Disusun Oleh:
A. Definisi
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung
secara permanen akibat tersumbatnya aliran darah koroner oleh proses degeneratif
atau dipengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada,
peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah
cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran
darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-
oksigen dan mati.
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok, hipertensi, akumulasi lipid, hiperglikemi dan pola hidup(Sudoyo, 2010).
B. Etiologi
Penyebab utama infark miokard adalah kurangnya suplai darah miokard.
Penyebab penurunan suplai darah dikarenakan penyempitan kritis arteri koroner
karena ateriosklerosis atau oklusi arteri komplit / penyumbatan total arteri oleh
embolus atau thrombus, syok dan hemoragi / perdarahan. Pada kasus ini selalu
terjadi ketidakseimbangan antara suplai darah dan kebutuhan oksigen.
Stemi juga terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi,
akumulasi lipid, hiperglikemi dan pola hidup
1. Merokok
Merokok dapat memperparah dari penyakit koroner diantaranya
karbondioksida yang terdapat pada asap rokok akan lebih mudah mengikat
hemoglobin dari pada oksigen, sehingga oksigen yang disuplai ke jantung
menjadi berkurang. Asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan
katekolamin yang menyebabkan konstriksi arteri dan membuat aliran darah dan
oksigen jaringan menjadi terganggu. Merokok dapat meningkatkan adhesi
trombosit yang akan dapat mengakibatkan kemungkinan peningkatan
pembentukan thrombus.
2. Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi merupakan juga faktor risiko yang dapat
menyebabkan penyakit arteri koroner. Tekanan darah yang tinggi akan dapat
meningkatkan gradien tekanan yang harus dilawan oleh ventrikel kiri saat
memompa darah. Tekanan tinggi yang terus menerus menyebabkan suplai
kebutuhan oksigen jantung meningkat.
3. Kolesterol darah tinggi
Tingginya kolesterol dengan kejadian penyakit arteri koroner memiliki
hubungan yang erat. Lemak yang tidak larut dalam air terikat dengan
lipoprotein yang larut dengan air yang memungkinkannya dapat diangkut dalam
system peredaran darah. Tiga komponen metabolisme lemak, kolesterol total,
lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein) dan lipoprotein densitas
tinggi (high density lipoprotein). Peningkatan kolestreol low density lipoprotein
(LDL) dihubungkan dengan meningkatnya risiko koronaria dan mempercepat
proses arterosklerosis. Sedangkan kadar kolesterol high density lipoprotein
(HDL) yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit arteri
koronaria dengan cara mengangkut LDL ke hati, mengalami biodegradasi dan
kemudian diekskresi.
4. Hiperglikemia
Pada penderita diabetes mellitus cenderung memiliki prevalensi
aterosklerosis yang lebih tinggi, hiperglikemia menyebabkan peningkatan
agregasi trombosit yang dapat menyebabkan pembentukan thrombus.
5. Pola perilaku
Pola hidup yang kurang aktivitas serta stressor psikososial juga ikut
berperan dalam menimbulkan masalah pada jantung. Rosenman dan Friedman
telah mempopulerkan hubungan antara apa yang dikenal sebagai pola tingkah
laku tipe A dengan cepatnya proses aterogenesis. Hal yang termasuk dalam
kepribadian tipe A adalah mereka yang memperlihatkan persaingan yang kuat,
ambisius, agresif, dan merasa diburu waktu. Stres menyebabkan pelepasan
katekolamin, tetapi masih dipertanyakan apakah stres memang bersifat
aterogenik atau hanya mempercepat serangan.
C. Patofisiologi
Penyebab paling sering Akut Miokard Infark adalah penyempitan pembuluh
darah yang disebabkan oleh karena atheromatous. Pecahnya plak menyebabkan
terjadinya agregasi trombosit, pembentukan thrombus dan akumulasi fibrin,
perdarahan dalam plak dan beberapa tingkatan vasospasm. Keadaan ini akan
mengakibatkan sumbatan baik parsial maupun total, yang berakibat iskemi
miokard. Sumbatan total pembuluh darah yang lebih dari 4-6 jam berakibat
nekrosis miokard yang irreversible tetapi reperfusi yang dilakukan dalam waktu ini
dapat menyelamatkan miokardium dan menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Infark miokard atau nekrosis iskemik pada miokardium, diakibatkan oleh
iskemia pada miokard yang berkepanjangan yang bersifat irreversible. Waktu
diperlukan bagi sel-sel otot jantung mengalami kerusakan adalah iskemia selama
15-20 menit. Infark miokard hampir selalu terjadi di ventrikel kiri dan dengan nyata
mengurangi fungsi ventrikel kiri, makin luas daerah infark, makin kurang daya
kontraksinya.
Secara fungsional, infark miokard menyebabkan : berkurangnya kontraksi dengan
gerak dinding abnormal, terganggunya kepaduan ventrikel kiri, berkurangnya
volume denyutan, berkurangnya waktu pengeluaran dan meningkatnya tekanan
akhir diastole ventrikel kiri.
Gangguan fungsi tidak hanya tergantung luasnya infark, tetapi juga
lokasinya karena berhubungan dengan pasokan darah. Infark juga dinamakan
berdasarkan tempat terdapatnya seperti infark subendokardial, infark intramural,
infark subepikardial, dan infark transmural. Infark transmural meluas dari
endokardium sampai epikardium. Semua infark miokard memiliki daerah daerah
pusat yang nekrotik/infark, dikelilingi daerah cedera, diluarnya dikelilingi lagi
lingkaran iskemik. Masing-masing menunjukkan pola EKG yang khas. Saat otot
miokard mati, dilepaskan enzim intramiokard, enzim ini membantu menentukkan
beratnya infark. Jaringan otot jantung yang mati, diganti jaringan parut yang dapat
mengganggu fungsinya.
PATHWAY
Aterosklerosis, thrombosis, kontraksi arteri koronaria
Nekrosis
Resiko
Metabolism anaerob penurunan
Seluler hipoksia
curah
jantung
Gangguan
Timbunan asam
pertukaran Nyeri
laktat meningkat Integritas membrane sel berubah
gas
Intoleransi
aktifitas COP turun Kegagalann pompa
jantung
Gangguan perfusi
jaringan Gagal jantung
E. Komplikasi
1. Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran, dan
ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini
dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena ekspansi
infark, disrupsi sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan jaringan pada
zona nekrotik. Pembesaran yang terjadi berhubungan dengan ukuran dan lokasi
infark.
2. Gagal pemompaan (pump failure)
Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI.
Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda
klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3
dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3. Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala
awal. Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi
ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit, iskemia,
dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.
4. Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena
pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
mengakibatkan kongesti vena sistemik.
5. Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang
massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan
akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel dengan
manifestasi seperti penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner,
peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia
yang selanjutnya makin menekan fungsi miokardium.
6. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga
interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti
paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui dinding
kapiler, merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat berat.
Kongesti paru terjadi jika dasar vascular paru menerima darah yang berlebihan
dari ventrikel kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung
kiri. Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat
mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi hipoksia berat.
7. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu
fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam
atrium selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari
ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran
ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.
8. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding
septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.
9. Rupture jantung
Ruptur dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan
infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut.
Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi perdarahan massif ke dalam
kantong perikardium yang relatif tidak elastis dapat berkembang. Kantong
perikardium yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga menimbulkan
tamponade jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena
dan curah jantung.
10. Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks
jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap
sistolik dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
11. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi
kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus
mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.
12. Perikarditis
Infark transmural membuat lapisan epikardium langsung berkontak
dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan
menimbulkan reaksi peradangan.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratotium Pemeriksaan Enzim jantung :
a. CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam
36-48 jam (3-5 hari). Enzim ini terdapat pada jaringan tubuh seperti otot
rangka, serta organ jantung dan otak. Peningkatan enzim CK dapat
menandakan kondisi serangan jantung.
b. CK-MB : meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan kembali
normal pada 48-72 jam. CK-MB sangat penting untuk diagnosis IMA
terutama berkaitan dengan prognosis pasien.
c. LDH (laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2: Meningkat dalam 24 jam
dan memakan waktu lama untuk kembali normal. LDH didapatkan pada
semua sel yang bermetabolisme, dan jika sel rusak maka ditemukan
peningkatan kadar LDH dalam serum.
d. AST /SGOT : Peningkatan kadar AST menandakan kerusakan jantung, hati,
paru atau ginjal, dan otot skeletal. Peningkatan kadar SGOT pada awal infark
miokard menggambarkan luasnya daerah infark meskipun SGOT tidak
spesifik pada organ jantung.
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mencatat aktivitas elektrik jantung.
Melalui aktivitas elektrik jantung dapat diketahui irama jantung, besarnya
jantung, dan kondisi otot jantung, kondisi otot jantung inilah yang memiliki
kaitanya dengan PJK.
3. Tes Treadmill Atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan beban)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering
dilakukan untuk mendiagnosis apakah seseorang terkena menderita penyakit
jantung dan juga untuk menstratifikasi berat ringannya penyakit jantung. Selain
itu tes treadmill juga dapat dipakai untuk mengukur kapasitas jantung, gangguan
irama, dan lain-lain.
4. Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara
ultra untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat menilai
fungsi jantung.
5. Angiografi korener
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang
disuntikan kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya
penyempitan diarteri koroner.
6. Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar X
yang menembus organ. Sinar X yang menembus diterima oleh detektor yang
mengubahnya menjadi data elektrik dan diteruskan ke sistem komputer untuk
diolah menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh.
7. Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu
kedokteran, yang menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan
gelombang radio-frekuensi dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla) untuk
menghasilkan tampilan penampang (irisan) tubuh.
8. Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien,
kemudian dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau kamera positron,
sehingga pola tampilan yang terjadi berdasrkan pola organ yang memancarkan
sinar gamma. (Kabo, 2008).
G. Terapi Obat
Penatalaksanaan STEMI (ST Elevasi Miocard Infark) farmakologi ada tiga
kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen:
vasodilator, antikoagulan, dan trombolitik. Analgetik dapat diberikan untuk
mengurangi atau menghilangkan nyeri dada, nyeri dikaitkan dengan aktivasi
simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.
Antikoagulan (heparin) digunakan untuk membantu mempertahankan integritas
jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah, sehingga dapat
menurunkan kemungkinan pembentukan trombus.
Trombolitik adalah untuk melarutkan setiap trombus yang telah terbentuk di
arteri koroner, memperkecil penyumbatan dan juga luasnya infark. Tiga macam
obat trombolitik : streptokinase, aktifator plasminogen jaringan (t-PA = tissue
plasminogen activator), dan anistreplase. Pemberian oksigen dimulai saat awitan
nyeri, oksigen yang dihirup akan langsung meningkatkan saturasi darah. Analgetik
(morfin sulfat), pemberian analgetik dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif
diobati dengan nitrat dan antikoagulan, respon kardiovaskuler terhadap morfin
dipantau dengan cermat khususnya tekanan darah yang sewaktu waktu dapat turun.
Vasodilator adalah golongan obat yang digunakan untuk melebarkan
pembuluh darah agar aliran darah dapat mengalir dengan lebih lancar, sehingga
tidak membebani jantung dalam memompa darah. Obat ini bekerja dengan cara
memengaruhi otot-otot pada dinding pembuluh darah arteri maupun vena.
Vasodilator akan mengurangi ketegangan dinding otot pembuluh darah, sehingga
ruang dalam pembuluh darah tidak menyempit. Hal tersebut akan memudahkan
tubuh untuk mengalirkan darah berisikan oksigen ke seluruh tubuh, termasuk ke
otot jantung, dan menekan potensi aliran darah kembali ke ruang jantung.
H. Penatalaksanaan medis
Tujuan penatalaksanaan medis yang dilakukan adalah memperkecil
kerusakan jantuang sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi.
Kerusakan jantung diperkecil dengan cara segera mengembalikan keseimbangan
antara kebutuhan dan suplai oksigen jantung. Terapi obat-obatan , pemberian O2,
tirah baring dilakukan secara bersamaan untuk tetap mempertahankan jantung.
Obat-obatan dan O2 digunakan untuk meningkatkan suplay O2, sementara tirah
baring digunakan untuk mengurangi kebutuhan O2. Hilangnya nyeri merupakan
indikator utama bahwa kebutuhan dan suplai O2 telah mencapai keseimbangan.
Dan dengan penghentian aktifitas fisik untuk mengurangi beban kerja jantung
membatasi luas kerusakan.
Glasgow Coma Scale atau GCS adalah skala neurologi yang digunakan
untuk melakukan penilaian tingkat kesadaran. Selanjutnya, tingkat kesadaran
adalah ukuran kesadaran dan juga respons seseorang terhadap rangsangan
lingkungan. Cara mengukur nilai GCS :
1. Mata
a. Nilai (5) untuk mampu berbicara normal dan sadar terhadap lingkungan
sekitarnya.
b. Nilai (4) untuk cara bicara yang tidak jelas atau diulang-ulang, serta
mengalami disorientasi atau tidak mengenali lingkungannya.
c. Nilai (3) untuk mampu berbicara tapi tidak dapat berkomunikasi
d. Nilai (2) untuk bersuara namun tidak berkata-kata atau hanya mengerang saja.
e. Nilai (1) untuk tidak bersuara sama sekali.
3. Gerakan tubuh
Tingkat kesadaran tidak hanya dibagi menjadi dua antara sadar dan koma,
namun dibagi lagi menjadi beberapa tingkatan. Berikut adalah 7 (tujuh) penilaian
tingkat kesadaran dan nilai GCS yang mewakilinya:
I. Pengkajian Sistem
1. Sistem Pernafasan
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk produktif/tidak
produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda: peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas bersih
atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.
2. Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung koroner,
masalah TD, DM.
Tanda:
a. TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk/berdiri
b. Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
c. Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung /
penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.
d. Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar
e. Friksi; dicurigai perikarditis.
f. Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
g. Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel.
h. Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
3. Sistem Pencernaan
Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda: penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan perubahan
berat badan.
4. Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup menetap,
jadual olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada istirahat/kerja.
5. Integritas ego
Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah
pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’, khawatir tentang keluarga, pekerjaan
dan keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.
6. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala:
a. Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan
aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
b. Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher
c. Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat
dilihat.
d. Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialami.
e. Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM,
hipertensi dan lansia.
Tanda:
a. Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
b. Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
c. Menarik diri, kehilangan kontak mata
d. Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan, warna
kulit/kelembaban, kesadaran.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan: Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis),
kerusakan jaringan.
2. Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung, stroke volume, pre load
dan afterload, kontraktilitas jantung.
3. Intoleransi aktivitas Berhubungan dengan : Tirah Baring atau imobilisasi,
Kelemahan menyeluruh dan Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan
kebutuhan
4. Gangguan Pertukaran gas Berhubungan dengan : ketidakseimbangan perfusi
ventilasi dan perubahan membran kapiler-alveolar.
5. Kelebihan Volume Caira Berhubungan dengan : Mekanisme pengaturan
melemah dan Asupan cairan berlebihan
K. Rencana Asuhan Keperawatan
Alwi, I., 2009. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST . In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Internapublishing,pp. 1741-56.
Isna, Dyah. 2015. Laporan Pendahuluan ST elefasi miokard infark (stemi). Surakarta
Manurung, N. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Konsep, Mind Mapping dan NANDA NIC
NOC. Jakarta: TIM.