Anda di halaman 1dari 10

2.

ATYPICAL ODONTALGIA

2. 1. DEFINISI

Atypical Odontalgia adalah nyeri dan gigi hipersensitif pada tidak adanya

patologi yang terdeteksi Rasa sakit biasanya tidak bisa dibedakan dari pulpitis atau

periodontitis namun diperparah dengan intervensi gigi Ini mungkin varian dari atipikal

(idiopatik) sakit wajah, dan harus ditangani dengan cara yang sama. (Scully, 2013).

Istilah odontalgia atipikal (AO) digunakan saat rasa sakit kronis dirasakan di daerah gigi..

(Forssell H, et.al. 2016)

Karakteristik atypical odontalgia adalah adanya nyeri setelah tindakan endodontik

atau pencabutan gigi dan menetap pada daerah bekas pencabutan gigi atau meluas ke gigi

yang berdekatan (Alberts, 2009). Nyeri atypical odontalgia biasanya pada gigi dan tulang

alveolar dan tidak mengganggu tidur pasien (Matwychuk, 2004; Koratkar dan Pederson,

2008; Mellis dan Secci, 2007). Pasien sulit menentukan lokasi nyeri. Biasanya nyeri

terjadi pada daerah trauma, tetapi dapat meluas ke daerah yang berdekatan baik secara

unilateral maupun bilateral (Matwychuk, 2004).

2. 2. EPIDEMIOLOGI

Insiden atypical odontalgia lebih sering dijumpai pada wanita, khususnya yang

berusia 40 tahun (Matwychuk, 2004; Koratkar dan Pederson, 2008; Mellis dan Secci,

2007, Alberts, 2009). Atypical odontalgia bisa mengenai semua umur, kecuali anak-anak

(Matwychuk, 2004; Koratkar dan Pederson, 2008). Atypical odontalgia lebih sering

mengenai daerah molar dan premolar maksila (Matwychuk, 2004; Koratkar dan

1
Pederson, 2008; Mellis dan Secci, 2007, Alberts, 2009). Pada sebagian besar pasien

atypical odontalgia tidak dijumpai adanya penyakit atau penyebab lain. Pada sebagian

kecil pasien atypical odontalgia dijumpai gejala yang serius seperti stres dan depresi

(EAOM, 2005). Informasi epidemiologi menunjukkan bahwa 3-6% nyeri atypical

odontalgia terjadi setelah perawatan endodonti (Matwychuk, 2004).

2. 3. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Etiologi atypical odontalgia hingga saat ini belum dipahami dengan jelas. Namun

demikian, melaporkan bahwa terdapat beberapa teori kausal yang lazim digunakan untuk

menjelaskan mengenai etiologi atypical odontalgia, yaitu teori keterlibatan psikologis,

teori mengenai deaferensiasi, serta teori keterlibatan vaskular atau neurovaskular. (Issrani

et al.2015). menyatakan bahwa faktor-faktor yang diduga melatarbelakangi terjadinya

atypical odontalgia adalah neuropatogenik vaskular, psikogenik, serta penyebab

idiopatik. Dikarenakan manifestasi klinis yang berbeda untuk setiap pasien maka sangat

memungkinkan apabila setiap kasus memiliki etiologi yang berbeda satu dengan yang

lainnya. Berikut adalah penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut:

a. Faktor psikogenik

Komponen emosional dari nyeri, seringkali diperkirakan sebagai komponen

utama dari kondisi nyeri di mana faktor psikologis menjadi penyebab utamanya.

Meskipun persoalan psikologis memiliki peranan sebagai faktor predisposisi atau faktor

sekunder dari terjadinya nyeri, tetapi faktor psikologis tersebut tidak dapat dianggap

sebagai penyebab satu-satunya dari atypical odontalgia. Hal ini didukung oleh yang

menggambarkan peranan depresi atau perubahanemosional sebagai faktor yang

2
memberikan kontribusi terhadap atypical odontalgia dan bukan merupakan akar atau

penyebab utama dari terjadinya atypical odontalgia. (Issrani et al.2015)

b. Faktor vaskular

Kemungkinan dari keterlibatan faktor vaskular dalam teori yang melatar

belakangi terjadinya atypical odontalgia pertama kali dilaporkan oleh (Rees dan Harris

1979) yang menemukan adanya serangan migraine pada 30% pasien yang menderita

atypical odontalgia.

c. Faktor neuropatik

Dari berbagai teori yang dipercaya menjadi penyebab dari atypical odontalgia,

teori yang menjelaskan mekanisme patologis atypical odontalgia berdasarkan kondisi

neuropatik patologis merupakan teori dengan hipotesis yang paling banyak diterima.

Nyeri neuropatik sendiri oleh IASP didefinisikan sebagai nyeri yang terjadi karena lesi

primer atau disfungsi dari sistem persyarafan. Karakteristik utama dari nyeri neuropatik

adalah perubahan parsial atau menyeluruh dari area yang diinervasi oleh bagian tertentu

dari sistem persyarafan sehingga menyebabkan munculnya dua hal, yang bertentangan,

yaitu nyeri dan hipersensitivitas. Berdasarkan pengertian tersebut, atypical odontalgia

didefi nisikan sebagai penyakit neuropatik yang terutama ,terjadi karena deaferensiasi.

(Issrani et al.2015). Deaferensiasi serabut syaraf seringkali terjadi karena luka yang

bersifat traumatis, dengan gejala :

1) Parestesi

2) Disestesia

3) Nyeri

3
Pada nyeri akibat deaferensiasi, nyeri diperkirakan berasal dari destruksi jalur

spinotalamik, yang berfungsi untuk mentransmisikan informasi somatosensorik mengenai

nyeri,rasa gatal, serta sentuhan kasar. Meskipun Ao batr demikian, mekanisme

bagaimana perubahan terkait deaferensiasi dapat menghasilkan nyeri spontan belum

dimengerti dengan baik. (Issrani et al.2015)

2. 4. ETIOPATHOGENESIS

Atypical odontalgia umumnya terjadi setelah ekstirpasi pulpa, apikoektomi, dan

pencabutan gigi, meskipun demikian atypical odontalgia dapat juga idiopatik

(Matwychuk, 2004; Koratkar dan Pederson, 2008; Alberts, 2009). Trauma wajah dan

pemblokan saraf alveolaris inferior juga ditemukan sebagai penyebab atypical odontalgia.

Atypical odontalgia juga sering diragukan dengan komplikasi paska perawatan normal

atau komplikasi dari paska trauma (Matwychuk, 2004).

Patofisiologi atypical odontalgia masih belum jelas, dapat idiopatik, gangguan

kejiwaan, atau gangguan saraf. Teori lain menyatakan terputusnya sistem saraf afferen

(deafferentasi) yaitu hilangnya atau gangguan serabut saraf sensori akibat luka traumatik

yang menyebabkan perubahan pada sistem saraf tepi, saraf pusat, dan saraf otonom

(Matwychuk, 2004; Koratkar dan Pederson, 2008; Mellis dan Secci, 2007; Conti, dkk.,

2003). Deafferentasi ini menyebabkan nyeri kronik dan gejala lain seperti paresthesia dan

dysesthesia. Mekanisme lain dari patogenesis nyeri atypical odontalgia adalah sensitisasi

serabut saraf, regenerasi saraf afferent yang berdekatan, aktivasi saraf simpatik afferent,

aktivasi silang afferen, hilangnya mekanisme penghambat dan perubahan phenotypic

saraf afferen (Matwychuk, 2004).

Nyeri atypical odontalgia memiliki mekanisme yang bervariasi, ada yang ringan,

4
kompleks, dan ada yang tidak jelas. Kerusakan saraf tepi mudah dideteksi. Pada bagian

saraf tulang alveolar yang rusak, hiperaktif saraf menyebabkan terjadinya nyeri yang

menetap. Nyeri sering menetap dengan blok anestesi. (Matwychuk, 2004).

2. 5. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Pada anamnesis, pasien yang menderita Atypical Odontalgia (AO) akan

mengeluhkan rasa sakit yang tidak dapat dijelaskan secara medis. Gejala - gejala yang

dirasakan oleh pasien meliputi rasa sakit tanpa disertai oleh adanya perubahan patologis

dan atau rasa sakit yang sangat kuat yang melebihi dari apa yang tergambarkan secara

klinis. Prosedur - prosedur dental klinis seperti skeling, perawatan restorasi dan

perawatan endodontik merupakan perawatan yang berpotensi sebagai faktor resiko dari

AO. (Abiko et al, 2012).

Daerah gigi molar dan gigi premolar di rahang atas , merupakan area yang paling

sering dikeluhkan oleh pasien AO. Marbach (1978), menyebutkan bahwa AO dirasakan

sebagai rasa sakit yang berdenyut - denyut dan konstan dan berlangsung lama atau

dirasakan sebagai rasa sakit yang panas pada daerah gigi atau pada processus alveolaris,

dan seringkali dikarakteristikkan sebagai rasa sakit yang menetap setelah ekstirpasi

pulpa, apicoectomy atau setelah pencabutan gigi. Rasa sakit tersebut bersifat kronis,

tetapi tidak menganggu tidur pasien. Rasa sakit tersebut muncul kembali setelah pasien

terjaga. (Issrani et al, 2015 ; Matwychuck ; 2004 ; Melis et al, 2003 ).

Diagnosis dari AO dilakukan dengan cara dignosis by exclusion, artinya

diagnosis didapat setelah faktor penyebab dari kondisi patologis dari daerah kepala dan

leher ( gigi dan struktur yang terkait) tidak ditemukan. Umumnya tidak terdapat tanda -

tanda lokal dari AO (Melis et al, 2003).

5
2. 6. DIAGNOSIS BANDING

Dalam menegakkan diagnosis dari Atypical odontalgia (AO), kondisi - kondisi

patologis lain yang dikarakteristikkan oleh rasa sakit pada gigi, harus dikeluarkan, Seperti

: Pulpitis, Trigeminal Neuralgia, TMJ disorder, Myofacial Pain, Pretrigeminal neuralgia,

Sinusitis, masalah pada mata dan telinga, cracked tooth syndrome, migrainous neuralgia,

temporal arteritis, cranial neuralgias, postherapetic neuralgia, arthritisnof TMJ. (Melis et

al, 2003).

6
Hansen, 2008

2. 7. PERAWATAN KOMPREHENSIF

Seperti pada kondisi neuropati lainnya, AO terkadang sulit untuk ditangani secara

efektif. Perawatan dari neuropathic pain adalah sangat kompleks dan sangat menantang

serta tidak dapat dibatasi hanya pada jaringan yang terlibat. Dasar dari perawatan terkini

AO berasal dari pendapat para ahli dan dari laporan - laporan kasus. Beberapa pasien

tidak dapat menerima kenyataan bahwa rasa sakit yang mereka rasakan sebenarnya

berasal dari SSP dan tidak berasal dari gigi atau dari jaringan wajah dimana mereka

merasakan sakit, dan terkadang mereka mencari perawatan alternatif yang malah justru

menyebabkan mereka mendapatkan perawatan dental yang berelebihan dan sebenarnya

tidak penting, termasuk RCTs, pencabutan gigi dan pemasangan implant, yang mana

perawatan - perawatan tersebut tidak mengurangi rasa sakit yang mereka rasakan.

Olehnya sangat penting bagi dokter gigi umum untuk bekerja sama dengan spesialis yang

memiliki kemampuan dan keahlian dalam mendiagnosa dan menangani kondisi - kondisi

seperti neurophatic pain. (Cherkas & Sessle, 2012).

Setelah faktor penyebab dan patofisiologi dari oro-fasial pain diketahui dan

dieliminasi, maka diagnosis AO dapat ditegakkan. Oleh karena tidak adanya perawatan

kuratif yang tersedia, maka ada pendapat yang mengatakan bahwa yang perlu dlakukan

adalah penanganan pada rasa sakit dan bukan pada perawatan. Penanganan AO

membutuhkan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu, yang melibatkan pain specialist

dan neurologist serta psikiatri. (Hansen, 2008 ; Romero - Reyes & Uyanik, 2014).

Penanganan secara farmakologis pada AO, meliputi medikasi secara lokal dan medikasi

secara sistemik. Jika rasa sakit terlokalisir pada daerah permukaan dan anestesi blok memberikan

7
respon serta rasa sakit menjadi berkurang, maka dapat digunakan medikasi secara topikal.

Pendakatan secara sistemik dilakukan dengan pemberian medikasi seperti : tricyclic

antidepressants, calcium channel blockers (pregabalin and gabapentin), sodium channel blockers

(carbamazepine) dan antiepileptics seperti topiramate. (Romero - Reyes & Uyanik, 2014).

Gambar 1
Algoritma terapeutik pada Atypical Odontalgia. Jika perawatan keberhasilan perawatan tidak
diperoleh pada langkah pertama, maka dilanjutkan pada langkah kedua, demikian seterusnya.
(TCA = TriCyclic Antidepressants; SNRI =Serotonin Noradrenalin Reuptake Inhibitors)
(Hansen, 2008)

8
2. 8. PROGNOSIS

Prognosis dari Atypical Odontalgia (AO) umumnya cukup baik. Pada

penanganan secara farmakologis, pasien menunjukkan hasil yang baik dengan hilangnya

rasa sakit secara sempurna. Perhatian khusus harus diberikan pada kasus - kasus yang

tidak menunjukkan adanya suatu kondisi yang patologis guna menghindari adanya

intervensi yang tidak perlu dan berpotensi berbahaya bagi gigi. (Melis et al, 2003)

DAFTAR ISI

Abiko, Y., Matsuako, H., Chiba, I., & Toyofuku. A. 2012. Current Evidence on Atypical
Odontalgia : Diagnosis and Clinical Management. International Journal of Dentistry.
Volume 2012, Article ID 518548, 6 pages. Hindawi Publishing Corporation.

Alberts IL 2009, Idiopathic Orofacial Pain: A Review. The Internet J of Pain; 2(6): 1-8.

Cherkas, P, S & Sessle, B,J,. 2012. Atypical Odontalgia : Current Knowledge and Implications
for Diagnosis and Management. Available at :
https://www.oralhealthgroup.com/features/atypical-odontalgia-current-knowledge-and-
implications-for-diagnosis-and-management/ (accessed 19 November 2017).

EAOM., 2005, Atypical and Idiopathic Facial Pain. School of Dental Medicine University of
Zagreb

Forssell H, Alstergren P, Bakke M, Bjørnland T, Jääskeäinen SK., 2016, Persistent facial pain
conditions. Nor Tannlegeforen Tid.; 126: 36-42.
http://www.tannlegetidende.no/i/2016/1/d2e1739
Hansen, B. Atypical Odontalgia - Pathophysiology and Clinical Management. Journal of Oral
Rehabilitation 2008 35; 1-11. Journal Compilation @2008.Blackwell Publishing.Ltd.

Issrani, R, Prabhu, N.N., & Mathur, S. 2015, Atypical Facial Pain & Atypical Odontalgia : A
concise Review. International Journal of Contemporary Dental and Medical Reviews
(2015). Article ID 020115, 4 pages.

Koratkar H, Pederson J, 2008, Clinical Feature: Atypical Odontalgia: A Review. J Minnesota


Dent Assoc; 1(87): 1-6.

9
Mellis M, Secci S., Diagnosis and Treatment of Atypical Odontalgia: A Review of the Literature
and Two Case Reports. J Contemp Dent Pract. 2007; 3(8): 81-9.

Melis,M., Lobo, S.L,. Ceneviz, C,. Zawawi, K., Al-Badawai, E., Malony, G & Mehta, N.
Atypical Odontalgia : A review of the literature. View and Persepectives. Headche 2003 ;
10 ; 43 ; 1060 - 10740.

Matwychuk, M, J. Diagnostic Challenges of Neuropathic Tooth Pain. J Can Dent Assoc 2004 ;
70 (8) : 542 - 6.

Romero - Reyes, M & Uyanik, J, M. Orofacial Pain Management : Current Perspectives. J Pain
Res. 2014 ; 7 ; 99 - 115.

Rees RT, Harris M. Atypical odontalgia: Diff erential diagnosisand treatment. Br J Oral Surg
1979;16:212-4

Scully C, 2013, Oral & Maxillofacial Medicine the basic of diagnosis and treatment, third
edition, churchill livingstone elsevier, London. 235 – 237.

10

Anda mungkin juga menyukai