Anda di halaman 1dari 11

Faktor Fisika Pada Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi Mata Kuliah kesehatan dan keselamatan kerja


Yang diampu oleh bapak Bhakti Permana, Ners., M.Si., M.Kep

Disusun Oleh

Fuji Rahmauli Safitri 043-315-16-1-012


Jhosie Meika Putri 043-315-16-1-017

Kelas S1-3A

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JAWA BARAT
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang Maha


pengasih lagi Maha penyayang, karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik meskipun
masih banyak kekurangan di dalamnya.
Adapun tujuan dari pembuatan karya tulis ini sendiri adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan dan keselamatan kerja. Dalam
penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan tantangan dan hambatan
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh
sebab itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak Bhakti
Permana selaku dosen Kesehatan dan keselamatan kerja yang telah memberikan
tugas makalah ini dan juga semua pihak yang ikut membantu dalam penyusunan
makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan
Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi penyusunannya ataupun dari segi materinya. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran-saran, kritik dan juga masukan-masukan
yang bersifat membangun demi sempurnanya makalah ini.
Walaupun demikian penulis mengharapkan semoga makalah ini berguna
dan bermanfaat untuk menambah wawasan serta pengetahuan bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Bandung, Februari 2019

Penulis

2
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Iklim kerja merupakan salah satu faktor fisik yang berpotensi untuk
menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerja bila berada pada kondisi yang
ekstrim. Kondisi temperatur lingkungan kerja yang ekstrim meliputi panas dan
dingin yang berada diluar batas kemampuan manusia untuk beradaptasi.
Persoalan tentang bagaimana menentukan bahwa kondisi temperatur lingkungan
adalah ekstrim menjadi penting, mengingat kemampuan manusia untuk
beradaptasi sangat bervariasi dan di pengaruhi oleh banyak faktor. Namun
demikian secara umum kita dapat menentukan batas kemampuan manusia untuk
beradaptasi dengan temperatur lingkungan pada kondisi yang ekstrim dengan
menentukan rentang toleransi terhadap temperatur lingkungan (Suma’mur,
2009).
Menurut umar fahmi (2008) menuliskan bahwa iklim kerja mempengaruhi
ekosistem, habitat binatang penular penyakit, bahkan tumbuh kembangnnya
koloni kuman secara alamiah. Dengan demikian hubungan antara iklim kerja
dengan kejadian penyakit bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung. Efek
langsung pemanasan global pada kesehatan manusia misalnya adalah stress
akibat kepanasan yang banyak menimpa bayi, orang lanjut usia dan buruh-buruh
yang melakukan pekerjaan berat secara fisik. Selain itu kenaikan temperatur
lingkungan juga akan memperparah dampak polusi udara di perkotaan dan
meningkatkan kelembapan udara yang berpengaruh terhadap individu dengan
penyakit-penyakit kronik, seperti penyakit jantung, asma dan lain sebagainya.
Temperatur pada tubuh manusia selalu tetap. Suhu konstan dengan sedikit
fluktuasi sekitar 37 derajat celcius terdapat pada otak, jantung dan bagian dalam
perut yang disebut dengan suhu tubuh core temperature. Suhu inti ini diperlukan
agar alat-alat itu dapat berfungsi normal. Sebaliknya, lawan dari core
temperature adalah shell temperature, yang terdapat tangan, kaki dan seluruh
bagian kulit yang menunjukan variasi tertentu (Nurmianto, 2003).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengambil rumusan
masalah sebagai berikut:

1
a. Apakah yang dimaksud dengan faktor fisika pada kesehatan
dan keselamatan kerja ?
b. Apa sajakah bahaya faktor fisika pada kesehatan dan
keselamatan kerja ?
c. Apa sajakah Alat Pelindung Diri bahaya fisik pada
kesehatan dan keselamatan kerja ?
d. Apa sajakah pencegahan bahaya fisik pada kesehatan dan
keselamatan kerja ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penulis mengambil tujuan
sebagai berikut:
a. Menjelaskan faktor fisika pada kesehatan dan keselamatan kerja
b. Menjelaskan bahaya fisik pada kesehatan dan keselamatan
kerja
c. Menjelaskan Alat Pelindung Diri bahaya fisik pada
kesehatan dan keselamatan kerja
d. Menjelaskan pencegahan bahaya fisik pada kesehatan dan
keselamatan kerja
1.4 Manfaat
Makalah ini dibuat untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa
STIKep PPNI Jawa Barat, mengenai tentang faktor fisika pada
kesehatan dan keselamatan kerja.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Faktor fisika
Faktor fisik merupakan beban tambahan kerja bagi karyawan atau tenaga
kerja. Sebaliknya, lingkungan yang higienis tidak menjadi beban tambahan juga
meningkatkan gairah dan motivasi kerja. Ada beberapa lingkungan kerja yang
sering menjadi tambahan kerja seperti :

2
1. Kebisingan
Bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan
sehari-hari, termasuk ditempat kerja. Bahkan bunyi yang kita tangkap melalui
telinga kita merupakan bagian dari kerja misalnya, bunyi telepon, bunyi mesin
tik/komputer, dan mesin cetak.
Kualitas bunyi yang ditentukan oleh dua hal, yakni : frekuensi dan
intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut
Hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang-gelombang yang sampai ditelinga setiap
detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang
dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan
luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel (dB).
Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan
apakah bunyi itu bising atau tidak.
Skala Intensitas Kebisingan
Skala Intensitas Desibel Batas dengar tertinggi
120 Halilintar
Menulikan 110 Meriam
100 Mesin uap
90 Jalan hiruk-pikuk
Sangat hiruk 80 perusahaan gaduh pluit
Kuat 70 Kantor gaduh jalan pada
60 umumnya Radio
Sedang 50 Rumah gaduh percakapan
40 kuat kantor pada
umumnya
Tenang 30 Rumah tenang
20 percakapan biasa kantor
perorangan

Kebisingan mempengaruhi kesehatan, antara lain dapat menyebabkan


kerusakan pada indra pendengaran sampai pada ketulian. Dari hasil penelitian
diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang
mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah di atas 60 dB. oleh sebab itu, para
karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin di atas 60 dB, harus di

3
lengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga guna mencegah gangguan
pendengaran.
Kebisingan, terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin dapat di
kendalikan antara lain, dengan menempatkan peredam pada sumber getaran atau
memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan
telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB.
2. Penerangan atau pencahayaan
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban
kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan, tetapi juga menimbulkan kesan yang
kotor. Bagaimanapun bersihnya tempat kerja, apabila pencahayaan kurang akan
menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu, penerangan dalam lingkungan kerja harus
cukup untuk menimbulkan kesan higienis. Di samping itu cahaya yang cukup akan
memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang di kerjakan dengan jelas, dan
menghindari kesalahan bekerja.
Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan
kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan
mental ini antara lain : sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual,
meurunnya konsentrasi, dan kecepatan berpikir. Untuk mengurangi kelelahan akibat dari
penerangan yang tidak cukup di kaitkan dengan objek dan umur pekerja dapat di lakukan
hal-hal sebagai berikut :
a. Perbaikan kontras, dimana warna objek yang di kerjakan kontras dengan latar
belakang objek tersebut. Misalnya, chat tembok di sekeliling tempat kerja harus
berwarna kontras dengan warna objek yang di kerjakan.
b. Meningkatkan penerangan, sebaliknya dua kali dari penerangan di tempat kerja.
Di samping itu, di bagian-bagian tempat kerja perlu di tambah dengan lampu-lampu
tersendiri.
c. Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga
kerja. Misalnya, tenaga kerja yang sudah berumur di atas lima puluh tahun tidak di
berikan tugas pada malam hari.

Penerangan yang silau atau buruh (kurang maupun yang silau) di lingkungan kerja
akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut:

a. Kelelahan mata yang berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.


b. Kelemahan mental.
c. Kerusakan alat penglihatan (mata).
d. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
e. Meningkatnya kecelakaan kerja.
3. Bau-bauan

4
Yang di maksud bau-bauan dalam kaitannya dengan kesehatan kerja adalah bau-
bauan yang tidak enak di lingkungan kerja dan mengganggu kenyaman kerja.
Selanjutnya bau-bauan ini dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas kerja. Bau-
bauan sebenarnya merupakan jenis pencemaran udara, yang tidak hanya mengganggu
penciuman tetapi juga dari segi higienis pada umumnya.
Ketajaman penciuman seseorang di pengaruhi oleh faktor pikologis sewaktu-
waktu misalnya, tegangan, ingatan, dan sebagainnya. Di samping itu, penciuman juga
dapat di pengaruhi oleh kelembapan udara.
Pegendalian bau-bauan di lingkungan kerja dapat di lakukan antara lain :
a. Pembakaran terhadap sumber bau-bauan, misalnya pembakaran butil alkohol
menjadi butarat dan asam butarat.
b. Proses menutupi yang di dasarkan atas kerja antagonistis di antara zat-zat yang
berbau. Kadar zat tersebut sering menetralkan bau masing-masing. Misalnya, bau
karet dapat di tutupi atau di tiadakan dengan parafin.
c. Absorbsi (penyerapan), misalnya, penggunaan air dapat menyerap bau-bauan
yang tidak enak.
d. Penambahan bau-bauan kepada udara yang berbau untuk mengubah zat yang
berbau menjadi netral (tidak berbau). Misalnya, menggunakan pengharum ruangan.
e. Alat pendingin ruangan (air conditioning), disamping untuk menyejukan ruangan
juga sebagai cara deodorisasi (menghilangkan bau-bauan yang tidak sakit) di tempat
kerja.
2.2 Bahaya Fisik
Bahaya ini seperti ruangan yang terlalu panas, terlalu dingin, bising kurang
penerangan, getaran yang berlebihan dan radiasi. Keadaan tempat kerja yang terlalu panas
mengakibatkan karyawannya cepat lelah karena kehilangan cairan dan garam, bila panas
lingkungan berlebihan suhu tubuh akan meningkat yang menimbulkan gangguan
kesehatan, pada keadaan berat suhu tubuh sangat tinggi yang mengakibatkan pingsan
sampai kematian, keadaan yang terlalu dingin juga akan menyebabkan karyawan sering
sakit sehingga akan menurunkan daya tahan tubuhnya.
1. Kebisingan mengganggu konsentrasi, komunikasi dan kemampuan berfikir,
kebisingan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan penurunan sifat permanen, nilai
ambang batas kebisingan adalah 85 dB untuk karyawan yang bekerja 8 jam sehari dan 40
jam seminggu.
2. Pencahayaan penting untuk efisiensi kerja, pencahayaan yang kurang memadai untuk
menyilaukan akan melelehkan mata, kelelahan mata akan menimbulkan rasa kantuk dan
hal ini berbahaya bila karyawan mengoperasikan mesin-mesin berbahaya sehingga dapat

5
menyebabkan kecelakaan, untuk pengaturan intensitas pencahayaan telah diatur dalam
peraturan menteri perburuan no 7 tahun 1964.
3. Getaran yang belebihan menyebabkan berbagai penyakit pada pembuluh darah syaraf
sendi dan tulang punggung, sedang radiasi panas akan menyebabkan suhu tubuh
meningkat dan akibatnya sama dengan ruang kerja yang panas, selain itu terdapat
berbagai radiasi seperti radiasi dari bahan radioaktif, radiasi sinar dan radiasi gelombang
mikro yang dapat menimbulkan berbagai penyakit pada pekerja.
2.3 Alat Pelindung Diri Bahaya Fisik
1. Alat Pelindung Diri Untuk Kebisingan
Alat ukur untuk pengukuran kebisingan di tempat kerja adalah Sound Level
Meter (SLM) dan untuk personal monitoring digunakan Noise Dosimeter.
Pemakaian Alat pelindung pendengaran adalah upaya terakhir dalam upaya
pencegahan gangguan pendengaran, ada 2 jenis :
1. Ear plug / sumbat telinga
2. Ear muff / tutup telinga
Faktor yang perlu di perhatikan dalam pemilihan Alat Pelindung pendengaran adalah:
1. Dapat melindungi pekerja dari kebisingan
2. Nyaman dipakai dan efisien
3. Cocok dengan alat pelindung diri lainnya misalnya helm dan kacamata
4. Masih bisa berkomunikasi ketika digunakan, karena jika berlebihan dapat
menimbulkan bahaya lainnya misalnya tidak dapat mendengar isyarat atau sirene
tanda bahaya.
2. Alat Pelindung diri radiasi
Tameng muka
Untuk melindungi mata dari radiasi elektro magnetik yang tidak mengion (infra merah,
ultra violet) lensa ini dilapisi dengan oksida dari cobal dan diberi warna BIRU atau
HIJAU juga untuk mengurangi kesilauan. Sedangkan yang mengion (sinar x) lensa
tersebut dilapisi oleh timah hitam (Pb).
2.4 Pencegahan Bahaya Fisik
1. Pencegahan Bahaya Fisik terhadap Kebisingan
Langkah efektif untuk pencegahan gangguan pendengaran adalah dengan
melakukan pengendalian pada sumber bahaya dengan melakukan eliminasi, subtitusi,
engineering, administrasi.
1. Tahap engineering pastikan memilih peralatan dengan efek kebisingan
paling rendah, mesin dengan intensitas kebisingan tinggi jauhkan dari area
yang terdapat banyak pekerja disana.
2. Tahap Administrasi bisa melakukan hal-hal sebagai beikut :

6
a. Berlakukan area tersebut sebagai area terbatas, hanya boleh
dimasuki personal yang terlatih, menggunakan Alat Pelindung
Pendengaran
b. Pengaturan jadwal kerja sesuai NAB.
2. Pencegahan Bahaya Fisik terhadap penerangan
a. Pengendalian teknis
1) Perbesar ukuran obyek (kaca pembesar, monitor)
2) Perbesar intensitas penerangan (buatan atau alami)
3) Reflektor
4) Menambah lampu lokal
5) Mencegah kesilauan (memperbesar kontras, jauhkan permukaan
mengkilat)
6) Penataan warna dinding, langit-langit
b. Pengendalian Administratif
1) Seleksi pekerja
2) Jaga kebersihan dinding, langit-langit, lampu.

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Faktor fisik merupakan beban tambahan kerja bagi karyawan atau
tenaga kerja. Sebaliknya, lingkungan yang higienis tidak menjadi beban
tambahan juga meningkatkan gairah dan motivasi kerja. Lingkungan fisik
mencakup: pencahayaan, kebisingan dan kegaduhan kondisi bangunan.
3.2 Saran
Dengan terselesaikannya makalah yang kami buat ini, maka kami
sebagai penulis menyadari bahwa banyaknya kesalahan dalam pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
membangun dari para pembaca sekalian, agar dalam pembuatan makalah
kami selanjutnya dapat lebih baik dari sebelumnya.

7
DAFTAR PUSTAKA

Ir. Soedirman, Prawirakusumah suma’mur (2014). Kesehatan Kerja Dalam


Perspektif Hiperkes Dan Keselamatan kerja. Jakarta; Penerbit Erlangga.
Notoatdmodjo, Soekidjo (2007). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni.
Jakarta; Rineka cipta
Cecep Dani Sucipto (2014). Keselamatan dan Kesehatan kerja. Yogyakarta;
Pustaka baru

Anda mungkin juga menyukai