Anda di halaman 1dari 14

LEMBAR KERJA PRAKTIKUM

LABORATORIUM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


(LAB. K3)

Dosen :
Yulianto, BE, S.Pd, M. Kes
Dr. Djamaluddin Ramlan, SKM, M.Kes

NAMA : ......................................................

NIM : ...................................................... KELAS :

......................................................

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KESEHATAN LINGKUNGAN
TAHUN 2017

LEMBAR KERJA PRAKTIKUM LAB K3

Pengukuran Gangguan Pendengaran pada Tenaga Kerja

A. TUJUAN
Membuat audiogram hasil pemeriksaan audiometri tenaga kerja dengan
memberikan nada murni pada hantaran udara baik dalam pemeriksaan awal maupun
pemeriksaan berkala.

B. STANDAR ACUAN

ANSI 3.6-1969 tentang spesifikasi audiometer.

C. DASAR TEORI
Dalam evaluasi program konservasi pendengaran di tempat kerja dilakukan
pemeriksaan audiometri dengan standar minimal yaitu memberikan nada murni pada
hantaran udara. Pemantauan audiometri dilakukan dengan memberikan nada murni
frekwensi tertentu pada hantaran udara sehingga dapat ditentukan tingkat suara
terendah yang masih dapat terdengar (tingkat ambang dengar).

Pemberian signal/nada murni tersebut dilakukan pada satu telinga, umumnya


telinga kanan terlebih dahulu dan selanjutnya telinga kiri. Ada jenis lain pemeriksaan
audiometri yaitu audiometri klinik yang digunakan dalam klinik/medis untuk penentuan
diagnosis oleh dokter Ahli Telinga Hidung dan Tenggorokan (THT). Pada pemeriksaan
audiometri klinik dilakukan pengukuran baik pada hantaran udara maupun hantaran
tulang.

Pengukuran pada hantaran udara berupa pemberian nada murni ke liang telinga
luar, kemudian nada tersebut berjalan melalui telinga tengah ke telinga dalam. Sedangkan
pengukuran nada hantaran tulang berupa penempatan vibrator nada murni di prosesus
mastoid (bagian dari tulang kepala di belakang telinga). Signal nada tersebut kemudian
menggetarkan tulang temporal, dalam hal ini nada tidak mengikuti aliran hantaran udara
tetapi merangsang telinga dalam secara langsung melalui hantaran tulang.
Manfaat pemeriksaan audiometri monitoring :

1. Sebagai bagian dari program pemeriksaan awal, sehingga perusahaan mempunyai


data awal tingkat ambang dengar tenaga kerja yan akan ditempatkan di tempat bising
sebagai dasar evaluasi untuk pemeriksaan berkala.

2. Menentukan efektifitas program konservasi pendengaran. Jika hasil pemeriksaan


kebisingan tidak menunjukkan peningkatan tingkat paparan bising dan hasil
audiometri tidak ada perubahan, maka dapat disimpulkan program konservasi
pendengaran tersebut efektif.

Tingkat intensitas suara minimum yan dapat didengar oleh telinga orang muda
sehat adalah 20 mikropaskal, hal ini dikenal sebagai tingkat akustik 0 dB. Pada audiometri
digunakan tingkat referensi lain yang dikenal sebagai tingkat ambang dengar 0 dB. Pada
frekuensi ± 3000 Hz, tingkat ambang dengar lebih tinggi 10 dB di atas tingkat akustik. Hasil
pemeriksaan normal berada dalam kisaran ≤ 25 dB pada seluruh frekwensi. Bila terdapat
kecenderungan hasil pemeriksaan melebihi 25 dB terutama pada frekwensi 500 atau 1000
Hz, kemungkinan terdapat perbedaan latar belakang kebisingan ruang pemeriksaan yang
terlalu bising. Bila terdapat perbedaan > 40 dB antara telinga kanan dan kiri, maka
dilakukan prosedur masking untuk menentukan tingkat ambang dengar sebenarnya.

Audiogram orang yang menderita tuli akibat bising awal menunjukkan tingkat
ambang dengar normal pada frekwensi 500 - 2000 Hz dan penurunan tingkat ambang
dengar pada frekwensi 3000 - 6000 Hz dengan puncaknya pada frekwensi 4000 Hz,
kemudian kembali membaik pada frekwensi 8000 Hz. Frekwensi rendah menunujkkan
kuatnya pembicaraan dan frekwensi tinggi memberikan kejelasan pembicaraan. Pada tuli
akibat mereka tidak bermasalah dengan adanya kerasnya suara tetapi mereka tak dapat
mendengar kejelasan pembicaraan khususnya konsonan t, k dan p.
D. PERALATAN DAN BAHAN

1. Audiometri nada murni dengan hantaran udara.


2. Audiogram (kertas pencatat berupa grafik dengan garis vertical dari atas ke bawah
yang menunjukan tingkat intensitas suara dalam dB). Tingkat ambang dengar yang
dicatat adalah tingkat intensitas terendah yang masih dapat didengar.
3. Spidol merah dan biru.
4. Sumber plastic.

E. PROSEDUR KERJA
1. Persiapan tenaga kerja yang akan diperiksa:
a. Hindari paparan bising (termasuk musik) selama 16 jam sebelum dilakukan
pemeriksaan.

b. Lakukan pemeriksaan telinga luar apakah ada sumbatan (contoh: serumen). Bila
terdapat sumbatan harus dibersihkan terlebih dahulu (konsultasikan ke dokter
THT).

c. Ditanyakan apakah ada gangguan pendengaran dan adakah perbedaan


kemampuan mendengar pada kedua telinga.

d. Duduk dalam ruangan kedap suara (≤ 40 dB) atau duduk dalam ruangan tenang (≤
40 dB) menghadap kearah yang berlawanan dengan operator.

e. Orang yang akan diperiksa harus bebas dari paparan bising (belum terpapar,
sebelum masuk ruang bising) minimal 16 jam untuk menghindari adanya
Temporary Threshold Shift (TTS).

f. Lakukan pemeriksaan telinga luar apakah ada sumbatan (contoh: serumen). Bila
terdapat sumbatan harus dibersihkan terlebih dahulu (konsultasikan ke dokter
THT).

g. Ditanyakan apakah ada rangsangan pendengaran dan adakah perbedaan


kemampuan mendengar pada kedua telinga.
h. Duduk dalam ruangan kedap suara (< 40 dB) atau duduk ruangan tenang (< 40 dB)
menghadap ke arah yang berlawanan dengan operator.

2. Persiapan peralatan dan bahan

a. Audiometri set telah terkalibrasi


b. Tersedianya audiogram dalam jumlah yang cukup (sesuai dengan jumlah, tenaga
kerja yan akan diperiksa)

c. Tersedianya alat tulis (spidol merah dan biru)


d. Tersedianya sumber listrik untuk melakukan audiometri
3. Persiapan metode

Tersedianya SOP (Standar Operasional Prosedur)


a. Set audiometer dengan testing room. Ukur background noise.
b. Berikan instruksi jelas dan tepat. Orang yang diperiksa perlu mengetahui apa yang
harus didengar dan apa yang diharapkan sebagai jawabannya, biasanya menekan
tombol respon atau mengangkat jari.

c. Pasang earphone dengan posisi merah pada telinga kanan dan biru pada telinga
kiri.

d. Mulailah dengan memeriksa telinga kanan pada frekwensi 1000 Hz dengan


intensitas 50 dB.

e. Bila orang yang diperiksa mendengar maka ia akan menekan tombol respon,
petunjuk lampu akan menyala.

f. Turunkan secara bertahan intensitas suara sebesar 10 dB sampai tidak mendengar

g. Naikkan lagi intensitas suara dengan setiap kenaikan 5 dB sampai orang yang
diperiksa mendengar lagi. Berikan rangsangan pendek 3 kali bila respon hanya 1
kali maka naikan lagi 5 dB dan berikan rangsangan 3 kali. Bila telah didapatkan
respon yang tetap maka perpaduan antar penurunan dan penambahan
merupakan batas ambang dengar.
h. Catat ambang dengar tersebut dalam audiochart, untuk telinga kanan dengan
memberi tanda 0 warna merah, dan untuk telinga kiri dengan memberi tanda X
warna biru

i. Untuk frekuensi berikutnya yaitu 2000, 3000, 4000, 6000 dan 8000 Hz mulailah
pada tingkat 15 dB dibawah ambang dengar pada frekuensi 1000 Hz. Adalah 50
dB maka pada frekuensi berikutnya dimulai pada intensitas 30 atau 35 dB

j. Lakukan pengukuran untuk frekuensi diatas 1000 Hz dengan cara yang sama
ulangi pemeriksaaan pada frekuensi 1000 Hz dan terakhir pemeriksaaan 500 Hz.

k. Tersedianya data audiogram dasar (baseline data)

2. TAHAP PELAKSANAAN
a. Berikan instruksi kepada orang yang diperiksa untuk memberikan respon dengan
menekan tombol respon atau mengangkat tangan setiap mendengar nada melalui
earphone
b. Tempatkan earphone sesuai dengan liang telinga (warna merah pada telinga
kanan dan wama biru pada telinga kiri)

c. Hidupkan alat dengan menekan ON/power


d. Dahulukan telinga yang lebih baik pendengarannya atau telinga kanan (tekan
tombol nada warna merah untuk memeriksa telinga kanan)

e. Mulai pemeriksaan di 1000 Hz dengan menekan / memutar tombol frekwensi


sesuai dengan 1000 Hz.

f. Tekan tombol nada mulai dari 0 dB dan tingkatkan intensitas secara bertahap
dengan menekan / memutar tombol intensitas, lepaskan tombol nada bila
terdapat respon

g. Turunkan intensitas 10 dB lebih rendah dan berikan nada pendek (1 detik


penekanan tombol nada)
h. Jika terdapat respon, ulangi prosedur diasas sehingga orang yang diperiksa tidak
memberikan respon

i. Tingkatkan intensitas 5 dB lebih tinggi dan berikan nada pendek 3 (tiga) kali
j. Jika terdapat respon, ulangi prosedur diatas sehingga orang yang diperiksa
memberikan 2 respon dari 3 nada pendek yang diberikan

k. Turunkan intensitas 5 dB lebih rendah dan berikan nada pendek 3 (tiga) kali.
l. Tingkat intensitas terendah yang mernberikan 2 respon dari 3 rada pendek yang
diberikan diambil sebagai tingkat ambang dengar.

m. Catat tingkat ambang dengar pada audiagram dengan spidol (tanda lingkaran
merah untuk telinga kanan; tanda silang untuk telinga kiri).

n. Periksa tingkat ambang dengar pada frekuensi 2000, 3000 4000 dan 6000 Hz
dengan prosedur yang sama. Jika tidak harus dilakukan pemeriksaaan ulang.

o. Pemeriksaan ulang pada frekuensi 1000 Hz harus memberikan tingkat ambang


dengar yang sama. Jika tidak harus dilakukan pemeriksaan ulang.

p. Periksa tingkat ambang dengar pada frekuerisi 500 Hz dengan prosedur yang
sama.

q. Periksa telinga sebelahnya dengan prosedur yang sama.


r. Lepaskan earphone. Jika ditemukan kelainan pendengaran, harus dilakukan
pemeriksaaan ulang dan catat tingkat ambang dengar rata-rata di audiogram

3. HASIL PENGUKURAN AMBANG DENGAR


Catat hasil pengukuran masing-masing responden pada lembar pencatatan hasil
pengukuran yang tersedia (lampiran).

4. INTERPRETASI AUDIOGRAM

a. Frekuensi percakapan adalah 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz.


b. Untuk mcnentukan ambang dengar rata-rata (pure tone average (PTA)) jumlahkan
nilai ambang dengar pada frekuensi frekuensi percakapan tersebut dibagi 4.

c. Gambaran patogenomonik audiogram ketulian akibat bising dapat dilihat pada


frekuensi 4000 Hz berbentuk takik (V).

d. Diharapkan semua test audiogram tenaga kerja berada pada batas normal artinva
tidak ada ambang dengar yang lebih dari 25 dB terutama pada frekuensi 500 dan
1000 Hz, jika ada kemungkinan background noise terlalu tinggi.

e. Penandaan pada, audiochart


- Untuk hantaran udara, untuk relinga kanan tanda O warna merah dan untuk
telinga kiri tanda X warna biru.

- untuk hantaran tulang, untuk telinga kanan tanda > dan untuk kiri tanda <

5. KRITERIA AUDIOGRAM
a. Untuk membuat data baseline (pre employment) diharapkan ambang dengar rata-
rata frekuensi percakapan tidak melebihi 25 dB.

b. Untuk tujuan monitoring


1) Perubahan ambang dengar rata-rata dibanding sebelumnya dianggap
signifikan bila lebih besar dari 10 dB pada frekuensi 500, 1000, 2000, 3000
dan 4000 Hz

2) Pergeseran ambang dengar bermakna signifkan bila lebih 10 dB pada


frekuensi 3000, 4000 dan 6000 Hz. Standar Threshold Shift adalah 10 dB.

3) Pergeseran ambang dengar bermakna signifikan bila lebih dari 15 dB pada


salah satu dart frekuensi 3000, 4000 dan 6000 Hz.

F. PENILAIAN KECACATAN
1. Evaluasi Kecacatan pada NIHL
Dalam menghitung cacat akibat bising (NIHL) diperlukan audiogram nada murni
pada saat mulai bekerja di lingkungan bising dan audiogram yang terakhir. Bila
audiogram pada saat mulai bekerja pada lingkungan bising tidak ada, maka dianggap
ambang pendengaran yang dulu adalah 25 dB. Juga diperlukan umur pekerja untuk
koreksi terhadap penurunan akibat pertambahan umur (koreksi presbiacusis) dimana
tiap kenaikan 1 tahun setelah umur 40 tahun ambang pendengaran ditambah 0,5 dB.
Dengan catatan tidak lebih dari 12,5 dB.

Tingkat cacat ditentukan dengan mengukur nilai ambang dengar (Hearing


Threshold Level = HTL), yaitu angka rata-rata penurunan ambang dengan dengan dB
pada frekuensi 500, 1000, 2000, 4000 Hz. Penurunan nilai ambang dengar dilakukan
pada kedua telinga

Telinga normal Pada pemeriksaan audio metrik ambang dengar tidak


melebihi 25 dB dan di dalam pembicaraan biasa tidak ada
kesukaran mendengar suara perlahan

Tuli ringan Tidak dapat mendengar percakapan kecuali diteriakkan pada


sisi telinga Pada pemeriksaan audio-metrik ambang dengar
25 - 40 dB dan terdapat kesukaran mendengar.

Tuli sedang Pada pemeriksaan audio-metrik terdapat ambang dengar


antara 40 – 55 dB Seringkali terdapat kesukaran untuk
mendengar pembicaraan biasa.

Tuli sedang berat Pada pemeriksaan audiometri terdapat ambang dengar rata-
rata antara 55 - 70 dB. Kesukaran mendengar suara
pembicaraan kalau tidak dengan suara keras.

Tuli berat Ambang dengar rata-rata antara 70 - 90 dB. Hanya dapat


mendengar suara yang sangat keras.

Tuli sangat berat Ambang dengar 90 dB atau lebih. Sama sekali tidak
mendengar pembicaraan.

2. Penilaian tingkat kecacatan


a. Tingkat pendengaran = Ambang dengar pada frekuensi percakapan dijumlahkan
kemudian dibagi 4

b. Penurunan pendengaran = Tingkat pendengararn dikurangi low fence untuk orang


berusia 40 tahun kebawah adalah 25 dB. Untuk orang berusia diatas 40 tahun nilai
low fence harus dikoreksi dengan faktor presbiacusis yaitu 25 + 0,5 (umur - 40) dB,
dengan catatan nilai low fence tersebut tidak lebih dari 37,5 dB,. c. Prosentasi
ketulian :

- Untuk satu telinga (monoaural), yaitu penurunan pendengaran dikalikan 1,5


%.

- Untuk dua telinga (binaural) yaitu monoaural yang baik dikalikan 5 ditambah
monoaural lainya dibagi 6.

d. Penentuan tingkat ketulian tenaga kerja dapat dilakukan dengan menggunakan:


- Metode matematis, menggunakan prosedur pengukuran yang berlaku.
- Menggunakan tabel 1 : Monaural Hearing Loss Impairment (%).
- Menggunakan tabel 2 : Computation of Binaural Hearing Impairment.
- Menggunakan tabel 3 : Relationship of Binaural Hearing Impairment to
Impairment of the Whole person.

G. PELAPORAN
1. Identifilkasi: meliputi identifikasi perusahaan, tenaga kerja, petugas, peralatan,
kondisi dan waktu pelaksanaan

2. Feralatan dan Bahan: meliputi alat dan bahan yang digunakan


3. Teknik pelaksanaan: meliputi standar operadional prosedur baik alat, metode, manual
atau pedoman yang telah ditentukan

4. Hasil Pengujian: beripa audiogram yang menunjukan tingkat ambang dengar tenaga
kcrja. Audiograni berkala digunakan untuk menilai efektifitas program koservasi
pendengaran (misalnya penggunaan alat pelindung telinga), Bila terdapat kelainan
pendengaran pada pemeriksaaan audiometri monitoring,sebaiknya tenaga kerja
dikonsultasikan ke dokter ahli THT untuk penatalaksanaan selanjutnya.

5. Interpretasi: Bila terdapat penurunan rerata daya dengar >10 dB pada frekwensi tinggi
atau > 15 dB pada salah situ frekwensi dibandingkan dengan data awal, maka
hal tersebut menunjukan adanya gangguan pendengaran akibat paparan bising. Pada
tenaga keja sebaiknya diberikan konsceling, evaluasi ulang penggunaan alat pelindung
telinga, dan pada kasus berat ditempatkan pada tempat kerja yang tidak bising.

H. Interprestasi Hasil

Dari hasil pengukuran ambang dengar yang telah dilakukan, didapatkan hasil seperti
yang tertera pada table. Lalu untuk menghitung Hearing Treshold Level masing – masing
orang, dilakukan penjumlahan dB pada hasil frekuensi 500, 1000, 2000, dan 4000 Hz,
setelah itu dibagi 4. Maka di dapatlah hasil HTL

Dari 13 orang yang diperiksa, terdapat 2 orang yang diduga mengalami tuli ringan,
akrena dari hasil HTL, nilai yang di dapat lebih dari 25 dB, yaitu :

 Berliana = telinga kiri : 27,5 dB


 Alfi = telinga kanan : 26,25 dB

Lalu, untuk nilai penurunan pendengaran, dapat diketahui dengan cara :

 Berliana, telinga kiri ( umur <40 tahun )


Penurunan pendengaran monaural = (27,5 – 25) x 1,5%
= 2,5 x 1,5%
=3,75%
Penurunan pendengaran telinga kiri Berliana sebesar 3,75%
 Alfi, telinga kanan ( umur <40 tahun )
Penurunan pendengaran monaural = (26,25 – 25) x 1,5%
= 1,25 x 1,5%
= 1,8%
Penurunan pendengaran telinga kanan Alfi sebesar 1,8%
Seseorang dapat mengalami penurunan pendengaran dikarenakan factor usia, suara
yang keras, infeksi atau kotoran, trauma, obat – obatan, dan penyakit.
Jika seseorang telah mengalami penurunan pendengaran, dapat ditangani dengan
cara : membersihkan kotoran yang menyumbat telinga, pembedahan, penggunaan alat
bantu dengar dan mempelajari bahasa isyarat.
Untuk penentuan seseorang dikatakan memiliki pendengaran normal atau tidak,
dapat melihat PERMENAKER RI Nomor PER.25/MEN/XII/2008 Tentang Pedoman dan
Penilaian Cacat Karena PAK.

I. Kesimpulan
Dari Praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahawa 11 orang memiliki
pendengaran normal dan 2 orang mengalami penurunan pendengaran dan dikategorikan
menderita tuli ringan. Dan, dari hasil pengukuran ambang dengar, di dapatkan grafik atau
audiogram untuk Caca seperti yang terlampir.

Purwokerto, 14 Februari 2019

Assisten Dosen Lab K3 Praktikan

.............................................. Salsabila Lutfiana


Lampiran

HASIL PENGUKURAN AMBANG DENGAR TENAGA KERJA

Hasil Pengukuran Ambang Dengar (dB) pada Berbagai Frekuensi (Hz)

No. Telinga
250 500 1000 2000 3000 4000 6000 8000
Aris ( R ) 20 35 35 10 5 5 5 5
1.
Aris ( L ) 5 5 5 5 5 5 5 5

Caca ( R ) 10 5 5 5 5 5 5 5
2.
Caca ( L ) 5 5 5 10 5 5 5 5

Cantika (R) 15 15 30 15 5 5 5 5
3.
Cantika (L) 5 5 5 5 5 5 5 5

4. Berli ( R ) 20 15 25 5 10 15 5 10
Berli ( L ) 35 30 30 25 20 25 25 20

5. Raventi (R) 30 25 25 5 5 10 20 10
Raventi (L) 35 25 20 10 10 15 15 15

6. Lulu ( R ) 5 30 15 5 5 10 5 5

Lulu ( L ) 5 20 5 5 5 5 5 5

7. Sabrina (R) 15 5 5 5 10 5 5 5

Sabrina (L) 35 40 30 10 10 15 15 15

8. Chrisna (R) 40 15 15 5 20 15 5 5

Chrisna (L) 5 5 10 20 20 30 10 10

9. Feby ( R ) 20 10 10 5 5 5 5 5
Feby ( L ) 5 20 25 5 5 5 5 5

10. Firda ( R ) 25 25 20 25 10 20 5 5

Firda ( L ) 20 30 25 25 15 10 15 5

11. Alfi ( R ) 30 40 30 15 15 10 5 5

Alfi ( L ) 30 30 10 10 10 5 5 5
12. Ade ( R ) 15 30 10 10 10 5 5 5

Ade ( L ) 15 15 5 5 5 5 10 10

13. Kalisha (R) 30 30 25 15 15 10 10 10

Kalisha ( L ) 20 40 30 15 5 10 10 20

Anda mungkin juga menyukai