STEMI INFERIOR
Disusun oleh :
Pembimbing :
PENDAHULUAN
1
Tingginya angka kejadian dan kematian pada penyakit sindrom koroner
akut tentu menjadi perhatian khusus, di mana kecepatan dan ketepatan dalam
mendiagnosis dan melakukan tatalaksana harus segera dilakukan. Salah satu
tenaga kesehatan yang berperan penting dalam menangani kasus ini adalah dokter
yang bekerja di instalasi gawat darurat. Oleh karena itu, perlu untuk mempelajari
dan memahami lebih dalam terkait kasus-kasus kardiovaskuler sehingga
memudahkan dokter yang bertugas untuk membuat keputusan klinis yang tepat
dalam praktik sehari-hari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang dibungkus
oleh perikardium terletak pada mediastinum medialis dan sebagian tertutup oleh
jaringan paru. Bagian depan dibatasi oleh sternum dan iga 3,4 dan 5. Hampir dua
pertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri garis median sternum. Jantung
terletak di atas diafragma, miring ke depan kiri dan apeks kordis berada paling
depan dalam rongga dada.10 Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman
tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram.4
Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan, yaitu epikardium (lapisan paling
luar), miokardium (lapisan bagian tengah), dan endokardium (lapisan paling
dalam). Lapisan epikardium merupakan lapisan viseral perikardium serosa yang
disusun oleh mesotelium dan jaringan ikat lunak, sehingga tekstur permukaan luar
jantung terlihat lunak dan licin. Miokardium merupakan jaringan otot jantung
yang menyusun hampir 95% dinding jantung. Miokardium bertanggung jawab
untuk pemompaan jantung. Meskipun menyerupai otot rangka, otot jantung ini
bekerja involunter seperti otot polos dan seratnya tersusun melingkari jantung.
Lapisan terdalam dinding jantung, endokardium, merupakan lapisan tipis
endotelium yang menutupi lapisan tipis jaringan ikat dan membungkus katup
jantung. Jantung terdiri dari empat ruang, yaitu atrium kanan dan kiri, serta
ventrikel kanan dan kiri. Belahan kanan dan kiri dipisahkan oleh septum.4
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom yaitu saraf simpatis dan saraf
parasimpatis melalui plexus cardiacus yang terletak di bawah arcus aortae. Saraf
simpatis berasal dari ganglion cervicale dan bagian atas ganglia thoracis pada
truncus sympathicus, dan suplai parasimpatis berasal dari nervus vagus.6
Perdarahan otot jantung berasal dari dua pembuluh darah koroner utama,
yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kedua arteri ini keluar dari sinus Valsava
aorta. Arteri koroner kiri berjalan di belakang arteri pulmonal sebagai arteri
koroner kiri utama. Arteri ini bercabang menjadi arteri sirkumfleks dan arteri
desendens anterior kiri. Arteri sirkumfleks berjalan pada sulkus atrio-ventrikuler
mengelilingi permukaan posterior jantung, sedangkan arteri desendens anterior
kiri berjalan pada sulkus inter-ventrikuler sampai apeks. Kedua pembuluh darah
ini bercabang mendarahi daerah antara kedua sulkus tersebut.7
Jantung secara anatomis merupakan organ tunggal, sisi kanan dan kiri
jantung berfungsi sebagai dua pompa yang terpisah. Aliran darah jantung di awali
dengan kembalinya darah dari sirkulasi sistemik masuk ke atrium kanan melalui
dua vena besar, yaitu vena kava superior dan inferior. Darah yang mengandung
CO2 ini kemudian mengalir ke ventrikel kanan, yang memompanya keluar
melalui arteri pulmonalis. Arteri ini mempunyai dua cabang, satu berjalan masing-
masing dari kedua paru. Di dalam paru, tetes darah tersebut akan kehilangan CO2
ekstra dan menyerap pasokan segar O2 sebelum dikembalikan ke atrium kiri
melalui vena pulmonalis yang dating dari kedua paru. Darah yang kaya O2 yang
masuk ke atrium kiri kemudian mengalir ke ventrikel kiri untuk selanjutnya
dipompa ke seluruh tubuh kecuali paru.9
2.5 Sindrom Koroner Akut (SKA)
Faktor risiko aterosklerosis, terbagi atas faktor risiko yang dapat diubah dan
faktor risiko yang tidak dapat diubah.
Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain:10,11
1. Jenis kelamin (laki-laki)
2. Usia (Tua > Muda )
3. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung coroner (Lk >65 tahun, Pr >55
tahun)
Sindrom koroner akut sebagian besar adalah manifestasi akut dari plak
atheroma pembuluh darah koroner yang ruptur atau pecah akibat perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrosa (fibrous cap) yang menutupi plak
tersebut.3 Infark miokard akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan
suplai dan demand aliran darah coroner.11
Ruptur atau pecahnya plak atheroma telah mendominasi pemikiran kita
dalam beberapa dekade terakhir sebagai penyebab utama terjadinya sindrom
koroner akut. Namun, seiring dengan kemajuan penelitian, mekanisme untuk
terjadinya sindrome koroner akut di dasarkan atas empat mekanisme potensial,
yaitu :13
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang khas
(angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa
rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area
interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung
intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal
diperberat dengan aktivitas dan berkurang saat istirahat atau pemberiat nitrat.
Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis,
mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop.3
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang
mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera
mungkin sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R
dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan
EKG yang mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-
V9 juga harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal
nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak
kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang
setiap keluhan angina timbul kembali.3
1. Tirah baring
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2
arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut
lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih
cepat
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang
direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik
atau
b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi
reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang
dianjurkan adalah clopidogrel)
6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada
yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat jika nyeri dada
tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit
sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien
yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual dalam keadaan
tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai
pengganti
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual
2. Heparin tidak terfraksi diberikan secara bolus intravena sesuai berat badan dan
infus selama 3 hari
Dalam fase akut dan subakut setelah STEMI, seringkali terjadi disfungsi
miokardium. Bila revaskularisasi dilakukan segera dengan PCI atau trombolisis,
perbaikan fungsi ventrikel dapat segera terjadi, namun apabila terjadi jejas
transmural dan/atau obstruksi mikrovaskular, terutama pada dinding anterior,
dapat terjadi komplikasi akut berupa kegagalan pompa dengan remodeling
patologis disertai tanda dan gejala klinis kegagalan jantung, yang dapat berakhir
dengan gagal jantung kronik. Gagal jantung juga dapat terjadi sebagai
konsekuensi dari aritmia yang berkelanjutan atau sebagai komplikasi mekanis.
Diagnosis gagal jantung secara klinis pada fase akut dan subakut STEMI didasari
oleh gejala-gejala khas seperti dispnea, tanda seperti sinus takikardi, suara jantung
ketiga atau ronkhi pulmonal, dan bukti-bukti objektif disfungsi kardiak seperti
dilatasi ventrikel kiri dan berkurangnya fraksi ejeksi.
2.8.2 Hipotensi
Kongesti paru ditandai dispnea dengan ronki basah paru di segmen basal,
berkurangnya saturasi oksigen arterial, kongesti paru pada Roentgen dada dan
perbaikan klinis terhadap diuretik dan/atau terapi vasodilator.
Aritmia yang terjadi setelah reperfusi awal dapat berupa manifestasi dari kondisi
berat yang mendasarinya, seperti iskemia miokard, kegagalan pompa, perubahan
tonus otonom, hipoksia, dan gangguan elektrolit (seperti hipokalemia) dan
gangguan asam-basa. Keadaan-keadaan tersebut memerlukan perhatian dan
penanganan segera. Blok AV derajat tinggi dulunya merupakan prediktor yang
lebih kuat untuk kematian akibat jantung dibandingkan dengan takiaritmia pada
pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri <40% setelah infark miokard.
Asistol dapat terjadi setelah blok AV, blok bifasik atau trifasik atau
countershock elektrik. Bila elektroda pacing terpasang, perlu dicoba dilakukan
pacing. Apabila tidak, lakukan kompresi dada dan napas buatan, serta lakukan
pacing transtorakal.
Regurgitasi katup mitral dapat terjadi selama fase subakut akibat dilatasi
ventrikel kiri, gangguan m. Papilaris, atau pecahnya ujung m. Papilaris atau
chordae tendinae. Keadaan ini biasanya ditandai dengan perburukan hemodinamis
dengan dispnea akut, kongesti paru dan murmur sistolik baru, yang biasanya tidak
terlalu diperhatikan dalam konteks ini. Diagnosis ini dicurigai dengan
pemeriksaan klinis dan perlu segera dikonfirmasi dengan ekokardiografi darurat.
Edema paru dan syok kardiogenik dapat terjadi dengan cepat.
Infark ventrikel kanan dapat terjadi sendiri atau, lebih jarang lagi, terkait
dengan STEMI dinding inferior. Biasanya gejalanya muncul sebagai triad
hipotensi, lapangan paru yang bersih serta peningkatan tekanan vena jugularis.
Elevasi segmen ST ≥1 mV di V1 dan V4R merupakan ciri infark ventrikel kanan
dan perlu secara rutin dicari pada pasien dengan STEMI inferior yang disertai
dengan hipotensi. Ekokardiografi Doppler biasanya menunjukkan dilatasi
ventrikel kanan, tekanan arteri pulmonal yang rendah, dilatasi vena hepatika dan
jejas dinding inferior dalam berbagai derajat. Meskipun terjadi distensi vena
jugularis, terapi tetap diberikan dengan tujuan mempertahankan tekanan pengisian
ventrikel kanan dan mencegah atau mengobati hipotensi. Pemberian diuretik dan
vasodilator perlu dihindari karena dapat memperburuk hipotensi. Irama sinus dan
sinkronisitas atrioventrikular perlu dipertahankan dan AF atau blok AV yang
terjadi perlu segera ditangani.
2.8.9 Perikarditis
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. SK
No. MR : 276571
Keluhan utama
Pasien datang ke IGD RSUD Kota Dumai dengan keluhan nyeri dada kiri
sejak 1 jam SMRS. Nyeri dirasakan muncul tiba-tiba saat pasien sedang duduk.
Nyeri seperti dihimpit beban dan dada terasa panas namun nyeri tidak menjalar.
Nyeri dada dirasakan terus menerus dan tidak berkurang dengan istirahat. Ketika
nyeri dada, pasien juga berkeringat dingin dan mual (+), muntah (-). Keluhan
Sesak napas, batuk, demam dan muntah tidak ada. BAK dan BAB tidak ada
keluhan.
Riwayat Pengobatan
Metformin 3x500 mg
Amlodipin 1x10 mg
Simvastatin 1x20 mg
usia 18 tahun dan saat merokok dapat meghabiskan 1-2 bungkus dalam sehari.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
• Tanda-tanda Vital :
Paru
Inspeksi : Statis : Normochest, dada simetris kanan dan kiri
Dinamis : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan
kiri
Palpasi : Vokal fremitus sama pada paru kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) Ronkhi (-/-) Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari linea midclavicula sinistra
SIK 5
Perkusi : Batas jantung kanan linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak buncit
Auskultasi : Bising usus (+) 10x/menit
Perkusi : Timpani pada semua kuadran abdomen, shifting
dullness (-)
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), organomegali (-)
Interpretasi EKG
Irama : Sinus, Regular
HR : 50 bpm Bradikardi
Axis : I (+), aVF (+) Normoaxis
Hipertrofi : RVH (-), LVH (-) Normal
Gel. P : P (+) di lead II, P (-) di aVR Normal
0,08 s dan 0,1 mV
PR Interval : 0,20 s Normal
Kompleks QRS : 0,08 s Normal
Segmen ST : ST Elevasi di Lead II,III,aVF STEMI Inferior
ST Depresi di Lead I, aVL
Gel. T : Hiperakut T (-) Normal
Kesimpulan : STEMI Inferior
Interpretasi Xray Thorax
Identitas sesuai, marker R
Foto diambil secara AP
Kekerasan foto cukup
Tulang iga, vertebrae, scapula,
klavikula intak
Jaringan lunak baik, < 2 cm
Trakea di tengah
Sudut costophrenicus kiri dan kanan
tajam
Kedua diafragma licin
CTR < 50 %
Corakan bronkovaskular >2/3 lapang
paru
Kesan : Jantung dan Paru baik
Resume :
Pasien laki-laki, usia 60 tahun dengan keluhan nyeri dada kiri khas infark
sejak 1 jam SMRS. Pasien memiliki faktor risiko seperti Diabetes mellitus,
Interpretasi EKG
Irama : Sinus, Regular
HR : 100 bpm Normal
Axis : I (+), aVF (+) Normoaxis
Hipertrofi : RVH (-), LVH (-) Normal
Gel. P : P (+) di lead II, P (-) di aVR Normal
0,08 s dan 0,1 mV
PR Interval : 0,20 s Normal
Kompleks QRS : 0,08 s Normal
Segmen ST : Q patologis di Lead II,III,aVF STEMI Inferior
ST Depresi di Lead I, aVL
Gel. T : T inverted di lead III
Kesimpulan : Old Miokard Infark Inferior (Evolusi EKG)
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien ini juga terdapat hipotensi dan bradikardi dengan tekanan darah
terukur 100/40 mmHg (MAP=60 mmHg) serta nadi 50x/menit. Dilakukan fluid
challenge test (FCT) dengan pemberian cairan NaCl 0,9% sebanyak 200 cc. Fluid
Challenge Test dapat diberikan dengan dosis 2-4cc/kgBB habis dalam 10 menit.
Setelah dilakukan FCT, ukur ulang tekanan darah dan nadi untuk menilai apakah
cairan yang diberikan respon atau tidak dengan tetap memantau tanda-tanda
kongesti. Pemberian dapat di ulang dengan maksimal cairan yang diberikan 2000
ml.17 Sedangkan untuk tatalaksana bradikardi diberikan injeksi Sulfat Atropin
sebanyak 2 ampul (0,5 mg) dan pemberian bolus Fentanil 1 Amp dalam 10 cc
NaCl 0,9% jalan 1,2 cc untuk mengatasi nyeri dada pada pasien.18
Pada pasien ini di pasang jalur intravena 2 line, guna untuk pemberian terapi
reperfusi fibrinolitik dan cairan. Setelah berjalan 20 menit pemberian trombolitik
dan cairan sebanyak 600 cc, di dapatkan tekanan darah terukur 70/pulse, nadi
60x/menit dengan akral dingin dan CRT>2s. Pasien mengalami syok kardiogenik.
Terapi trombolitik dihentikan dan pasien di berikan drip dobutamin mulai dari 5
unit jalan 4,2cc/jam. Selain itu juga diberikan drip vascon mulai dari 0,03 mEq
jalan 1,5 cc/jam. Pada pasien sudah diberikan FCT maksimal 2000 ml, dosis
dobutamin dan vascon maksimal namun tekanan darah terukur 70/60 mmHg dan
nadi 95x/menit. Pasien mengalami syok refrakter. Dosis dobutamin dan vascon
dipertahankan pada dosis maksimal hingga tercapai MAP 65 mmHg. Pasien
direncanakan untuk di rujuk ke pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas PCI
jika kondisi stabil dengan MAP >65 mmHg.
Penegakan diagnosis dan tatalaksana pada kasus ini telah sesuai dengan
Pedoman Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut oleh Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia Tahun 2018, American Heart Associatian
2015, dan European Society of Cardiology 2020.
BAB V
KESIMPULAN
11. Huma S, Tariq R, Amin Dr. F, Mahmood Dr. KT. Modifiable and non-
modifiable predisposing risk factors of myocardial infarction -A review. J
Pharm Sci Res. 2012;4(1):1649-1653.
12. Davignon J, Ganz P. Role of endothelial dysfunction in atherosclerosis.
Circulation. 2004;109(23 SUPPL.).
doi:10.1161/01.cir.0000131515.03336.f8
13. Crea F, Libby P. Acute coronary syndromes: The way forward from
mechanisms to precision treatment. Circulation. 2017;136(12):1155-1166.
doi:10.1161/CIRCULATIONAHA.117.029870
14. Itamar medical. Atherosclerosis: A Symptom of Endothelial Dysfunction.
Available from : https://www.itamar-medical.com/risk-for-atherosclerosis/
15. Task A, Members F, Chairperson JC, et al. 2020 ESC Guidelines for the
management of acute coronary syndromes in patients presenting without
persistent ST elevation The Task Force for the management of acute
coronary syndromes -segment elevation of. 2021:1289-1367.
doi:10.1093/eurheartj/ehaa575
16. Shrestha SK. Acute STEMI Management – Mnemonic based approach
[Internet]. Epomedicine; 2017 Oct 17 [cited 2021 Jun 1]. Available from:
https://epomedicine.com/emergency-medicine/acute-stemi-management-
mnemonic-based-approach/.
17. Guidance for Intravenous Fluid and Electrolyte Prescription in Adults. The
Fluid Prescription Working Group 4th Edition January 2017.
18. American Heart Association. Adult Bradycardia With a Pulse Algorithm.
2015.
19. Sinto R, Suwarto S. Parameter Akhir Resusitasi Makrosirkulasi dan
Mikrosirkulasi pada Sepsis Berat dan Renjatan Septik. J Penyakit Dalam
Indones. 2017;1(1):68. doi:10.7454/jpdi.v1i1.38