1. Angina
Merupakan tanda klasik dari penyakit jantung koroner. Hal ini terjadi
karena adanya penurunan pasukan oksigen kedalam miokardium.
Tanda daripada angina sendiri dapat diungkapkan oleh pasien
sebagai rasa nyeri tertekan, seperti terbakar atau terasa berat pada
bagian dada dan dapat menjalar ke leher, rahang, dan lengan kiri.
2. Mual dan muntah
Mual dan muntah dapat terjadi akibat dari stimulasi refleks oleh rasa
nyeri pada pusat muntah.
3. Ekstremitas dingin dan kulit pucat
Ekstremitas dingin atau anggota gerak seperti kaki dan tangan terasa
dingin serta kulit yang pucat disebabkan oleh adanya stimulasi dari
saraf simpatik.
4. Diaforesis
Diaforesis atau yang biasa disebut dengan keringat dingin timbul
akibat dari stimulasi yang berasal dari saraf simpatik.
5. Xantelasma
Xantelesma merupakan munculnya plak kuning seperti gumpalan
yang berada di atas maupun dibawah kelopak mata yang disebabkan
oleh adanya endapan lemak pada kelopak mata yang dapat terjadi
akibat gejala sekunder akibat hiperlipidemia dan aterosklerosis.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ruiz dkk (2012) bahwa terjadinya
aterosklerosis semakin cepat dengan bertambahnya usia, yang mana
penelitian tersebut membagi atas dua kelompok usia <65 tahun dan
>65 tahun. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa penuaan,
peningkatan plak, peningkatan kadar kalsium serta necrotic core
secara signifikan menunjukkan efek yang berhubungan dengan
terjadinya aterosklerosis. Pengaruh usia yang semakin lanjut menjadi
dua kali lebih besar untuk terjadinya jantung koroner. Hal ini
disebabkan adanya perubahan fungsi endotel vaskular dan
thrombogenesis. Pada usia lanjut biasanya ditandai dengan
peningkatan sirkulasi fibrinogen dan faktor VII. Kerusakan fungsi
ginjal pada usia lanjut dapat berkontribusi untuk meningkatkan kadar
thrombogenesis melalui efek rusaknya fungsi endotel dengan
konskuensi terganggunya aktivitas fibrinolitik serta respon vasodilator
koroner (Simon et al, 1998).
3. Jenis Kelamin
Berdasarkan data (Heart Disease and Stroke Statistic 2005),
menunjukkan bahwa angka mortalitas kardiovaskular pada jenis
kelamin laki-laki selama dua puluh tahun terakhir telah mengalami
penurunan, sedangkan pada wanita angka mortalitas kardiovaskular
cenderung menetap bahkan meningkat (Ford et al, 2010). Laki-laki
memiliki risiko dua hingga tiga kali lebih besar terkena penyakit
jantung koroner dan lebih awal 10 tahun daripada wanita, akan tetapi
setelah menopause kerentanan penyakit jantung koroner hampir
sama dengan laki-laki. Hal ini disebabkan oleh adanya estrogen
endogen yang bersifat imunitas pada wanita. Setelah menopause,
kadar hormon estrogen pada wanita menurun dan menyebabkan
peningkatan kadar lemak dalam darah sehingga aterome mudah
terbentuk.
Wanita usia muda, yang sebagian besar masih terlindungi dalam efek
proteksi estrogen pada umumnya terlindungi dari penyakit
kardiovaskular. Apabila terdapat faktor risiko lain yang mendominasi
sehingga terbentuk plak aterosklerosis pada usia muda, adanya
hormon estrogen justru meningkatkan kemungkinan ruptur plak.
Hormon estrogen menimbulkan up-regulation kelompok enzim
Matrix Metalloproteinase (MMP), yaitu MMP-9. MMP sendiri
berfungsi mendegradasi matriks ekstraselular didalam dinding arteri.
Pada arteri yang sehat, proses up-regulation tidak menimbulkan efek
yang buruk, namun apabila pembuluh darah memiliki lesi
aterosklerotik, menyebabkan meningkatkan ekspresi MMP-9
didaerah plak berisiko ruptur dan menimbulkan (SKA) Sindrom
Koroner Akut (Siska dkk, 2009).
c. Kolesterol Total
Hubungan antara kolesterol total dalam darah dengan risiko
penyakit jantung koroner sangat kuat dan memiliki peran
penting dalam patogenesis penyakit jantung koroner. Yang
mana kadar kolesterol total normal adalah <200 mg/dL.
Pemeriksaan kadar kolesterol ini tidak memerlukan puasa
(Noer, 1996).
d. Trigliserida
Merupakan bentuk lain daripada lemak darah, dimana
peningkatannya dapat menyebabkan risiko penyakit jantung
koroner. Keterkaitan trigliserida dengan penyakit jantung
koroner adalah peningkatan LDL dan penurunan HDL pada
keadaan hipertrigliserida. Hipertrigliserida berperan dalam
trombosis dan pembentukan aterosklorosis sehingga
mendorong terjadinya penyakit jantung koroner. Kadar
trigliserida harus diperiksa dimana pada keadaan kolesterol
>200 mg/dL, terdapat riwayat penyakit jantung koroner,
riwayat keluarga penyakit jantung koroner, usia <55 tahun,
riwayat keluarga dalam DM dan kadar trigliserida tinggi.
Pengukuran kadar trigliserida diperlukan untuk menghitung
kadar LDL karena pemeriksaan laboratorium biasanya langsung
dapat mengukur kolesterol total, HDL dan trigliserida
sedangkan untuk menghitung LDL digunakan rumus. Kadar
trigliserida normal adalah <150 mg/dL, dengan melakukan
puasa selama 12 jam sebelum pemeriksaan darah. Dan
sebaiknya tes ini dilakukan pada pagi hari (Anies, 2015).
e. HDL (High Density Lipoprotein)
Merupakan jenis kolesterol yang menguntungkan. Memiliki
sifat protektif terhadap pembuluh darah, bekerja
membersihkan atau mengangkat tumpukan lemak dari
pembuluh darah dan membawa serta membuangnya ke organ
hati sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah
dan mencegah proses aterosklerosis. Terdapat hubungan
negatif antara HDL dengan kejadian penyakit jantung koroner,
dimana semakin rendah HDL maka akan semakin besar risiko
seseorang terkena penyakit jantung koroner. Kadar HDL normal
berkisar antara 40-60 mg/dL (Anies, 2015).
f. LDL (Low Density Lipoprotein)
Merupakan kolesterol yang bersifat merugikan dikarenakan
kadar LDL yang tinggi dapat menyebabkan penebalan dinding
pembuluh darah. Jenis kolesterol ini menumpuk didalam
pembuluh darah dan mengeras (atherosclerosis). LDL
merupakan penyebab langsung terjadinya ateroklerosis,
memblock pada arteri koroner. Kadar LDL normal adalah <100
mg/dL, peningkatan kadar LDL >130 mg/dL akan
meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner
(Noer,1996).
2. Hipertensi
Merupakan peningkatan sistolik maupun diastolik yang berhubungan
erat dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit jantung koroner.
Berbagai penelitian telah melaporkan bahwa terdapat hubungan
yang erat antara resistensi insulin dan hipertensi, ketika pasien
memiliki keduanya faktor risiko penyakit jantung koroner menjadi
dua kali lipat. Risiko penyakit jantung meningkat sejalan dengan
peningkatan tekanan darah, dimana peningkatan tekan darah sistolik
130-139 mmHg dan tekanan diastolik 85-89 mmHg akan
meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 2
kali dibandingkan dengan tekanan darah kurang dari pada 120/80
mmHg (Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, 2011).