai
kepala keluarga dan sebagai kakek merasa sangat puas terhadap status dan
posisinya didalam keluarga. Pasien sudah mampu menjadi ayah dari anak-
anaknya, tetapi saat sakit tidak bisa mencari uang. Harapan pasien ingin
cepat sembuh dan bisa cepat pulang untuk berkumpul dengan anggota
keluarganya, dan menganggap bahwa penyakit yang dideritanya
merupakan ujian dari Allah dan memasrahkan semua kepada tim medis
untuk melakukan yang terbaik bagi kesembuhan pasien. Selama di RS
pasien sering dijenguk oleh keluarga dan hubungan pasien dengan
keluarga sangat baik.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

12) Data Spiritual

Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien adalah pemeluk agama


islam yang taat beribadah selama di rumah dan dirumah sakit, dan pasien
yakin akan sembuh dari penyakitnya.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
13) Data Penunjang

Nama : Tn. H

Jenis kelamin : Laki – Laki

Alamat : Gempol – pasuruan


Tanggal Pemeriksaan : 27 – 12 – 2018
Diagnosa Klinis : Stemi Anterior
Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboraturium pada Tn. H dengan diagnosa
medis Infark Miokard Akut (Stemi Anterior) di Ruang Melati
NILAI KET
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN
HEMATOLOGI

Darah Lengkap

Leukosit ( WBC ) 12,60 3,70 – 10,1

Neutrofil 9,0

Limfosit 2,5

Monosit 1,0

Eosinofil 0,1

Basofil 0,1

Neutrofil % 71,3 % 39,3 – 73,7

Limfosit % 19,7 % 18,0 – 48,3

Monosit % 7,6 % 4,40 – 12,7

Eosinofil % L 0,6 % 0,600 – 7,30

Basofil % 0,8 % 0,00 – 1,70

Eritrosit ( RBC ) L 4,429 10³/uL 4,6 – 6,2

Hemoglobin ( HGB ) L 13,41 g/dL 13,5 – 18,0


Hematokrit ( HCT ) L 37,38 % 40 – 54

MCV 84,39 um³ 81,1 – 96,0

MCH 30,28 pg 27,0 – 31,2

MCHC H 35,88 g/dL 31,8 – 35,4

RDW L 10,00 % 11,5 – 14,5

PLT 270 10³/uL 115 – 366

MPV 6,999 fL 6,90 – 10,6

KIMIA KLINIK

LEMAK

Trigliserida H 184 mg/dL < 150

Kolesterol 218 mg/dL < 200

Kolesterol HDL H 68,75 mg/dL > 34

Kolesterol LDL H 118,63 mg/dL < 100

FAAL GINJAL

BUN H 24 mg/dL 7,8 – 20,23

Kreatinin 1,041 mg/dL 0,8 – 1,3

PEMERIKSAAN

PATOLOGI KLINIK

CK-MB 366,3 mg/dL < = 24

JANTUNG

Troponin I 11,400 ng/mL < 0,02

ELEKTROLIT

ELEKTROLIT SERUM

Natrium ( Na ) 138,30 mmol/L 135 – 147


Kalium ( K ) L 3,38 mmol/L 3,5 – 5

Klorida ( CI ) 103,70 mmol/L 95 – 105

Kalsium Ion 1,220 mmol/L 1,16 – 1,32

GULA DARAH

Gula Darah Sewaktu 130 mg/dL < 200

Hasil : Gambaran EKG

Penjelasan : Pada V2 dan V3 ditemukan ST elevasi


Gambar 3.2 Hasil EKG pada pasien Infark Miokard
Akut
Gambar 3.3 Hasil Foto thorax pada pasien Infark Miokard Akut
Hasil Foto Thorax :

Cor : besar dan bentuk kesan normal


Pulmo : tak tampak infiltrat/nodul
Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam
Tulang – tulang tampak baik
Kesimpulan :
Saat ini foto thorax tak tampak kelainan

Terapi

Inf. NS 500 cc/24Jam : Untuk mengatasi atau mencegah


kehilangan sodium yang disebabkan dehidrasi, keringat berlebih.
Inj. Omeprazole 40 mg : Untuk mengurangi produksi asam
lambung, mencegah dan mengobati gangguan pencernaan atau nyeri ulu hati.
Inj. Lovenox 2x0,6 cc ( SC ) : Untuk mengurangi resiko serangan
jantung.
PO. Atrovastatin 1x20 mg : Untuk menurunkan kolesterol Jahat
(LDL) serta meningkatkan jumlah kolesterol baik (HDL)
PO. ISDN 3x5 mg : Untuk mngatasi nyeri dada.
ANALISA DATA

Tanggal : 27 – 12 - 2018
Nama pasien : Tn. H
Umur : 50 Th

NO RM : 0038xxxx

Tabel 3.2 Analisa Data pada pasien Infark Miokard Akut

No DATA ETIOLOGI PROBLEM


1. Ds : Pasien mengatakan sesak nafas Keletihan otot pernafasan Ketidakefektifan
Do : Pola Nafas
a. Keadaan umum lemah

b. GCS 456

c. TTV :

TD = 130/80 mmHg
N = 100 x/menit
RR = 28 x/menit
S = 36º C

d. Nafas tidak teratur

e. Terdapat suara nafas


tambahan : Wheezing
f. Terdapat otot bantu
pernafasan
g. Menggunakan NRBM 10

Lpm
2. Ds : Pasien mengatakan nyeri dada Iskemia Jaringan Nyeri Akut
sebelah kiri dan menjalar ke Miokard
punggung, seperti diremas – remas,
skala nyeri 6, terasa nyeri saat
beraktivitas dan istirahat
Do :

a. Pasien tampak menyeringai

b. Pasien tampak memegangi


dadanya
c. Pasien terlihat waspada

d. TTV :

TD = 130/80 mmHg
N = 100 x/menit
RR = 28 x/menit

S = 36º C
3. Ds : Pasien mengatakan nyeri dada Ketidakseimbangan Intoleransi
sebelah kiri dan badannya terasa antara suplay oksigen aktivitas
lemah dan sesak setelah aktivitas miokard dan kebutuhan,
Do : adanya iskemia/nekrosis
a. Pasien tampak lemah jaringan miokard

b. TTV :

TD = 130/80 mmHg
N = 100 x/menit
RR = 28 x/menit
S = 36º C
c. ADL dibantu keluarga dan
perawat

4. Ds : Pasien mengatakan nyeri dada Perubahan laju, irama, Resiko


sebelah kiri dan sesak nafas dan konduksi elektrikal penurunan curah
Do : jantung

a. TTV :

TD = 130/80 mmHg
N = 100 x/menit
RR = 28 x/menit
S = 36º C
b. Terpasang O2 masker 10
Lpm
c. Terdapat St elevasi antara

V1 sampai V4
3.2 MASALAH KEPERAWATAN DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
BERDASARKAN PRIORITAS
Pernyataan yang jelas tentang masalah klien dan penyebab. Selain itu harus
spesifik berfokus pada kebutuhan klien dengan mengutamakan prioritas dan
diagnosa yang muncul harus dapat diatasi dengan tindakan keperawatan.
3.2.1 Daftar Masalah Keperawatan

3.2.1.1 Ketidakefektifan pola nafas.

3.2.1.2 Nyeri akut.

3.2.1.3 Intoleransi aktivitas.

3.2.1.4 Resiko penurunan curah jantung.

3.2.2 Daftar Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas

3.2.2.1 Nyeri akut b.d iskemia jaringan miokard.

3.2.2.2 Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan.

3.2.2.3 Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplay oksigen


miokard dan kebutuhan, adanya iskemia/nekrosis jaringan miokard.
3.2.2.4 Resiko penurunan curah jantung b.d perubahan laju, irama, dan
konduksi elektrikal.
3.3 Rencana Keperawatan

Menyusun rencana tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk


menanggulangi masalah dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan
dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien.
Tanggal : 27 – 12 - 2019 Nama pasien : Tn. H
Dx. Medis : Stemi Anterior
Tabel 3.3 Intervensi keperawatan nyeri akut b.d iskemia jaringan miokard

No Tujuan/kriteria hasil Intervensi


Dx
1.
Tabel 3.4 Intervensi Keperawatan Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot
pernafasan

No Tujuan/kriteria hasil Intervensi


Dx
1.
Tabel 3.5 Intervensi Keperawatan Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan
antara suplay oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemia/nekrosis jaringan
miokard
No Tujuan/kriteria hasil Intervensi
Dx
1.
Tabel 3.6 Intervensi Keperawatan Resiko penurunan curah jantung b.d perubahan
laju, irama, dan konduksi elektrikal
No Tujuan/kriteria hasil Intervensi
Dx
1.
3.4 Impelentasi Keperawatan

Nama pasien : Tn. H No. RM : 0038xxxx Umur : 50Th

No Dx Tanggal Jam Implementasi Nama/ttd


1. 27 – 12 – 21.00 Melakukan pengkajian nyeri komprehensif

2019 yang meliputi lokasi, karakteristik,

frekuensi.

P = Nyeri timbul saat beraktivitas dan

kadang saat istirahat

Q = Nyeri seperti di remas – remas

R = Nyeri timbul di dada sebelah kiri dan

menjalar ke punggung

S = Skala nyeri 6

T = Nyeri hilang timbul


21.10 Mengendalikan faktor lingkungan yang

dapat mempengaruhi respon pasien

terhadap ketidaknyamanan dengan cara

membatasi pengunjung dan membatasi

pencahayaan

21.15 Mengajarkan penggunaan teknik non

farmakologi dengan cara mengajarkan

teknik relaksasi nafas dalam

21.45 Mendukung istirahat atau tidur yang

adekuat untuk membantu penurunan nyeri

dengan menganjurkan pasien istirahat


selama 6-8 jam dan menghindari

memikirkan hal – hal yang berat

21.50 Melakukan kolaborasi dengan

memberikan analgesik tambahan jika

diperlukan untuk meningkatkan efek

pengurangan nyeri dengan memberikan

obat oral ISDN 3X5mg

2. 27 – 12 - 21.55 Memberikan Posisi semifowler

2018 22.00 Memberikan O2 masker 10 Lpm

22.05 Mengauskultasi suara nafas

Terdapat suara wheezing

22.10 Memantau pernafasan pasien

Pergerakan dada simetris, terdapat

pemakaian otot bantu pernafasan, dan pola

pernafasan cepat dan dangkal. RR = 28

x/menit

3. 27 – 12 – 22.15 Memotivasi pasien untuk melakukan tirah

2018 baring, dan membatasi aktivitas yang

menyebabkan nyeri dada atau respons

jantung yang buruk.

4. 27 – 12 – 22.05 Mengauskultasi bunyi jantung

2018 Terdapat suara S1 dan S2 Tunggal


1. 28 – 12 – 04.30 Melakukan pengkajian nyeri komprehensif

2018 yang meliputi lokasi, karakteristik,

frekuensi

P = Nyeri timbul saat aktivitas

Q = Nyeri seperti diremas – remas

R = Nyeri di dada sebelah kiri dan menjalar

ke punggung

S = Skala nyeri 4

T = Nyeri hilang timbul

04.45 Mengajarkan penggunaan teknik

nonfarmakologi dengan cara mengajarkan

teknik relaksasi nafas dalam

2. 28 – 12 – 04.55 Melakukan observasi tanda – tanda vital

2019 TD = 130/70 mmHg

N = 98 x/menit

RR = 26 x/menit

S = 36,1º C

05.00 Memantau pernafasan, pergerakan dada

dan pola pernafasan pasien

Pergerakan dada simetris, terdapat otot

bantu pernafasan, dan pola pernafasan. RR

= 26 x/menit

05.05 Mengauskultasi suara nafas

Terdapat suara wheezing


05.10 Menjelaskan dan mengajarkan teknik deep

breathing exercis yang berfungsi untuk

meningkatkan fungsi paru dan dilakukan

dengan cara pasien menghirup nafas secara

perlahan dan dalam melalui mulut dan

hidung, sampai perut terdorong maksimal

/ mengembang kemudian menahan nafas 1

– 5 hitungan, selanjutnya menghembuskan

udara secara lambat melalui mulut.

3. 28 – 12 – 05.30 Mencatat denyut dan ritme jantung, serta

2018 perubahan tekanan darah sebelum, selama,

dan setelah aktivitas sesuai indikasi.

05.40 Menginstruksikan pasien untuk

menghindari peningkatan tekanan

abdominal, misalnya mengejan saat buang

air besar

4. 28 – 12 – 05.50 Memberikan penjelasan untuk makanan

2018 yang kecil dan mudah dicerna. Batasi

asupan kafein, misalnya kopi, coklat, dan

cola.
3.5 Evaluasi Keperawatan

Nama pasien : Tn. H Umur : 50Th No. RM : 0038xxxx

Tanggal Diagnosa Evaluasi Paraf


Keperawatan
30 – 12 - Nyeri Akut S : Pasien mengatakan nyeri dada sebelah
kiri sudah jarang timbul dengan skala 3,
2018 nyeri seperti diremas – remas
O :

1. Keadaan umum : lemah

2. Kesadaran composmentis,
GCS 456
3. TTV :

TD = 130/80 mmHg
N = 90 x/menit
RR = 22 x/menit
S = 36º C
4. Wajah Tampak rileks

5. Pasien sudah tidak


memegangi daerah dada yang
nyeri

A : Masalah Keperawatan Teratasi

P : Intervensi dihentikan, pasien pulang


30 – 12 – Ketidakefektifan S : Pasien mengatakan sudah tidak
pola nafas merasa sesak lagi dan merasa lebih baik
2018 setiap kali melaksanakan DEB
O :

1. Mendemonstrasikan latihan nafas


dalam secara mandiri
2. Menunjukkan jalan nafas paten (
pasien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal )
3. TTV :

TD = 130/80 mmHg
N = 100 x/menit
RR = 22 x/menit

S = 36º C

A : Masalah Keperawatan Teratasi

P : Intervensi dihentikan, pasien pulang


30 – 12 - Intoleransi S : Pasien mengatakan badannya sudah
aktivitas tidak lemah dan tidak sesak lagi saat
2018 aktivitas
O :

1. Kulit teraba hangat

2. Pasien mampu melakukan ADL


secara mandiri
3. Pasien mampu berpindah dari satu
tempat ke tempat yang lain tanpa
bantuan alat dan orang lain
4. TTV :

TD = 130/80 mmHg
N = 90 x/menit
RR = 22 x/menit

S = 36º C

A : Masalah Keperawatan Teratasi

P : Intervensi dihentikan, pasien pulang


30 – 12 - Resiko S : Pasien mengatakan nyeri dada sudah
Penurunan berkurang dan tidak merasa sesak nafas
2018 Curah Jantung lagi
O :

1. Tidak terdapat edema

2. Tidak terdapat sianosis

3. Tidak terdapat S3 dan S4

4. Tidak terjadi oliguria

5. Kulit lembap

6. TTV :

TD = 130/80 mmHg
N = 90 x/menit
RR = 22 x/menit

S = 36º C

A : Masalah Keperawatan Teratasi

P : Intervensi dihentikan, pasien pulang


BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika

Asikin M, Nuralamsyah M, Susaldi. (2016). Keperawatan Medical Bedah Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta : Erlangga

Bararah, Jauhar. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat


Profesional. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher

Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Huda Nurarif, Kusuma. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosis Medis dan NANDA NIC-NOC. Jakarta : MediAction Publishing

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. (2007). Buku Ajar Patologi Volume 2 edisi 7.
Jakarta : EGC

Kasron. (2012). Kelainan dan Penyakit Jantung : Pencegahan dan Pengobatan.


Yogyakarta : Nuha Medika

Kasron. (2016). Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : Transinfomedia

M. Black. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika


Patricia Gonce. (2011). Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC
Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty. (2006). Patofisiologi Konsep
Klinis Proses – proses Penyakit. Jakarta : EGC
Rekam Medik . 2017 Infark Miokard Akut di Ruang CVCU : Rekam Medik

Rendy, M Clevo dan Margareth. (2012). Asuhan Keperawatan Medical Bedah


Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Rohmah, Nikmatur & Saiful Walia. (2012). Proses Keperawatan Teori & Aplikasi.
Yogyakarta : AR RUZZ MEDIA

Tao. L & Kendall, K. (2014). Sinopsis Organ System Pulmonologi. Tangerang :


Karisma Publishing Group

Yahya, F. (2010). Mencegah dan Mengatasi Penyakit Jantung Koroner Secara


Tepat dan Cepat. Bandung : Qanita

Anda mungkin juga menyukai