Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT JANTUNG KORONER


STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

NAMA MAHASISWA :
ELIZA ANDRIANI
NIM. I4051201014

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

(Penyakit Jantung Koroner)

1. Definisi
Penyakit infark miokard akut atau jantung koroner (PJK)/Acute
coronary syndrome (ACS) adalah gejala yang disebabkan adanya
penyempitan atau tersumbatnya pembuluh darah arteri koroner baik
sebagian/total yang mengakibatkan suplai oksigen pada otot jantung tidak
terpenuhi .
Pencetus PJK adalah timbulnya plak kolesterol dan aterosklerosis
arteri koroner yang berlangsung lama, sering tanpa gejala terutama di
orang lanjut usia, tetapi pada suatu waktu dapat menimbulkan keluhan
mendadak, dada nyeri, kelainan EKG dan kelainan petanda jantung karena
trombosis arteri koroner dan mengakibatkan sindroma koroner akut
(SKA). Sindrom koroner akut merupakan manifestasi klinis PJK, antara
lain dapat berupa infark miokard akut. Nyeri Coroner adalah rasa sakit
akibat terjadinya miokard karena suplai aliran darah koroner yang pada
suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme miokard.

2. Etiologi
Penyebab sumbatan atau penyempitan pembuluh darah jantung
antara lain stres, atherosclerosis/trombosis dan emboli. Jika pembuluh
darah mengalami suatu sumbatan maka aliran darah mengalami suatu
penurunan sehingga otot jantung mengalami kekurangan oksigen, dengan
adanya penurunan aliran darah akan memunculkan gejala yaitu nyeri dada
tapi nyeri dada pada pasien gangguan pembuluh darah jantung yaitu nyeri
dada yang menjalar ke bahu kiri, rahang dan dada seperti tertindih atau
diremas. Untuk meyakinkan adanya sumbatan, maka diperlukan
pemeriksaan penunjang sederhana yaitu perekaman EKG (Elektro Kardio
Grafi). Tujuan dari perekaman EKG ini adalah untuk memastikan adanya
sumbatan (total/sebagian) atau total. Jika adanya sumbatan sebagian maka
pada gambaran EKG akan nampak adanya ST depresi dan jika sumbatanya
total maka akan nampak ST elevasi.
Penyumbatan dapat terjadi karena adanya beberapa faktor resiko.
Faktor resiko untuk terjadinya sumbatan terbagi menjadi dua yaitu: faktor
resiko yang dapat di rubah, dan faktor yang tidak dapat dirubah.
Adapun faktor resiko yang dapat dirubah, antara lain sebagai berikut:
a) Hipertensi, komplikasi yang terjadi pada hipertensi biasanya akibat
perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada
hipertensi yang tidak diobati akan menimbulkan penyempitan
pembuluh darah. Tempat yang paling berbahaya adalah bila mengenai
arteri miokardium.
b) Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup panting karena
termasuk faktor resiko utama PJK. Kadar kolesterol darah dipengaruhi
oleh susunan makanan seharihari yang masuk dalam tubuh (diet),
hiperkolesterol akan menimbulkan pengendapan pada arteri yang pada
akhirnya akan mengakibatkan penyempitan arteri.
c) Merokok, Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu
faktor resiko utama PJK. orang yang merokok > 20 batang perhari
dapat mempengaruhi atau memperkuat efek hipertensi. Penelitian
Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat PJK pada laki-
laki perokok 10X lebih besar dari pada bukan perokok dan pada
perempuan perokok 4.5X lebih dari pada bukan perokok.
d) Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada laki-laki
dan > 21 % pada perempuan. Obesitas sering didapatkan bersama-
sama dengan hipertensi, Diabetus Millitus, dan hipertrigliseridemi.
Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL
kolesterol.
e) Diabetus Millitus, Pasien diabetes militus akan menyebabkan
kerusakan pada pembuluh darah yaitu atherioskelerosis baik total atau
sebagian sehingga aliran darah ke jantung mengalami penurunan.
f) Exercise/Latihan dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan
memperbaiki kolesterol koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi.
Exercise juga bermanfaat bagi fungsi paru dan pemberian O2 ke
miokard, Menurunkan Berat Badan sehingga lemak tubuh yang
berlebihan berkurang bersama-sama dengan menurunkan LDL
kolesterol. Membantu menurunkan tekanan darah dan Meningkatkan
kesegaran jasmani.
Sedangkan faktor resiko yang tidak dapat di rubah antara lain
sebagai berikut:
a) Umur, telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian
akibat PJK. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur
35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar
kolesterol pada laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20
tahun. Pada laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Pada
perempuan sebelum menopause (45 tahun) lebih rendah dari pada laki-
laki dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol
perempuan meningkat menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki
b) Jenis kelamin, di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun
didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan. Ini berarti
bahwa laki-laki mempunyai resiko PJK 2-3 X lebih besar dari
perempuan

3. Patofisiologi
Penyakit jantung koroner terjadi apabila pembuluh darah yang
mengandung lipoprotein, kolesterol, sisa –sisa jaringan dan terbentuknya
kalsium pada pembuluh darah. Hal ini akan terjadi kekurangan supply
oksigen dan nutrisi sehingga menimbulkan infark myocard. Kolesterol
dibawa oleh beberapa lipoprotein antara lain VLDL (Very Low Density
Lipoprotein) sebagai pengangkut dan salah satu penumpangnya yaitu
trigliserida, LDL (Low Density Lipoprotein) dan HDL (High Density
Lipoprotein) membawa hampir semua kolesterol. HDL akan menurunkan
resiko penyakit jantung. Kadar kolesterol total dan kadar kolesterol LDL
(Low Density Lipoprotein) akan mempengaruhi resiko penyakit jantung
koroner.
Gejala awal dari adanya Penyakit Jantung Koroner ialah nyeri di
bagian dada sebelah kiri yang dapat menjalar ke lengan kiri atau ke leher
atau ke punggung. Nyeri dada ini bersifat subjektif, ada yang merasa
seperti ditekan benda berat, panas seperti terbakar, sakit seperti tertusuk
jarum, rasa tidak enak di dada dan ada yang mengatakan seperti masuk
angin. Lokasinya bisa juga terjadi di pertengahan dada, di leher saja,
punggung, dada kanan, dan bisa juga di ulu ati seperti sakit maag
(Irmalita, 2015).
Bila penyempitan pada pembuluh arteri telah mencapai 80-90%,
dapat menimbulkan masalah yang lebih parah lagi yaitu serangan jantung.
Apabila aliran darah di dalam urat nadi koroner terhalang secara total,
bagian otot jantung 12 itu mengalami kerusakan. Ini dikenal sebagai
“serangan jantung akut” atau acute myocardial infarction (AMI). AMI
umumnya disebabkan oleh penyumbatan arteri koroner secara tiba-tiba,
yaitu karena pecahnya plak lemak artherosclerosis pada arteri koroner.
Plak lemak tersebut menjadi titik-titik lemah dari arteri itu dan cenderung
untuk pecah. Pada waktu pecah di lokasi tersebut, gumpalan cepat
terbentuk yang mengakibatkan penghambatan (okulasi) arteri yang
menyeluruh, serta memutuskan aliran darah ke otot jantung.
Pathway PJK

Arterisklerosis, trombosis,
kontruksi arteri koronaria

Aliran darah ke jantung menurun

O2 dan nutrisi menurun

Suplai dan kebutuhan O2


ke jantung menurun

Metabolisme anaerob Seluler hipoksia

Timbunan asam laktat Nyeri akut Integritas membran


meningkat sel berubah

Fatigue Kontraktilitas
menurun

Penurunan curah
Intoleransi jantung
aktifitas
4. Tanda dan Gejala
Untuk tanda atau gejala yang akan muncul pada pasien PJK akan
dibagi menjadi 3 bagian yaitu: keluhan pasien, hasil perekaman EKG dan
hasil pemeriksaan laboratorium darah.

5. Komplikasi

 Serangan jantung.
Serangan jantung terjadi ketika plak luruh sehingga memicu
terbentuknya bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah.
Sumbatan ini dapat menyebabkan aliran darah menuju jantung
terhenti. Pasokan oksigen yang terhenti selama kurang lebih 20 menit
akan menyebabkan kematian otot jantung.
 Gagal jantung.
Terjadi saat jantung tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi dalam
waktu yang lama sehingga kemampuan jantung untuk memompa darah
ke seluruh tubuh menurun.
 Gangguan irama jantung (aritmia).
Saat jantung mengalami kerusakan dan kekurangan aliran darah, aliran
listrik dan irama jantung akan terganggu.
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan EKG 12 lead
a. Rekam ekg lengkap
b. Pemeriksaan ekg pada waktu istirahat perlu dilakukan.
2. Pemeriksaan darah rutin, kadar glukosa, lipid.
3. Laboratorium meliputi kadar enzim jantung, fungsi hati, fungsi ginjal
dan profil lipid
4. Foto thorax
5. Echocarddiografi
6. Katerisasi jantung

7. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
1) Analgetik yang diberikan biasanya golongan narkotik (morfin)
diberikan secara intravena dengan pengenceran dan diberikan
secara pelan-pelan. Dosisnya awal 2,0 – 2,5 mg dapat diulangi jika
perlu.
2) Nitrat dengan efek vasodilatasi (terutama venodilatasi) akan
menurunkan venous return akan menurunkan preload yang berarti
menurunkan oksigen demam. Di samping itu nitrat juga
mempunyai efek dilatasi pada arteri koroner sehingga akan
meningkatakan suplai oksigen. Nitrat dapat diberikan dengan
sediaan spray atau sublingual, kemudian dilanjutkan dengan
peroral atau intravena.
3) Aspirin sebagai antitrombotik sangat penting diberikan. Dianjurkan
diberikan sesegera mungkin (di ruang gawat darurat) karena
terbukti menurunkan angka kematian.
4) Trombolitik terapi, prinsip pengelolaan penderita infark miokard
akut adalah melakukan perbaikan aliran darah koroner secepat
mungkin (Revaskularisasi/Reperfusi). Hal ini didasari oleh proses
patogenesanya, dimana terjadi penyumbatan atau trombosis dari
arteri koroner. Revaskularisasi dapat dilakukan (pada umumnya)
dengan obat-obat trombolitik seperti streptokinase, r-TPA
(recombinant tissue plasminogen ativactor complex), Urokinase,
ASPAC ( anisolated plasminogen streptokinase activator), atau
Scu-PA (single-chain urokinase-type plasminogen activator).
Pemberian trombolitik terapi sangat bermanfaat jika diberikan pada
jam pertama dari serangan infark. Terapi ini masih bermanfaat jika
diberikan 12 jam dari onset serangan infark.
5) Betablocker diberikan untuk mengurangi kontraktilitas jantung
sehingga akan menurunkan kebutuhan oksigen miokard. Di
samping itu betaclocker juga mempunyai efek anti aritmia.
b. Non-farmakologi
1) Merubah gaya hidup, memberhentikan kebiasaan merokok.
2) Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan
memperbaiki kolateral koroner sehingga PJK dapat dikurangi,
olahraga bermanfaat karena :
a) Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard
b) Menurunkan berat badan sehingga lemak lemak tubuh yang
berlebih berkurang bersama-sama dengan menurunnya LDL
kolesterol
c) Menurunkan tekanan darah
d) Meningkatkan kesegaran jasmani
e) Diet merupakan langkah pertama dalam penanggulangan
hiperkolesterolemia. Tujuannya untuk menjaga pola makan gizi
seimbang, makan makanan yang dapat menurunkan kadar
kolesterol dengan menerapkan diet rendah lemak (Rahman,
2007).
f) Terapi diet pada PJK yang merupakan panduan dalam masalah
kesehatan kardiovaskuler yang telah diikuti secara luas adalah
dari AHA dan NCEP. Terapi diet ini secara khusus bertujuan
untuk memperbaiki profil lemak darah pada batas-batas
normal. Terapi diet dasar atau tingkat 1 dapat menurunkan ≥
10% dari total kalori berasal dari asam lemak tidak jenuh
majemuk (poly-unsaturated faty acid). bila kadar total
kolesterol darah turun 10% atau lebih dan memenuhi batas
yang ditargetkan, diet telah dianggap berhasil dan perlu
dipertahankan. Namun, apabila penurunan < 10%, diet
dilanjutkan ke tingkat 2 selama 8-10 minggu, dan pada akhir 24
dilakukan tes darah. Bila hasilnya belum juga mencapai
sasaran, mungkin sekali tubuh tidak cukup responsif terhadap
diet dan individu perlu berkonsultasi dengan dokter mengenai
kemungkian pemakaian obat (Sudoyo, et all 2011 ; Rahman,
2007)

8. Pengkajian Keperawatan pada Pasien Penyakit Jantung Koroner


1. Pengkajian
Melakukan pengkajian yang diawali dengan menanyakan:
1) keluhan pasien yaitu biasanya pasien mengalami nyeri dada yang
menjalar ke lengan kiri, rahang bawah dan pasien sulit untuk bernafas,
pingsan (sinkop) atau keringat dingin (diaporesis). Masing-masing
keluhan harus dievaluasi waktu dan lamanya.
2) faktor pencetus dan meringankan gejala.
3) faktor resiko.
4) Setelah anamnese maka langkah selanjutnya adalah pengkajian fisik
yang lengkap dan tepat juga sangat penting untuk mendeteksi adanya
komplikasi. Parameter yang digunakan adalah sebagai berikut. Tingkat
kesadaran dengan menggunakan GCS, nyeri dada, perekaman EKG 12
lead, tanda-tanda vital, auskultasi bunyi jantung, warna kulit dan suhu.
Fungsi gastrointestina antara lain mual dan muntah dapat terjadi pada
PJK. Status volume cairan yang sangat penting untuk diukur adalah
pengeluaran urin
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia
jaringan miokard)
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan perfusi
jaringan
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigen
3. Rencana Intervensi (Rasional)

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


. Hasil
Dx
1 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
a. Mengetahui masalah untuk
agen pencedera intervensi selama 3 x Observasi
penanganan yang tepat
fisiologis (iskemia 24 jam, diharapkan  Identifikasi lokasi,
b. Mengetahui tingkat keparahan nyeri
jaringan miokard) tingkat nyeri menurun karakteristik, durasi, frekuensi,
untuk menentukan penanganan
dengan kriteria hasil: kualitas, intensitas nyeri
c. Membantu pasien untuk menentukan
a. Keluhan nyeri  Identifikasi skala nyeri
strategi yang cocok dan tepat untuk
menurun Terapeutik
dirinya
b. Meringis  Berikan teknik
d. Teknik nonfarmakologis untuk
menurun nonfarmakologis untuk
mengurangi ketergantungan terhadap
c. Kesulitan tidur mengurangi rasa nyeri
obat. Teknik relaksasi dapat
menurun  Fasilitasi istirahat dan tidur
mengurangi rasa nyeri
Edukasi
e. Istirahat dan tidur diperlukan pada
 Jelaskan strategi meredakan
awal fase inkontinensia.
nyeri
f. Membantu pasien memilih teknik
 Ajarkan teknik
yang tepat
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri g. Mencegah ketergantungan terhadap
obat dengan mengajarkan teknik
nonfarmakologi
2 Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan Luka
jantung intervensi selama 1 x Observasi
 Identifikasi tanda dan gejala a. Untuk mengkaji tanda dan gejala
berhubungan 24 jam, diharapkan
penurunan curah jantung adanya penurunan curah jantung
dengan penurunan curah jantung ( kelelahan, dispneu) b. Memantau tandatanda vital
perfusi jaringan meningkat dengan  Monitor tekanan darah
 Monitor keluhan nyeri dada c. Memberikan posisi yang nyaman
kriteria hasil:
d. Mengajarkan terapi relaksasi
- Lelah menurun Terapeutik untuk mengurangi stres
- Kekuatan nadi  Posisikan pasien semi fowler
atau fowler
perifer
 Berikan terapi relaksasi
meningkat Edukasi
- Tekanan darah  Anjurkan beraktifitas fisik
membaik secara bertahap
Kolaborasi
- Sianosis  Kolaborasikan pemberian
menurun antiaritmia
3 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi
aktivitas intervensi selama 3 x Observasi
a. Mengidentifikasi penyebab
berhubungan 24 jam, diharapkan  Identifikasi gangguan fungsi
dengan toleransi aktivitas tubuh yang mengakibatkan kelelahan
ketidakseimbangan meningkat dengan kelelahan b. Memberikan lingkungan yang
suplai oksigen kriteria hasil:  Monitor kelelahan fisik dan nyaman dan menghindarkan
- Keluhan lelah emosional stimulus yang dapat memperberat
menurun Terapeutik kelelahan
- Perasaaan  Sediakan lingkungan yang c. Menganjurkan tirah baring untuk
lemah menurun nyaman dan rendah stimulus meminimalkan mengeluarkan
- Tekanan darah  Fasilitasi duduk di sisi tempat energi berlebih.
membaik tidur jika tidak dapat
- Frekuensi napas berpindah atau berjalan
membaik Edukasi
 Anjurkan tirah baring
4. Evaluasi secara teoritis
Evaluasi keperawatan adalah suatu penilaian dengan cara
membandingkan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan
kriteria hasil yang dibuat dalam tahap rencana keperawatan. Tujuan dari
evaluasi yaitu untuk melihat kemampuan pasien dengan mencapai tujuan
yang diinginkan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat respon pasien
terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat
mengambil keputusan. Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses
keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak (Bagaskara, 2019).
Dalam evaluasi keperawatan penentuan masalah teratasi, teratasi
sebagian atau tidak teratasi yaitu dengan cara membandingkan antara
SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Format
evaluasi menggunakan SOAP yaitu S (subjektif) adalah informasi berupa
ungkapan yang didapat dari pasien setelah tindakan diberikan. O (objektif)
yaitu informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian
pengukuran yang dilakukan. A (analisis) yakni membandingkan antara
informasi subjektif dan informasi okjektif dengan tujuan dan kriteria hasil,
kemudian diambil kesimpulan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau
tidak teratasi. P (planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilakukan berdasarkan hasil analisa (Bagaskara, 2019).
DAFTAR PUSTAKA

Bagaskara, F.(2019).  Asuhan Keperawatan Tuberkulosis Paru Pada Ny. S Dan


NY. M Dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan
Napas DI Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Haryoto
Lumajang Tahun 2019 (Doctoral dissertation, Fakultas Keperawatan
Universitas Jember).
Bachrudin, M & Najib, M. (2016). Bahan Ajar Cetak Keperawatan Medikah
Bedah I. Pusdik SDM Kesehatan : Jakarta Selatan

Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan NANDA NIC NOC. Jogjakarta: Mediaction publishing

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawtaan, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai