Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI)

Disusun Oleh:

Nama : Ai Nunung Susilawati


NIM : 1708169

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS SUMEDANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI)

A. Definisi
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung
secara permanen akibat tersumbatnya aliran darah koroner oleh proses degeneratif
atau dipengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada,
peningkatan enzim jantung dan ST elevasi  pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah
cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran
darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-
oksigen dan mati.
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok, hipertensi, akumulasi lipid, hiperglikemi dan pola hidup(Sudoyo, 2010).

B. Etiologi
Penyebab utama infark miokard adalah kurangnya suplai darah miokard.
Penyebab penurunan suplai darah dikarenakan penyempitan kritis arteri koroner
karena ateriosklerosis atau oklusi arteri komplit / penyumbatan total arteri oleh
embolus atau thrombus, syok dan hemoragi / perdarahan. Pada kasus ini selalu
terjadi ketidakseimbangan antara suplai darah dan kebutuhan oksigen.
Stemi juga terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi,
akumulasi lipid, hiperglikemi dan pola hidup
1. Merokok
Merokok dapat memperparah dari penyakit koroner diantaranya
karbondioksida yang terdapat pada asap rokok akan lebih mudah mengikat
hemoglobin dari pada oksigen, sehingga oksigen yang disuplai ke jantung
menjadi berkurang. Asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan
katekolamin yang menyebabkan konstriksi arteri dan membuat aliran darah dan
oksigen jaringan menjadi terganggu. Merokok dapat meningkatkan adhesi
trombosit yang akan dapat mengakibatkan kemungkinan peningkatan
pembentukan thrombus.
2. Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi merupakan juga faktor risiko yang dapat
menyebabkan penyakit arteri koroner. Tekanan darah yang tinggi akan dapat
meningkatkan gradien tekanan yang harus dilawan oleh ventrikel kiri saat
memompa darah. Tekanan tinggi yang terus menerus menyebabkan suplai
kebutuhan oksigen jantung meningkat.
3. Kolesterol darah tinggi
Tingginya kolesterol dengan kejadian penyakit arteri koroner memiliki
hubungan yang erat. Lemak yang tidak larut dalam air terikat dengan
lipoprotein yang larut dengan air yang memungkinkannya dapat diangkut dalam
system peredaran darah. Tiga komponen metabolisme lemak, kolesterol total,
lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein) dan lipoprotein densitas
tinggi (high density lipoprotein). Peningkatan kolestreol low density lipoprotein
(LDL) dihubungkan dengan meningkatnya risiko koronaria dan mempercepat
proses arterosklerosis. Sedangkan kadar kolesterol high density lipoprotein
(HDL) yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit arteri
koronaria dengan cara mengangkut LDL ke hati, mengalami biodegradasi dan
kemudian diekskresi.
4. Hiperglikemia
Pada penderita diabetes mellitus cenderung memiliki prevalensi
aterosklerosis yang lebih tinggi, hiperglikemia menyebabkan peningkatan
agregasi trombosit yang dapat menyebabkan pembentukan thrombus.
5. Pola perilaku
Pola hidup yang kurang aktivitas serta stressor psikososial juga ikut
berperan dalam menimbulkan masalah pada jantung. Rosenman dan Friedman
telah mempopulerkan hubungan antara apa yang dikenal sebagai pola tingkah
laku tipe A dengan cepatnya proses aterogenesis. Hal yang termasuk dalam
kepribadian tipe A adalah mereka yang memperlihatkan persaingan yang kuat,
ambisius, agresif, dan merasa diburu waktu. Stres menyebabkan pelepasan
katekolamin, tetapi masih dipertanyakan apakah stres memang bersifat
aterogenik atau hanya mempercepat serangan.

C. Patofisiologi
Penyebab paling sering Akut Miokard Infark adalah penyempitan pembuluh
darah yang disebabkan oleh karena atheromatous. Pecahnya plak menyebabkan
terjadinya agregasi trombosit, pembentukan thrombus dan akumulasi fibrin,
perdarahan dalam plak dan beberapa tingkatan vasospasm. Keadaan ini akan
mengakibatkan sumbatan baik parsial  maupun total, yang berakibat iskemi
miokard. Sumbatan total pembuluh darah yang lebih dari 4-6 jam berakibat
nekrosis miokard yang irreversible tetapi reperfusi yang dilakukan dalam waktu ini
dapat menyelamatkan miokardium dan menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Infark miokard atau nekrosis iskemik pada miokardium, diakibatkan oleh
iskemia pada miokard yang berkepanjangan yang bersifat irreversible. Waktu
diperlukan bagi sel-sel otot jantung mengalami kerusakan adalah iskemia selama
15-20 menit. Infark miokard hampir selalu terjadi di ventrikel kiri dan dengan nyata
mengurangi fungsi ventrikel kiri, makin luas daerah infark, makin kurang daya
kontraksinya.
Secara fungsional, infark miokard menyebabkan : berkurangnya kontraksi dengan
gerak dinding abnormal, terganggunya kepaduan ventrikel kiri, berkurangnya
volume denyutan,  berkurangnya waktu pengeluaran dan meningkatnya tekanan
akhir diastole ventrikel kiri.
Gangguan fungsi tidak hanya tergantung luasnya infark, tetapi  juga
lokasinya karena berhubungan dengan pasokan darah. Infark juga dinamakan
berdasarkan tempat terdapatnya seperti infark subendokardial, infark intramural,
infark subepikardial, dan infark transmural. Infark transmural meluas dari
endokardium sampai epikardium. Semua infark miokard memiliki daerah daerah
pusat yang nekrotik/infark, dikelilingi daerah cedera, diluarnya dikelilingi lagi
lingkaran iskemik. Masing-masing menunjukkan pola EKG yang khas. Saat otot
miokard mati, dilepaskan enzim intramiokard, enzim ini membantu menentukkan
beratnya infark. Jaringan otot jantung yang mati, diganti jaringan parut yang dapat
mengganggu fungsinya.

PATHWAY
Aterosklerosis, thrombosis, kontraksi arteri koronaria

Penurunan aliran darah kejantung

Kekurangan oksigen dan nutrisi

Iskemik pada jaringan miokard

Nekrosis

Suplay dan kebutuhan oksigen kejantung tidak seimbang

Suplay oksigen ke Miokard menurun

Resiko
Metabolism anaerob penurunan
Seluler hipoksia
curah
jantung
Gangguan
Timbunan asam
pertukaran Nyeri
laktat meningkat Integritas membrane sel berubah
gas

Kelemahan Kontraktilitas turun


n

Intoleransi
aktifitas COP turun Kegagalann pompa
jantung

Gangguan perfusi
jaringan Gagal jantung

Resiko kelebihan volume


cairan ekstravaskuler
D. Tanda dan Gejala
1. Klinis
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus - menerus tidak mereda,
bagian bawah sternum dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala
utama.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
c. Nyeri yang tajam dan berat yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke
bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri muncul secara spontan (bukan setelah kegiatan / bekerja atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak
hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis  berat,
pusing atau kepala ringan dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(menyimpulkan pengalaman nyeri)
2. Laboratotium
a. Pemeriksaan Enzim jantung
1) CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal
dalam 36-48 jam (3-5 hari). Enzim ini terdapat pada jaringan tubuh
seperti otot rangka, serta organ jantung dan otak. Peningkatan enzim CK
dapat menandakan kondisi serangan jantung.
2) CK-MB : meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan
kembali normal pada 48-72 jam. CK-MB sangat penting untuk diagnosis
IMA terutama berkaitan dengan prognosis pasien.
3) LDH (laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2: Meningkat dalam 24
jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal. LDH didapatkan
pada semua sel yang bermetabolisme, dan jika sel rusak maka ditemukan
peningkatan kadar LDH dalam serum.
4) AST /SGOT : Peningkatan kadar AST menandakan kerusakan jantung,
hati, paru atau ginjal, dan otot skeletal. Peningkatan kadar SGOT pada
awal infark miokard menggambarkan luasnya daerah infark meskipun
SGOT tidak spesifik pada organ jantung.
b. EKG
Perubahan EKG yang terjadi selama infark akut yaitu gelombang Q
nyata, elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik. Perubahan- perubahan
ini tampak pada hantaran yang terletak diatas daerah miokardium yang
mengalami nekrosis. Selang beberapa waktu gelombang ST dan gelombang
T akan kembali normal hanya gelombang Q tetap  bertahan sebagai bukti
elektrokardiograf adanya infark lama.

No Lokasi Gambaran EKG


1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan
3 Anterolateral
aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi
4 Lateral
gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan
5 Inferolateral
V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-
7 Inferoseptal
V3
Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di
8 True posterior
V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
9 RV Infraction Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama infark.

E. Komplikasi
1. Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran, dan
ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini
dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena ekspansi
infark, disrupsi sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan jaringan pada
zona nekrotik. Pembesaran yang terjadi berhubungan dengan ukuran dan lokasi
infark.
2. Gagal pemompaan (pump failure)
Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI.
Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda
klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3
dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3. Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala
awal. Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi
ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit, iskemia,
dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.
4. Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena
pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
mengakibatkan kongesti vena sistemik.
5. Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang
massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan
akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel dengan
manifestasi seperti penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner,
peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia
yang selanjutnya makin menekan fungsi miokardium.
6. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga
interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti
paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui dinding
kapiler, merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat berat.
Kongesti paru terjadi jika dasar vascular paru menerima darah yang berlebihan
dari ventrikel kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung
kiri. Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat
mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi hipoksia berat.
7. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu
fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam
atrium selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari
ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran
ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.
8. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding
septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.
9. Rupture jantung
Ruptur dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan
infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut.
Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi perdarahan massif ke dalam
kantong perikardium yang relatif tidak elastis dapat berkembang. Kantong
perikardium yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga menimbulkan
tamponade jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena
dan curah jantung.
10. Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks
jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap
sistolik dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
11. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi
kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus
mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.
12. Perikarditis
Infark transmural membuat lapisan epikardium langsung berkontak
dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan
menimbulkan reaksi peradangan.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratotium Pemeriksaan Enzim jantung :
a. CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam
36-48 jam (3-5 hari). Enzim ini terdapat pada jaringan tubuh seperti otot
rangka, serta organ jantung dan otak. Peningkatan enzim CK dapat
menandakan kondisi serangan jantung.
b. CK-MB : meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan kembali
normal pada 48-72 jam. CK-MB sangat penting untuk diagnosis IMA
terutama berkaitan dengan prognosis pasien.
c. LDH (laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2: Meningkat dalam 24  jam
dan memakan waktu lama untuk kembali normal. LDH didapatkan pada
semua sel yang bermetabolisme, dan jika sel rusak maka ditemukan
peningkatan kadar LDH dalam serum.
d. AST /SGOT : Peningkatan kadar AST menandakan kerusakan jantung, hati,
paru atau ginjal, dan otot skeletal. Peningkatan kadar SGOT pada awal infark
miokard menggambarkan luasnya daerah infark meskipun SGOT tidak
spesifik pada organ jantung.
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mencatat aktivitas elektrik  jantung.
Melalui aktivitas elektrik jantung dapat diketahui irama jantung,  besarnya
jantung, dan kondisi otot jantung, kondisi otot jantung inilah yang memiliki
kaitanya dengan PJK.
3. Tes Treadmill Atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan  beban)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering
dilakukan untuk mendiagnosis apakah seseorang terkena menderita  penyakit
jantung dan juga untuk menstratifikasi berat ringannya penyakit  jantung. Selain
itu tes treadmill juga dapat dipakai untuk mengukur kapasitas jantung, gangguan
irama, dan lain-lain.
4. Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara
ultra untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat menilai
fungsi jantung.
5. Angiografi korener
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang
disuntikan kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya
penyempitan diarteri koroner.
6. Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar X
yang menembus organ. Sinar X yang menembus diterima oleh detektor yang
mengubahnya menjadi data elektrik dan diteruskan ke sistem komputer untuk
diolah menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh.
7. Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu
kedokteran, yang menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan
gelombang radio-frekuensi dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla) untuk
menghasilkan tampilan penampang (irisan) tubuh.
8. Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien,
kemudian dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau kamera  positron,
sehingga pola tampilan yang terjadi berdasrkan pola organ yang memancarkan
sinar gamma. (Kabo, 2008).

G. Terapi Obat
Penatalaksanaan STEMI (ST Elevasi Miocard Infark) farmakologi ada tiga
kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen:
vasodilator, antikoagulan, dan trombolitik. Analgetik dapat diberikan untuk
mengurangi atau menghilangkan nyeri dada, nyeri dikaitkan dengan aktivasi
simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.
Antikoagulan (heparin) digunakan untuk membantu mempertahankan integritas
jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah, sehingga dapat
menurunkan kemungkinan pembentukan trombus.
Trombolitik adalah untuk melarutkan setiap trombus yang telah terbentuk di
arteri koroner, memperkecil penyumbatan dan juga luasnya infark. Tiga macam
obat trombolitik : streptokinase, aktifator plasminogen jaringan (t-PA = tissue
plasminogen activator), dan anistreplase. Pemberian oksigen dimulai saat awitan
nyeri, oksigen yang dihirup akan langsung meningkatkan saturasi darah. Analgetik
(morfin sulfat), pemberian analgetik dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif
diobati dengan nitrat dan antikoagulan, respon kardiovaskuler terhadap morfin
dipantau dengan cermat khususnya tekanan darah yang sewaktu waktu dapat turun.
Vasodilator adalah golongan obat yang digunakan untuk melebarkan
pembuluh darah agar aliran darah dapat mengalir dengan lebih lancar, sehingga
tidak membebani jantung dalam memompa darah. Obat ini bekerja dengan cara
memengaruhi otot-otot pada dinding pembuluh darah arteri maupun vena.
Vasodilator akan mengurangi ketegangan dinding otot pembuluh darah, sehingga
ruang dalam pembuluh darah tidak menyempit. Hal tersebut akan memudahkan
tubuh untuk mengalirkan darah berisikan oksigen ke seluruh tubuh, termasuk ke
otot jantung, dan menekan potensi aliran darah kembali ke ruang jantung.

H. Penatalaksanaan medis
Tujuan penatalaksanaan medis yang dilakukan adalah memperkecil
kerusakan  jantuang sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi.
Kerusakan jantung diperkecil dengan cara segera mengembalikan keseimbangan
antara kebutuhan dan suplai oksigen jantung. Terapi obat-obatan , pemberian O2,
tirah baring dilakukan secara bersamaan untuk tetap mempertahankan jantung.
Obat-obatan dan O2 digunakan untuk meningkatkan suplay O2, sementara tirah
baring digunakan untuk mengurangi kebutuhan O2. Hilangnya nyeri merupakan
indikator utama bahwa kebutuhan dan suplai O2 telah mencapai keseimbangan.
Dan dengan penghentian aktifitas fisik untuk mengurangi beban kerja jantung
membatasi luas kerusakan.
Glasgow Coma Scale atau GCS adalah skala neurologi yang digunakan
untuk melakukan penilaian tingkat kesadaran. Selanjutnya, tingkat kesadaran
adalah ukuran kesadaran dan juga respons seseorang terhadap rangsangan
lingkungan. Cara mengukur nilai GCS :

1. Mata

a. Nilai (4) untuk mata terbuka dengan spontan.


b. Nilai (3) untuk mata terbuka ketika diberikan respons suara atau
diperintahkan membuka mata.
c. Nilai (2) untuk mata terbuka ketika diberikan rangsangan nyeri.
d. Nilai (1) untuk mata tidak terbuka meskipun diberikan rangsangan.
2. Respons verbal

a. Nilai (5) untuk mampu berbicara normal dan sadar terhadap lingkungan
sekitarnya.
b. Nilai (4) untuk cara bicara yang tidak jelas atau diulang-ulang, serta
mengalami disorientasi atau tidak mengenali lingkungannya.
c. Nilai (3) untuk mampu berbicara tapi tidak dapat berkomunikasi
d. Nilai (2) untuk bersuara namun tidak berkata-kata atau hanya mengerang saja.
e. Nilai (1) untuk tidak bersuara sama sekali.

3. Gerakan tubuh

a. Nilai (6) untuk dapat mengikuti semua perintah yang diinstruksikan.


b. Nilai (5) untuk dapat menjangkau atau menjauhkan stimulus ketika diberikan
rangsangan nyeri.
c. Nilai (4) untuk dapat menghindari atau menarik tubuh menjauhi stimulus
ketika diberi rangsangan nyeri.
d. Nilai (3) untuk satu atau kedua tangan menekuk (abnormal flexion) ketika
diberikan rangsangan nyeri.
e. Nilai (2) untuk satu atau kedua tangan lurus (abnormal extension) ketika
diberikan rasa nyeri.
f. Nilai (1) untuk tidak ada respons sama sekali.

Tingkat kesadaran tidak hanya dibagi menjadi dua antara sadar dan koma,
namun dibagi lagi menjadi beberapa tingkatan. Berikut adalah 7 (tujuh) penilaian
tingkat kesadaran dan nilai GCS yang mewakilinya:

1. Compos mentis adalah kondisi sadar sepenuhnya. Pada kondisi ini, respon


pasien terhadap diri sendiri dan lingkungan sangat baik. Pasien juga dapat
menjawab pertanyaan penanya dengan baik. Nilai GCS untuk compos mentis
adalah 15-14.
2. Apatis adalah kondisi di mana seseorang tidak peduli atau merasa segan
terhadap lingkungan sekitarnya. Nilai GCS untuk apatis adalah 13-12.
3. Delirium adalah kondisi menurunnya tingkat kesadaran yang disertai dengan
kekacauan motorik. Pada kondisi ini pasien mengalami gangguan siklus tidur,
merasa gelisah, mengalami disorientasi, merasa kacau, hingga meronta-ronta.
Nilai GCS adalah 11-10.
4. Somnolen adalah kondisi mengantuk yang cukup dalam namun masih bisa
dibangunkan dengan menggunakan rangsangan. Ketika rangsangan tersebut
berhenti, maka pasien akan langsung tertidur kembali. Nilai GCS untuk
somnolen adalah 9-7.
5. Sopor adalah kondisi mengantuk yang lebih dalam dan hanya dapat dibangunkan
melalui rangsangan yang kuat seperti rangsangan nyeri. Meskipun begitu pasien
tidak dapat bangun dengan sempurna dan tidak mampu memberikan respons
verbal dengan baik. Nilai GCS adalah 6-5.
6. Semi-koma atau koma ringan adalah kondisi penurunan kesadaran di mana
pasien tidak dapat memberikan respons pada rangsangan verbal dan bahkan
tidak dapat dibangunkan sama sekali. Tetapi jika diperiksa melalui mata maka
masih akan terlihat refleks kornea dan pupil yang baik. Pada kondisi ini respons
terhadap rangsangan nyeri tidak cukup terlihat atau hanya sedikit. Nilai GCS
untuk semi-koma adalah 4.
7. Koma adalah kondisi penurunan tingkat kesadaran yang sangat dalam. Dalam
kondisi ini tidak ditemukan adanya gerakan spontan dan tidak muncul juga
respons terhadap rangsangan nyeri. Nilai GCS untuk koma adalah 3.

I. Pengkajian Sistem
1. Sistem Pernafasan
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk produktif/tidak
produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda: peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas bersih
atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.
2. Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung koroner,
masalah TD, DM.
Tanda:
a. TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk/berdiri
b. Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
c. Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung /
penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.
d. Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar
e. Friksi; dicurigai perikarditis.
f. Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
g. Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel.
h. Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
3. Sistem Pencernaan
Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda: penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan perubahan
berat badan.
4. Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup menetap,
jadual olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada istirahat/kerja.
5. Integritas ego
Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah
pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’, khawatir tentang keluarga, pekerjaan
dan keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.
6. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala:
a. Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan
aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
b. Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher
c. Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat
dilihat.
d. Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialami.
e. Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM,
hipertensi dan lansia.
Tanda:
a. Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
b. Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
c. Menarik diri, kehilangan kontak mata
d. Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan, warna
kulit/kelembaban, kesadaran.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan: Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis),
kerusakan jaringan.
2. Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung, stroke volume, pre load
dan afterload, kontraktilitas jantung.
3. Intoleransi aktivitas Berhubungan dengan : Tirah Baring atau imobilisasi,
Kelemahan menyeluruh dan Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan
kebutuhan
4. Gangguan Pertukaran gas Berhubungan dengan : ketidakseimbangan perfusi
ventilasi dan perubahan membran kapiler-alveolar.
5. Kelebihan Volume Caira Berhubungan dengan : Mekanisme pengaturan
melemah dan Asupan cairan berlebihan
K. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan


Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC : 1. Mengetahui lokasi dan
dengan: Agen injuri (biologi, 1. Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri derajat nyeri. Pada iskemia
kimia, fisik, psikologis), 2. pain control, secara komprehensif miokardium nyeri dapat
kerusakan jaringan 3. comfort level termasuk lokasi, memburuk dengan inspirasi
DS: Setelah dilakukan karakteristik, durasi, dalam, gerakan atau
1. Laporan secara verbal tinfakan keperawatan frekuensi, kualitas dan faktor berbaring dan hilang dengan
DO: selama …. Pasien tidak presipitasi duduk tegak atau
1. Posisi untuk menahan mengalami nyeri, dengan 2. Observasi reaksi nonverbal membungkuk.
nyeri kriteria hasil: dari ketidaknyamanan 2. Reaksi non verbal membantu
2. Tingkah laku berhati-hati 1. Mampu mengontrol 3. Kontrol lingkungan yang perawat mengetahui apa yang
3. Gangguan tidur (mata nyeri (tahu penyebab dapat mempengaruhi nyeri sedang dirasa oleh pasien.
sayu, tampak capek, sulit nyeri, mampu seperti suhu ruangan, 3. Memberikan lingkungan
atau gerakan kacau, menggunakan tehnik pencahayaan dan kebisingan yang tenang dan tidakan
menyeringai) nonfarmakologi 4. Kurangi faktor presipitasi kenyamanan. Mislanya
4. Terfokus pada diri sendiri untuk mengurangi nyeri merubah posisi,
5. Fokus menyempit nyeri, mencari 5. Kaji tipe dan sumber nyeri menggunakan kompres
(penurunan persepsi bantuan) untuk menentukan intervensi hangat, dan menggosok
waktu, kerusakan proses 2. Melaporkan bahwa 6. Ajarkan tentang teknik non punggung
berpikir, penurunan nyeri berkurang farmakologi: napas dala, 4. Menghindari faktor
interaksi dengan orang dengan menggunakan relaksasi, distraksi, kompres presipitasi agar nyeri yang
dan lingkungan) manajemen nyeri hangat/ dingin dirasa oleh pasien tidak
6. Tingkah laku distraksi, 3. Mampu mengenali 7. Berikan analgetik untuk semakin parah.
contoh : jalan-jalan, nyeri (skala, mengurangi nyeri 5. Mengetahui tipe nyeri dan
menemui orang lain intensitas, frekuensi 8. Tingkatkan istirahat sumber nyeri menjadi
dan/atau aktivitas, dan tanda nyeri) 9. Berikan informasi tentang patokan perawat untuk
aktivitas berulang-ulang) 4. Menyatakan rasa nyeri seperti penyebab nyeri, mengatasi masalah nyeri.
7. Respon autonom (seperti nyaman setelah nyeri berapa lama nyeri akan Jika tidak tahu sumber dan
diaphoresis, perubahan berkurang berkurang dan antisipasi tipe nyeri pasien, perawat
tekanan darah, perubahan 5. Tanda vital dalam ketidaknyamanan dari akan kesusahan menangani
nafas, nadi dan dilatasi rentang normal prosedur nyeri yang dirasa oleh pasien.
pupil) 6. Tidak mengalami 10.Monitor vital sign sebelum 6. Tindakan ini dapat
8. Perubahan autonomic gangguan tidur dan sesudah pemberian meningkatkan kenyamanan
dalam tonus otot analgesik pertama kali fisik dan emosional pasien
(mungkin dalam rentang selain dengan obat.
dari lemah ke kaku) 7. Dapat menghilangkan nyeri,
9. Tingkah laku ekspresif menurunkan respon
(contoh : gelisah, inflamasi.
merintih, menangis, 8. Istirahat dapat membuat
waspada, iritabel, nafas tubuh pasien menjadi lebih
panjang/berkeluh kesah) relax dan tidak tegang
10.Perubahan dalam nafsu sehingga dengan istirahat
makan dan minum cukup akan mempermudah
penyembuhan dan tidak
menambah masalah.
9. Pengetahuan pasien
mengenai masalah yang
dialaminya adalah hal yang
perlu agar pasien tidak panik
dan bisa mengatasi masalah
yang bisa dilakukan secara
mandiri.
10.Tindakan dasar untuk
mengetahui masalah pasien
adalah dengan memeriksa
tanda-tanda vitalnya.
Penurunan curah jantung b/d NOC : NIC : 1. Takikardia dan disritmia
gangguan irama jantung, 1. Cardiac Pump 1. Pantau irama dan frekuensi dapat terjadi saat jantung
stroke volume, pre load dan effectiveness jantung. berupaya untuk
afterload, kontraktilitas 2. Circulation Status 2. Auskultasi bunyi jantung. meningkatkan curahnya
jantung. 3. Vital Sign Status Perhatikan jarak / tonus berespon terhadap demam.
4. Tissue perfusion: jantung, murmur, gallop S3 Hipoksia, dan asidosis karena
DO/DS: perifer dan S4. iskemia.
1. Aritmia, takikardia, Setelah dilakukan asuhan 3. Dorong tirah baring dalam 2. Memberikan deteksi dini dari
bradikardia selama………penurunan posisi semi fowler. terjadinya komplikasi
2. Palpitasi, oedem kardiak output klien 4. Berikan tindakan misalnya GJK, tamponade
3. Kelelahan teratasi dengan kriteria kenyamanan misalnya jantung.
4. Peningkatan/penurunan hasil: perubahan posisi dan 3. Menurunkan beban kerja
JVP 1. Tanda Vital dalam gosokan punggung, dan jantung, memaksimalkan
5. Distensi vena jugularis rentang normal aktivitas hiburan dalam curah jantung.
6. Kulit dingin dan lembab (Tekanan darah, Nadi, toleransi jantung. 4. Meningkatkan relaksasi dan
7. Penurunan denyut nadi respirasi) 5. Dorong penggunaan teknik mengarahkan kembali
perifer 2. Dapat mentoleransi menejemen stress misalnya perhatian.
8. Oliguria, kaplari refill aktivitas, tidak ada latihan pernapasan dan 5. Perilaku ini dapat mengontrol
lambat kelelahan bimbingan imajinasi. ansietas, meningkatkan
9. Nafas pendek/ sesak nafas 3. Tidak ada edema 6. Evaluasi keluhan lelah, relaksasi dan menurunkan
10. Perubahan warna kulit paru, perifer, dan dispnea, palpitasi, nyeri kerja jantung.
11. Batuk, bunyi jantung tidak ada asites dada kontinyu. Perhatikan 6. Manifestasi klinis dari GJK
S3/S4 4. Tidak ada penurunan adanya bunyi napas yang dapat menyertai
12. Kecemasan kesadaran adventisius, demam. endokarditis atau miokarditis.
5. AGD dalam batas 7. Berikan oksigen 7. Meningkatkan keseterdian
normal komplemen. oksigen untuk fungsi
6. Tidak ada distensi 8. Berikan obat – obatan miokard dan menurunkan
vena leher sesuai dengan indikasi efek metabolism
7. Warna kulit normal misalnya digitalis, diuretic. anaerob,yang terjadi sebagai
9. Antibiotic/ anti microbial akibat dari hipoksia dan
IV. asidosis.
10. Bantu dalam 8. Dapat diberikan untuk
periokardiosintesis darurat. meningkatkan kontraktilitas
11. Siapkan pasien untuk miokard dan menurunkan
pembedahan bila beban kerja jantung pada
diindikasikan adanya GJK ( miocarditis).
9. Diberikan untuk mengatasi
pathogen yang teridentifikasi,
mencegah kerusakan jantung
lebih lanjut.
10.prosedur dapat dilakuan di
tempat tidur untuk
menurunkan tekanan cairan
di sekitar jantung.
11.Penggantian katup mungkin
diperlukan untuk
memperbaiki curah jantung.

Intoleransi aktivitas NOC : NIC : 1. Pembatasan klien dalam


Berhubungan dengan : 1. Self Care : ADLs melakukan aktivitas untuk
1. Observasi adanya
1. Tirah Baring atau 2. Toleransi aktivitas mengurangi cedera akibat
pembatasan klien dalam
imobilisasi 3. Konservasi eneergi melakukan aktivitas jatuh karena lemah dan agar
2. Kelemahan menyeluruh Setelah dilakukan 2. Kaji adanya faktor yang tidak menambah masalah.
3. Ketidakseimbangan tindakan keperawatan menyebabkan kelelahan 2. Mengkaji faktor yang
antara suplei oksigen selama …. Pasien 3. Monitor nutrisi dan sumber menyebabkan kelelahan agar
dengan kebutuhan bertoleransi terhadap energi yang adekuat mempermudah perawat
Gaya hidup yang aktivitas dengan Kriteria 4. Monitor pasien akan adanya membantu pasien untuk
dipertahankan. Hasil : kelelahan fisik dan emosi menghindari faktor tersebut.
DS: 1. Berpartisipasi dalam secara berlebihan 3. Asupan yang seimbang dan
1. Melaporkan secara verbal aktivitas fisik tanpa 5. Monitor respon sumber energy yang cukup
adanya kelelahan atau disertai peningkatan kardivaskuler terhadap dapat mempermudah
kelemahan. tekanan darah, nadi aktivitas (takikardi, penyembuhan dan
2. Adanya dyspneu atau dan RR disritmia, sesak nafas, mengurangi kelemahan.
ketidaknyamanan saat 2. Mampu melakukan diaporesis, pucat, perubahan 4. Kelelahan fisik dan emosi
beraktivitas. aktivitas sehari hari hemodinamik). yang berlebihan menandakan
DO : (ADLs) secara 6. Bantu untuk memilih bertambahnya masalah,
mandiri aktivitas konsisten yang dengan memonitornya dapat
1. Respon abnormal dari 3. Keseimbangan sesuai dengan kemampuan mengetahui tingkat
tekanan darah atau nadi aktivitas dan istirahat fisik, psikologi dan sosial keparahan pasien agar
terhadap aktifitas 7. Bantu pasien untuk mempermudah perawat
2. Perubahan ECG : aritmia, mengembangkan motivasi membantu menangani
iskemia diri dan penguatan masalah tersebut.
8. Monitor respon fisik, emosi, 5. Mengetahui perkembangan
sosial dan spiritual kodisi jantung pasien
terhadap aktivitas yang
dilakukan, menentukan
asuhan keperawatan yang
tepat.
6. Memandirikan pasien dan
agar pasien tetap bergerak
seuai kemampuan pasien
tanpa membahayakan pasien.
7. Pasien yang memiliki
motivasi dan pengetahuan
akan mempermudah
penyembuhan dan
mengurangi masalah seperti
kepanikan dan kurangnya
semangat dalam proses
penyembuhan.
8. Mengetahui respon pasien
terhadap fisik, lingkungan
dan spiritualnya agar
mengetahui tingkat
perkembangan dan
kemampuan pasien.
Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC : 1. Ventilasi yang seimbang
Berhubungan dengan : 1. Respiratory Status : 1. Posisikan pasien untuk agar pertukaran gas dalm
1. ketidakseimbangan perfusi Gas exchange memaksimalkan ventilasi darah lancar.
ventilasi 2. Keseimbangan asam 2. Pasang mayo bila perlu 2. Bagi pasien yang mengalami
2. perubahan membran Basa, Elektrolit 3. Lakukan fisioterapi dada penurunan kesadaran agar
kapiler-alveolar 3. Respiratory Status : jika perlu jalan nafas tidak tetap lancar.
DS: ventilation 4. Keluarkan sekret dengan 3. Bagi pasien yang mengalami
1. sakit kepala ketika bangun 4. Vital Sign Status batuk atau suction penumpukan secret dan
2. Dyspnoe Setelah dilakukan 5. Auskultasi suara nafas, catat masih bisa dengan teknik
3. Gangguan penglihatan tindakan keperawatan adanya suara tambahan terapi dapat diatasi dengan
DO: selama …. Gangguan 6. Berikan bronkodilator ; fisioterapi dada untuk
1. Penurunan CO2 pertukaran pasien teratasi 7. Monitor respirasi dan status mengeluarkan secret.
2. Takikard dengan kriteria hasi: O2 4. Untuk pasien yang sudah
3. Hiperkapnia 1. Mendemonstrasikan 8. Catat pergerakan dada,amati tidak memungkinkan
4. Keletihan peningkatan ventilasi kesimetrisan, penggunaan melakukan fisioterapi dada
5. Iritabilitas dan oksigenasi yang otot tambahan, retraksi otot dapat dilakukan suction
6. Hypoxia adekuat supraclavicular dan untuk mengeluarkan secret.
7. Kebingungan 2. Memelihara intercostal 5. Suara nafas yang vesikuler
8. Sianosis kebersihan paru paru 9. Monitor pola nafas : menandakan tidak ada
9. warna kulit abnormal dan bebas dari tanda bradipena, takipenia, sumbatan di jalan nafas
(pucat, kehitaman) tanda distress kussmaul, hiperventilasi, termasuk secret.
10. Hipoksemia pernafasan cheyne stokes, biot 6. Untuk pasien yang sesak
11. Hiperkarbia 3. Mendemonstrasikan 10. Auskultasi suara nafas, catat dapat diberikan
12. AGD abnormal batuk efektif dan suara area penurunan / tidak bronkodilator untuk
13. pH arteri abnormal nafas yang bersih, adanya ventilasi dan suara meningkatkan kapasitas
14. frekuensi dan kedalaman tidak ada sianosis dan tambahan serapan oksigen di paru-
nafas abnormal dyspneu (mampu 11. Monitor TTV, AGD, paru.
mengeluarkan sputum, elektrolit dan ststus mental 7. Mengetahui kualitas
mampu bernafas 12. Observasi sianosis pernafasan pasien untuk
dengan mudah, tidak khususnya membran melakukan tindakan yang
ada pursed lips) mukosa tepat.
4. Tanda tanda vital 13. Auskultasi bunyi jantung, 8. Tindakan dasar dengan cara
dalam rentang normal jumlah, irama dan denyut inspeksi pergerakan dada
5. AGD dalam batas jantung agar mengetahui
normal kesimetrisan dada saat
6. Status neurologis bernafas, jika tidk simetris
dalam batas normal menandakan ada masalah
dalam proses pertukaran gas.
9. Menentukan tindakan
pemberian oksigen.
10. Mengetahui jenis
suara nafas pasien untuk
mennetukan jenis asuhan
yang diberikan.
11. Mengetahui
kondisi pasien dengan
memeriksa keadaan umunya
yaitu tanda-tanda vital dan
status mentalnya.
12. Sianosis
menandakan kurangnya
oksigen dalam darah,
ditandai dengan kebiruan.
13. Bunyi
jantung normal pada
dasarnya dapat dibedakan
menjadi bunyi
jantung pertama (S1)
dan bunyi jantung kedua
(S2). Bunyi jantung pertama
(S1) muncul akibat 2
penyebab yaitu: penutupan
katub atrioventrikular (katub
mitral dan trikuspidalis) dan
kontraksi otot-otot jantung
Kelebihan Volume Cairan NOC : NIC : 1. Input dan output pasien
Berhubungan dengan : 1. Electrolit and acid harus dicatat dengan akurat
1. Pertahankan catatan intake
1. Mekanisme pengaturan base balance karena untuk menetukan
dan output yang akurat
melemah 2. Fluid balance keseimbangan volume
2. Pasang urin kateter jika
2. Asupan cairan berlebihan 3. Hydration cairan dalam tubuh pasien.
diperlukan
DO/DS : Setelah dilakukan 2. Bagi pasien yang
3. Monitor hasil lab yang
1. Berat badan meningkat tindakan keperawatan mengalami penurunan
sesuai dengan retensi cairan
pada waktu yang singkat selama …. Kelebihan kesadaran, pembatasan
(BUN , Hmt , osmolalitas
2. Asupan berlebihan volume cairan teratasi aktivitas, dna gangguan
urin )
dibanding output dengan kriteria: system perkemihan dapat
4. Monitor vital sign
3. Distensi vena jugularis 1. Terbebas dari edema, menggunakan kateter urine
5. Monitor indikasi retensi /
4. Perubahan pada pola efusi, anaskara untuk mengeluarkan urine.
kelebihan cairan (cracles,
nafas, dyspnoe/sesak 2. Bunyi nafas bersih, 3. Mengetahui masalah yang
CVP , edema, distensi vena
nafas, orthopnoe, suara tidak ada dialami pasien dan
leher, asites)
nafas abnormal (Rales dyspneu/ortopneu menentukan tindakan yang
6. Kaji lokasi dan luas edema
atau crakles), , pleural 3. Terbebas dari tepat sesuai hasil lab.
7. Monitor status nutrisi
effusion distensi vena 4. Pemeriksaan tanda-tanda
8. Berikan diuretik sesuai
5. Oliguria, azotemia jugularis, vital merupakan tindakan
interuksi
6. Perubahan status mental, 4. Memelihara tekanan dsar untuk mengetahui
9. Kolaborasi pemberian obat.
kegelisahan, kecemasan vena sentral, tekanan kondisi pasien.
10. Monitor berat badan
kapiler paru, output 5. Hypervolemia atau disebut
11. Monitor elektrolit
jantung dan vital kelebihan cairan dapat
sign DBN menambah masalah pada
5. Terbebas dari pasien, ditandai dengan
kelelahan, edema, distensi vena
kecemasan atau jugularis dll.
bingung 6. Mengetahui jumlah cairan
yang harus dikeluarkan
untuk menyeimbangkan
cairan dalam tubuh pasien.
7. Mengetahui nutrisi yang
diberikan kepada pasien
cukup atau tidak.
8. Untuk mengeluarkan cairan
yang berlebihan.
9. Mengurangi masalah pada
pasien dengan memberikan
obat yang bekerja sesuai
fungsinya.
10. Mengetahui ada
penambahan atau
pengurangan BB yang
signifikan atau tidak.
11. Elektrolit yang tidak
seimbang menandakan
intake dan output yang tidak
seimbang.
Daftar Pustaka

Alwi, I., 2009. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST . In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Internapublishing,pp. 1741-56.

Belo, B. D. S. (2019). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Ny. SN Dengan Stemi


Inferior Di Ruangan Iccu Rsud Prof. Dr. WZ Johannes Kupang (Doctoral dissertation,
Poltekkes Kemenkes Kupang).

Dwi, Nununk. 2015. Laporan Pendahuluan STEMI di Rs Kariadi. Semarang

Isna, Dyah. 2015. Laporan Pendahuluan ST elefasi miokard infark (stemi). Surakarta

Manurung, N. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Konsep, Mind Mapping dan NANDA NIC
NOC. Jakarta: TIM.

Anda mungkin juga menyukai