Di Susun Oleh :
Kelompok 1
Ai Nunung Susilawati NIM : 1708169
Diki Haris NIM : 1708196
Intan Nur Oktaviani NIM : 1708223
Liska Nurjanah NIM : 1708231
Mimay Linda Yunita NIM : 1708238
Susi Septiani Rahayu NIM : 1708290
Wahyu Egi NIM : 1708300
Yully Anggraeni NIM : 1708306
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin tidak ada penolong yang maha dalam menolong, tiada
pemberi kemudahan yang maha memudahkan, tiada cinta dan kasih yang maha mulia kecuali
Allah SWT., atas rahmat dan ridhoNya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Dengan kesungguhan dan kerja keras kami menyusun makalah ini, meski kami tahu
istirahat sangat kami butuhkan tapi kami sadar menjadi seorang mahasiwa bukanlah penikmat
lalai. Waktu tak begitu banyak, tugas tak begitu sedikit, semuanya rapih dikerjakan dengan
ketekunan.
Makalah ini mungkin bukanlah makalah yang sempurna, menyusunnya pun manusia yang
tak pernah luput dari kesalahan, tapi kami mengerjakan semaksimal mungkin agar isi makalah
ini berbobot tinggi, setidaknya pembahasannya sesuai dengan tema “Resiko Bahaya Fisik” dan
sumbernya pun terpercaya.
Seiring dengan berakhirnya penyusunan makalah ini, saya mengucapkan terima kasih
Kepada Dosen Pengampu Ibu Delli Yuliana Rahmat, S.Kep.,Ners., M.Kep dan berbagai pihak
yang telah turut membantu kami dalam penyusunan makalah ini. kami berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi kami maupun masyarakat luas.
BAB I
PENDAHULUAN
2.2.2 Kebisingan
Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang
dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang
maupun suatu populasi.
Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi,
distribusi frekuensi, dan lama pajanan.
Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka
bising dibagi dalam 3 kategori:
1. Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising
yang disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik.
2. Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi
bunyi antara 31,5 . 8.000 Hz.
3. Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat
adanya bunyi yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan
bedil.
4. Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan
apakah bunyi itu bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan
seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak
dikehendaki / bising.
2.2.3 Penerangan / Pencahayaan ( Illuminasi )
Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang
didalam suatu lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja
juga mempengaruhi. Pekerja di suatu pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan
sangat kecil maka intensitas penerangan relatif harus lebih tinggi dibandingkan
dengan intensitas penerangan di pabrik mobil. Demikian juga umur pekerja dimana
makin tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin berkurang. Orang yang
sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang
lebih tinggi daripada orang yang lebih muda.
Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan
kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik
dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan
intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Untuk mengurangi
kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur
pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar
belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus
berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
2. Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat
kerja.Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan
lampu-lampu tersendiri.
3. Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga
kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan
tugas di malam hari.
4. Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas,
penerangan / pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga
menimbulkan masalah apabila pengaturannya kurang baik yakni silau. Silau juga
menjadi beban tambahan bagi pekerja maka harus dilakukan pengaturan atau
dicegah.
Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain :
a. Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang
menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa.
b. Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa sehingga
tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
c. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela
yang langsung memasukkan sinar matahari.
d. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
e. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu
benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-bayangan.
Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan
menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
1. Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
2. Kelemahan mental
3. Kerusakan alat penglihatan (mata).
4. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
2.2.4 Getaran
Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi,
amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten.
Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem
saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit
tulang belakang.Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.
Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai
tubuh:
1. 3,9 Hz : Akan timbul resonansi pada dada dan perut.
2. 6,10 Hz : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung, pemakaian
O2 dan volume perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2 gram terlihat
banyak perubahan sistem peredaran darah.
3. 10 Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi.
4. 13,15 Hz : Tenggorokan akan mengalami resonansi.
5. < 20 Hz : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot menjadi
lemah, rasa tidak enak dan kurang ada perhatian.
Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan
Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Putri, K. D. S., & Yustinus Denny, A. W. (2014). Analisis faktor yang berhubungan dengan
kepatuhan menggunakan alat pelindung diri. The Indonesian Journal of Occupational
Safety, Health and Environment, 1(1), 24-36.