Anda di halaman 1dari 12

TUGAS PRAKTIKUM KLINIK ILMU PENYAKIT MULUT

LAPORAN KASUS

GLOSSOPYROSIS PADA PASIEN MAHASISWA DENGAN HIPOSALIVASI


DAN ASPEK PSIKOGENIK

Disusun Oleh:
Aulia Rizqi Nurdiana
0916101001055
Instruktur: drg. Lenny Rokhma D., Sp. PM.

Praktikum Putaran Semester Pendek (Tanggal 18 Juni 2013 s.d 16 Juli 2013)
Semester Pendek Tahun Ajaran 2012-2013

BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
JULI 2013

Laporan Kasus
Glossopyrosis pada Pasien Mahasiswa dengan Hiposalivasi dan Aspek
Psikogenik
Abstrak
Glossopyrosis adalah istilah untuk menunjukkan lidah yang sakit berupa
sensasi terbakar pada lidah. Walaupun tidak ada prevalensi pasti yang dapat berlaku di
seluruh belahan dunia, sebuah penelitian di Inggris menunjukkan bahwa kelainan ini
memiliki prevalensi sebesar 5% pada populasi dewasa. Pada sebagian besar penelitian
juga menunjukkan bahwa predeleksi yang kuat terjadi pada wanita, yaitu lebih dari
3:1. Sindrom ini hampir terjadi pada kelompok usia setengah baya sampai lanjut usia.
Gejala yang terjadi dapat mengenai mukosa rongga mulut di berbagai lokasi dan dapat
mengenai lebih dari satu lokasi, tetapi bagian lidah, terutama bagian ujung lidah
paling sering terkena. Gejala ini sebagian besar sering berhubungan dengan prosedur
perawatan gigi yang telah dijalani sebelumnya serta berhubungan dengan aspek
psikologi pasien. Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa 60% gejala ini sering
timbul pada pasien dengan keadaan mulut kering.
Sebuah kasus terjadi pada pasien mahasiswa perempuan berusia 22 tahun
dengan keluhan rasa terbakar pada dorsum lidah dengan keadaan hiposalivasi dan
berhubungan dengan aspek psikogenik, secara teori akan dijelaskan.

BAB I
PENDAHULUAN
Glossopyrosis merupakan kelainan pada mukosa lidah yang berupa gejala
sensasi terbakar. Nama lain dari glossopyrosis adalah glossodinia, glossalgia, dan
lingual disestesia. Istilah lingual disestesia adalah istilah yang digunakan jika gejala
yang timbul berupa rasa tidak enak pada lidah. Sensasi terbakar pada rongga mulut
dapat mengenai daerah di luar mukosa lidah. Jika hal ini terjadi, maka istilah yang
digunakan adalah stomatopyrosis atau stomatodinia. Pada berbagai penelitian di
Eropa dan Amerika Utara, ditemukan sindrom ini terjadi pada 5-10 per 100.000
populasi dengan predeleksi wanita lebih dari 3:1. Sindrom ini hampir pasti menyerang
pasien setengah baya atau lanjut usia. (Van der Wall, 1992).
Gejala yang timbul pada sindrom ini sering dijabarkan pasien sebagai rasa
terbakar di mulut atau lidah dan ada pula yang mengeluh tentang sensasi gatal, nyeri
atau tidak jelas. Serangan yang terjadi sering tak tertahankan. Sebagian besar
penderita menyebutkan adanya sensasi terbakar yang timbul pada lebih dari satu
tempat. Penelitian Van der Ploeg, dkk. menyebutkan sensasi yang paling sering
ditemukan adalah di bagian ujung lidah, yaitu sebesar 71% pada 154 pasien. Gejala
yang ada bisa terus menerus ada selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, tanpa
periode remisi yang jelas. Penelitian Grushka terhadap 102 penderita, rasa terbakar
menjadi semakin parah bila pasien tegang, lelah, berbicara dan makan. Secara umum,
berdasarkan sifat gejala yang timbul, glossopyrosis dapat dibedakan menjadi:
a. Tipe I adalah gejala yang belum timbul saat bangun tidur, tetapi timbul dan
makin parah seiring dengan perkembangan waktu. Gejala yang ada muncul
tanpa mengganggu tidur pasien.
b. Tipe II adalah gejala rasa terbakar yang konstan (terus menerus ada) dan
biasanya muncul pada siang atau malam hari.
c. Tipe III adalah pasien dengan hari-hari bebas gejala dimana gejala yang
timbul hilang dan timbul secara tidak jelas.
(Van der Wall, 1992).
Keluhan gejala sensasi terbakar ini sering tidak diketahui penyebabnya. Akan
tetapi, beberapa faktor dapat diduga menjadi pencetus munculnya gejala ini. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa gejala sensasi terbakar dapat timbul pada mukosa di
bawah pemakaian gigi tiruan tanpa menunjukkan gejala peradangan secara klinis. Jika

hal ini terjadi, maka kelainan yang terjadi biasanya disebut denture sore mouth.
Penelitian pada 114 pasien menopause yang datang ke sebuah klinik menopause di
Inggris menunjukkan presentase sebesar 26% yang mengeluhkan menderita gejala ini.
Penelitian pada klinik diabetes, hampir 40% pasien mengeluhkan mulut yang kering
dan ditemukan keluhan sensasi mulut terbakar pada kurang dari 10% pasien. Hasil
penelitian Hughes dkk. menemukan sejumlah besar penderita sindrom ini pada 138
pasien dengan gangguan psikiatris di bagian psikiatrik sebuah rumah sakit. Pada
penelitian Schoenberg, dari 25 pasien, 64% penderita memiliki hubungan dengan
prosedur perawatan gigi sebelumnya, 24% berhubungan dengan kematian atau
ketakutan akan kehilangan seseorang yang dikasihi, 6% dengan menopause dan 6%
dengan pensiun, depresi atau keluhan somatik lain. Pada penderita sindrom ini juga
ditemukan sebesar 82% memiliki kehidupan yang kurang menyenangkan seperti
gangguan kesehatan keluarga, keterasingan, pindah rumah atau problem pernikahan
tepat sebelum pasien mengalami gejala ini (Van der Wall, 1992).
Secara garis besar, penyebab yang diduga bisa mencetuskan gejala
glossopyrosis dapat dibagi menjadi:
a. Penyebab lokal, meliputi gigi tiruan, lesi dan gangguan mukosa seperti
infeksi Candida albicans, fissure tongue, carcinoma, Geographic tongue,
hairy tongue, dan median romboide glossitis, penyebab odontogenik
seperti riwayat trauma pada mukosa akibat perawatan gigi yang telah
dijalani, gaya galvanik dan alergi logam, faktor rokok dan alkohol.
b. Penyebab sistemis, meliputi gangguan hormon yang biasanya terjadi pada
wanita menopause, penyakit sistemik anemia dan diabetes mellitus,
keadaan berkurangnya aliran saliva.
c. Penyebab neurologi, yaitu gangguan atau kerusakan pada saraf akibat
penyakit kronis, neuralgia maupun akibat gangguan sensoris pasca bedah.
d. Penyebab psikogenik yang meliputi perasaan depresi, gelisah dan
kecemasan. Hal ini biasanya diikuti dengan kebiasaan buruk berupa
menjulurkan lidah dan clenching.
(Van der Wall, 1992).

BAB II
PRESENTASI KASUS
Seorang mahasiswa perempuan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Jember, 22 tahun, mendatangi RSGM Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jember untuk menjalani rawat jalan dengan keluhan utama rasa terbakar
pada permukaan lidah. Kondisi tersebut sudah berlangsung sejak 1 hari yang lalu.
Pasien belum pernah menderita gejala ini sebelumnya dan tidak mengetahui
penyebabnya. Dari hasil anamnesa didapatkan bahwa gejala yang timbul berawal dari
bangun tidur dan semakin parah seiring aktivitas. Rasa terbakar ada sepanjang hari.
Pasien juga mengeluh mulutnya terasa lebih kering. Pasien baru saja pulang touring
dari Pulau Bali pada malam hari sebelum gejala muncul. Kondisi pasien saat ini
sedang kelelahan dan sering makan tidak teratur hingga gastritis yang dideritanya
sering kambuh karena padat dengan kegiatan kuliah. Pasien juga mengaku sedang
banyak pikiran karena adanya sebuah permasalahan yang sedang dialami. Keadaan
lidah sekarang masih seperti terbakar dan tidak diobati. Hasil pemeriksaan subyektif
secara umum menunjukkan BMI pasien berada pada kriteria normal dan sedang
mengkonsumsi antasida. Riwayat perawatan gigi yang sudah pernah dijalani adalah
tindakan skaling sekitar 6 bulan lalu dan tumpatan GI. Pasien tidak memiliki
kebiasaan buruk. Ibu pasien memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus.
Pemeriksaan ekstraoral didapatkan adanya fissure multiple vertikal pada bibir
bawah dengan panjang 1mm, kedalaman 2mm, terasa kering dan perih, kemerahan
dan disertai dengan adanya pengelupasan atau deskuamasi. Pemeriksaan intraoral
didapatkan adanya fissure pada ujung lidah sepanjang 1 mm dengan kedalaman 2 mm
dan tidak sakit. Pada bagian belakang dorsum lidah didapatkan plak putih dengan
batas tidak jelas, dapat dikerok dan tidak sakit. Setelah dilakukan pemeriksaan
penunjang mikrobiologi jamur, hasil menunjukkan bahwa hifa positif 3.
Terapi yang diberikan adalah obat kumur tantum verde untuk menghilangkan
simptom yang ada. Pasien diinstruksikan kumur 4 kali sehari. Pasien juga diberikan
fungatin dan tongue cleaner untuk menghilangkan infeksi Candida albicans. Pasien
diinstruksikan untuk meneteskan fungatin 4 kali sehari. Untuk pengobatan pada
bibirnya, pasien diberikan salep berupa racikan yang terdiri dari hidrokortison,
lanolin, vitamin E, dan vaselin pada bibir luarnya yang terasa perih dan kering. Salep
dioleskan pada bibir 3 kali sehari untuk menghilangkan rasa sakit dan memberi

kelembaban pada bibir. Selain itu, pasien juga diinstruksikan untuk mengkonsumsi
multivitamin yaitu becomzet, 1 kali sehari untuk terapi suportif. Selain obat- obatan
tersebut, pasien juga diinstruksikan untuk istirahat yang cukup, makan makanan yang
bergizi dan seimbang dengan pola makan teratur, menjaga kebersihan rongga mulut
serta menggunakan obat- obatan di atas sesuai anjuran. Pasien juga ditekankan untuk
memperbanyak mengkonsumsi air putih dan mengunyah permen karet bebas gula
untuk mengatasi mulut kering. Hal terpenting adalah pasien diinstruksikan untuk
menenangkan pikiran dalam mengatasi masalah yang ada dan mengatasi stress yang
sedang dialami dengan relaksasi pikiran.
Plak putih pada
belakang dorsum
lidah, batas tidak jelas,
bisa dikerok dan tidak
sakit. Lidah tampak
sangat kering saat
dilakukan oral swab

Gambar 1. Kondisi lidah saat pasien datang

Fissure pada ujung


lidah sepanjang 1
mm, kedalaman 2
mm, tidak sakit.

fissure multiple
vertikal pada bibir
bawah dengan
panjang 1mm,
kedalaman 2mm,
terasa kering dan
perih, kemerahan
dan disertai
deskuamasi
Gambar 2. Kondisi bibir saat pasien datang
Pada kontrol I, setelah diberikan perawatan selama 7 hari, pasien telah
menunjukkan perbaikan. Dari hasil anamnesa didapatkan bahwa keluhan lidah
terbakar sudah hilang dan tidak pernah kambuh lagi. Kondisi mulut juga sudah tidak
kering. Hasil pemeriksaan ekstraoral masih didapatkan adanya fissure multiple pada

bibir bawah dengan panjang 1mm, kedalaman 1mm, kemerahan dan disertai
sedikit pengelupasan atau deskuamasi. Pemeriksaan intraoral menunjukkan fissure
pada ujung lidah sepanjang 1 mm, kedalaman 2 mm dan tidak sakit. Saat kontrol I,
pasien mengaku sudah bisa mengatasi masalah yang sedang dialami. Pasien
diinstruksikan untuk meneruskan penggunaan salep untuk cheilitis. Terapi untuk
glossopyrosis dan oral candidiasis selesai. Pasien juga diinstruksikan untuk tetap
menjaga pola istirahat, pola makan, dan kebersihan mulut agar keluhan tidak kambuh
lagi. Pasien juga diinstruksikan untuk tetap minum banyak air putih.
fissure multiple
pada bibir bawah
dengan panjang
1mm, kedalaman
1mm, kemerahan
dan disertai sedikit
deskuamasi

Gambar 3. Kondisi bibir pasien yang masih mengalami cheilitis saat kontrol I
Pada kontrol II, setelah terapi dilanjutkan selama 7 hari berikutnya, pasien
sudah sembuh. Hasil anamnesa didapatkan bahwa pasien sudah tidak memiliki
keluhan apapun. Hasil pemeriksaan ekstraoral dan intraoral didapatkan kondisi yang
telah normal. Dengan demikian, terapi yang dilakukan telah selesai.

Gambar 4. Kondisi lidah pasien setelah terapi

Gambar 5. Kondisi bibir pasien setelah terapi

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Etiopatologi
Pada pasien perempuan, 22 tahun, didapatkan diagnosa akhir glossopyrosis
karena tidak dapat diketahui penyebab yang pasti akan munculnya serangan rasa
terbakar yang terjadi pada lidah dan tidak ditemukan kelainan yang berarti pada
pemeriksaan klinis mukosa yang dikeluhkan. Pemeriksaan klinis intraoral pada lidah
hanya didapatkan fisure sepanjang 1 mm dengan kedalaman 2 mm yang tidak sakit
serta ditemukan plak putih hanya pada bagian belakang dorsum lidah yang dapat
dikerok dan tidak sakit. Dari hasil pemeriksaan penunjang mikrobiologi jamur pada
plak putih tersebut didapatkan hasil positif terinfeksi Candida albicans. Hasil
anamnesa tidak ditemukan kemungkinan penyebab lokal dari riwayat perawatan gigi,
serta tidak ditemukan penyakit sistemik yang mungkin bermanifestasi terhadap gejala
ini. Hasil pemeriksaan ekstraoral ditemukan fissure sepanjang 1 mm dengan
kedalaman 2 mm pada bibir bawah, kemerahan dan terasa sakit. Dari gejala klinis
tersebut, didapatkan juga diagnosa akhir cheilitis pada bibir bawah.
Walaupun tidak diketahui etiologi yang pasti dari kelainan glossopyrosis yang
terjadi, ada beberapa predisposisi yang diduga bisa menjadi pencetus dan
memperparah gejala yang ada. Hasil anamnesa didapatkan bahwa pasien sedang
mengalami stress dan banyak pikiran karena sedang menghadapi suatu masalah,
mengeluh mulutnya terasa lebih kering dan pasien sedang dalam kondisi kelelahan
karena banyak kegiatan dan baru saja menjalani aktivitas yang cukup berat (touring
Pulau Bali). Pasien juga mengeluhkan gastritis kronis yang sedang dideritanya
kambuh dalam waktu dekat ini.
Laufer menemukan 20 penderita sindrom ini tanpa penyebab sistemis maupun
lokal. Ia beranggapan bahwa selalu ada komponen psikogenik yang berpengaruh pada
sensasi sakit. Dengan kata lain, sakit dan sensasi sakit adalah dua hal yang berbeda.
Laufer lebih memperjelas hal ini kepada pasien dan menegaskan peranan dialog yang
baik dengan pasien. Dari pengalamannya, ditemukan bahwa penggunaan obat
penenang atau analgesia jarang diperlukan. Peran aspek psikogenik dari rasa sakit
berbeda untuk tiap pasien dan sangat sulit untuk membedakannya.
Keadaan mulut kering merupakan gejala yang paling sering ditemukan. Pada
penelitian Grushka ditemukan 60% pasien dengan mulut kering, dan 50% pasien pada
penelitian Hanneke. Pada penelitian terhadap 89 penderita, kecepatan aliran ludah
diukur dengan menahan dan merangsang aliran saliva dan dilakukan pembandingan
terhadap kelompok penderita dan kelompok kontrol dengan umur dan jenis kelamin

yang sama. Sekresi saliva pada kelompok penderita terbukti lebih kecil daripada
kelompok kontrol. Akan tetapi, setelah dirangsang, terlihat sekresi saliva pada
kelompok penderita lebih tinggi. Dengan demikian, keadaan hiposalivasi hanya ikut
memperparah terjadinya gejala rasa terbakar yang ada. Keadaan gangguan saluran
pencernaan yang kronis juga ditemukan pada penelitian Sharp, yaitu 25 pasien dari 86
pasien yang diteliti. Pada kelompok 17 penderita glossopyrosis, ditemukan 2 pasien
dengan gejala gastritis dan kolitis.
Adanya infeksi Candida albicans juga diduga bisa menjadi salah satu faktor
predisposisi. Penelitian dilakukan pada 15 penderita yang tidak terlalu menunjukkan
gejala klinis infeksi dengan hasil pemeriksaan penunjang yang positif. Sebesar 86%
pasien mengalami perbaikan pada penggunaan antijamur, dan 13% bahkan benarbenar sembuh total. Sebagian besar pasien dengan fissure tongue juga kadang merasa
lidahnya tidak enak seperti terbakar, namun dengan gejala yang berbeda dari gejala
glossopyrosis baik dalam lama maupun intensitasnya.
3.2 Perawatan
Glossopyrosis adalah suatu sindrom yang etiologinya belum diketahui secara
pasti. Oleh karena itu, terapi yang dapat diberikan hanya terbatas pada terapi
simptomatis dan suportif saja. Terapi simptomatis yang diberikan adalah penggunaan
obat kumur tantum verde yang digunakan 4 kali sehari. Tantum verde mengandung
Benzydamine HCL yang berfungsi sebagai non steroid untuk menghilangkan sensasi
terbakar yang ada. Kandungan asam klorida ini juga dapat merangsang sekresi saliva
pada penderita karena sifatnya yang asam. Selain itu, pasien juga diberikan terapi
suportif becomzet berupa multivitamin dan mineral.
Pasien juga diberikan terapi kausatif berupa anti jamur fungatin untuk
menghilangkan infeksi Candida albicans pada belakang dorsum lidah yang mungkin
saja bisa menjadi pencetus adanya sndrome mulut terbakar. Pasien juga diberikan
terapi salep OM untuk mengatasi cheilitis yang ada.
Bagian terapi yang paling penting adalah instruksi untuk menenangkan pikiran
dan mengatasi masalah yang sedang dialami secara rileks. Pasien juga diinstruksikan
untuk menjaga pola istirahat cukup, pola makan sehat dan seimbang dan untuk selalu
menjaga kebersihan mulut.

BAB V
KESIMPULAN
1. Glossopyrosis merupakan kelainan pada mukosa lidah yang berupa gejala
sensasi terbakar.

2. Pada pasien kasus kali ini, penyebab pasti timbulnya gejala tidak diketahui.
Akan tetapi, predisposisi yang diduga mungkin menjadi pencetus adalah
adanya infeksi Candida albicans, adanya gangguan psikogenik dan diperparah
dengan adanya keadaan hiposalivasi dan gangguan pencernaan berupa gastritis
kronis.
3. Terapi yang diberikan berupa terapi simptomatis (obat kumur non steroid) dan
terapi suportif (multivitamin).

DAFTAR PUSTAKA
Grushka M, Sessle BJ. Burning Mouth Syndrome: A historical review. Clin J Pain.
1987 (2): 245-52.
Grushka M, Sessle BJ, Howley TP. Psychophysical Assesment of Tactile Pain and
Thermal Sensory Functions in Burning Mouth Syndrome. Pain. 1987 (28):
169-84.
Sharp GE. 1967. The Hot Tongue Syndrome: Etiology and Treatment. Arch.
Otolaryngol.
Van der Wall, Isaac. 1992. Sindrom Mulut Terbakar. Alih bahasa: Lilian Yuwono.
Jakarta: Widya Medika.

Anda mungkin juga menyukai