Anda di halaman 1dari 14

Tugas II

Konsep Teori Infark Miokard Akut

Nama: Eiden Aerin Aktawalora

NPM: 12114201200054

Kelas: B

Mata Kuliah: Keperawatan Gawat Darurat

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

2020
Infark Miokard Akut

Pengertian

Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu dari beberapa penyakit
sistem kardiovaskuler yang sangat mengancam jiwa, Karena fungsi jantung sebagai
alat pemompa aliran darah, mensuplai oksigen, memberikan nutrisi pada sel, dan
mengedarkan darah keseluruh tubuh.
Infark Miokard Akut atau yang biasa di kenal dengan IMA adalah suatu nekrosis
miokardium yang diakibatkan oleh ketidakadekuatan pasokan darah akibat dari
sumbatan akut pada arteri koroner. Sumbatan yang terjadi secara garis besar
dikarenakan oleh ruptur plak ateroma pada arteri koroner yang kemudian disusul
dengan terjadinya trombosis, vasokontriksi, reaksi inflamasi, dan mikroembiolisasi
distal. Kadang-kadang sumbatan akut ini terjadi disebabkan karena adanya spasme
arteri koroner, emboli, atau vaskulitis. (Perki dalam Muttaqin, 2014). Infark miokard
mengarah pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak
dapat mencukupi kebutuhan sehingga aliran darah koroner berkurang (Engram
dalam Wijaya, Putri, 2013).
Infark Miokard disebabkan karena adanya nekrosis pada miokardium akibat perfusi
darah yang tidak adekuat pada jaringan otot jantung. Dalam keadaan ini dapat
menyebabkan perubahan mikroskopis pada jantung dan pelepasan enzim jantung ke
aliran darah. Faktor resiko meliputi pertambahan usia, keadaan hiperkoagulable,
vaskulitis, dan faktir yang menjadi predisposisi aterosklerosis. (Tao, Kendall,
2014).Berdasarkan definisi yang dituliskan diatas infark miokard akut atau serangan
jantung secara mendadak dapat di artikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi
secara tiba tiba berkurangnya atau tidak ada sama sekali aliran darah Ke jantung,
karena diakibatkan adanya sumbatan atau obstruksi yang menyebabkan otot jantung
mati karena berkurangnya atau tidak adanya oksigen.

Epidemiologi

Cardiovascular Disease adalah penyebab kematian no. 1 di dunia, lebih banyak orang
yang meninggal setiap tahunnya karena penyakit kardiovaskular daripada penyakit
lainnya. Diperkirakan 17,5 juta orang meninggal karena penyakit kardiovaskular pada
tahun 2012, mewakili 31% dari seluruh kematian di dunia. Dari kematian ini,
diperkirakan 7,4 juta adalah karena penyakit jantung koroner dan 6,7 juta adalah
akibat stroke. Penyakit jantung koroner merupakan penyakit kardiovaskular yang
berkaitan dengan pembuluh darah yang mengangkut suplai oksigen ke jantung
(WHO, 2016). IMA merupakan salah satu dari lima manifestasi akut penyakit jantung
koroner, yaitu angina pektoris stabil, angina pektoris tidak stabil, infark miokard,
gagal jantung dan henti jantung (Mendis et al., 2010).
Menurut data American Heart Association ada 81.100.000 kasus penyakit jantung
diseluruh duna, diantaranya sebanyak 17.600.000 kasus penyakit jantung koroner
adalah manifestasi IMA. Laporan American Heart Association tahun 2010 kasus IMA
terjadi 8.500.000. Terhitung sebanyak 7.200.000 (12,2%) kematian terjadi akibat
penyakit ini di seluruh dunia. IMA merupakan penyebab kematian nomor dua pada
negara berpenghasilan rendah, dengan angka mortalitas 2.470.000 (9,4%) (Budiman
dkk, 2015).
Di Indonesia pada tahun 2002, penyakit IMA merupakan penyebab kematian
pertama, dengan angka mortalitas 220.000 (14%). Direktorat Jendral Pelayanan
Medik Indonesia meneliti pada tahun 2007, jumlah pasien penyakit jantung yang
menjalani rawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit di Indonesia ada 239.548 jiwa.
Kasus terbanyak adalah penyakit jantung iskemik (110.183 kasus). Case Fatality Rate
(CFR) tertinggi terjadi pada IMA (13,49%) dan kemudian diikuti oleh gagal jantung
(13,42%) dan penyakit jantung lainnya (13,37%) (Budiman dkk, 2015). Berdasarkan
Riskesdas tahun 2014 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung koroner
berdasarkan pernah diagnosis dokter di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 0,5
persen, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 0,13 persen
(info datin, 2014).

Etiologi

IMA terjadi ketika aliran darah ke jantung menurun menyebabkan iskemia miokard
(kerusakan atau cedera pada otot jantung). Dalam banyak kasus, IMA disebabkan
oleh oklusi dari satu atau lebih pembuluh darah koroner oleh thrombus, dan disertai
dengan nyeri dada yang parah. Dalam beberapa kasus, selain thrombus aliran darah
berkurang disebabkan oleh masalah pembuluh darah. Penyebab yang paling
mendasari dari IMA adalah penyakit arteri koroner aterosklerosis, yang
menyebabkan obstruksi progresif dari arteri di jantung. Adapun faktor resiko yang
mempengaruhi perkembangan penyakit koroner adalah riwayat keluarga, diet,
kurang olahraga, peningkatan LDL, penurunan HDL, merokok, hipertensi dan diabetes
melitus (Mattingly and Lohr, 1990; Fauci et al., 2010).
Infark miokard terjadi ketika iskemia miokard berlangsung. Iskemia miokard yang
berat dapat terjadi sebagai akibat dari meningkatnya metabolisme miokard,
penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui sirkulasi koroner, atau
keduanya. Gangguan dalam suplai oksigen miokard dan nutrisi terjadi ketika
thrombus yang terlepas pada plak aterosklerosis ulserasi atau tidak stabil sehingga
mengakibatkan oklusi koroner. Stenosis arteri koroner (>75%) yang disebabkan oleh
aterosklerosis atau stenosis dinamis yang terkait dengan vasospasme koroner dapat
mengurangi pasokan oksigen dan nutrisi dan menimbulkan infark miokard. Kondisi
yang berhubungan dengan meningkatnya metabolisme miokard yaitu kegiatan fisik
yang ekstrim, hipertensi berat, dan stenosis katup aorta yang berat. Patologi katup
jantung lainnya dan curah jantung yang rendah berhubungan dengan penurunan
tekanan berarti aorta, yang merupakan komponen utama dari tekanan perfusi
koroner, dapat memicu infark miokard.
Patofisiologi (Narasi dan Pathway)

AMI  terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama  yaitu lebih dari 30-
45 menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel. Bagian jantung
yang terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya. Iskemia yang terjadi paling
banyak disebabkan oleh penyakit arteri koroner / coronary artery disease (CAD).
Pada penyakit ini terdapat materi lemak  (plaque) yang telah terbentuk dalam
beberapa tahun di  dalam lumen arteri koronaria (arteri yang mensupply darah dan
oksigen kepada jantung) Plaque dapat ruptur sehingga menyebabkan terbentuknya
bekuan darah pada permukaan plaque.Jika bekuan menjadi cukup besar, maka bisa
menghambat aliran darah baik total maupun sebagian pada arteri koroner.
Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen mencapai bagian
otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya oksigen akan merusak otot
jantung. Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, otot jantung yang rusak itu
akan mulai mati. Selain disebabkan oleh terbentuknya sumbatan oleh plaque ternyata
infark juga bisa terjadi pada orang dengan arteri koroner normal (5%). Diasumsikan
bahwa spasme arteri koroner berperan dalam beberapa kasus ini
Spasme yang terjadi bisa dipicu oleh beberapa hal antara lain: mengkonsumsi obat-
obatan tertentu; stress emosional; merokok;  dan paparan suhu dingin yang
ekstrim, Spasme bisa terjadi pada pembuluh darah yang mengalami aterosklerotik
sehingga bisa menimbulkan oklusi kritis sehingga bisa menimbulkan infark jika
terlambat dalam penangananya. Letak infark ditentukan juga oleh letak sumbatan
arteri koroner yang mensuplai darah ke jantung. Terdapat dua arteri koroner besar
yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kemudian arteri koroner kiri bercabang menjadi
dua yaitu Desenden Anterior dan arteri sirkumfleks kiri. Arteri koronaria Desenden
Anterior kiri berjalan melalui bawah anterior dinding ke arah afeks jantung. Bagian
ini menyuplai aliran dua pertiga dari septum intraventrikel, sebagaian besar apeks,
dan ventrikel kiri anterior. Sedangkan cabang sirkumfleks kiri berjalan dari koroner
kiri kearah dinding lateral kiri  dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi
atrium kiri, seluruh dinding posterior, dan sepertiga septum intraventrikel
posterior. Selanjutnya arteri koroner kanan berjalan dari aorta sisi kanan arteri
pulmonal kearah dinding lateral kanan sampai ke posterior jantung. Bagian jantung
yang disuplai meliputi: atrium kanan, ventrikel kanan, nodus SA, nodus AV, septum
interventrikel posterior superior, bagian atrium kiri, dan permukaan diafragmatik
ventrikel kiri.           
Berdasarkan hal diatas maka dapat diketahui jika infark anterior kemungkinan
disebabkan gangguan pada cabang desenden anterior kiri, sedangkan infark inferior
bisa disebabkan oleh lesi pada arteri koroner kanan. Berdasarkan ketebalan dinding
otot jantung yang terkena maka infark bisa dibedakan menjadi infark transmural dan
subendokardial. Kerusakan pada seluruh lapisan miokardiom disebut infark
transmural, sedangkan jika hanya mengenai lapisan bagian dalam saja disebut infark
subendokardial. Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot
yang nekrosis akan kehilangan daya kotraksinya begitupun otot yang mengalami
iskemi (disekeliling daerah infark). 
Secara fungsional infark miokardium menyebabkan perubahan-perubahan sebagai
berikut: Daya kontraksi menurun; Gerakan dinding abnormal (daerah yang terkena
infark akan menonjol keluar saat yang lain melakukan kontraksi); Perubahan daya
kembang dinding ventrikel; Penurunan volume sekuncup; Penurunan fraksi ejeksi.
Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa factor dibawah ini:
Ukuran infark  jika mencapai 40% bisa menyebabkan syok kardiogenik; Lokasi Infark
dinding anterior mengurangi fungsi mekanik jantung lebih besar dibandingkan jika
terjadi pada bagian inferior; Sirkulasi kolateral  berkembang sebagai respon terhadap
iskemi kronik dan hiperperfusi regional untuk memperbaiki aliran darah yang menuju
miokardium. Sehingga semakin banyak sirkulasi kolateral, maka gangguan yang
terjadi minimal;      Mekanisme kompensasi  bertujuan untuk mempertahankan curah
jantung dan perfusi perifer. Gangguan akan mulai terasa ketika mekanisme
kompensasi jantung tidak berfungsi dengan baik.
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian
ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan
formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus
tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen
mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi (Ramrakha,
2006). 
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II,
hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi
endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel
endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-
molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-
trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan
produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam
migrasi dan pertumbuhan sel (Ramrakha, 2006). 
            Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian
leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag
berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag
yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor
pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke
dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak
menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari
lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar
menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa
atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri (Price, 2006). 
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian
tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran
darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi
berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis
penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner
desendens kiri berbahaya (Selwyn, 2005). 
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun
dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal
miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang
lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau
subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan
berelaksasi (Selwyn, 2005). 
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan
struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi
karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak
dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun.
Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel
menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan
durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan
apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20
menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard (Selwyn, 2005). 
            Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner,
maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan
perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang
waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI
hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat (Antman, 2005).
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak
ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non
STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh
lumen arteri koroner (Kalim, 2001).
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural). Infark
miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat yaitu
dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat
mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial
terjadi hanya di sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi
pada waktu berbeda-beda (Selwyn, 2005).
Klasifikasi
Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG sandapan menjadi: NSTEMI (Non ST-segmen
Elevasi Miokard Infark)Oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih
luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi aegmen ST
pada EKG STEMI (ST-segmen Elevasi Miokard Infark)Oklusi parsial dari arteri koroner akibat
trombus dari plak atherosklerosis, tidak disertai adanya elevasi segmen ST pada EKG. ST-Segment
Elevasi Miokard Infark Faktor Risiko Berdasarkan penelitian berskala luas dalam Interheart Study
menunjukkan kadar lipid yang abnormal, riwayat merokok, hipertensi, DM, obesitas abdominal,
faktor psikososial, pola diet, konsumsi alkohol serta aktivitas fisik secara signifikan berhubungan
dengan infark miokard akut baik pada STEMI maupun NSTEMI Secara garis besar, faktor risiko
tersebut terbagi menjadi dua kelompok berdasarkan dapat atau tidaknya dimodifikasi: Non-
Modifiable
1) Usia
Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang
terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik.seluruh jenis penyakit jantung koroner termasuk STEMI yang
terjadi pada usia lanjut mempunyai risiko tinggi kematian dan adverse events.

2) Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar terkena serangan jantung dan kejadiannyalebih awal dari
pada wanita.Morbiditas penyakit ini pada laki-laki lebih besar daripada wanita dan kondisi ini
terjadi dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada wanita.Studi lain menyebutkan
wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali tahun lebih lama daripada laki-laki.23
Perbedaan onset infark miokard pertama ini diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang
mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal
terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria.
Hal diduga karena adanya efek perlindungan esterogen.

3) Ras
Ras kulit putih lebih sering terjadi serangan jantung daripada ras African American.kelompok
masyarakat kulit putih maupun kulit berwarna, laki-laki mendominasi kematian, tetapi lebih nyata
pada kulit putih dan lebih sering ditemukan pada usia muda dari pada usia lebih tua. Insidensi
kematian dini akibat penyakit jantung koroner pada orang Asia yang tinggal di Inggrislebih tinggi
dibandingkan dengan populasi lokal dan juga angka yang rendah pada rasAfro-Karibia.

Manifestasi klinis

Tanda dan gejala Infark Miokard Akut pada setiap orang tidak sama, secara mayor banyak
serangan jantung yang berjalan lambat dengan tanda dan gelaja berupa nyeri ringan dan
perasaan tidak nyaman, bahkan ada orang yang tidak mengalami gejala sama sekali atau biasa
dikenal dengan Silent Heart Attack.

Tetapi secara umum serangan IMA ditandai dengan beberapa hal, diantaranya :
1. Nyeri dada yang secara mendadak dan berlangsung secara terus menerus, terletak dibagian
bawah sternum dan perut bagian atas, hal tersebut adalah gejala utama yang biasanya muncul,
nyeri yang dirasakan biasanya akan hadir semakin sering dan berat tak tertahankan, rasa nyeri
yang berat dan tajam, dapat menyebar kebahu dan lengan bagian kiri seperti angina, nyeri yang
terjadi muncul secara mendadak atau spontan (bukan setelah bekerja berat atau adanya
gangguan emosi) dan menetap selama beberapa jam sampai beberapa hari juga tidak akan hilang
meskipun dengan istirahat maupun adanya pemberian nitrogliserin. (Brunner, Suddarth dalam
Wijaya, Putri, 2013).
2. Nyeri yang juga disertai dengan sesak nafas dan nafas pendek, pucat, timbulnya keringat
dingin, mual, serta muntah. (Brunner, Suddarth dalam Wijaya, Putri, 2013).

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Troponin
Troponin merupakan protein yanga ada didalam tubuh guna mengontrol interaksi myosin dan
aktin. Pada orang sehat Troponin I dan T dalam serum hampir tidak ada atau (Negatif), sehingga
jika ada
peningakatn sedikit saja dapat digunakan sebagai penanda adanya kerusakan pada miosit. Perlu
diingat bahwasanya troponin yang ada di jantung dapat di ketahui atau di deteksi dalam serum
pada kondisi lain yang akan menyebabkan inflamasi jantung akut dengan contoh gagal jantung,
miokardikit, atau emboli paru. Pemeriksaan Troponin pada pasien Infark Miokard Akut
didapatkan hasil adanya peningkatan 3-4 jam setelah terjadinya gejala awal, dan puncaknya
antara 18 dan 36 jam setelah itu akan menurun secara perlahan, sedangkan pada Infark Miokard
Akut yang luas akan bertahan hingga 10-14 hari (Lilly, 2011).
b. Creatine Kinase
Kreatinin Kinase ditemukan di jantung, otot rangka, otak dan organ lainya yang memiliki fungsi
sebagai produsen ATP, kadar serum enzim kreatinin kinase akan meningkat jika pasien mengalami
cedera pada salah satu jaringan tersebut. tetapi ada 3 komponen kreatinin kinase yang dapat
meningkatkan spesifikasi diagnostik, misalnya yang ditemukan di otot rangka dan otak, dan
jantung. Kreatinin Kinase MB (yang terlokalisasi di jantung) ditemukan sedikit dalam jaringan
yang ada di luar jantung, rahim, usus, prostat, diagfragma, dan lidah. Pada pasien normal
terdapat >2,5% kreatinin kinase yang berada didalam tubuh. Kadar kreatinin akan meningkat
setelah 3-8 jam pasien terkena serangan infark miokard, sehingga nilainya akan normal pada
pemeriksaan pertama (misalnya, di unit gawat darurat) dan akan kembali normal pada 48-72 jam
(Lilly, 2011).
c. SGOT
Pemeriksaan SGOT akan meningkat dalam 6-12 jam, dan pucaknya dalam 24 jam setelah terjadi
serangan, dan akan kemali normal pada dalam 3-4 hari.

2. Pemeriksaan EKG
Terlihat adanya perubahan pada pemeriksaan EKG, yaitu gelombang Q yang nyata, elevasi
segmen ST, serta adanya gelombang T terbalik

Penatalaksanaan (Terapi Farmakologi dan Terapi Diet)


Terapi farmakologi
Terapi yang diberikan pada pasien IMA bertujuan untuk menurunkan resiko kematian,
meminimalkan infark, menyelamatkan fungsi miokard, mencegah terjadinya komplikasi, dan
meningkatkan kualitas hidup pasien (Stringer, 2002). Adapun terapi untuk IMA yaitu terapi
farmakologis dan non farmakologis. Terapi non farmakologis, meliputi: penghentian kebiasaan
merokok, mengatur pola makan dengan diet rendah lemak dan kolesterol, serta berolahraga,
sedangkan terapi farmakologis, yaitu O2, vasodilator nitrat, antiplatelet, trombolitik, anti
koagulan, ACE Inhibitor, β- blocker, dan Calcium Channel Blocker.Pedoman saat ini
merekomendasikan ACE Inhibitor sebagai standar terapi untuk IMA, PJK, dan diabetes karena
adanya proteksi
terhadap substansial endotel, jantung, dan ginjal. Meskipun bukti dari berbagai percobaan
menunjukkan manfaat dari morbiditas dan mortalitas oleh ACE Inhibitor, obat ini masih sedikit
penggunaannya di California, Amerika Serikat (Jackevicius, 2014). Dokter mulai enggan untuk
memulai dan melanjutkan takaran dosis ACE Inhibitor yang memadai karena kekhawatiran akan
peningkatan serum kreatinin khususnya pada pasien PJK meskipun ada bukti manfaat dari
penggunaan ACE Inhibitor untuk pasien tersebut (Jackevicius, 2014). Studi AIRE menunjukkan
bahwa pemberian ACE Inhibitor pasca-IMA menguntungkan. Pemberian ramipril pada gagal
jantung menurunkan 27% mortalitas dalam 15 bulan. Bukti ini dikonfirmasi juga oleh studi HOPE
(ramipril), EUROPA (perindopril), keduanya juga menunjukkan adanya manfaat ACE Inhibitor
untuk jantung koroner dengan atau tanpa gagal jantung atau hipertensi. ACE Inhibitor mulai
diberikan dalam 24-48 jam pasca-IMA pada pasien yang telah stabil, dengan atau tanpa gejala
gagal jantung.

Terapi diet
Diet yang baik untuk Penderita AMI
1. Batasi lemak dan kolesterol tidak sehat 2. Pilih sumber protein rendah lemak
3. Banyak makan sayuran dan buah-buahan 4. Konsumsi biji-bijian
5.Energi sesuai dengan kebutuhan, bila kegemukan diturunkan 6. Lemak: <30.
7.Vitamin dan mineral cukup. Perlu suplemen vitamin bila konsumsi makanan ≤ 1200 kkal/hari
8.Serat cukup untuk hindari konstipasi%. Perhatikan konsumsi Lemak jenuh antara 7-10% dari
energi total 5.Protein 10-20% kebutuhan total energi
9. Kolesterol <300mg.
10. KH sedang 50-60% kebutuhan total energi

Penatalaksanaan Medis Infark Miokard Akut (IMA)


Menurut Brunner dan Suddart pada tahun 2005 tujuan penatalaksanaan medis adalah
memperkecil kerusakan jantung sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi.
Kerusakan jantung
diperkecil dengan cara, segera mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen jantung. Terapi obat-obatan, pemberian oksigen, dan tirah baring dilakukan secara
bersamaan untuk mempertahankan jantung. Obat-obatan dan oksigen digunakan untuk
meningkatkan suplai oksigen, sementara tirah baring dilakukan untuk mengurangi kebutuhan
oksigen. Tiga kelas obat-obatan yang bisa digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen yaitu :
1. Fasodilator
Fasodilator pilihan untuk mengurangi nyeri jantung adalah nitrogliserin (NTG) intravena. 2.
Antikoagulan Antikoagulan heparin adalah antikoagualan pilihan untuk membantu
mempertahankan integritas jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah,
sehingga dapat menurunkan kemungkinan pembentukan trombus dan selanjutnya menurunkan
aliran darah.
3. Trombolitik
Tujuan trombolitik adalah untuk melarutkan setiap trombus yang telah terbentuk di arteri
koroner, memperkecil penyumbata dan juga luasnya infark. Agar efektif, obat ini harus diberikan
pada awal awitan nyeri dada. Tiga macam obat trombolitik yang terbukti bermanfaat melarutkan
trombus adalah: streptokinase, aktifator plasminogen jaringan (t-PA = tisue plasminogen
aktifator) dan anistreplase. Pemberian oksigen. Terapi oksigen dimulai saat awitan nyeri oksigen
yang dihirup akan langsung meningkatkan saturasi darah. efektifitas terapeutik oksigen
ditentukan dengan observasi kecepatan dan irama pertukaran pernafasan, dan pasien mampu
bernafas dengan mudah. Saturasi oksigen dalam dara secara bersamaan diukur dengan pulsa
oksimetri. Analgetik. Pemberian analgetik dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif diobati
dengan nitrat dan antikoagulan. Analgetik pilihan masih tetap morfin sulfat yang diberikan secara
intravena dengan dosis meningkat 1-2 mg.

Alogaritma Penanganan
STEMI
Untuk pasien dengan STEMI yang ditunjukkan dalam waktu 12 jam dari onset gejala, pilihan
terapi reperfusi adalah awal reperfusi dengan penanganan pasien yang mengalami primary PCI
arteri dalam waktu 90 menit dari kontak medis pertama (Dipiro et al., 2015). PCI ini dianggap
menjadi fibrinolisis yang lebih baik dan semakin tersedia untuk perawatan awal pada pasien.
Keterlambatan penanganan utama untuk PCI setelah pasien tiba dirumah sakit memungkinkan
terjadinya kematian yang lebih tinggi dirumah sakit (Willacy, 2013).
Selain terapi reperfusi, menurut pedoman American College of Cardiology Foundation/American
Heart Association (ACCF / AHA) merekomendasikan bahwa semua pasien STEMI dan tanpa
kontraindikasi harus menerima beberapa terapi pada hari pertama rawat inap dan lebih sering
digunakan di departemen darurat: nitrogliserin (NTG), aspirin, inhibitor P2Y12 platelet, dan
antikoagulan intranasal oksigen (jika kejenuhan oksigen kurang dari 90%), sublingual (SL) dengan
bivalirudin, unfractionated heparin (UFH), atau enoxaparin. Pemberian inhibitor GP IIb/IIIa
dengan UFH untuk pasien yang menjalani PCI primer. Berikan IV β-blocker dan IV NTG untuk
memilih pasien. Mulai dengan terapi oral β-blocker di hari pertama pada pasien tanpa syok
kardiogenik. Pemberian morfin untuk pasien dengan angina refraktori sebagai analgesik dan
venodilator yang menurunkan preload. Terapi enzim angiotensin converting (ACE) inhibitor mulai
dalam waktu 24 jam pada pasien yang mengalami infark miokard atau Left Ventricular Ejection
Fraction (LVEF) pada salah satu dinding anterior dari 40% atau bahkan kurang dari 40% serta tidak
mengalami kontraindikasi (Wells et al., 2015).
NSTEMI
Untuk pasien dengan NSTEMI, berdasarkan pedoman penatalaksanaan merekomendasikan
angiografi koroner dengan menggunakan PCI atau operasi operasi coronary artery bypass graft
(CABG) revaskularisasi sebagai terapi awal untuk pasien berisiko tinggi, namun juga dapat
dipertimbangkan untuk pasien yang tidak berisiko tinggi (Dipiro et al., 2015).
Terapi cara revaskularisasi yaitu dengan PCI (angioplasty coroner atau percutaneous transluminal
coronary angioplasty/PTCA). Terapi ini terkait seperti pemasangan stent, ateroktomiro tablasi dan
ateroktomi direksional. Penelitian secara meta analisis dengan membandingkan antara CABG
antara PTCA menunjukan tidak adanya perbedaan antara kedua jenis strategi pengobatan ini,
tetapi pasien yang menjalani PTCA harus lebih sering dimonitoring karena lebih sering mengalami
angina berulang. Dengan adanya stent, maka angina berulang dan kebutuhan tindakan
revaskularisasi ulangan juga menurun. Stent juga menurunkan risiko oklusi akut, infark jantung,
kebutuhan CABG darurat dan mengurangi restenosis jangka panjang (O’gara et al., 2012).
Revaskularisasi sangat sering digunakan pada NSTEMI dan direkomendasikan pada pasien yang
dinilai memiliki resiko kematian sedang atau tinggi atau resiko infark STEMI, seperti yang dinilai
melalui berbagai petunjuk yang berkaitan dengan keseriusan tanda-tanda dan gejala. Saat ini
revaskularisasi juga lebih dipilih dibandingkan trombolisis untuk menghasilkan reperfusi koroner
dengan segera selama infark miokard akut. PCI lebih bermanfaat dibandingkan trombolisis jika
tindakan ini dapat dilaksanakan, namun jika dilaksanakannya terlambat, manfaatnya akan sangat
berkurang (Tao and Kendall K, 2013).
Untuk terapi awal pada pasien NSTEMI secara umum hampir serupa dengan terapi STEMI. Pada
pasien NSTEMI dalam keadaan emergensi atau awal masuk rumah sakit terapi yang diberikan
yaitu oksigen, aspirin, clopidogrel,, sublingual nitrogliserin, oral betabloker dan antikoagulan.
Namun, pada pasien NSTEMI terapi trombolitik tidak diperlukan. Pasien yang pertama kali masuk
rumah sakit atau dalam keadaan emergensi juga perlu diberikan terapi analgesic untuk
mengurangi nyeri yang dialami pasien. selain itu pasien dengan resiko tinggi biasanya juga
mendapatkan penghambat glikoprotein IIb/IIIa. Terapi following pada pasien IMA dapat diberikan
terapi dengan aspirin, beta blocker, ACEI untuk mencegah terjadinya reinfark (Spinler and Denus,
2008).
DAFTAR PUSTAKA

Alwi I., 2009. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST, dalam: Buku Ajar Ilmu
Pengetahuan Penyakit Dalam Jilid II. Sudoyo A. W, Setryohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.
Edisi V. Jakarta: Interna Publishing pp. 1741-
1754.
Arief M., 2008. Penetepan Subjek Penelitian (Populasi, Sampel, Representativitas Sampel,
Rancangan Sampel), dalam: Pengantar Metodologi Penelitian
untuk Ilmu Kesehatan. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan
(LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press) pp. 54.
Boestan I.N, Suryawan R., 2003. Penyakit Jantung Koroner, dalam: Ilmu Penyakit Jantung.
Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR pp. 121-134. Bonvini R.F, Hendiri T, Camenzind
E., 2005. Inflammatory Response Post Myocardial Infarction and Reperfusion: A New Therapeutic
Target?, in : European Heart Journal Supplements. 7: I27-I36.
Booloki H.M, Askari A., 2010. Acute Myocardial Infarction.
http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/c ardiology/acute-
myocardial-infarction/. Diakses Tanggal 2 Mei 2013

Anda mungkin juga menyukai