Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI)

Disusun Oleh :

NINDA LILIS QOTIFAH

P.1905026

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS XIV

STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN

SEPTEMBER, 2020
LAPORAN PENDAHULUAN STEMI

A. Tinjauan Kasus
1. Definisi
Infark miokard merupakan daerah nekrosis otot jantung sebagai akibat
berkurangnya pasokan darah koroner yang tiba – tiba, baik absolut ataupun relatif.
Penyebab paling sering ialah trombosis yang diperberat pada, atau pendarahan dalam,
plak ateromatosa dalam asteri koronaria epikardial (Suddarth, 2014). Infark Miokard Akut
(IMA) adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh sumbatan pada arteri coroner.
Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding arteri coroner
sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung (Black & Joyce, 2014).
Acute Myocardial Infarc (AMI) merupakan nekrosis miokard akibat gangguan
aliran darah ke otot jantung. Acute Myocardial Infarc terjadi akibat penyumbatan coroner
(pembuluh darah yang memperdarahi jantung) akut dengan iskemia yang berkepanjangan
yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan kematian (infark) miokard (Sunaryo
dan Siti Lestari, 2014). IMA diklasifikasikan menjadi ST Elevasi miokard infark (STEMI)
dan Non ST Elevasi miokard infark (NSTEMI).
Infark Miokard Akut (IMA) dengan evelas segmen ST (ST elevasion
myocardialinfarcion = STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrom coroner akut
(SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, Infark Miokard Akut (IMA) tanpa
elevasi ST, dan Infark Miokard Akut (IMA) dengan elevasi ST (Sudoyo, 2014).

2. Faktor Resiko
Faktor resiko penyakit arteri koroner antar lain (Suddarth, 2014) :
a. Merokok
Seseorang dengan resiko tinggi penyakit jantung koroner dianjurkan untuk berhenti
merokok. Orang yang telah berhasil menghentikan kebiasaan merokok dapat
menurunkan risiko penyakit jantung koroner sampai 50% pada tahun pertama. Resiko
akan terus menurun selama orang tersebut tetap tidak merokok. Pajanan terhadap
rokok secara pasif sebaiknya dihindari karena tetap dapat meqmperberat penyakit
jantung paru yang sudah ada.
b. Tekanan Darah Tinggi
Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko yang paling membahayakan karna biasanya
tidak menunjukan gejala sampai telah menjadi lanjut. Tekanan darah tinggi
menyebabkan tingginya gradien tekanan yang harus dilawan oleh ventrikel kiri saat
memompa darah. Tekanan tinggi yang terus menerus menyebabkan suplai kebutuhan
oksigen jantung meningkat.
c. Kolesterol Darah Tinggi
Lemak yang tidak larut dalam air, terikat dengan lipoprotein yang terikat dalam air,
yang memungkinkannya dapat di angkut dalam system peredaran darah. Tiga elemen
metabolism lemak-kolesterol total, lipoprotein densitas rendah (LDL = low density
lipoprotein), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL = high density lipoprotein)
dianggap sebagai faktor primer yang mempengaruhi perkembangan penyakit jantung
koroner. Pengontrolan kadar serum kolesterol total, LDL dan HDL dalam batas
terapeutik adalah tujuan yang harus dicapai dalam penatalaksanaan diet penyakit
jantung koroner. LDL menyebabkan efek berbahaya pada dinding arteri dan
mempercepat proses aterosklerosis. Sebaliknya, HDL membantu penggunaan
kolesterol total dengan cara mengangkut LDL ke hati, mengalami biodegradasi dan
kemudian diekskresi. Tujuan yang diinginkan adalah menurunkan kadar LDL (< 130
mg/dl), meningkatkan kadar HDL (>50 mg/dl) dan menurunkan kadar kolesterol total
< 200 mg/dl. Kadar normal tersebut dianjurkan pada pasien tanpa penyakit jantung
koroner atau faktor risiko lain yang bermakna.
d. Hiperglikemia
Hiperglikemia menyebabkan peningkatan trimbosit, yang dapat menyebabkan
pembentukan thrombus. Kontrol hiperglikemia tanpa modifikasi faktor risiko lainnya
tidak akan menurunkan risiko penyakit jantung koroner. Bila ada faktor risiko lain
seperti obesitas, faktor tersebut juga harus dikontrol.
e. Pola Perilaku
Stres dan perilaku tertentu diyakini mempengaruhi patogenesis penyakit jantung
koroner. Penelitian psikobiologis dan epidemiologis menunjukkan perilaku seseorang
yang rentan terhadap penyakit jantung koroner: ambisius kompetitif, selalu tergesa,
agresif dan kejam. Orang yang menunjukkan kepribadian ini diklasifikasikan sebagai
rentan koroner tipe A. nampaknya selain menurunkan faktor risiko lain (merokok,
lemak), orang seperti ini harus berusaha merubah gaya hidup dan kebiasaan dalam
jangka panjang. Pola perilaku tipe A telah banyak diterima secara luas sebagai faktor
risiko penyakit jantung koroner.

3. Etiologi
Penyakit jantung disebabkan oleh adanya penimbunan abnormal lipid atau bahan
lemak dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan
struktur dan fungsi arteri dan penurunan aliran darah ke jantung (Suddarth, 2014).

4. Tanda gejala
Banyak penelitian menunjukan pasien dengan infark miokardium biasanya pria,
diatas 40 tahun, dan mengalami aterosklerosis pada pembulu koronernya, sering disertai
hipertensi arterial. Sarangan juga terjadi pada wanita dan pria diawal 30-an atau bahkan
20-an. Wanita yang memakai kontrasepsi pil dan merokok mempunyai resiko sangat
tinggi. Namun secara keseluruhan angka kejadian infark miokardium pada pria lebih
tinggi dibandingkan wanita disemua usia. Nyeri dada yang tiba – tiba dan berlangsung
terus menerus, terletak dibagain bawah sternum dan perut atas, adalah gejalah utama yang
biasanya muncul. Nyeri akan terasa semakin berat sampai tidak tertahankan. Rasa nyeri
yang tajam dan berat bisa menyebar ke bahu dan lengan, bianyanya lengan kiri. Tidak
seperti nyeri angina, nyeri ini muncul secara spontan (bukan setelah kerja berat atau
gangguan emosi) dan menetap selama bebarapa jam sampai beberapa hari dan tidak akan
hilang dengan istirahat maupun nitrogliserin.
Pada beberapa kasus nyeri bisa menjalar ke dagu dan leher, nyeri sering disertai
dengan napas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing dan kepala ringan, dan mual serta
muntah. Pasien dengan diabetes melitus mungkin tidak merasa nyeri berat bila menderita
infark miokardium, karena nuoropati yang menyertai diabetes mempengaruhi
neuoreseptor, sehingga menumpulkan nyeri yang dialaminya. Meskipun pasien biasanya
pria dan berusia diatas 40 tahun, namun wanita yang mengalami gejala dan tanda – tanda
seperti yang telah disebutkan harus di tangani serius, khususnya bila ia merokok dan juga
memakai pil kontrasepsi. (Suddarth 2014)
5. Patofisiologi
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai
darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Penyebab penurunan
suplai darah mungkin akibat penyempitan kritis arteri koroner karna aterosklerosis atau
penyumbatan total arteri oleh emboli atau thrombus. Penurunan aliran darah koroner juga
bisa disebabkan oleh syok atau perdarahan. Pada setiap kasus infark miokardium selalu
terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen jantung (Suddarth, 2014).
Penyumbatan koroner, serangan jantung dan infark miokardium mempunyai arti
yang sama namun istilah yang paling disukai adalah infark miokardium. Aterosklerosis
dimulai ketika kolestrol berlemak tertimbun di intima arteri besar. Timbunan ini,
dinamakan ateroma atau plak yang akan mengganggu absorbs nutrient oleh sel-sel endotel
yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah
karna timbunan lemak menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang
terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi
semakin sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding
kasar, akan cenderung terjadi pembentukan bekuan darah, hal ini menyebabkan terjadinya
koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan komplikasi
tersering aterosklerosis (Suddarth, 2014).
Aterosklerosis koroner menimbulkan gejala dan komplikasi sebagai akibat
penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran darah ke jantung. Sumbatan aliran
darah berlangsung progresif, dan suplai darah yang tidak adekuat (iskemia) yang akan
membuat sel-sel otot kekurangan komponen darah yang dibutuhkan untuk hidup
(Suddarth, 2014). Kerusakan sel akibat iskemia terjadi dalam berbagai tingkat.
Manifestasi utama iskemia miokardium adalah nyeri dada. Angina pectoris adalah nyeri
dada yang hilang timbul, tidak disertai kerusakan ireversibel sel-sel jantung. Iskemia yang
lebih berat, disertai kerusakan sel dinamakan infark miokardium. Jantung yang
mengalami kerusakan ireversibel akan mengalami degenarasi dan kemudian diganti
dengan jaringan parut. Bila kerusakan jantung sangat luas, jantung akan mengalami
kegagalan, artinya ia tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan tubuh akan darah dengan
memberikan curah jantung yang adekuat. Manifestasi klinis lain penyakit arteri coroner
dpat berupa perubahan pola EKG, anerusima ventrikel, disritmia dan akhirnya akan
mengalami kematian mendadak (Suddarth, 2014).
6. Pemeriksaan Diagnostik
Uji diagnostik. Uji diagnostk untuk gangguan ini meliputi penetapan indikator non –
spesifik, elektrokardiogram, dan pemeriksaan enzim serum
a. Reaksi non – spesifik.
Reaksi non – spesifik terhadap nekrosis miokrdial adalah leukosit yang miningkat
dalam beberapa jam setelah serangan IM akut. Leukosit dapat mencapai 12.00 – 15.00
/ mm dan berlangsung selama 3 -7 hari. Laju endap darah juga meningkat.
b. Elektrokardiogram.
Pada infark miokard transmural ketika nekrosis dialami oleh semua lapisan dinding
miokardium, EKG dapat menunjukan kelainan, seperti gelombang Q mencapai
secmen ST meningkat, dan gelombang T abnormal.apabila nekrosis dapat mengenai
semua lapisan miokardium, disebut infark subendokrdium dan perubahan hanya
terdapat pada segmen ST. Perlu diketahui bahwa EKG tidak selalu memberikan
informasi yang psti tentang iskemia.
c. Enzim serum
Apabila sel – sel jantung mati (nekrosis), ada enzim – enzim tertentu yang di
keluarkan kedalam darah. Enzim tersebut adalah kreatin kinase (CK), serum aspartate
amino transferase (AST) dulu adalah SGOT (serum glutamic –oxalocetic
transaminase), lactic acid dehydrogenase (LDH). Pada peningkatan enzim – enzim ini
setelah serangan infark miokard akut dapat membantu dalam menentukan diagnosis.
Akan tetapi, peningkatan enzim – emzin ini tidak terbatas pada kerusankan sel – sel
miokardium, tetapi dapat juga meningkat apabila terjadi kerusan pada sel – sel hati,
ginjal, otak, paru, vasika urunaria, atau usus. Agar pemeriksaan enzim – enzim ini
dapat spesifik, untuk sel – sel miokardium, enzim dipecahkan atau dijadikan isoenzim.
Misalnya enzim CK1 terapat pada otak, paru, vesika urunaria, atau usus. CK2 hanya
terdapat pada sel –sel miokardium, CK3 akan terdapat pada serum pasien dalam 48
jam setelah serangan IM akut transmural.LDH juga dapat dipecahkan agar menjadi
spesifik. Sel – sel miokardium kaya dengan LDH1 sehingga kerusakan pada sel – sel
miokardium akan membuat LDH1 meningkat. (Mery Baradero 2008).
d. Kimia darah
1) Profil lemak. Kolesterol tetap, trigliserida dan lopoprotein diukur untuk
mengevaluasi resiko sterosklerotik, khususnya bila ada riwayat keluarga yang
positif, atau untuk mendiagnosa abnormalitas lipoprotein tertentu. Kolesterum
total yang meningkat diatas 200 mg/ml merupakan predictor peningkatan resiko
penyakit jantung koroner (CAD). Lipoprotein yang mengangkut kolesterol dalam
darah, dapat dianalisa melalui elektroforesis. Lipoprotein densitas tinggi (HDL),
yang membawa kolestrol dari sel perifer dan mengangkatnya ke hepar, bersifat
protektif, sebaliknya, lipoprotein densitas rendah (LDL) mengangkat kolesterol ke
sel perifer. Penurunan lipoprotein densitas tinggi dan peningakatan lipoprotein
densitas rendah akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria aterosklerotik.
2) Elektrolit serum. Elektrolit serum dapat mempengaruhi prognosis pasien dengan
infark miokard akut atau setiap kondisi jantung. Natrium serum mencerminkan
keseimbangan cairan relatif. Secara umum, hiponatremia menunjukan kelebihan
cairan dan hipernatremia menunjukan kekurangan cairan. Kelsium sangat penting
koagulasi darah dan aktifitas neuromuskular. Hipokalsemia dan hiperkalsemia
dapat menyebapkan perubahan EKG dan disretmia.
3) Kalsium serum. Di pengaruhi oleh fungsi ginjal da dapat menurunkan akibat
bahan diuretika yang sering digunakan untuk marawat gagal jantung kongestif.
Penurunan kadar kalium mengakibatkan iritabilitas jantung dan membuat pasien
yang mendapatkan preparat digitalis cenderung mengalami toksisitas digitalis dan
peningkatan kadar kalium mengakibatkan depresi miokardium dan iritabilitas
ventrikel. Hipokelemia dan hiperkalemia dapat mengakibatkan fibrilasi ventrikel
dan henti jantung.
4) Nitrogen urea darah. (BUN) adalah produk akhir metabolisme protein dan
diekresikan oleh ginjal. Pada psien jantung, peningkatan BUN dapat
mencerminkan penurunan perfusi ginjal (akibat penurunan curah jantung) atau
kekurangan volume cairan intravaskuler (akibat terapi diuretika).
5) Glukosa. Glukosa serum harus dipantau karena kebanyakan pasien jantung juga
menderita diabetes militus, glukosa serum sedikit meningkat pada keadaan stres
akibat mobilisasi epinefrin endogen yang menyebapkan konversi glikogen hepar
menjadi glukosa.

7. Penatalaksanaan Medis
Obat yang biasa digunakan dalam tatanan perawatan kritis untuk mengobati penyakit
kardiovaskuler:
a. Terapi Fibrinolitik, diindikasikan untuk pasien dengan infark miokardium elevasi
segmen ST akut. Tujuan terapi fibrinolitik adalah melarutkan thrombus, menetapkan
kembali aliran darah koroner, meminimalkan ukuran infark, mempertahankan fungsi
ventrikel kiri, serta mengurangi morbiditas dan motilitas. obat fibrinolitik yang sering
dipakai yaitu Streptokinase, tenekteplase, reteplase, alteplase.
b. Terapi Antikoagulan, seperti heparin unfractionated, inhibitor thrombin langsung, dan
wafarin membatasi pembentukan fibrin lebih lanjut dan membantu mencegah
tromboembolisme.
c. Terapi Inhibitor Trombosit, aspirin merupakan inhibitor trombosit yang paling luas
digunakan, menghambat tromboksan A, suatuagonis trombosit, dan mencegah
pembentukan thrombus dan vasokontriksi arteri. Aspirin digunakan untuk mengurangi
mortalitas pada pasien yang mengalami infark miokard, mengurangi insiden infark
miokard non fatal dan mortalitas pada pasien yang mengalami angina stabil, angina
tidak stabil, atau infark miokardium sebelumnya. Aspirin juga diindikasikan untuk
mengurangi risiko stroke nonfatal dan kematian pada pasien yang memiliki riwayat
stroke iskemik atau iskemia sementara akibat embolus trombosit.
8. Pathway
Blok pada arteri coroner Faktor riisiko : merokok, alkohol,
jantung hipertensi, akumulasi lipid

STEMI Blok total Blok sebagian Non STEMI

Iskemia Miokard Aliran darah coroner menurun

B1 Breathing B2 Blood B3 Brain B4 Bladder B5 Bowel B6 Bone

Aliran darah ke Edema dan bengkak Metabolisme Aliran darah Nyeri Gangguan
paru terganggu sekitar miokard anaerob keginjal fungsi
menurun ventrikel
Mual/muntah
Jalur hantaran Asam laktat
Suplai O2 tidak
listrik terganggu meningkat Produksi urin Penurunan
seimbang dengan
kebutuhan tubuh menurun Anoreksia aliran darah

Pompa Menyentuh
Meningkatnya jantung tidak ujung saraf Volume plasma Resiko
kebutuhan O2 terkoordinasi reseptor meningkat ketidakseimbangan
nutrisi
Nyeri dada Aliran balik
Takipneu Volume vena Curah jantung
sekuncup turun menurun
Nyeri akut
Beban jantung
Ketidakefektifan
Penurunan meningkat Suplai O2
pola nafas
curah jantung kejaringan
Resti kelebihan menurun
Retensi Na dan air,
volume cairan ekskresi
Kelemahan
Hipoksia, iskemia,
infark meluas
Intoleransi aktivitas

Otot rangka
kekurangan O2 dan
ATP
B. Tinjauan Keperawatan
Pengkajian keperawatan
1. Identitas pasien
Pada klien penderita infark miokard akut (IMA) diantaranya terjadi pada usia 35-55
tahun. Klien yang menderita infark miokard akut (IMA) umumnya laki-laki.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada pasien dengan infark miokard akut (IMA) yaitu nyeri
dada yang khas (seperti tertekan, berat atau penuh)
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, faktor
perangsang nyeri yang spontan, muntah, mual, kadang demam, dyspnea.
b. Riwayat kesehatan dahulu : riwayat pembuluh darah arteri, merokok, kebiasaan
olahraga tidak teratur, riwayat diabetes, hipertensi, gagal jantung kongestif, penyakit
pernafasan kronis.
c. Riwayat kesehatan keluarga : riwayat keluarga penyakit jantung atau infark miokard
akut, diabetes mellitus, stroke, hipertensi, penyakit vaskuler perifer.
4. Keadaan umum :
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien infark miokard akut biasanya baik atau
composmentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem
saraf pusat
a. B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi nafas melebihi normal dan mengeluh sesak nafas
seperti tercekik. Dyspnea kardiak biasaya ditemukan. Sesak nafas tejadi akibat
pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri
yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena kegagalan
peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada saat melakukan kegiatan fisik.
b. B2 (Blood)
Inspeksi adanya jaringan parut pada dada pasien. Keluhan lokasi nyeri biasanya
didaerah substernal atau nyeri diatas pericardium. Penyebaran nyeri dapat meluas
didada. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada infark miokard akut tanpa komplikasi
biasanya ditemukan. Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup yang disebabkan infark miokard akut. Bunyi jantung tambahan akbibat
kelainan katup biasanya tidak ditemukan pada AMI tanpa komplikasi. Batas jantung
tidak mengalami pergeseran.
c. B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya CM. tidak ditemukan sianosis perifer. Pengkajian
objekyif lainnya yaitu wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis, merintih,
meregang yang merupakan respon adanya nyeri dada akibat infark pada miokardium
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan klien. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria pada pasien dengan infark
miokard akut karena merupakan tanda awal syok kardiogenik.
e. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen ditemukan nyeri
tekan pada ke empat kuadran, penurunan peristaltic usus yang merupakan tanda infark
miokard akut.
f. B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa kelemahan,
kelelahan, tidak dapat tidur, pola tidur menetap dan jadwal olahraga tidak teratur.
Tanda klinis lain yang ditemukan adalah takikardi, dyspnea pada saat istirahat
maupun saat kreativitas.
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas
2. Penurunan curah jantung
3. Nyeri akut
4. Intoleransi aktivitas

Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC) Rasional


Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan NOC : Monitoring pernafasan (3350) Monitoring pernafasan (3350)
nafas (00032) asuhan Status pernafasan (0415) 1. Monitor pola nafas 1. Untuk mengetahui
kepearawatan (kecepatan, irama, perkembangan status
Faktor yang selama 3x24 jam Kriteria hasil : kedalaman atau kesulitan kesehatan pasien dan
berhubungan: diharapkan pola 1. Tidak ada bernafas) mencegah komplikasi
1. Posisi tubuh yang nafas efektif takipneu,dispneu, 2. Catat pergerakan dada dan 2. Untuk mengetahui usaha
menghambat gerak dada simetris retraksi pada otot dada nafas pasien
ekspansi paru 2. Tidak ada nyeri dada 3. Auskultasi suara nafas, catat 3. Untuk mengetahui adanya
2. Keletihan 3. Ekspansi paru penurh dimana terjadi penurunan suara nafas tambahan dan
3. Hiperventilasi 4. Tidak ada suara atau tidak adanya ventilasi area paru yang terjadi
4. Keletihan otot nafas tambahan dan keberadaan suara nafas penurunan ventilasi
pernafasan tambahan 4. Posisikan pasien dengan
5. Nyeri 4. Posisikan pasien untuk semi fowler untuk
memaksimalkan ventilasi mengurangi sesak nafas,
5. Monitor hasil foto thorax memaksimalkan ekspansi
dan analisa gas darah paru
6. Kolaborasi pemberian O2 5. Untuk mengetahui
sesuai dosis perkembangan status
kesehatan pasien
6. Memaksimalkan O2 pada
darah arteri dan membantu
mencegah hipoksia

Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan NOC : Peningkatan latihan (0200) : Peningakatan latihan (0200) :
(00092) asuhan Toleransi terhadap 1. Kaji status fisiologis pasien 1. Untuk menghindari
kepearawatan aktivitas (0005) yang menyebabkan terjadinya kelelahan
Faktor yang selama 3x24 jam kelelahan 2. Untuk meningkatkan energi
berhubungan: diharapkan pasien Kriteria hasil : 2. Tingkatkan tirah baring pasien dan menghindari
1. Ketidakseimbangan dapat melakukan 1. Dapat dengan mudah 3. Bantu pasien dalam kelelahan
antara suplai dan aktivitas secara beraktivitas tanpa aktivitas sehari-hari yang 3. Aktivitas yang berlebihan
kebutuhan oksigen mandiri perubahan tanda- teratur sesuai kebutuhan akan memperburuk keadaan
2. Tidak pengalaman tanda vital pasien pasien sehingga diperlukan
dengan suatu 2. Temuan hasil EKG 4. Monitor respon oksigen bantuan untuk memnenuhi
aktivitas dalam batas normal pasien misalnya, denyut kebutuhan pasien
3. Fisik tidak bugar 3. Dapat melakukan nadi, irama jantung, dan 4. Membantu derajat
4. Gaya hidup kurang aktivitas sehari-hari frekuensi penapasan dekompensasi jantung dan
gerak (ADL) secara terhadap aktivitas paru (penurunan TD,
5. Imobilitas mandiri perawatan diri takikardi, disritmia, takipneu
4. Mampu berpindah 5. Kolaborasi dengan ahli adalah indikasi intoleransi
dengan atau tanpa terapi okupasi fisik jantung terhadap aktivitas)
bantuan 5. Dengan melakukan terapi
5. Status sirkulasi dan fisik dapat menghilangkan
respirasi baik rasa letih dan lemah pada
pasien
Nyeri akut (00132) Setelah dilakukan NOC : Manajemen nyeri (1410) Manajemen nyeri (1410)
asuhan Tingkat nyeri (2120) 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Untuk mengetahui
Faktor yang kepearawatan Kontrol nyeri (1605) komprehensif yang meliputi karakteristik nyeri
berhubungan: selama 3x24 jam : lokasi, karakteristik, onset 2. Untuk mengetahui tingkat
1. Agen cedera diharapkan nyeri Kriteria hasil : atau durasi, frekuensi, ketidaknyamanan yang
biologis dapat terkontrol 1. Mampu mengontrol kualitas, intensitas atau dirasakan oleh pasien
2. Agen cedera fisik nyeri (tahu penyebab beratnya nyeri dan faktor 3. Untuk mengurangi tingkat
3. Agen cedera nyeri, mampu pencetus. ketidaknyamanan yang
kimiawi menggunakan teknik 2. Observasi reaksi nonverbal dirasakan pasien
nonfarmakologi dari ketidaknyamanan 4. Agar pasien mampu
untuk mengurangi 3. Kendalikan faktor menggunakan teknik
nyeri) lingkungan yang dapat nonfarmakologi dalam
2. Melaporkan nyeri mempengaruhi respon manajemen nyeri yang
berkurang dengan pasien terhadap dirasakan
menggunakan ketidaknyamanan 5. Untuk memfasilitasi pasien
manajemen nyeri 4. Ajarkan penggunaan teknik lebih rileks agar nyeri dapat
3. Mentakan rasa non farmakologi (seperti berkurang
nyaman setelah nyeri relaksasi nafas dalam)
berkurang 5. Dukung istirahat atau tidur Pemberian analgetik
4. Tanda-tanda vital yang adekuat untuk 1. Untuk menentukan jenis
dalam rentang membantu penurunan nyeri terapi analgetik yang akan
normal digunakan.
Pemberian analgetik 2. Unuk mengurangi nyeri
1. Tentukan lokasi yang dirasakan pasien
karakteristik, kualitas dan 3. Untuk memenuhi
keparahan nyeri sebelum kebuutuhan pasien
mengobati pasien 4. Untuk memaksimalkan
2. Berikan analgetik tambahan penurnan nyeri
atau pengobatan jika
diperlukan untuk
meningkatkan efek
penggunaan nyeri.
3. Pertimbangkan penggunaan
infus terus menerus
4. Lakukan tindakan tindakan
untuk menurunkan efek
samping analgesic
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer. C. S & Bare. B. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8. Jakarta: EGC
Morton, P. G., Fontaine, D., Hudak, C.M., & Gallo, B. M. (2011). KEPERAWATAN KRITIS.
Jakarta: EGC
Baradero, M., Dayrit, M., & Siswadi, Y. (2008). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovaskuler. Jakarta: EGC
Doengoes, M. E. (2006). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Pasien. Jakarta: EGC
Ewinanto., Santoso, E., Putranto, N., Tedjasukmana, P., Sukmawan, R., Rifqi, S., Kasiman, S.
(2018). Pedoman Tata Laksana Sindrom Koroner Akut Edisi Keempat. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia
Hastuti, Y. E., Elfi, E.F., & Pertiwi. D. (2013). Hubungan Kadar Troponin T dengan Lama
Perawatan Pasien Infark Miokard Akut di RSUP Dr. M. Djamil Padang, 424
Bulechek, G. M. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC) Sixth Edition. Philladephia:
Elsevier.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-
2020. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., & dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) Five Edition. Philladepia:
Elsevier.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 2. Jogjakarta:
MediAction Publishing.
PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai