Anda di halaman 1dari 6

LEMBAR KERJA PRAKTIKUM LAB K3

Pengukuran Gangguan Pendengaran pada Tenaga Kerja

A. TUJUAN
Membuat audiogram hasil pemeriksaan audiometri tenaga kerja dengan memberikan
nanda murni pada hantaran udara baik dalam pemeriksaan awal maupun pemeriksaan berkala.

B. STANDAR ACUAN
ANSI 3.6 – 1969 tentang spesifikasi audiometer

C. DASAR TEORI
Dalam evaluasi program konservasi pendengaran di tempat kerja dilakukan
pemeriksaan audiometri dengan standar minimal yaitu memberikan nada murni pada hantaran
udara. Pemantauan audiometri dilakukan dengan memberikan nada murni frekuansi tertentu
pada hantaran udara sehingga dapat ditentukan tingkat suara terendah yang masih dapat
terdengar (tingkat ambang dengar).
Pemberian signal atau nada murni tersebut dilakukan pada satu telinga, umumnya
telinga kanan terlebih dahulu dan selanjutnya telinga kiri. Ada jenis lain pemeriksaan
audiometri yaitu audiometri klinik yang digunakan dalam klinik atau medis untuk penentuan
diagnosis oleh dokter Ahli Telinga Hidung dan Tenggorokan (THT). Pada pemeriksaan
audiometri klinik dailakukan pengukuran baik pada hantaran udara maupun hantaran tulang.
Pengukuran pada hantaran udara berupa pemberian nada murni ke liang telinga luar,
kemudian nada tersebut berjalan melalui telinga tengah ke telinga dalam. Sedangkan
pengukuran nada hantaran tulang berupa penempatan vibrator nada murni di prosesus mastoid
(bagian dari tulang kepala dibelakang telinga). Signal nada tersebut kemudian menggetarkan
tulang temporal, dalam hal ini nada tidak mengikuti aliran hantaran udara tetapi merangsang
telinga dalam secara langsung melalui hantaran tulang.
Manfaat pemeriksaan audiometri monitoring :
1. Sebagai bagian dari program pemeriksaan awal, sehingga perusahaan mempunyai
data awal tingkat ambang dengar tenaga kerja yang akan ditempatkan di tempat
bising sebagai dasar evaluasi untuk pemeriksaan berkala.
2. Menentukan efektifitas program konservasi pendengaran. Jika hasil pemeriksaan
kebisingan tidak menunjukan peningkatan tingkat paparan bising dan hasil
audiometri tidak ada perubahan, maka dapat disimpulkan program konservasi
pendengaran tersebut efektif.

Tingat intensias suara minimum yang dapat didengar oleh telinga orang muda sehat
adalah 20 mikropaskal, hal ini dikenal sebagai tingkat akustik 0 db. Pada audiometri
digunakan tingkat refrensi lain yang dikenal sebagai tingkat ambang dengar 0 db. Pada
frekuensi ± 3000 Hz, tingkat ambang dengar lebih tinggi 10 db diatas tingkat akustik. Hasil
pemeriksaan normal berada dalam kisaran ≤ 25 db pada seluruh frekuensi. Bila terdapat
kecenderungan hasil pemeriksaan melebihi 25 db terutama pada frekuensi 500 atau 1000 Hz,
kemungkinan terdapat perbedaan latar belakang kebisingan ruang pemeriksaan yang terlalu
bising. Bila terdapat perbedaan > 40 db antara telinga kanan dan kiri, maka dilakukan
prosedur masking untuk menentukan tingkat ambang dengar sebenarnya.
Audiogram orang yang menderita tuli akibat bising awal menunjukan tingkat ambang
dengar normal pada frekuensi 500 – 2000 Hz dan penurunan tingkat ambang dengar pada
frekuensi 3000 – 6000 Hz dengan puncaknya pada frekuensi 4000 Hz, kemudian kembali
membaik pada frekuensi 8000 Hz. Frekuensi rendah menunjukan kuatnya pembicaraan dan
frekuensi tinggi memberikan kejelasan pembicaraan. Pada tuli akibat mereka tidak
bermasalah dengan adanya kerasnya suara tetapi mereka tak dapat mendengar kejelasan
pembicaraan kususnya konsonan t, k dan p.

D. PERALATAN DAN BAHAN


- Audiometri nada murni dengan hantaran udara.
- Audiogram (kertas pencatat berupa grafik garis vertikal dari atas kebawah yang
menunjukan tingkat intensitas db). Tingkat ambang dengar yang dicatat adalah tingkat
intensitas terendah yang masih dapat didengar.
- Spidol merah dan biru.
- Sumber plastik

E. PROSEDUR KERJA
1. TAHAP PERSIAPAN
1.1 Persiapan tenaga kerja yang akan diperiksa:
a. Hindari paparan bising (termasuk musik) selama 16 jam sebelum dilakukan
pemeriksaan.
b. Lakukan pemeriksaan telinga luar apakah ada sumbatan (contoh: serumen). Bila
terdapat sumbatan harus dibersihkan terlebih dahulu (konsultasikan ke dokter
THT).
c. Ditanyakan apakah ada gangguan pendengaran dan adakah perbedaan
kemampuan mendengar pada kedua telinga.
d. Duduk dalam ruangan kedap suara (≤40 db) atau duduk dalam ruangan tenang
(≤40 db) menghaap kearah yang berlawanan dengan operator.
e. Orang yang akan diperiksa harus bebas dari paparan bising (belum terpapar,
sebelum masuk ruang bising) minimal 16 jam untuk menghindari adanya
Temporary Threshold Shift(TTS).
f. Ditanyakan apakah ada rangsangan pendengaran dan adakah perbedaan
kemampuan mendengar pada kedua telinga.
g. Duduk dalam ruangan kedap suara (<40 db) atau duduk ruangan tenang (<40 db)
menghadap ke arah yang berlawanan dengan operator.
1.2 Persiapan peralatan dan bahan
a. Audiometri set telah terkalibrasi.
b. Tersedianya audiogram dalam jumlah yang cukup (sesuai dengan jumlah, tenaga
kerja yan akan diperiksa).
c. Tersedianya alat tulis (spidol merah dan biru).
d. Tersedianya sumber listrik untuk melakukan audiometri.
1.3 Persiapan metode
Tersedianya SOP (Standar Operasional Prosedur)
a. Set audiometer dengan testing room. Ukur background noise.
b. Berikan instruksi jelas dan tepat. Orang yang diperiksa perlu mengetahui apa
yang harus didengar dan apa yang diharapkan sebagai jawabannya, biasanya
menekan tombol respon atau mengangkat jari.
c. Pasang earphone dengan posisi merah pada telinga kanan dan biru pada telinga
kiri.
d. Mulailah dengan memeriksa telinga kanan pada frekwensi 1000 Hz dengan
intensitas 50 db.
e. Bila orang yang diperiksa mendengar maka ia akan menekan tombol respon,
petunjuk lampu akan menyala.
f. Turunkan secara bertahan intensitas suara sebesar 10 db sampai tidak mendengar
g. Naikkan lagi intensitas suara dengan setiap kenaikan 5 db sampai orang yang
diperiksa mendengar lagi. Berikan rangsangan pendek 3 kali bila respon Hanya 1
kali maka naikan lagi 5 dB dan berikan rangsangan 3 kali. Bila telah didapat_a
respon yang tetap maka perpaduan antar penurunan dan penambahan merupakan
batas ambang dengar.
h. Catat ambang dengar tersebut dalam audiochart, untuk telinga kanan dengan
memberi tanda 0 warna merah, dan untuk telinga kiri dengan memberi tanda X
warna biru.
i. Untuk frekuensi berikutnya yaitu 2000, 3000, 4000, 6000 dan 8000 Hz mulailah
pada tingkat 15 dB dibawah ambang dengar pada frekuensi 1000 Hz. Adalah 50
dB maka pada frekuensi berikutnya dimulai pada intensitas 30 atau 35 dB.
j. Lakukan pengukuran untuk frekuensi diatas 1000 Hz dengan cara yang sama
ulangi pemeriksaaan pada frekuensi 1000 Hz dan terakhir pemeriksaaan 500 Hz.
Tersedianya data audiogram dasar (baseline data).

2. TAHAP PELAKSANAAN
a. Berikan instruksi kepada orang yang diperiksa untuk memberikanrespon dengan
menekan tombol respon atau mengangkat tangan setiap mendengar nada melalui
earphone.
b. Tempatkan earphone sesuai dengan liang telinga (warna merah pada telinga kanan
dan wama biru pada telinga kiri).
c. Hidupkan alat dengan menekan ON/power.
d. Dahulukan telinga yang lebih baik pendengarannya atau telinga kanan (tekan tombol
nada warna merah untuk memeriksa telinga kanan).
e. Mulai pemeriksaan di 1000 Hz dengan menekan / memutar tombol frekwensi sesuai
dengan 1000 Hz.
f. Tekan tombol nada mulai dari 0 dB dan tingkatkan intensitas secara bertahap dengan
menekan / memutar tombol intensitas, lepaskan tombol nada bila terdapat respon.
g. Turunkan intensitas 10 dB lebih rendah dan berikan nada pendek (1 detik penekanan
tombol nada).
h. Jika terdapat respon, ulangi prosedur diasas sehingga orang yang diperiksa tidak
memberikan respon.
i. Tingkatkan intensitas 5 dB lebih tinggi dan berikan nada pendek 3 (tiga) kali.
j. Jika terdapat respon, ulangi prosedur diatas sehingga orang yang diperiksa
memberikan 2 respon dari 3 nada pendek yang diberikan.
k. Turunkan intensitas 5 dB lebih rendah dan berikan nada pendek 3 (tiga) kali.
l. Tingkat intensitas terendah yang mernberikan 2 respon dari 3 rada pendek yang
diberikan diambil sebagai tingkat ambang dengar.
m. Catat tingkat ambang dengar pada audiagram dengan spidol (tanda lingkaran merah
untuk telinga kanan; tanda silang untuk telinga kiri).
n. Periksa tingkat ambang dengar pada frekuensi 2000, 3000 4000 dan 6000Hz dengan
prosedur yang sama. Jika tidak harus dilakukan pemeriksaaan ulang.
o. Pemeriksaan ulang pada frekuensi 1000 Hz harus memberikan tingkat ambang dengar
yang sarna. Jika tidak harus dilakukan pemeriksaan ulang.
p. Periksa tingkat ambang dengar pada frekuerisi 500 Hz dengan prosedur yang sama.
q. Periksa telinga sebelahnya dengan prosedur yang sama.
r. Lepaskan earphone. Jika ditemukan kelainan pendengaran, harus dilakukan
pemeriksaaan ulang dan catat tingkat ambang dengar rata-rata di audiogram.

3. INTERPRETASI AUDIOGRAM
a. Frekuensi percakapan adalah 500, 1000, 2000 dan 1000 Hz.
b. Untuk menentukan ambang dengar rata-rata (pure tone average (PTA)) jumlahkan
nilai ambang dengar pada frekuensi frekuensi percakapan tersebut dibagi 4.
c. Gambaran patogenomonik audiogram ketulian akibat bising dapat dilihat pada
frekuensi 4000 Hz berbentuk takik (V).
d. Diharapkan semua test audiogram tenaga kerja berada pada batas normal artinva tidak
ada ambang dengar yang lebih dari 25 dB terutama pada frekuensi 500 dan 1000 Hz,
jika ada kemungkinan background noise terlalu tinggi.
e. Penandaan pada, audiochart.
- Untuk hantaran udara, untuk telinga kanan tanda O warna merah dan untuk
telinga kiri tanda X warna biru
- untuk hantaran tulang, untuk telinga kanan tanda > dan untu kiri tanda <

4. KRITERIA AUDIOGRAM
a. Untuk membuat data baseline (pre employment) diharapkan ambang dengar rata-rata
frekuensi percakapan tidak melebihi 25 dB.
b. Untuk tujuan monitoring
1) Perubahan ambang dengar rata-rata dibanding sebelurrnya dianggap signifikan
bila lebih besar dari 10 dB pada frekuensi 500, 1000 2000, 3000 dan 4000 Hz.
2) Pergeseran ambang dengar bermakna signifikan bila lebih 10 dB pada frekuensi
3000, 4000 dan 6000 Hz. Standar Threshold Shift adalah 10 dB.
3) Pergeseran ambang dengar bermakna signifikan bila lebih dari 15 dB pada salah
satu dari frekuensi 3000, 4000 dan 6000 Hz.

F. PENILAIAN KECACATAN
1. Evaluasi Kecacatan pada NIHL
Dalam menghitung cacat akibat bising (NIHL) diperlukan audiogram nada murni
pada saat mulai bekerja di lingkungan bising dan audiogram yang terakhir. Bila
audiogram pada saat mulai bekerja pada lingkungan bising tidak ada, maka dianggap
ambang pendengaran yang dulu adalah 25 dB. Juga diperlukan umur pekerja untuk
koreksi terhadap penurunan akibat pertambahan umur (koreksi presbicusis) dimana tiap
kenaikan 1 tahun setelah umur 40 tahun ambang pendengaran ditambah 0,5 dB. Dengan
catatan tidak lebih dari 12,5 Db.
Derajat Ketulian (WHO – 1992)

Ambang dengar Nilai ketulian Penampilan


> 81 dB 5 tuli sangat berat 2 telinga Kedua telinga tidak dapat
mendengar kata yang diucapkan
61 – 80 dB 4 tuli berat 2 telinga Tidak dapat mendengar
percakapan kecuali diteriakkan
pada sisi telinga
41 – 60 dB 3 tuli sedang 2 telinga Tidak dapa mendengar
percakapan kecuali dengan
suara keras jarak kurang dari 3
meter
26 – 40 dB 2 tuli ringan 2 telinga Tidak dapat mendengar
percakapan kecuali dengan
suara keras
Satu telinga dengan ambang 1 tuli satu telinga Ketulian hanya terjadi pada satu
dengar > 25 dB telinga
Kedua telinga ambang dengar ≤ 0 normal Kedua telinga nilai ambang
25 dB dengar normal

2. Penilaian tingkat kecacatan


a. Tingkat pendengaran = ambang dengar pada frekuanesi percakapan dijumlahkan
kemudian dibagi 4.
b. Penurunan pendengaran = Tingkat pendengararn dikurangi low fence untuk orang
berusia 40 tahun kebawah adalah 25 dB. Untuk orang berusia diatas 40 tahun nilai
low fence harus dikoreksi dengan faktor presbicusis yaitu 25 + 0,5 (umur - 40) dB,
dengan catatan nilai low fence tersebut tidak lebih dari 37,5 dB.
c. Prosentasi ketulian:
- Untuk satu telinga (monoaural), yaitu penurunan pendengaran dikalikan 1,5%
- Untuk dua telinga (binaural) yaitu monoaural yang baik dikalikan 5 ditambah
mono aural lainya dibagi 6.

G. PELAPORAN
1. Identifilkasi: meliputi identifikasi perusahaan, tenaga kerja, petugas, peralatan, kondisi
dan waktu pelaksanaan.
2. Feralatan dan Bahan: meliputi alat dan bahan yang digunakan
3. Teknik pelaksanaan: meliputi standar operadional prosedur baik alat, metode, manual
atau pedoman yang telah ditentukan.
4. Hasil Pengujian: beripa audiogram yang menunjukan tingkat ambang dengar tenaga kerja.
Audiograni berkala digunakan untuk koservasi pendengaran (misalnya menilai efektifitas
program telinga). Bila terdapat kelainan penggunaan alat pelindung pendengaran pada
pemeriksaaan audiometri monitoring, sebaiknya ke dikonsultasikan dokter ahli THT
untuk tenaga kerja penatalaksanaan selanjutnya.
5. Interpretasi: Bila terdapat penurunan rerata daya dengar >10 dB pada frekwensi tinggi
atau > 15 dB pada salah situ frekwensi dibandingkan dengan data awal, maka hal tersebut
menunjukan adanya gangguan pendengaran akibat paparan bising. Pada tenaga keja
sebaiknya diberikan konsceling, evaluasi ulang penggunaan alat pelindung telinga, dan
pada kasus berat ditempatkan pada tempat kerja yang tidak bising.
H. INTERPRESTASI HASIL

Anda mungkin juga menyukai