Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya adalah

melindungi tenaga kerja dari bahaya yang ditimbulakan selama tenaga kerja

berada di tempat kerja dan menjalankan prosesnya, Keselamatan dan

kesehaatan tenaga kerja merupakan hal yang sangatlah penting untuk

diperhatikan, banyak pengusaha sering mengabaikan keselamatan dan

kesehatan bagi tenaga kerja karena berpikir penerapan keselamatn dan

kesehatan kerja hanya akan menambah anggaran atau pengeluaran dari

perusahaan, namun bila dikaji lebih mendalam bahwa ketidak perhatian

perusahaan terhadap upaya keselamatan dan kesehatan terhadap tenaga

kerja justru akan merugikan keduanya baik perusahaan dan juga terhadap

tenaga kerja.

Dapat di bayangkan jika dalam suatu tempat kerja terjadi kecelakaan

kerja maka akan menjadikan tenaga kerja yang lain akan membantu tenaga

kerja yang sedang mengalami kecelkaan maka secara otomatis akan

berdampak pada terganggunya proses produksi, kemudian perusahaan harus

bertanggungjawab terhadap pengobatan tenaga kerja yang mengalami

kecalakaan semetara bagi tenaga kerja itu sendiri tidak bias bekerja karena

harus beristirahat dan keluarga juga membutuhkan biaya hidup dll,

Upaya penerapan K3 juga memperhatikan risiko kemungkinan

buruk yang dialami oleh tenaga kerja diantaranya adalah penyakit akibat

kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, sehingga perusahaan yang tidak
2

menerpakan keselamatan dan kesehatan kerja akan banyak mengalami

kerugian yang dapat dijelaskan seperti peristiwa gunung es yang jika kita

amati pembiayaan hanya sedikit tetapi pada kenyataanya justru akan

semakin besar.

Setiap pekerjaan memiliki risiko bahaya ada tiga factor yang melatar

belakangi terjadinya bahaya di tempat kerja

1. Peralatan yang ada di tempat kerja

2. Bahan-bahan yang dikerjakan oleh tenaga kerja saat bekerja

3. Proses kerja

4. Lingkungan kerja yang kurang aman.

Menurut HL blum derajat kesehatan dipengaruhi oleh lingkungan

perilaku, layanan kesehatan dan genetis. Lingkungan ditempat kerja

memiliki potensi terhadap kemungkinan adanya bahaya diantarnya adalah

kebisingan di tempat kerja. bising diartikan sebagai suara yang dapat

menurunkan pendengaran baik secara kwantitatif ( peningkatan ambang

pendengaran maupun secara kwalitatif penyempitan spektrum pendengaran

berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu, bising

yang ada ditempat kerja diperlukan suatu upaya pengendalian dengan

maksud untuk mengurangi bahaya risiko penyakit akibat kerja dan penyakit

akibat hubungan kerja yang pada akhirnya adalah terciptanya produktivitas

kerja yang tinggi di tempat kerja serta terciptanya lingkungan kerja yang

aman dan penggunaan sarana kerja yang lebih efesien.


3

B. Masalah
Metode apa yang dapat digunakan untuk mengendalikan atau mengontrol
kebisingan
4

BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

A. Pengertian Kebisingan
Kebisingan diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki,

misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara, musik dan sebagainya

atau yang menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup secara

sederhana Kebisingan dapat diartikan adalah bunyi atau suara yang tidak

dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat

menimbulkan ketulian serta gangguan pendengaran atau perubahan pada

tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan

normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan Secara kasar, gradasi

gangguan pendengaran karena bising itu sendiri dapat ditentukan

menggunakan parameter percakapan sehari-hari sebagai berikut.

1. Normal : Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6m)

2. Jika peningkatan ambang dengar antara 26 - 40 dB, disebut tuli ringan

3. Jika peningkatan ambang dengar antara 41 - 60 dB, disebut tuli sedang.

4. Jika peningkatan ambang dengar antara 61 - 90 dB, disebut tuli berat

5. Jika peningkatan ambang dengar antara > 90 disebut tuli sangat berat

B. Nilai Ambang Batas Kebisingan


Adalah angka dB yang dianggap aman untuk sebagian besar tenaga

kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu Nilai Ambang Batas untuk

kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai


5

rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan

hilangnya daya dengar yang tetap untuk wwaktu terus menerus tidak lebih

dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. Waktu maksimum bekerja adalah

sebagai berikut:

1. 82 dB : 16 jam per hari

2. 85 dB : 8 jam per hari

3. 88 dB : 4 jam per hari

4. 91 dB : 2 jam per hari

5. 97 dB : 1 jam per hari

6. 100 dB : jam per hari

Jenis Kebisingan

Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi atas:

1. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini

relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-

turut. Misalnya mesin, kipas angina, dapur pijar

2. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit. Bising ini

juga relative tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja

(pada prekuensi 500 1000, dan 4000 Hz). Misalnya gergaji serkuler, katup

gas.

3. Bising terputus-putus (Intermitten). Bising di sini tidak terjadi secara terus

menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya suara lalu lintas,

kebisingan di lapangan terbang

4. Bising Implusif. Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara


6

melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan

pendengarnya. Misalnya

C. Identifikasi bahaya kebisingan


Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi bahaya

kebisingan di tempat kerja menurut WSH (Risk Management) Regulations

2006 adalah dilakukan diantarnya adalah mengkaji pengertian Hazard yang

berarti segala sesuatu yang berpotensi kecelakaan diantanya adalah suara yang

tidak dikehendaki dan bahaya fisik ditenpat kerja itu sendiri , adanya bahan

kimia di tempat kerja, biologis agent, akibat mekanis kerja listrik dan bahaya

yang bersifat ergonomic diperlukan suatu identifikasi bahaya

1. Identifikasi yang bersifat kuantitatif

Identifikasi dapat dilakukan mengenali bahaya ditempat kerja berupa

analisis yaitu dengan check list dan mendatangi ditempat kerja itu setelah

didapatkan data mengenai kebisingan maka dilakukan presentasi mengenai

data kebisingan yang telah didapatkan kemudian ditentukan berapa standar

kebisingan yang masih dapat diterima oleh tenaga kerja di tempat kerja

2. Identifikasi yang bersifat kualitatif

Melakukan monitoring kebisingan di tempat kerja

Menciptakan instrument dalam mengkalibrasi kebisingan

D. Dampak kebisingan terhadap kesehatan


Bising merupakan suara atau bunyi yang mengganggu. Bising dapat

menyebabkan berbagai gangguan seperti gangguan fisiologis, gangguan

psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian. Ada yang menggolongkan


7

gangguannya berupa gangguan Auditory, misalnya gangguan terhadap

pendengaran dan gangguan non Auditory seperti gangguan komunikasi,

ancaman bahaya keselamatan, menurunya performan kerja, stres dan

kelelahan. Lebih rinci dampak kebisingan terhadap kesehatan pekerja

dijelaskan sebagai berikut:

1. Gangguan Fisiologis

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila

terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa

peningkatan tekanan darah ( 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi

pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat

menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala.

Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular

dalam telinga dalam

yang akan

menimbulkan evek

pusing/vertigo.

Perasaan mual,susah

tidur dan sesak nafas

disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan

organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan

keseimbangan elektrolit.
8

2. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,

susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama

dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres,

kelelahan dan lain-lain.

3. Gangguan Komunikasi

Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang

menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara.

Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak.

Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada

kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau

tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung

membahayakan keselamatan seseorang.

4. Gangguan Keseimbangan

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di

ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis

berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual.

5. Efek pada pendengaran

Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada

indera pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah

diketahui dan diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek

bising pada pendengaran adalah sementara dan pemuliahan terjadi secara


9

cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila

bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan

tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan

kemudian makin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai

frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan.

Macam-macam gangguan pendengaran (ketulian), dapat dibagi atas :

a. Tuli sementara (Temporaryt Treshold Shift =TTS)

Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi.

Seseorang akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya

sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. Apabila tenaga

kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih

kembali.

b. Tuli Menetap (Permanent Treshold Shift =PTS)

Diakibatkan waktu paparan yang lama (kronis), besarnya PTS di

pengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :

1) Tingginya level suara

2) Lama paparan

3) Spektrum suara

4) Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinyu maka

kemungkinan terjadi TTS akan lebih besar


10

5) Kepekaan individu

6) Pengaruh obat-obatan, beberapa obat-obatan dapat memperberat

(pengaruh synergistik) ketulian apabila diberikan bersamaan

dengan kontak suara, misalnya quinine, aspirin, dan beberapa obat

lainnya

7) Keadaan Kesehatan

c. Trauma Akustik

Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau

seluruh alat pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal

atau beberapa pajanan dari bising dengan intensitas yang sangat tinggi,

ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara ledakan

meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang

pendengaran atau saraf sensoris pendengaran.

d. Prebycusis

Penurunan daya dengar sebagai akibat pertambahan usia merupakan gejala

yang dialami hampir semua orang dan dikenal dengan prebycusis

(menurunnya daya dengar pada nada tinggi). Gejala ini harus

diperhitungkan jika menilai penurunan daya dengar akibat pajanan bising

ditempat kerja.

e. Tinitus
11

Tinitus merupakan suatu tanda gejala awal terjadinya gangguan pendengaran .

Gejala yang ditimbulkan yaitu telinga berdenging. Orang yang dapat

merasakan tinitus dapat merasakan gejala tersebut pada saat keadaan hening

seperti saat tidur malam hari atau saat berada diruang pemeriksaan audiometri

(ILO, 1998).

E. Pengendalian Kebisingan
Pada dasarnya pengendalian kebisingan dapat dilakukan terhadap

1. Sumbernya kebisingan

Desain akustik, dengan mengurangi vibrasi, mengubah struktur dan lainnya

dengan cara substansi alat dan mengubah proses kerja

2. Terhadap perjalannya

Memperjauh dengan sumber kebisingan itu, akustik ruangan dan enclosure

3. Terhadap penerimanya

Dengan cara memberikan Alat pelindung diri, dan pengaturan jadwal kerja

Selain upaya ketiga di atas dapat juga dilakukan upaya pengendalian

berupa

Pengendalian secara teknis

1. Pemilihan equipment / process yang lebih sedikit menimbulkan bising

2. Dengan melakukan perawatan (Maintenance)

3. Melakukan pemasangan penyerap bunyi.

4. Mengisolasi dengan melakukan peredaman (material akustik).

5. Menghindari kebisingan

Pengendalian secara Administratif


12

1. Melakukan shift kerja

2. Mengurangi waktu kerja

3. Melakukan tranning

6. Hubungan kebisingan dengan ketulian


Gangguan pendengaran akibat bising ( noise induced hearing loss /

NIHL ) adalah tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka

waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan

kerja.1,2 Tuli akibat bising merupakan jenis ketulian sensorineural yang

paling sering dijumpai setelah resbikusis.3,4

Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang

intensitasnya 85 desibel ( dB ) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan

reseptor pendengaran Corti pada telinga dalam. Sifat ketuliannya adalah

tuli saraf koklea dan biasanya terjadi pada kedua telinga. 1,5. Banyak hal

yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara

lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama

terpapar bising, kepekaan individu dan faktor lain yang dapat

menimbulkan ketulian. Bising industri sudah lama merupakan masalah

yang sampai sekarang belum bisa ditanggulangi secara baik sehingga

dapat menjadi ancaman serius bagi pendengaran para pekerja, karena

dapat menyebabkan kehilangan pendengaran yang sifatnya permanen.


13

Sedangkan bagi pihak industri, bising dapat menyebabkan kerugian

ekonomi karena biaya ganti rugi.6,7 Oleh karena itu untuk mencegahnya

diperlukan pengawasan terhadap pabrik dan pemeriksaan terhadap

pendengaran para pekerja secara berkala.

7. Tipe Dan Alat Yang Digunakan Untuk Menlindungi Pendengaran

Pemakaian alat pelindung diri merupakan upaya terahir yang dilakukan untuk

mencegah adanya risiko kebisingan, alat pelindung diri harus dapat

mengurangi kebisingan di bawan 85 dB. Ada 3 jenis alat pelindung

pendengaran

1. Ear plug (sumbat telinga)

Dapat mengurangi kebisingan antara 8-30 dB biasanya digunakan untuk

melindungi pendengaran sampai denga 100 dB. Beberapa dari sumbat

telingan antara lain Formable type, Costum-molded type, Premolded type

2. Tutup telinga (earmuff), dapat menurunkan kebisingan 25-40 dB.

Digunakan untuk memproteksi sampai dengan 110 dB

3. Helm (helmet), mengurangi kebisingan 40-50 dB

Factor yang dapat dipertimbangkan untuk mengurangi kebisingan yang

berlebihan maka APD yang digunakan harus ringan, nyaman dipakai

sesuai dan ergonomis, terjangkau harganya dan tidak terlalu mahal, tidak

menimbulkan efeksamping atau aman dipakai, dan juga tidak mudah rusak

8. Pengukuran kebisingan

Kriteria Kebisingan
14

Sifat-sifat dari suara bising yang dianalisis: Derajat kebisingan suara

secara menyeluruh (overall noise level). Berapa desibel-kah intensitas

kebisingan itu? disebabkan oleh bemacam-macam nada secara serempak.

Komposisi dari suara bising. Diteliti nada apa saja yang ikut membentuk

bising tadi.

Cara suara bising itu mengganggu. Yang dimaksud ialah frekwensi,

lamanya dan kontinuitas suara bising itu. Berapa jamkah setiap hari suara bising itu

mengganggu? Apakah bising itu berlangsung terus-menerus ataukah terputus-putus?

Berapa jamkah seluruhnya dialami gangguan kebisingan selama bekerja ?

Baku Tingkat Kebisingan

Dalam upaya pencegahan dan perlindungan masyarakat terhadap

gangguan kebisingan ditetapkan baku tingkat kebisingan yaitu Keputusan

MenLH No. 48/MenLH/11/1997 yang mana baku tersebut didasarkan pada

nilai tingkat kebisingan siang dan malam. Nilai ini diperoleh dari hasil perata-

rataan hasil pengukuran Leq selama 24 jam. Untuk Leq siang hari (Ls)

pengukuran dilakukan dari jam 06.00 22.00, sedangkan pengukuran Leq

malam hari (Lm) dilakukan dari jam 22.00 06.00 pagi ( hasilnya ditambah

faktor pembobotan 5 dB(A).


15

Berikut ini adalah Kawasan peruntukan dan baku tingkat kebisingan yang

diijinkan.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 tahun 1987 tentang kebisingan

yang berhubungan dengan kesehatan menyatakan pembagian wilayah dalam

empat zona.

Zona A adalah zona untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat

perawatan kesehatan atau sosial. Tingkat kebisingannya berkisar 35 45

dB.

Zona B untuk perumahan, tempat pendidikan, dan rekreasi. Angka

kebisingan 45 55 dB.
16

Zona C, antara lain perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dengan

kebisingan sekitar 50 60 dB. Zona D bagi lingkungan industri, pabrik,

stasiun kereta api, dan terminal bus. Tingkat kebisingan 60 70 dB.

Seharusnya zona-zona ini diterapkan dalam penentuan kembali

Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK). Kota yang memiliki RDTRK

perlu melakukan pengawasan secara berkala agar tingkat kebisingan di zona-

zona itu tak melebihi nilai ambang batas.Berikut Edaran Menteri Tenaga

Kerja No.SE.01/MEN/1978 ( aturan jadul )

Menurut Indonesia (Tabel diatas), Tingkat intensitas maksimal

untuk Noise exposure time atau waktu paparan kebisingan selama 8 jam,

40 jam per minggu adalah 85 desibel Jika kebisingan lebih dari 85 dBA,

waktu kerjanya harus diperpendek. Jika lamanya shift lebih dari 8 jam,

maka tingkat kebisingan yang ada harus diturunkan.


17

Menurut Amerika Serikat dalam Occupational Safety and Health

Act , seorang yang bekerja dalam tempat dengan kebisingan suara 100 dB

hanya dibenarkan bekerja paling lama dua jam sehari di tempat itu. Kalau

dia bekerja lebih lama, maka akan terjadi ketulian.

Menurut Australia , dalam The Australian Oto-Laryngological

Society, lingkungan dengan kebisingan 100 dB seseorang masih dapat

bekerja dengan aman selama 195 menit setiap hari (3 jam 15 menit), asal

setiap selesai bekerja selama 15 menit dia diberi istirahat 20 menit. Kalau

ia harus bekerja terus-menerus, maka dia hanya boleh diberi tugas 25

menit per hari. Menurut Amerika orang itu boleh dipekerjakan dua jam

secara terus menerus.

Jenis Piranti Pengukur Kebisingan

Analog Sound Level Meter

Digital Sound Level Meter

Sound Level Monitor + Alarm

Noise Dosimeter

Integrating Sound Level Meter

Contoh piranti Analog: Sound Level Meter 407703 Extech Instrument 407703

Extech termasuk sebagai instrument pembacaan langsung.

Spesifikasi Range Skala 40 s/d 120 dB, terbagi dalam optional range skala

Low dan High Low : 40 s/d 80 dB dan High: 80 s/d 120 dB.
18

Portable, simple function Power battery 9V DC

Calibration standard 70dB

Prosedur Pengukuran

Posisikan sound level meter pada kedudukan yang

merepresentasikan tingkat intensitas bising di tempat itu.

Aktifkan pengukuran dengan mengatur saklar geser pada

kedudukan Lo atau Hi. Lo atau Low Intensity berada pada skala 40

s/d 80 dB, sedangkan Hi atau High Intensity berada pada skala 80

s/d 120 dB.

Pencatatan pada satu kedudukan akan terkait dengan pembacaan

skala minimum dan skala maksimum.

Ambil jumlah titik kedudukan sebanyak yang diperlukan.

Metode Pengukuran & Perhitungan

Pengukuran, mengacu pada KepMenLH N0.49/MenLH/11/1996, 3 diantaranya

adalah sebagai berikut:

- Waktu pengukuran adalah 10 menit tiap jam ( dalam 1 hari ada 24 data)

- Pencuplikan data adalah tiap 5 detik ( 10 menit ada 120 data)

-Ketinggian microphone adalah 1,2 m dari permukaan tanah

Analisis Pemantauan
19

Berikut contoh representasi kebisingan di tiga titik pengambilan data atau

pola tingkat kebisingan di beberapa kawasan

Pada umumnya keseluruhan pemantauan tersebut diatas, sumber bising

utamanya adalah aktivitas dari kendaraan yang ada di jalan raya,

kelemahannya adalah metode pengukurannya secara general tanpa

memperhatikan tipe atau jenis bising utamanya, sehingga kelemahannya

adalah tidak dihitungnya jumlah, jenis maupun kecepatan kendaraannya.


20

BAB III

PENUTUP

Kebisingan merupakan penyakit akibat kerja yang mana dapat merugikan

kesehatan yang berdampak pada gangguan pendengaran dan bila penerapan waktu

yang lama dapat menyebab ketualian.

Pada dasarnya upaya pengendalian kebisingan dilakukan mulai pada

sembernya, upapaya pengendalian dilakukan dengan cara pengendalan teknuis,

adnministratif dan upaya terahir yaitu dengan cara pemberian APD (Alat

Pelindung Diri) Pencegahan ketulian akibat bising di tempat kerja dapat dilakukan

dengan program konservasi pendengaran yang melibatkan seluruh unsur

perusahaan dengan memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada karyawan

mengenai upaya kesehatan di tempat kerja dapat dilakukan dengan cara

penyuluhan tentang keselamatan kerja di tempat kerja

upaya yang terahir yaitu dengan cara perlindungan terhadap tenaga kerja itu

sendiri yaitu APD

Anda mungkin juga menyukai