Anda di halaman 1dari 85

MAKALAH SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT

DIAJUKAN GUNA MEMENUHI TUGAS KELOMPOK


MATA KULIAH MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN DAN
LIMBAH RUMAH SAKIT

DOSEN PENGAMPU

Sendy Ayu Mitra Uktutias, SKM., M.Kes

DISUSUN OLEH

1. Ardhi Wijaya 201612007


2. Dhinda Ramadhaniar 201712048
3. Elina Amalia 201712050
4. Martha Ayu H.P 201712057
5. Rika Choirun Nisa 201712065
6. Rukista Fitrianarti 201712071
7. Susmiyati 201712074
8. Syarifudin Aziz S. 201712075

PROGRAM STUDI S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
YAYASAN RS. Dr. SOETOMO SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang atas rahmat-Nya
maka penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul dan membahas
tentang “SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT”. Dalam
penulisan makalah ini, penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan para pembaca dan


bermanfaa untuk perkembangan dan penigkatan ilmu pengetahuan.

Surabaya, 17 Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

A. Rumah Sakit
Rumah sakit adalah suatu tempat yang terorganisasi dalam
memberikan pelyanan kesehatan kepada pasien, baik yang bersifat
dasar, spesialistik, maupun subspesialistik. Selain itu, rumah sakit juga
dapat digunakan sebagai lembaga pendidikan bagi tenaga pofesi
kesehatan.
Rumah sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan
secaa keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun
preventif serta menyelenggarakan pelayanan rawat jalan dan rawat
inap juga perawatan di rumah. Di samping itu, rumah sakit juga
berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga keehatan dan tempat
penelitin. Oleh karena itu, agar dapat menjalankan fungsinya dengan
baik, rumah sakit harus bisa bekerja sama dengan instansi lain di
wilayahnya, baik instansi kesehatan maupun nonkesehatan.
Dari berbagai kegiatannya, rumah sakit menghasilkan berbagai
macam limbah yang berupa benda cair, padat, dan gas. Hal ini
mempunyai konsekuensi perlunya pengolhan limbah rumah sakit
sebagai bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan rumh sakit yng
betujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran
lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit.
Upaya pengelolaan limbah rumah sakit dapat dilaksanakan dengan
menyiapkan perangkat lunaknya yang brupa peraturan, pedoman, dan
kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di
lingkungan rumh sakit. Unsure-unsur yang terkait dengan
penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit (termasuk
pengelolaan limbahnya), yaitu:
1. Pemprakarsa atau penanggung jawab rumah sakit
2. Pengguna jasa pelayanan rumah sakit
3. Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran
4. Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan
fasilitas yang diperlukan.

B. Sistem Manajemen Lingkungan


Konsep pengelolaan lingkungan dewasa ini telah berkembang pesat
seiring dengan tuntutan trhadap keharmonisan dan sinergisme antara
kualitas lingkungan dan laju pembangunan. Konsep lama yang lebih
menekankan pengolahan limbah stelah terjadinya limbah (end-of-pipe
approach) diakui membawa konsekuensi pada ekonomi biaya tinggi
dan tidak membantu ke arah pembangunan yang lebih rasional
terhadap kualitas lingkungan hidup dan berkelanjutan sumber daya
alam. Kini telah berkembang pemikiran mengenai konsep pengelolaan
lingkungan yang memandang pengelolaan lingkungan sebagai sebuah
sistem dengan berbagai proses manajemen di dalamnya yang dikenal
sebagai Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental Management
System).
Dengan pendekatan sistem tersebut, pengelolaan lingkungan tidak
hanya meliputi bagaimana cara mengolah limbah sebagai by product
(output), tetapi juga mengembangkan strategi-strategi manajemen
dengan pendekatan sistematis untuk meminimisasi limbah dari
sumbernya dan meningkatkan efisiensi pemakaian sumber daya alam
sehingga mampu mencegah pencemaran dan meningkatkan performa
lingkungan.
1.2 RUMUSAN MASALAH

1.3 TUJUAN

1.3.1 TUJUAN UMUM

1.3.2 TUJUAN KHUSUS


BAB II PEMBAHASAN

2.1 SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT (BAB


2)
A. Manfaat
Manajemen lingkungan rumah sakit merupakan manajemen yang
tidak statis, tetapi sesuatu yang dinamis sehingga diperlukan
adaptasi atau penyesuaian bila terjadi perubahan di rumah sakit,
yang mencakup sumber daya, proses dan kegiatan rumah sakit, juga
apabila terjadi perubahan diluar rumah sakit, misalnya perubahan
peraturan perundang-undangan dam pengetahuan yang disebabkan
oleh perkembangan teknologi. Beberapa manfaat yang diperoleh
bila kita menerapkan sisitem manajemen lingkungan rumah sakit
adalah sebagai berikut :
1. Perlindungan terhadap lingkungan
Dampak positif yang paling bermanfaat untuk lingkungan
dengan diterapkannya sistem manajemen rumah sakit adalah
pengurangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3),
termasuk di dalamnya limbah infeksius karena penerapan
sistem manajemen lingkungan rumah sakit melalui pendekatan
3R (Reuse, Recycle, dan Recovery) dapat mengurangi
pemakaian bahan baku sehingga jumlah limbah yang dihasilkan
relatif lebih sedikit yang berarti juga biaya pengolahannya
relatif lebih murah.
2. Manajemen lingkungan rumah sakit yang lebih baik
Sistem manajemen lingkungan rumah sakit akan membantu
rumah sakit untuk membuat kerangka manajemen, akan
memberikan garis-garis besar pengelolaan lingkungan untuk
semua aspek yaitu operasional, produk, dan jasa dari rumah
sakit secara terpadu dan saling terikat satu sama lain.
3. Pengembangan SDM
Sistem manajemen lingkungan rumah sakit menekankan
peningkatan kepedulian untuk bersama-sama memelihara
kualitas lingkungan, pendidikan, pelatihan, dan meningkatkan
budaya sadar dari semua karyawan sehingga mengerti dan
tanggap terhadap konsekuensi pekerjaannya.
4. Kontinuitas peningkatan performa lingkungan rumah sakit
Rumah sakit yang melakukan sistem manajemen
lingkungan rumah sakit akan dapat menjamin dan
mengembangkan kemampuan untuk memenuhi kewajibannya
dalam pengelolaan lingkungan.
5. Kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan
Rumah sakit yang menerapkan sistem manajemen
lingkungan, ada peluang bagi rumah sakit untuk membuktikkan
kepatuhannya terhadap peraturan perundang-undangan atau
menunjukkan kepedulian terhadap pengelolaan lingkungan
yang lebih baik.
6. Bagian dari manajemen mutu terpadu
Sistem manajemen rumah sakit mengandung pendekatan
TQM sehingga implementasi sistem manajemen lingkungan
rumah sakit secara langsung mendukung pelaksanaan
manajemen mutu terpadu.
7. Pengurangan atau penghematan biaya
Efisiensi pemakaian berbagai sumber daya dan minimisasi
limbah yang dihasilkan berarti mengurangi biaya untuk
pengadaan sumber daya dan biaya untuk pengolahan limbah.
Penggunaan kembali dan pendaurulangan limbah dapat menjadi
tambahan pemasukan finansial bagi rumah sakit. Setelah
sejumlah biaya dikeluarkan untuk membuat dan menerapkan
program-program lingkungan yang belum ada dalam rangka
memperoleh sertifikasi, secara tidak langsung akan terjadi suatu
penghematan biaya dalam jangka panjang, terutama dalam hal
pembersihan dan pengawas lingkungan.
8. Meningkatkan citra rumah sakit
Sistem manajemen lingkungan rumah sakit mensyaratkan
tindakan lingkungan yang proaktif. Setiap tindakan proaktif
yang melindungi lingkungan sudah dapat dipastikan akan
mendapat respons positif dari masyarakat dan hal ini tentunya
dapat meningkatkan citra yang menjadi nilai tambah bagi
rumah sakit.

B. Komponen-Komponen Penting
Komponen-komponen penting dalam sistem manajemen lingkungan
rumah sakit antara lain sebagai berikut.
1. Dukungan Manajemen
Komponen yang paling penting di dalam menjalankan
sistem manajemen lingkungan adalah dukungan dari
manajemen puncak. Nilai-nilai yang ditentukan oleh
manajemen puncak di dalam kebijakan lingkungan memegang
peranan yang sangat penting dalam membentuk dan
menjalankan sistem manajemen lingkungan rumah sakit.
2. Perencanaan
Perencanaan lingkungan seharusnya memasukkan hal-hal
sebagai berikut :
a. Identifikasi Aspek Lingkungan dan Dampaknya
Identifikasi aspek lingkungan yang mempunyai atau
dapat mempunyai dampak penting terhadap lingkungan
karena kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di rumah sakit
atau di sekeliling rumah sakit.
b. Persyaratan Perundang-undangan dan Persyaratan lainnya
Rumah sakit dapat membuat dan memelihara daftar
semua undang-undang dan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan kegiatan, produk, atau jasa. Prosedur
dalam rangka memenuhi peraturan perundang-undangan dan
persyaratan lainnya perlu dibuat dan diterapkan, dan bukti-
bukti yang menunjukkan rumah sakit telah berusaha untuk
memenuhi persyaratan perundang-undangan harus
ditunjukkan pada saat rumah sakit diperiksa untuk keperluan
sertifikasi.
c. Penentuan Kriteria Kinerja Internal
Kriteria yang berkaitan dengan kinerja dapat mencakup
manajemen dari kontrak, pelatihan, dan tanggung jawab
karyawan, penyediaan gedung atau fasilitas baru,penutupan
fasilitas yang ada, konservasi sumber daya, manajemen
limbah, manajemen bahan berbahaya, dan sebagainya.
d. Tujuan dan Sasaran
Tujuan sebaiknya spesifik dan sasaran sebaiknya dapat
diukur. Dalam membuat tujuan dan sasaran harus konsisten
dengan kebijakan lingkungan yang sudah dibuat oleh rumah
sakit dan dengan komitmennya untuk mencegah
pencemaran.
e. Perencanaan Lingkungan dan Program Manajemen
Lingkungan
Perencanaan manajemen lingkungan sebaiknya dipadukan
ke dalam rencana strategis rumah sakit. Program manajemen
lingkungan terdiri dari langkah-langkah tindakan, jadwal,
sumber daya, dan tanggung jawab yang diperlukan bagi
perusahaan untuk memenuhi tujuan jangka pendek maupun
kesesuian kebijakan lingkungan
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan sistem manajemen lingkungan rumah sakit
harus mempertimbangkan hal-hal seperti sumber daya manusia
dan biaya, menyinergikan dan mengintegrasikan sistem
manajemen lingkungan ke dalam aktivitas rutin rumah sakit,
sistem manajemen rumah sakit harus dapat memepertanggung
jawabkan dan dipertanggung jawabkan, kesadaran mengenai
lingkungan dan motivasi, pengetahuan, keterampilan dan
pelatihan, komunikasi, informasi, dan pelaporan, pengendalian
operasional, dan persiapan cara penanganan keadaan darurat.
4. Pemeriksaan
Pemeriksaan manajemen merupakan hal yang penting
sebab mencerminkan keterlibatan manajemen untuk sistem
manajemen lingkungan. Hasil akhir dari pemeriksaan ini
mempunyai kualitas tindakan yang utama jika rumah sakit
mangharapkan karyawanya menerima system itu.
5. Tindakan
Tindakan ini harus mampu mencerminkan perbaikan hasil
audit dan dokumen system manajemen lingkungan.

C. Aspek Pengelolaan Lingkungan di Rumah Sakit


1. Aspek Lingkungan yang Diatur Menurut Peraturan dan
Perundang-undangan Pengelolaan Rumah Sakit
a. Penilaian Dampak Lingkungan
Penilaian damapak lingkungan dapat dilihat melalui tinjuan
dokumen penilaian lingkungan (AMDAL) yang dibuat oleh
rumah sakit, apakah sudah sesuai dengan peraturan yang ada
b. Infeksi Nosokomial
Tinjauan infeksi nosokomial meliputi penyelenggaraan
program penanganan infeksi nososkomial dan pencatatan
angka kuman pada ruang perawatan dan ruang operasi.
c. Limbah Kimia dan Berbahaya
Limbah merupakan sisa suatu usaha atau kegiatan. Limbah
B3 merupakan sisa suatu usaha atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya atau beracun secara langsung
maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan meruka
lingkungan hidup serta dapat membahayakan kesehatan,
kelangsungan hidup manusia, serta mahluk hidup lainnya.
Limbah B3 mempunnyai perlakuan yang khusus dalam setiap
kemasanya antara limbah kimia dan berbahaya menggunkan
kantong plastic dengan warna yang berbeda atau tanda yang
berbeda
d. Emisi Udara, Kebisingan, Suhu, dan Kelembapan, serta
Pencahayaan
Aspek peninjauan pada bagian ini terdiri atas tinjauan
pencatatan secara berkala tentang mutu udara, tingkak
kebisisngan, suhu dan kelembapan, serta pencahayaan pada
ruangan berdasarkan fungsinya. Masing-masing komponen
tersebut tidak melebihi konsentrasi maxsimum atau rentang
nilai
e. Kualitas Effluen Air Limbah
Limbah cair standar batas maksimal suatu limbah dapat
limbah ke lingkungan yang disebut Baku Limbah Cair. Bagi
rumah sakit, Baku Mutu Limbah Cair berarti batas maksimal
limbah cair yang diperbolehkan dibuang kelingkungan dari
suatu kegiatan rumah sakit dan mempunyai ketentuan.
f. Sampah Padat
g. Limbah Radioaktif
Rumah sakit harus melakukan pemantauan dan
pemeriksaan radiasi secara rutin terhadap tingkat energy
diruang kerja, dan tingkat pemaparan pada pekerja
h. Limbah Medik
Limbah medis seharusnya dibakar menjadi abu di
incinerator (tempat pembakaran) yang bersuhu minimal 1200
derajat celcius dan limbah sudah ditangani dan dikelola sesuai
dengan Pedoman Sanitasi Rumah Sakit.
2. Aspek Lingkungan yang Tidak Diatur Menurut Peraturan dan
Perundang-undangan (Non-Regulatory Aspect)
a. Struktur Manajemen
Dalam aspek struktur manajemen terdapat beberapa hal
yang harus diperhatikan yaitu tinjauan mengenai struktur
organisasi rumah sakit beserta nama-nama personil kunci atau
yang memegang peranan, jumlah karyawan, jenis lulusan, dan
sistem kerja karyawan
b. Fasilitas dan Peta Lokasi Pengelolaan Lingkungan Hidup
Rumah sakit sebaiknya membuat peta letak dari masing-
masing fasilitas pngelolaan lingkungan. Rumah sakit dapat
menuliskan jenis dan jumlah fasilitas pengelolalan lingkungan
yang ada dirumah sakit, seperti tempat sampah beserta ukuran
dan jumlahnya.
c. Ringkasan Sejarah dan Kepemilikan Rumah Sakit
Rumah sakit memilki penjalasan sejarah berdirinya rumah
sakit, lokasi, jumlah fasilitas, dan status kepemilikan.
d. Aktivitas Umum Rumah Sakit
Rumah sakit menjelaskan secara umum aktifitas dari
pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, dan penunjang
non medik.
e. Alur Proses Perawatan Kesehatan
Rumah sakit menjelaskan alur proses pasien dari awal
sampai keluar rumah sakit
f. Pengendalian Infeksi Nosokomia
Rumah sakit menguraikan kebijakan atau program tentang
program pengendalian nosokomial. Uraikan penanggung
jawab pelaksana yang terlibat dalam program, beserta system
pencatatan angka kuman pada ruang perawatan dan ruang
operasi
g. Kebijkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Rumah sakit menguraikan kebijakan atau program tentang
program kesehatan dan keselamatan kerja. Uraikan
penanggung jawab pelaksana yang terlibat dalam program,
beserta system pencatatan kejadian kecelakaan akibat kerja di
rumah sakit
h. Daftar Bahan Medik dan Non Medik
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mendaftar
bahan medic dan non medic yaitu rumah sakit menguraikan
sistem pengadaan obat atau material medic, menguraikan
jadwal pengadaan obat, menguraikan pemakaian seluruh
bahan medic dan non medic dirumah sakit, menguraikan
tempat penyimpanan masing-masing bahan, menguraikan pola
distribusi bahan, menguraikan pola transportasi dan bahan
medic, menguraikan pola trasnportasi bahan non medic.
i. Program Pengendalian Emisi Udara
Beberapa hal yang harus disiapkan dalam hal pengendalian
emisi udara yaitu program yang dilaksanakan dalam upaya
mengendalikan kualitas udara, wewenang dan pelaksanan
program, daftar SOP yang digunakan, program pencatatan dan
dokumentasi pengukuran emisi udara.
j. Penanganan, Penyimpanan, Transportasi Limbah Domestik,
Berbahaya dan Beracun (B3), Kemoterapi, Pengaturan
Pembuangan dan Surat Izin
Dalam hal ini rumah sakit harus mampu menguraikan
beberapa hal diantaranya: penanganan, penyimpanan dan
transportasi limbah domestik, berbahaya dan kemoterapi.
k. Penyediaan Air, Perpipaan, Lay-out dan Konsumsi Air
Dalam hal ini rumah sakit harus mampu menguraikan
tentang pola penyediaan air, perpipaan air, jumlah kamar
mandi dan WC, peta perpipaan air, titik kran, titik stand meter,
pola konsumsi air selama 6 bulan terakhir.
l. Pencatatan dan Kualitas Effluen Air Limbah
Untuk pencatatan dan kualitas effluent air limbah, rumah
sakit harus mampu menguraikan program pencatatan air
limbah baik secara bulanan, triwulan, 6 bulanan atau tahunan,
dan data kualitas air limbah.
m. Sistem Pengelolaan Air Limbah
Dalam sistem pengolahan air limbah, rumah sakit harus
mampu menguraikan sistem pengelolaan air limbah, jumlah
fasilitas pengelolaan air limbah, dan pengaturan pengelolaan
air limbah.
n. Upaya Sanitasi
Untuk upaya sanitasi, rumah sakit harus mampu
menguraikan tentang pengendalian serangga, pengendalian
mikrobiologi, pengendalian virus, pengendalian toksikologi,
program, pencatatan kebisingan didalam dan diluar ruangan.
o. Supply Listrik, Lay-out dan Penggunaan Listrik
Dalam hal ini rumah sakit harus mampu menguraikan
tentang pola penyediaan listrik, peta titik lampu dan saklar,
peta aliran listrik ke masing-masing ruangan, pola konsumsi
listrik berdasarkan rekening, jumlah Kwh yang dipakai di
masing-masing gedung.
p. Pelatihan Lingkungan
Jenis pelatihan yang pernah dilakukan pada tenaga di
bidang kesehatan perlu dilakukan sebaiknya dicatat dan
didokumentasikan sebagai suatu knowledge. Tenaga yang
berpengalaman dalam pelatihan lingkungan terus dilibatkan
untuk merekrut tenaga yang baru sehingga peran sumber daya
manusia dalam program sistem manajemen lingkungan
terakomodasi.
q. Pertimbangan dengan Supplier Mengenai Masalah
Lingkungan
Dalam hal ini rumah sakit dan supplier harus
mempertimbangkan tentang pengiriman bahan medic dan non
medic yang ramah lingkungan dan aktifitas supplier yang
ramah lingkungan.
r. Pendekatan Identifikasi Material
Pendekatan identifikasi material bagi rumah sakit, dapat
dilakukan dengan identifikasi penggunaan pada saat
diperlukan pengemasan, konsumsi energy dan air, bukti-bukti
terjadinya tumpahan, limbah yang dihasilkan selama proses
transportasi logistic.

D. Tahapan Pengelolaan Lingkungan di Rumah Sakit


1. Identifikasi Aspek Lingkungan
Identifikasi aspek lingkungan merupakan proses yang
berjalan untuk menentukkan dampak positif atau negative dari
kegiatan rumah sakit di masa lalu, sekarang, dan yang
berpotensi terjadi terhadap lingkungan. Proses ini mencakup
pula identifikasi peraturan perundang-undangan, hukum, bisnis
yang berpotensi memengaruhi rumah sakit termasuk
identifikasi dampak keselamatan, kesehatan, dan penilaian
resiko lingkungan.
2. Penilaian Dampak Lingkungan
Dampak lingkungan adalah setiap perubahan yang terjadi
oada lingkungan, baik itu kerugian maupun keuntungan yang
dihasilkan dari produk kesehatan maupun pelayanan kesehatan.
Salah satu cara untuk menilai dampak lingkungan yaitu dengan
melakukan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting
suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup. Dalam prosedur AMDAL, terdapat 5
dokumen hasil kajian AMDAL yaitu sebagai berikut :
a. Dokumen KA-ANDAL (Kerangka Acuan Analisis Dampak
Lingkungan Hidup)
b. Dokumen ANDAL (Dokumen Analisis Dampak
Lingkungan Hidup)
c. Dokumen RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup)
d. Dokumen RPL (Rencana Pemantauan Lingkungna Hidup)
e. Dokumen Ringkasan Eksekutif
3. Analisis Kesenjangan
a. Identifikasi Kesenjangan
Rumah sakit harus mampu mengidentifikasi semua
persyaratan yang diminta oleh hukum dan perundang-
undangan serta persyaratan lainnya yang relevan dengan
kegiatan rumah sakit. Kemudian syarat tersebut
dibandingkan dengan aspek lingkungan yang ada di rumah
sakit.
b. Tahapan Seputar Besarnya Kesenjangan
Dalam melakukan identifikasi kesenjangan, terdapat
beberapa faktor penyebab, seperti kesalahan manusia,
kesalahan manajemen, dan teknologi yang tidak tepat atau
aman.
c. Mengadaptasi Analisis Kesenjangan ke dalam Tindakan
Rencana tindakan berkaitan dengan program manajemen
lingkungan dan harus diuraikan dengan jelas sehingga
rumah sakit dapat membuat tujuan dan sasaran yang dapat
dicapai. Rencana tindakan harus dipadukan pula dengan
perencanaan startegis rumah sakit. Perencanaan tersebut
harus dinamis dan direvisi secara berkala, mencerminkan
perubahan tujuan serta sasaran rumah sakit.
4. Penetapan Tujuan dan Sasaran
Tujuan dan sasaran yang dibuat haruslah proaktif dan benar-
benar berarti yang dapat mendukung kebijakan organisasi,
ketentuan-ketentuan yang berlaku, mengurangi dampak yang
ditimbulkan dan memenuhi persyaratan rumah sakit.
5. Program Pengelolaan Lingkungan
Rumah sakit harus membuat dan memelihara program
untuk pencapaian tujuan dan sasarannya. Program ini harus
meliputi penunjukan penanggung jawab untuk mecapai tujuan
dan sasaran pada setiap fungsi dan tingkat organisasi, cara dan
jangka waktu untuk mencapai tujuan dan sasaran.
6. Implementasi dan Operasionalisasi Program
a. Struktur Organisasi, Wewenang, dan Tanggung Jawab
Rumah sakit dapat membuat struktur organisasi maupun
tugas dan tanggung jawab yang berbeda dari pejabat yang
duduk dalam struktur organisasi, namun mereka dapat
menjalankan sistem manajemen lingkungan secara efektif.
Unsur yang paling penting dalam menjalankan sistem
manajemen lingkungan adalah dukungan manajemen
puncak, manajemen level menengah, dan karyawan rumah
sakit.
b. Pelatihan, Kepedulian, dan Kompetensi
Sebagaimana tercantum dalam ISO 14001, ada dua jenis
pelatihan, yaitu peningkatan kepedulian dan kesadaran
lingkungan pada umumnya bagi semua karyawan
perusahaan kemudian pelatihan untuk kewenangan atau
kompetensi untuk melaksanakan tugas tertentu dalam
lingkungan. Dalam ISO 14001, dokumentasi pelatihan
merupakan salah satu kunci penting dalam penerapan sistem
manajemen lingkungan. Jika rumah sakit menerapkan sistem
manajemen lingkungan, pelatihan terhadap pemasok yang
berkaitan dengan sistem manajemen lingkungan merupakan
suatu hal menguntungkan.
c. Komunikasi
Aspek kunci lainnya dari manajemen lingkungan adalah
komunikasi dengan karyawan, dengan perusahaan atau
masyarakat sekitar lainnya dari masyarakat yang terkait
termasuk dengan pelanggan. Berbagai cara komunikasi yang
terbukti efektif dapat dilakukan dalam bentuk pengkajian
manajemen secara berkala tentang status lingkungan rumah
sakit, penyajian dari tim manajemen dan karyawan secara
berkala tentang tantangan lingkungan tertentu, pameran
terbuka bagi semua, pelatihan bagi karyawan dan pemasok
dan komunikasi tertulis sehingga rumah sakit dapat
menentukan cara mana dalam berkomunikasi yang paling
tepat bagi rumah sakit yang bersangkutan.
d. Pendokumentasian Sistem Manajemen Lingkungan
Sistem manajemen lingkungan rumah sakit perlu memilki
dokumentasi yang cukup yang pada sarnya dapat di ikuti dan
dapat didemonstrasikan kesesuaiannya dengan persyaratan
yang ada dan efektif dalam pelaksanaanya. Sistem
manajemen lingkungan sebaiknya menentukan pula umur
dokumen, kapan dapat dimusnahkan atau dibuang, dan
bagaiman caranya
e. Pengendalian Dokumen
Pengendalian dokumen adalah sebuah tindakan untuk
menjamin bahwa rumah sakit menyusun dan memelihara
dokumen dengan cara yang memadai untuk menerapkan
sistem manajemennya. Rumah sakit harus membuat dan
meemlihara prosedur untuk mengendlikan semua dokumen
yang diperolehkan oleh standar internasional.
f. Pengendalian Operasional
ISO 14001 rumah sakit mengidentifikasikan kegiatan
operasional dan kegiatan yang berkaitan dengan aspek
internasional penting yang telah diidentifikasikan sejalan
dengan kebijakan, tujuan, sasarannya.
g. Kesiagaan dan Tanggap Darurat
Prosedur pengendalian operasional merupakan kunci
utama untuk mengupayakan tidak terjadinya keadaan darurat
sehingga tidak perlu tanggapan atas keadaan darurat. Namun
menyiagakan diri untuk menghadapi keadaan darurat
merupakan hal yang sangat penting dalam menjalankan
sistem manajemen lingkungan. Bila terjadi keadaan darurat,
satu tanggapan yang terorganisasi dengan baik dan
dipertanggung jawabkan akan membantu meminimalkan
kerusakan terhadap kesehatan dan keselamatan manusia dan
lingkungan.
7. Pemeriksaan dan Tindakan Koreksi
Rumah sakit harus membuat dan memelihara prosedur
terdokumentasi untuk secara berkala mengevaluasi
kepatuhannya terhadap perundang-undangan dan peraturan
lingkungan yang relevan.
a. Pemantauan dan Pengukuran
Pemantauan dan pengukuran merupakan unsur yang
diperlukan didalam sistem manajemen lingkungan. Dengan
menggunakan teknik pemantauan dan pengukuran, rumah
sakit dapat menilai kemajuannya dalam memenuhi tujuan
dan sasaran lingkungan yang sudah digariskan.
b. Ketidaksesuaian, Tindakan Koreksi dan Pencegahan
Ketidaksesuaian berkaitan dengan penyimpangan yang
pernah dilakukan. Ketidaksesuaian meliputi segala sesuatu
yang tidak sesuai dengan persyaratan, seperti yang
dipersyaratkan oleh sistem manajemen lingkungan. Semua
tindakan koreksi dan pencegahan haruslah tepat dan sesuai
dengan besarnya ketidaksesuaian dan terhadap dampak
lingkungan yang benar-benar terjadi atau mempunyai
potensi untuk terjadi. Manajemen sebaiknya menjamin
bahwa tindakan koreksi dan pencegahan telah dijalankan
dan menentukan tindak yang sistematik untuk menjamin
keefektifannya.
c. Pencatatan
Memelihara catatan tentang lingkungan merupakan bagian
kunci dari sistem manajemen lingkungan. Catatan ini akan
memungkinkan rumah sakit untuk membuktikan
kesesuaiannya dalam rangka memenuhi tujuan dan sasaran.
Catatan lingkungan juga sebaiknya dapat ditelusuri dan
mudah ditemukan bila diperlukan.
8. Evaluasi Manajemen terhadap Kebijakan Lingkungan yang
Telah Diambil
a. Pengkajian Sistem Manajemen Lingkungan
Pengkajian manajemen perlu mencerminkan budaya dan
gaya rumah sakit maupun individu yang terlibat. Banyak
pendekatan yang dapat digunakan oleh manajemen untuk
melaksanakan pengkajian.
b. Melaksanakan Penyempurnaan
Proses penyempurnaan secara berkesinambungan
memerlukan usaha mencari secara terus menerus peluang
baru untuk meningkatkan status kinerja lingkungan

E. Audit Sistem Manajemen Lingkungan


Audit perlu dilakukan secara berkala karna bertujuan untuk
menentukan apakah sistem yang dilaksanakan dan telah dijalankan
dan dipelihara secara benar, yang pelaksanaannya tergantung dari
pentingnya masalah lingkungan bagi kegiatan perusahaan dan hasil
audit sebelumnya. Audit yang dilakukan dengan baik oleh auditor
internal yang terlatih baik akan menghemat waktu dan uang dalam
jangka panjang.

F. Limbah RS dan Biaya Pengelolahannya


1. Profil Limbah Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan penghasil limbah klinis terbesar yang
bisa membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan
bagi pengunjung dan terutama kepada petugas yang menangani
limbah tersebut serta masyarakat sekitar rumah sakit.
a. Limbah Benda Tajam
b. Limbah Infeksius
c. Limbah Jaringan Tubuh
d. Limbah Sitotoksik
e. Limbah Farmasi
f. Limbah Kimia
g. Limbah Radioaktif
h. Limbah Klinis
2. Dampak RS pada Kesehatan Masyarakat
Kegiatan pelayanan kesehatan di rumah sakit juga
menghasilkan sejumlah hasil sampingan. Hasil sampingan itu
berupa buangan, buangan tersebut dapat mengganggu
kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan ataupun
ekosistem di dalam dan di sekitar rumah sakit. Apabila
pengelolaan bahan buangan ini tidak dilaksanakan secara
saniter, maka akan menyebabkan gangguan terhadap kelompok
masyarakat di sekitar rumah sakit serta lingkungan di dalam
maupun di luar rumah sakit.
3. Biaya Pengelolahan Limbah RS
Faktor biaya merupakan alasan utama pengurus rumah sakit
yang menjadi penghambat investasi untuk instalasi pengelolaan
air limbah (IPAL). Selama ini biaya pengolahan limbah rumah
sakit di rasa mahal karena teknologi pengolahan limbah
umumnya masih konvensional, memerlukan area IPAL yang
luas, serta operasional dan perawaatan instalasi yang rumit dan
kompleks.
G. Teknologi Pengolahan Limbah di Rumah Sakit
Rumah sakit mempunyai berbagai cara dalam mengolah limbahnya.
Ada yang mengolah limbanya sendiri dan ada juga rumah sakit yang
bekerja sama dengan rumah sakit lain yang memiliki sarana
pengolahan limbah yang lebih lengkap dalam mengelola limbahnya.
1. Pengelohan Limbah Padat Tak Berbahaya
2. Limbah Padat Berbahaya
3. Limbah Cair (Tidak Berbahaya dan Berbahaya)
a. Limbah Cair
b. Limbah Padat
1) Pengolahan Sekunder dengan Activad Sludge (lumpur
Aktif)
2) Kolam Oxydasi (Oxydation Pond)
3) Pengelolaan Limbah Cair dengan Menggunakan Septic
Tank
4) Pengelolaan Limbah Cair dengan Mengunakan
Teknologi Oxyigen Starvation

2.1.1 PENCEGAHAN PENCEMARAH DI RUMAH SAKIT (BAB 3)


A. Pencegahan Pencemaran

Pencegahan pencemaran merupakan suatu konsep yang sangat


mirip dengan konsep minimalisasi limbah yang memfokuskan pada
pelaksanaan proses manufaktur yang lebih efisien untuk mencegah
produksi limbah dengan melakukan daur ulang terhadap limbah
yang dihasilkan. Pencegahan pencemaran menitikberatkan pada
aktivitas sebelum daur ulang, pengolahan, dan pembuangan
limbah.

Beberapa faktor yang menyebabkan pentingnya dilakukan pencegahan


pencemaran di rumah sakit antara lain sebagai berikut.

1. Dengan mencegah terjadinya pencemaran sedini mungkin


berarti mengurangi beban pencemaran, mencegah bahaya dan
risiko infeksi yang disebabkan limbah rumah sakit. Hal ini juga
berarti meminimalisir biaya yang harus dikeluarkan untuk
eliminasi bahan pencemar dan biaya untuk pengobatan penyakit.
2. Dengan pencegahan pencemaran volume limbah direduksi
semaksimal mungkin sehingga mengurangi biaya untuk
pengolahan limbah rumah sakit.
3. Strategi pencegahan pencemaran dengan rasionalisasi dan
efisiensi pemakaian sumber daya rumah sakit yang bertujuan
mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan, akan mengurangi
biaya-biaya untuk pengadaan, transportasi, distribusi, dan
penyimpanan.
4. Perlindungan lingkungan melalui pencegahan pencemaran
merupakan tindakan positif yang dapat memberikan citra positif
bagi masyarakat yang dapat digunakan sebagai strategi
pemasaran sosial rumah sakit.
5. Mencegah limbah rumah sakit sebelum memasuki media
lingkungan berarti mengurangi keterpajanan para pegawai
rumah sakit, pasien, dan masyarakat, baik selama bahan tersebut
digunakan maupun setelah menjadi buangan.
1. Strategi dan Langkah Implementasi

Beberapa langkah strategis dalam mengimplementasikan


program pencegahan pencemaran antara lain sebagai berikut.

a. Menjelaskan apakah yang dimaksud dengan pencegahan


pencemaran
1) Organisasi tidak menyadari akan konsekuensi dan dampak
dari aktivitas yang mereka jalankan.
2) Petugas mencari informasi pada aspek-aspek yang tidak
dikontrol untuk reduksi pembuangan limbah ke lingkungan
3) Menyediakan secara sederhana informasi yang hilang
b. Memotivasi dan mendapatkan perhatian mereka
Organisasi perlu dipaksa untuk memeriksa praktik-praktik yang
dapat mempengaruhi lingkungan.
c. Di manakah P2 dapat ditempatkan bersama-sama dengan yang
lainnya.
1) Ditekankan pada implementasi dan peningkatan secara
terus-menerus
2) Dititikberatkan pada penggabungan dengan upaya-upaya inti
lainnya: TQM, TQEM, Environmental Management System
(EMS), Life Cycle Analysis, pengawasan operasional.
3) Sistem manajemen bisnis/lingkungan yang terpadu.
d. Penggabungan P2 ke dalam fasilitas program yang ada
1) Pencegahan pencemaran tidak semata-mata terletak pada
departemen lingkungan.
2) Idealnya, upaya P2 haruslah tergabung ke dalam upaya-
upaya yang telah ada, seperti TQM atau EMS.
3) Upaya tersebut sering kali memerlukan perubahan organisasi
di luar implementasi P2, dan program P2 bertindak sebagai
peubah.
Di bawah ini terdapat praktik-praktik yang mudah dan murah untuk
diimplementasikan. Praktik-praktik ini secara signifikan dapat
membantu dalam mereduksi biaya pengolahan dan pembuangan limbah.

a. Menetapkan prosedur-prosedur yang baku untuk mencegah atau


mengurangi terjadinya kebocoran dan tumpahan
b. Penyimpanan bahan-bahan material dalam ruang yang terpisah
dari limbah material
c. Mengembangkan prosedurpengawasan inventory yang ketat,
tetapi hanya pada jumlah yang diperlukan, pada saat-saat
tertentu, dan menggunakan metode first-in first-out (FIFO)
untuk mencegah tak terpakainya bahan material yang sampai
melampaui masa kadaluarsanya
d. Pelabelan yang sesuai pada semua tangki yang dipakai dalam
proses untuk mencegah kontaminasi silang dan untuk
memelihara cairan-cairan yang dipakai dalam proses tetap pada
konsentrasi yang sesuai
e. Menjauhkan unsur-unsur kontaminan dari cairan-cairan yang
dipakai dalam proses untuk mengoptimalkan masa pakainya;
penyaringan dan atau perawatan secara periodik terhadap
cairan-cairan tersebut dapat juga memperpanjang masa pakainya
f. Memisahkan aliran limbah untuk memudahkan pelaksanaan
penggunaan kembali dan daur ulang limbah material dan untuk
reduksi biaya pengolahan dan pembuangan limbah
g. Menghitung total biaya pengolahan dan pembuangan limbah
yang sebenarnya
h. Pengukuran, pengawasan dan pengontrolan proses yang terjadi :
penting untuk mengevaluasi efisiensi, tanpa adanya pengukuran
(data), tidak mungkin ada perubahan
i. Fokuskan pada dan dalam proses
j. Waktu dan kondisi fasilitas memegang peranan
2. Manfaat Penerapan

Program pencegahan pencemaran ini merupakan program yang


berkelanjutan dalam hal pengujian yang menyeluruh terhadap
operasionalisasi pada fasilitas yang tersedia dengan tujuan
meminimisasi semua tipe limbah yang dihasilkan. Indikator program
pencegahan pencemaran dilakukan dengan efektif, yaitu sebagai
berikut.

a. Mengurangi risiko pelanggaran atau kerugian masyarakat


sebagai akibat dari dampak limbah rumah sakit yang dihasilkan
b. Mengurangi biaya operasional limbah
Biaya manajemen limbah akan menurun setelah langkah-
langkah pencegahan pencemaran ditetapkan karena di dalamnya
terdapat aktivitas :
1) Menurunkan kebutuhan akan tenaga manusia dan
peralatan untuk pengendalian dan perlakuan polusi di
lingkungan rumah sakit
2) Berkurangnya ruang untuk penyimpanan limbah, jadi
lebih banyak ruang untuk aktivitas rumah sakit
3) Berkurangnya perlakuan dan pengepakan limbah
sebelum proses pembuangan
4) Berkurangnya jumlah limbah yang diolah, dengan
kemungkinan adanya perubahan dari fasilitas
pengolahan, penyimpanan dan pembuangan ke status
non-TSD
5) Berkurangnya kebutuhan transportasi untuk pembuangan
limbah
6) Biaya untuk pengolahan limbah menjadi relatif lebih
rendah
7) Berkurangnya keperluan akan kertas kerja dan
pemeliharaan pendokumentasian, seperti berkurangnya
pelaporan mengenai pengeluaran bahan-bahan Inventory
yang beracun bila daftar TRI mengenai bahan-bahan
kimia dihilangkan atau dikurangi
8) Penanganan bahan-bahan material, inventory control dan
pemeliharaan peralatan di semua bagian akan dapat
mengoptimalkan penurunan produksi limbah dan juga
mengontrol biaya aktivitas rumah sakit
9) Penurunan biaya konsumsi energi dapat melalui
penerapan langkah-langkah pencegahan pencemaran di
berbagai macam aktivitas rumah sakit
10) Memperkuat citra rumah sakit di mata masyarakat

3. Fokus Program

a. Mencegah Pencemaran
Program pencegahan pencemaran merupakan praktik atau
prosedur yang bertujuan mereduksi atau mencegah terjadinya
bahan-bahan pencemar atau limbah pada sumbernya,
penggunaan teknik-teknik yang dapat mereduksi total volume,
jumlah atau toksisitas sebelum limbah tersebut diolah dan
dibuang melalui substitusi ke bahan-bahan yang kurang
berbahaya, perubahan penggunaan teknologi dan peralatan,
modifikasi proses dan prosedur yang digunakan serta praktik
operasional yang baik, pelaksanakan reuse, recovery dan recycle
(3R) dari limbah yang dihasilkan.
Jadi pencemaran harus dicegah atau direduksi dari sumbernya
kapan saja dimungkinkan dan limbah yang dibuang ke
lingkungan haruslah tidak berbahaya dan benar-benar
merupakan limbah yang tidak dapat digunakan kembali.
b. Eko-Efisiensi
Program pencegahan pencemaran merupakan program yang
ditujukan pada reduksi atau menghilangkan terjadinya bahan-
bahan pencemar atau limbah pada sumber, melalui penggunaan
bahan yang kurang berbahaya, penggunaan bahan material dan
praktik atau proses dengan lebih efisien.
Fokus perhatian lain program pencegahan pencemaran rumah
sakit juga ditekankan pada beberapa aspek dibawah ini.
1) Limbah Klinis
Setiap rumah sakit harus memiliki strategi pengelolaan
limbah yang komprehensif dengan memperhatikan
prinsip-prinsip yang telah diatur. Di dalam strategi harus
dimasukkan prosedur dalam pengelolaan limbah klinis
yang dihasilkan oleh pelayanan rawat inap, rawat jalan,
laboratorium, dan sebagainya.
2) Limbah Domestik
Limbah domestik biasanya berupa kertas, karton, kertas
bungkus, plastik, kaleng, botol, sisa makanan, daun, dan
lain-lain. Selain itu, beberapa limbah domestik dapat
diolah dengan cara 3R yang akan menguntungkan rumah
sakit. Permasalahan pada limbah domestik umumnya
berkaitan dengan kuantitas limbah yang harus dikelola
yang harus berkaitan dengan rasionalisasi jumlah
pengunjung dan pemakaian barang-barang disposable.
3) Limbah Cair
Limbah cair rumah sakit adalah semua limbah cair yang
berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan
mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun, dan
radioaktif.
4) Efisiensi Pemakaian Air Bersih
Jika rumah sakit memenuhi syarat atau telah melakukan
efisiensi air, maka dapat menghemat 32 juta galon air
tiap tahunnya atau penghematan air tersebut cukup untuk
persediaan kurang lebih 250.000 rumah tangga.
5) Efisiensi Pemakaian Energi Listrik
Rumah sakit sangat potensial menggunakan lisrik dalam
jumlah besar. Efisiensi penggunaan listrik sangat
menguntungkan bagi rumah sakit, yaitu mengurangi
polusi udara akibat proses menghasilkan listrik maupun
pemanasan global akibat polutan akibat dikeluarkan
selama proses menghasilkan listrik.

4. Komponen Penting

a. Komitmen dapat dimulai sejak dari penyediaan sarana,


dukungan dana dan sumber daya yang diperlukan untuk
mengimplementasikan program ini.
b. Sistem manajemen untuk mendukung program pencegahan
pencemaran termasuk di dalamnya keterlibatan para manajer
tingkat menengah dari berbagai unit yang ada.
c. Partisipasi karyawan melalui pelatihan mengenai manajemen
bahan B3 yang benar, tata kerumahtanggan yang baik, dan
metode pencegahan pencemaran yang dapat diterapkan pada
operasional perusahaan.
d. Investigasi sistematis potensi daya dukung dan hambatan
penerapan program pencegahan pencemaran.
e. Mengadakan penilaian pencegahan pencemaran yang berguna
untuk memastikan limbah dan emisi yang dihasilkan dan dari
mana saja sumbernya.
f. Menerapkan alternatif yang direkomendasikan dan memastikan
hasil dari implemestasi pencegahan pencemaran termasuk
reduksi limbah atau emisi dan penghematan biaya
g. Mengulangi proses pencegahan pencemaran secara periodik
untuk peningkatan secara terus-menerus
h. Kerja sama saling menguntungkan dengan pihak lain yang
terlibat dalam aktivitas rumah sakit
i. Pengembangan terus-menerus program pencegahan pencemaran
untuk mencapai hasil yang maksimal.

5. Kebijakan Pengelolaan

a. Penilaian Dampak Lingkungan


1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
2) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan
Penjelasannya
3) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
928/Menkes/Per/XI/1995 tetang Penyusunan Kajian
Mengenai Dampak Lingkungan Bidang Kesehatan
4) Pedoman Teknis Penyusunan AMDAL Rumah Sakit
5) Pedoman Teknis Penyusunan UKL dan UPL Rumah
Sakit
b. Nilai Ambang Batas Efluen Limbah RS
1) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
2) Kep. Men-LH No. 58 Tahun 1995 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit
3) Pemerintah Daerah mengenai nilai ambang batas limbah
cair
c. Pengelolaan Limbah RS
1) Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
986/Menkes/Per/XI/1992 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit
2) Keputusan Dirjen P2M PLP No. HK.00.06.6.44 Tanggal
18 Februari 1993 tentang Persyaratan dan Petunjuk
Teknis Tata Cara Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit
3) Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia

B. Penerapan Program Pencegahan Pencemaran Rumah Sakit

Dalam melaksanakan program pencegahan pencemaran, rumah


sakit dapat melakukan tahapan-tahapan prosedur penerapan program
pencegahan pencemaran seperti berikut.

1. Pembentukan Program

Pembentukan program pencegahan pencemaran diawali dengan adanya


kebutuhan untuk mencegah produksi limbah yang dihasilkan sedini
mungkin. Kebutuhan tersebut dapat muncul karena adanya stimulasi
internal dan eksternal terhadap kondisi lingkungan rumah sakit.

2. Pengorganisasian Program

Pemilihan personil rumah sakit yang ditunjuk untuk terlibat dalam


gugus tugas program pencegahan pencemaran harus dipilih secara
selektif. Merekalah yang akan bertanggung jawab secara keseluruhan
untuk mengembvangkan perencanaan dan implementasi program
pencegahan pencemaran serta bekerja sama dengan unit lain di rumah
sakit dan pihak-pihak eksternal untuk mendukung program pencegahan
pencemaran. Latar belakang keahlian, kapabilitas, dan sikap tanggung
jawab harus menjadi pertimbangan untuk memilih anggota gugus tugas.

Ketua gugus tugas program akan memainkan peran penting dalam


keberhasilan program. Ketua program harus memiliki lingkup
wewenang dan pengaruh yang besar serta relatif menguasai aspek
manajerial dan teknis untuk mengintegrasikan program ke dalam
operasional rumah sakit.

Setelah terbentuknya gugus tugas, langkah berikutnya adalah penetapan


tujuan dari program pencegahan pencemaran. Untuk memahami lebih
jauh tujuan tersebut, beberapa pertanyaan berikut dapat diajukan

a. Berapa banyak volume limbah yang dihasilkan rumah sakit?


b. Berapa banyak pemakaian air bersih dan listrik rumah sakit?
c. Jenis sumber daya apakah yang potensial dirasionalisasi,
dioptimalisasi dan didefinisikan penggunaannya?
d. Jenis limbah apakah yang potensial untuk direduksi, didaur
ulang, dipakai kembali dan diperoleh kembali?
e. Apa keuntungan pragmatis dan jangka panjang bagi rumah sakit
jika dilakukan upaya pencegahan pencemaran?

Setelah jawaban dari pertanyaan tersebut menunujukkan cenderung


pada perubahan positif, penetapan tujuan dapat bersifat kualitatif
maupun kuantitatif. Namun, akan lebih baik jika tujuan pencegahan
pencernaan dapat dikuantifikasi, misalnya reduksi jumlah limbah padat
domestik sebesar 10 persen per tahun. Pertimbangan yang dapt
digunakan untuk penetapan tujuan antara lain adalah :

A. Konsisten dengan tujuan umum yang ingin dicapai oleh rumah sakit.
B. Konsisten dengan kebijakan program pencegahan pencemaran rumah
sakit.
C. Mudahn didefinisikan dan memiliki arti bagi kepentingan oleh para
pegawai.
D. Fleksibel dan dapat diterapkan.

Tujuan tersebut harus dievaluasi secara periodik agar dapat disesuaikan


dengan situasi dan kondisi di lapangan.

3. Kajian Rona Awal

Kajian rona awal bertujuan untuk mengidentifikasi seluruh unit


operasional yang ada di rumah sakit sehingga diperoleh informasi
mengenai material masukan dan material terpakai sebagai sumber dan
karakteristik limbah yang dihasilkan. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pengumpulan data pencarian data di lapangan
adalah pengetahuan terhadap sumber informasi (data sekunder).

Beberapa data lingkungan rumah sakit yang dibutuhkan dalam


program pencegahan pencemaran antara lain sebagai berikut :

A. Informasi Desain
B. Informasi Lingkungan
C. Informasi Material masukan
D. Informasi Aspek Ekonomi
E. Informasi Sarana dan Prasarana
F. Informasi Lainnya

4. Peninjauan Lapangan

Peninjauan lapangan dilakukan untuk mencari informasi tambahan


selain yanga dapat diperoleh dari berbagai laporan kegiatan rumah
sakit. Dalam pelaksanaan pengamatan ini terdapat mungkin untuk tidak
melakukan praktik manipulasi yang menimbulkan perbedaan antara
informasi dan kenyataan di lapangan. Beberapa informasi yang perlu
digali dari meninjau lapngan antara lain :
 Pelaksanaan penanganan limbah medik dan nonmedik di berbagai
ruangan.
 Pelaksanaan distribusi dan penyimpanan berbagai material masukan.
 Permasalahan-permasalahan pengelolahan limbah yang tidak terungkap
dan hanya menjadi rahasia pada para pegawai tertentu.
 Pemreiksaan berbagai fasilitas pengelolahan limbah.
 Pemeriksaan bau (odors) dan uap pada udara ruangan.

Untuk informasi dari unit operasional. Secara umum unit-unit


operasional rumah sakit dapat dibagi menjadi tiga bagian besar. Kajian
pada ketiga unit kegiatan operasional rumah sakit tersebut pada intinya
adalah memetakan permasalahan pada kerangka pendekatan system.
Beberapa kajian yang diperlukan antara lain sebagai berikut :

A. Jenis Layanan : Kajian ini berkaitan dengan pola konsumsi


material medic maupun non medic serta berbagai sarana dan
prasarananya yang ada pada fasilitas layanan.
B. Sarana dan Prasarana : Inventarisasi sarana dan prasarana medik
dan non medik yang ada pada masing-masing layanan, berkaitan
dengan tingkat efisiensi alat dalam mengonsumsi sumber daya air dan
energi.
C. Jumlah/Kapasitas Tempat Tidur : Informasi ini berhubungan
dengan perhitungan angka BOR dan jumlah hari perawatan per satuan
waktu.
D. Jumlah Pasien : Informasi ini berkaitan dengan estimasi
jumlah limbah padat dan cair yang dihasilkan kebutuhan dan pemakaian
sumber daya serta sebagai denominator beberapa perhitungan
perawatan.
E. BOR ( Bed Occupancy Rate) : Angka BOR ini sangat
berguna bagi penilaian tingkat pemanfaatan fasilitas layanan rawat inap
dan berbagai kajian yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya
rumah sakit.
F. Jumlah Hari Perawatan : Jumalah hari perawatan digunakan
sebagai dasar berbagai perhitungan.
G. Pola Penyakit : Kajian pola penyakit berhubungan dengan pola
pemakaian bahan-bahan farmasi sehingga dapat diperoleh karakteristik
limbah medic dan rasionalisasi pemakaian bahan farmasi pada berbagai
penyakit.
H. Pola Pemakaian Material Medik dan Nonmedik :
Kajian pola pemakaian material medik dan nonmedik sangat penting
untuk memprediksi beban pengelolahan material, baik belum
pemakaian maupun setelah menghasilkan residu.
I. Pola Pemakaian Air (Bersih) dan Listrik : Kajian pola
pemakaian sumber daya ini dapat memeberi gambaran kecenderungan
pemanfaatannya dari waktu ke waktu.
J. Residu dan Bahaya Khusus : Informasi residu dan bahay khusus
merupakan keadaan spesifik pada masing-masing lokasi unit kegiatan.
Resdiu dan bahaya Khsusu dapat berupa bahaya ledakan tabung gas,
oksigen, atau EtO, uap panas dari peralatan autoclave, Kebakaran dan
sebagainya pada peraltan medik dan nonmedik, bahay keracunan dan
efek karsinogenik pada berbagai obat-obatan immunosuppressive
seperti purine analog dan cyclosporine.

5. Perumusan Program

Mengidentifikasi potensi penerapan program pencegahan


pencemaran rumah sakit. Potensi penerapan prigram P@ dapat bersifat
administratif. Selanjutnya adalah penentuan prioritas permasalahan
yang akan ditangani dalam jangka pendek, jangka menengah, dan
jangka panjang, serta target dan sasaran yang ingin dituju dan dicapai
dari masing-masing tahapan. Pengelolahan lingkungan dengan
pendekatan pencegahan pencemaran tidak dilihat sebagai bagian akhir
dari suatu sistem melainkan merupakan sebuah sistem yang meliputi
komponen-komponen masukan (input), proses, dan keluaran (outpu).

Pada tahap ini juga perlu diidentifikasi potensi day dukung dan
hambatan yang mungkin ditemui dalam pelaksanaan program
pencegahan pencemaran. Potensi hambatan yang mungkon akan
muncul antara lain :

a. Dukungan financial yang terbatas bagi pelaksanaan program


b. Hambatan teknis misalnya mengintegrasi teknlogi baru kedaam aktifitas
rumah sakit
c. Informasi yang kurang mungkin ditemui sehingga menyulitkan kajian
program pencegahan pencemaran.

6. Studi Kelayakan

Akhir dari tahap perumusan program adalah daftar prioritas


komponen yang akan dilakukan upaya pencegahan pencemaran. Mulai
dari reduksi pada sumber hingga upaya untuk memanfaatkan kembali
limbah melalui usaha penggunaan kembali, daur ulang, dan perolehan
kembali.

Tiga kelayakan yang patuh di pertimbangkan dalam implementasi:

a. Kelayakan aspek teknologi


b. Kelayakan aspek ekonomi
c. Kelayakan aspek lingkungan

7. penulisan laporan kajian

Hal yang perlu dilaporkan pada kajian program pencegahan


pencemaran antara lain.

a. Kebijakan tertulis manajemen rumah sakit mengenai program


pencegahan pencemaran.
b. Hasil analisis berupa perioritas program pencegahan pencemaran
menurut skala waktu
c. Deskripsi hasil studi kelayakan program pencegahan pencemaran.

8. Implementasi Program

Proses awal implementasi program adalah memastikan bahwa


pendanaan untuk jangka waktu tertentu telah tersedia. Selanjutnya,
gugus tugas program kembali harus mengeksplorasi sumber-sumber
pendanaan lainnya.

Penerapan program pencegahan pencemaran antara lain sebagai


berikut:

A. Efisiensi Pemakaian Air Bersih


Banyak keuntungan nyata untuk rumah sakit dari pelaksanaan efisiensi
pemakaian air, yaitu mengurangi biaya operasional dari penghematan
air, pompa air, energy, dan pengolahan bahan kimia.
B. Listrik
Rumah sakit sangat potensial menggunakan listrik dalam jumlah besar.
Lima langkah strategis interaksi system untuk memaksimalkan
penghematan energi:
1) Memasang green lebeled lamp
2) Perbaikan sistem gedung
3) Mengurangi penggunaan alat pemanas
4) Memperbaiki penanganan sistem udara dan kipas angina
5) Memperbaiki peralatan pemanas dan pendingin
C. Obat Kemo Terapi Sitostatis
Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi dengan
obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan, atau tindakan terapi
sitotoksik
Limbah sitotoksik harus dimasukkan ke dalam kantong plastik
yang berwarna ungu yang akan dibuang setiap hari atau boleh juga
dibuang setelah kantong plastik penuh.
D. Limbah Klinis
Di dalam strategi harus dimasukkan prosedur dalam pengolahan
limbah yang dihasilkan oleh pelayanan rawat inap, seperti terapi dialisis
dan sitotoksik.
Prosedur untuk mengurangi kebingungan dan terjadinya
kesalahan yang bisa mencelakakan pekerjaan bila pindah dari satu unit
ke unit lainnya dalam satu rumah sakit :
1. Penanganan dan Penampungan
a. Pemisahan dan pengurangan
b. Penampungan
c. Pemisahan limbah
2. Standardisasi Kantong dan Kontainer Pembuangan Limbah
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengolalaan limbah klinis adalah
sebagai berikut :
a. Menekankan produksi sampah hendaknya menjadi bagian integral dari
strategi pengelolaan
b. Pemisahan sampah sesuai sifat dan jenisnya adalah langkah awal
prosedur pembuangan yang benar
c. Limbah radioaktif harus diamankan dan dibuang sesuai dengan
peraturan yang berlaku oleh instansi yang berwenang
E. Limbah domestik
F. Limbah Cair
G. Program Pencegahan Pencemaran Lainnya
1. Ruang lingkup yang lebih umum diantaranya sebagai berikut :
a. Menyelenggarakan pelatihan tenaga kerja dalam manajemen bahan-
bahan berbahaya dan minimisasi limbah
b. Menjelaskan identifikasi semua bahan kimia dan container-kontainer
limbah
c. Menyimpan kontainer secara tertutup kecuali ketika bahan kimia akan
ditambahkan atau diubah
d. Mengisolasi limbah-limbah cair dari limbah-limbah padat
e. Jumlah minimisasi dari masing-masing limbah yang dihasilkan pada
sumber pembangkit
f. Daur ulang semua limbah yang mudah dilaksanakan
g. Memperketat pengendalian inventarisasi
h. Mengganti bahan kimia berbahaya menjadi kurang berbahaya
i. Melaksanakan program reduksi limbah di lingkungan
j. Buangan dari bahan yang tidak terpakai
k. Membagi secara adil biaya-biaya manajemen limbah
l. Daur ulang baterai-baterai
m. Penyelidikan lebih efisiensi terhadap metode recovery perak
n. Menggunakan latex sebagai dasar cat yang aman
2. Bahan berbahaya diantaranya sebagai berikut :
a. Menggantikan bahan-bahan pembersih yang kurang berbahaya
b. Menggantikan dasar bahan pelarut kimia dengan yang lebih encer
c. Menggantikan bahan pelarut halogen dengan bahan pelarut non halogen
3. Bahan kimia fotografi
a. Menentukan yang mana limbah-limbah yang berbahaya
b. Mengembalikan contoh gratis ke pabrik
c. Daur ulang limbah film dan kertas
4. Bahan kemoterapi dan antineoplastic
a. Pemusatan lokasi pengumpulan bahan-bahan kemoterapi
b. Membersihkan tumpahan diatas peti
c. Pemisahan limbah-limbah kemoterapi dari limbah-limbah lainnya
5. Formaldehida
a. Minimisasi kekuatan dari cairan formaldehida
b. Mengambil limbah-limbah formaldehida
c. Menyediakan penggunaan kembali dibagian patologi dan laboratorium
outopsi
6. Mercury
a. Mengadakan tumpahan diatas peti dan pelatihan individu
b. Daur ulang limbah-limbah mercury yang tidak terkontaminasi
c. Menekan reservoir dan peralatan lainnya
7. Bahan-bahan toksik dan korosif
a. Mengurangi jumlah yang digunakan pada percobaan
b. Menggunakan badan atau tenaga fisik daripada metode pembersihan
bahan kimia
c. Menghapus benzol peroksida dengan 30% hedrogen peroksida
8. Daur ulang kertas
Daur ulang kertas dan karton di rumah sakit dapat mereduksi volume
limbah rumah sakit sebesar 45%. Kertas putih kantor kebanyakan dapat
di daur ulang melalui penyimpanan terpisah dari limbah kertas lainnya
9. Daur ulang karton
Banyak container karton dapat di daur ulang, salah satunya dengan
pendaur ulang local / tukang loak di daerah bersangkutan
10. Kaleng-kaleng aluminium
Kaleng-kaleng aluminium biasanya lebih mudah di daur ulang dan
sering kali menjadi sumber pendapatan rumah sakit
11. Kaca
Limbah kaca banyak dihasilkan dari ruang perawatan yang kebanyakan
berasal dari material-material medik
12. Minyak
Penggunaan minyak seperti minyak motor dapat di daur ulaang ketika
dipisahkan dari cairan lainnya
13. Baterai
Semua lead acid baterai dapat di daur ulang melalui supplier baterai
atau pendaur ulang yang sah
14. Plastik
Pendekatan awal untuk daur ulang plastic adalah melakukan pemisahan
plastik menurut jenisnya, mulai dari yang mudah untuk di daur ulang
hingga jenis yang tidak dapat di daur ulang
15. Xray Film
Limbah perak banyak dihasilkan oleh unit radiologi
16. Pengurangan limbah padat dan efisiensi sumber daya, dapat dilakukan
dengan cara berikut:
1) Menukar cartridge printer laser
2) Menggunakan baterai yang bisa diisi ulang
3) Mengembalikan / menggunakan kembali pallet kayu

C. Studi Kasus Program Pencegahan Pencemaran di Rumah Sakit

1) Fakultas Kedokteran, Universitas Yale


Tujuan program REMEDY (Recovered Madical Equipment For The
Developing World) adalah untuk mengirimkan peralatan medik yang
tidak di pakai, tetapi masih dapat digunakan untuk negara-negara
dimana peralatan tersebut persediannya rendah, tetapi kebutuhannya
tinggi.
2) Pengurangan Limbah di Pusat Pelayanan Kesehatan Itascan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain adalah:
a. Menggunakan baterai yang bisa diisi ulang
b. Mengganti bola lampu flourescent di tanda masuk
c. Menghapus lampu pijar untuk cahaya lantai dengan fluorescent
3) St. Charles Medical Center
Rumah sakit mempunyai kapasitas 400 tempat tidur telah berhasil
dalam mereduksi konsumsi energy melalui program pencegahan
pencemaran
4) Pusat Kesehatan Alta Bates
Konservasi energy adalah proses berkelanjutan yang membutuhkan
usaha tim untuk mencapai kesuksesan.
5) Rumah Sakit Haywood County
Rumah sakit ini sebagai konsumen penggunaan listrik yang besar.
Rumah sakit tersebut harus dapat menghemat pengeluaran dengan
mengurangi biaya operasional dan juga menolong untuk memperbaiki
lingkungan
6) The Graduate Hospital
Keberhasilan rumah sakit ini adalah mengganti 152 lampu pijarnya dan
7.034 lampu T-12 standar menjadi 100 lampu TL tabung segi empat
Fluorescent, 52 lampu halogen-reflector dan 7.034 lampu T-8
D. Teknologi Pencegahan Pencemaran di RS

Pengelolahan limbah bertujuan untuk mengurangi bahan-bahan beracun


yang terdapat dalam limbah hingga kadarnya seminimal mungkin
bahkan jika mungkin menghilangkan sama sekali sebelum limbah
tersebut dibuang.

1. Teknologi Insinerator
Untuk teknologi incinerator, prosedur penggunaan sebaiknya
tetap mengikuti kapsitas pengolahan limbah dengan kekuatan mesin
yang ada. Hal ini harus seimbang karena jika kekuatan mesin besar dan
kapasitas limbah yang diolah sedikit, akibatnya mesin akan cepat panas
dan menghasilkan asap yang hitam di cerobong keluaran.
2. Teknologi Low Temperature Thermal Desorption (LTTD)
Limbah cair yang berasal dari laboratorium rumah sakit
biasanya benyak mengandung logam berat. Banyak alternative yang
dapat digunakan mengolah limbah yang mengandung logam berat,
khususnya merkuri, diantaranya ialah dengan teknologi LTTD atau
dengan teknologi phytoremediation.
Limbah padat yang mengandung polutan merkuri dan arsen
dimasukkan ke dalam system LTTD. Limbah akan mengalami
pemanasan tidak langsung dengan kondisi tekanan udara lebih kecil
dari 1 atmosfer. Polutan merkui dan arsen akan menguap, sedangkan
limbah padat yang telah bersih dari polutan dapat dibuang ke tempat
penampungan.
3. Teknologi Phytoremediasi
Teknologi mengolah limbah dengan system phytoremediasi,
menggunakan tanaman sebagai alat pengolahan bahan pencemar.
Limbah padat atau cair yang akan diolah ditanami dengan tanaman
tertentu yang dapat menyerap, mengumpulkan, mendegradasi bahan-
bahan pencemar tertentu yang terdapat di dalam limbah tersebut.
Proses remediasi polutan dari dalam tanah atau air terjadi karena
jenis tanaman tertentu dapat melepaskan zat carriers, yang biasanya
berupa senyaman kelat, protein, glukosida, yang berfungsi mengikat zat
polutan tertentu kemudian dikumpulkan di jaringan tanaman misalnya
pada daun atau akar.
4. Teknologi Ozonisasi Limbah Medis
Metode ozonisasi mulai banyak digunakan untuk sterilisasi
bahan makanan, pencucian peralatan kedokteran, sehingga sterelisasi
udara pada ruangan kerja diperkantoran. Pemanfaatan sistem ozonisasi
di pihak rumah sakit tidak hanya dapat mengelolah limbahnya, tapi juga
akan dapat menggunakan kembali air limbah yang telah terproses.
Teknologi ini, selain efisiensi waktu juga cukup ekonomis karena tidak
memerlukan tempat instalasi yang luas.
Pengolahan limbah stasionari (tidak bergerak) memerlukan
biaya investasi dan operasional yang mahal sehingga permasalahan
limbah sampai saat ini banyak diabaikan termasuk kalangan rumah
sakit dan industri.
2.2 SANITASI AIR DAN LIMBAH PENDUKUNG KESELAMATAN
PASIEN RUMAH SAKIT (VERSI 1)
Sanitasi rumah sakit merupakan bagian dari kesehatan
lingkungan rumah sakit, dalam hal ini meliputi:

1. Penyehatan air
2. Pengelolaan limbah
3. Tempat cucian linen
4. Dekontaminasi melalui disinfeksi dan sterilisasi
A. SANITASI AIR
1. Fasilitas penyediaan air minum dan air bersih yang harus tersedia
sesuai dengan kebutuhan minimal 500 l/hari, dan selalu tersedia
ditempat yang membutuhkan dengan cara mendistribusikan
menggunakan jaringan pipa yang mengalir ke tempat-tempat yang
membutuhkan,dengan persyaratan air minum dan air bersih
berkualitas baik
2. Fasilitas toilet dan kamar mandi harus dijaga kebersihannya,
dengan tidak adanya sampah dan air yang menggenang. Untuk
pengunjung rumah sakit toilet harus dapat dijangkau dan adanya
petunjuk arah,dengan kapasitas perumpuan 20 pengujung, laki-laki
30 pengunjung, antara pengunjung, rawat jalan, rawat inap dan
staff rumah sakit harus dibedakan toiletnya. Toilet harus terpisah
dengan ruangan-ruangan yang steril dan pembuangan air limbah
harus bisa menahan bau.

B. SANITASI LIMBAH
Persyaratan tentang sanitasi limbah antara lain:
1. Limbah rumah sakit:
a. Limbah padat:
 Limbah padat medis:
 Limbah benda tajam, limbah infeksius, limbah
patologi, limbah farmasi, limbah sitotoksi,
limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah
container bertekanan dan limbah kandungan
logam yang tinggi
 Limbah padat non medis dihasilkan dari kegiatan diluar
medis:
 Dapur, perkantoran, taman dll
b. Limbah cair: limbah yang memungkinkan mengandung bahan
kimia yang beracun, radioaktif yang bahaya bagi tubuh dan
mikroorganisme
c. Limbah gas: limbah yang berasal dari pembakaran rumah sakit
seperti dapur, generator, anastesi dan pembuangan obat
sitotoksik
d. Limbah infeksius: limbah yang terkontaminasi organism
pathogen dalam jumlah dan verulensi yang cukup untuk
menularakan penyakit pada manusia
e. Limbah sangat infeksius: limbah yang berasal dari pembiakan
atau bahan sangat infeksius seperti otopsi, organ binatang
percobaan yang suafah terinfeksi dengan bahan yang sangat
infeksius
f. Limbah sitoktoksis: limbahyang terkontaminasi dari obat
sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang dapat membunuh atau
menghambat pertumbuhan sel kanker
g. Minimalisasi limbah: rumah sakit mengurangi jumlah limbah
dengan cara mengurangi bahan (reduce), menggunakan
kembalu limbah (reuse), dan daur ulang limbah(recycle)
2. Persyaratan
a. Limbah media padat
 Minimalisi limbah
Reduksi limbah dimulai dari sumber menelola dan
mengawasi bahan kimia berbahaya dan beracun, rumah
sakit harus melakukan pengelolaan stoc bahan kimia
dan farmasi, peralatan yang digunakan dalam limbah
medis harus melalui sertifikasi dari pihak yang
berwewenang
 Pemilihan pewadahan, pemanfaatan kembali, dan daur
ulang:
 Pemilihan limbah harus dilakukan
 Dipisahkan antara yang bermanfaat dan tidak
bermanfaat
 Limbah benda tajam dikumpulkan dalam satu
wadah yang antibocor, antitusuk, dan tidak
mudah dibuka
 Jarum dan syrings harus dipisahkan agar tidak
digunakan lagi
 Limbah medis padat harus melalui proses
sterilisasi dengan dilakukan tes Bacilus
stearothmophilusdan tes Bacilus subtilis(bahan
kimia)
 Limbah jarum hipordemik tidak dapat
digunakan lagi dan rumah sakit tidak
mempunyai jarum sekali pakai maka jarum
hipordemik harus melalui proses sterilisasi
untuk dapat digunkan lagi
 Wadah limbah medis padat harus sesuai dengan
persyaratan yang telah ditentukan
 Tidak semua rumah sakit dapat melakukan daur
ulang kecuali untuk pemulihan perak yang
dihasilkan dari proses film sianr X
 Limbah sitotoksi dikumpulkan dalam wadah yang kuat
antibocor dan diberi label bertuliskan “limbah
Sitotoksi”:
 Limbah sitotoksi dilingkungan Rumah Sakit
dikumpulkan dalam wadah yang kuat anti bocor
dan diberi label bertuliskan limbah sitotoksi,
dalam hal ini limbah medis padat harus dingkat
menggunakan troli khusus disetiap ruangan-
ruangan dan harus menyesuaikan iklim, jika
hujan paling lama 48 jam sedangkan musim
kemarau 24 jam
 Pengumpulan, pengemasan, dan pengangkutan ke luar
rumah sakit:
 Pengelola mengumpulkan dan mengemas
limbah pada tempat yang kuat dan diangkut ke
luar rumah sakit dengan kendaraan khusus
 Pengelolaan dan pemusnahan:
 Limbah Nonmedis Padat:
Limbah Nonmedis padat dan limbah medis
padat dipisah dan ditampung dalam kantong
plastic warna hitam.tempat wadah limbah padat
harus dilapisi kantong plastic warna hitam dan
diberi lambang “domestic” warna putih
sedangkan bila ada lalat melebihi 2 ekor per
block grill harus dilakukan pengendalian lalat
 Pengumpulan, penyimpanan, dan pengangkutan
 Pengelolaan dan pemusnahan
b. Limbah Cair
Harus memenuhi persyaratan buku mutu effluent sesuai
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-
58/MENLH/12/1995 atau peraturan daerah setempat
c. Limbah Gas
Mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
Kep-13/MenLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber
Tidak Bergerak
3. Tata Laksanakan
a. Limbah Medis Padat
 Minimalisasi Limbah
Mengurangi bahan-bahan yang mengandung limbah
sebelum membeli bahan
 Pemilihan, peawadahan, pemanfaatan kembali, dan daur
ulang
Memilih limbah-limbah yang berbeda, dan memasukan
ke tempat-tempat khusus,dan limbah yang dapat
dimanfaatkan kembali untuk daur ulang
 Tempat penampungan sementara
Tempat penampungan sementara hanya bisa bertahan
24 jam, bila Rumah Sakit tidak mempunyai incinerator
untuk limbah padat makan harus bekerja sama dengan
rumah sakit yang mempunyai karena harus
dimusnahkan secepatnya
 Transportasi
Sebelum limbah diangkut petugas harus memakai
pakaian lengkap dan tidak boleh langsung bertemu
kulit, sedangkan untuk transportasi harus memilki
ketahanan anti bocor dan kedap udara
 Pengelolaan, pemusuhan, dan pembuangan akhir
limbah padat
 Limbah infeksius dan benda tajam
 Limbah farmasi
 Limbah sitotoksi
 Limbah bahan kimiawi
 Limbah dengan kandungan logam berat tinggi
 Container bertekanan
 Limbah radioaktif
 Limbah radioaktif

C. SANITASI TEMPAT PENCUCIAN LINEN


1. Pengertian
Harus adanya penunjang berupa mesin cuci, alat dan
disinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, serta meja
dan mesin setrika
2. Persyaratan
Untuk pencucian suhu harus 70◦C untuk 25 menit sedangkan
95◦C untuk detergen dan disinfektan berguna untuk ramah
lingkungan yang dapat terurai dengan baik
3. Tata laksana
a. Tempat laundry harus ada air bersih dan air panas dan juga
harus ada detergen dan disinfeksi/disinfektan
b. Mesin cuci harus dalam keadaaan terpasang permanen dan
harus dekat dengan saluran pembuangan
c. Tersedia tempat cuci linen yang terpisah antara infeksius
dan noninfeksius
d. Pembuangan air limbah bekas launry harus tertutup dan
diolah agar dapat ramah lingkungan
e. Ruang laundry harus terpisah sesuai dengan kebutuhan
masing-masing
f. Untuk rumah sakit yang tidak mempunyai laundry maka
dapat bekerja sama demngan pihak lain dengan mematuhi
persyaratan yang ditentukan
g. Perlakuan terhadap linen
 Pengumpulan
 Penerimaan
 Pencucian
 Pengangkutan
h. Untuk staff linen harus mematuhi pakaian atau pelindung
diri yang di pakai saat bekerja

D. DISINFEKTAN DAN STERILISASI


1. Pengertian
2. Persyaratan
3. Tata laksana
2.3 SANITASI LINGKUNGAN DAN BANGUNAN PENDUKUNG
KEPUASAN PASIEN RUMAH SAKIT (VERSI 2)
Semakin majunya teknologi dan zaman, tampilan rumah sakit kian
berubah menjadi lebih baik dan dapat memberikan kenyamanan kepada
pasien maupun keluarga pasien. Hal ini juga terkait secara langsung
pada lingkungan dan bangunan rumah sakit pada segi kemudahan akses,
kenyamanan, kemudahan menemukan tempat yang dituju, keebersihan
dan juga perawatan.

PERSYARATAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT

1. Lingkungan bangunan rumah sakit harus mempunyai batas yang


jelas dilengkapi dengan pagar yang kuat, dan tidak
memungkinkan orang atau binatang peliharaan keluar masuk
dengan bebas.
2. Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan
luas lahan keseluruhan sehingga tersedia tempat parkir yang
memadai dan dilengkapi
dengan rambu parkir.
3. Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir. Jika
berlokasi di daerah banjir harus menyediakan fasilitas/teknologi
untuk mengatasinya.
4. Lingkungan rumah sakit harus merupakan kawasan bebas rokok.
5. Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan
dengan intensitas cahaya yang cukup.
6. Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek, atau
tidak terdapat genangan air dan dibuat landai menuju ke saluran
terbuka atau tertutup,
tersedia lubang penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas
halaman.
7. Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup
dan terpisah,
masing-masing dihubungkan langsung dengan instalasi
pengolahan air limbah.
8. Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu, dan tempat-tempat
tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat
sampah.
9. Lingkungan, ruang, dan bangunan rumah sakit harus selalu
dalam keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara
kualitas dan kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan
sehingga tidak memungkinkan sebagai tempat bersarang dan
berkembangbiaknya serangga, binatang pengerat, serta binatang
pengganggu lainnya.

PERSYARATAN BANGUNAN RUMAH SAKIT

1. Lantai.
a. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air,
permukaan rata, tidak licin, warna terang, dan mudah
dibersihkan.
b. Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai
kemiringan yang cukup ke arah saluran pembuangan air limbah.
c. Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk
konus/lengkung agar mudah dibersihkan.
2. Dinding
Permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang, dan
menggunakan cat yang tidak luntur, serta tidak menggunakan
cat yang mengandung logam berat.
3. Ventilasi.
a. ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam
kamar/ruang dengan baik.
b. Luas ventilasi alamiah minimum 15% dari luas lantai.
c. Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin adanya pergantian
udara dengan baik, kamar atau ruang harus dilengkapi dengan
penghawaan buatan/mekanis.
d. penggunaan ventilasi buatan/mekanis harus disesuaikan dengan
peruntukan ruangan.
4. Atap
a. Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat
perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
b. Atap yang lebih tinggi dari 10 meter harus dilengkapi penangkal
petir.
5. Langit-langit.
a. Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah
dibersihkan.
b. Langit-langit tingginya minimal 2,70 meter dari lantai.
c. Kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu
harus antirayap.
6. Konstruksi.

Balkon, beranda, dan talang harus sedemikian sehingga tidak terjadi


genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes
Aegypti.

7. Pintu.

Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah
masuknya serangga, tikus, serta binatang pengganggu lainnya.

8. Jaringan instalasi.
a. Pemasangan jaringan instalasi air minum air bersih, air limbah,
gas, listrik, sistem penghawaan, sarana komunikasi, dan lain-
lain harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan agar aman
digunakan untuk tujuan pelayanan kesehatan
b. Pemasangan pipa air minum tidak boleh bersilangan dengan
pipa air limbah dan tidak boleh bertekanan negatif untuk
menghindari pencemaran air minum.
9. Lalu Lintas antar ruangan.
a. Pembagian ruangan dan lalu lintas antar ruangan harus didesain
sedemikian rupa dan dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan
sehingga memudahkan hubungan dan komunikasi antarruangan,
serta menghindari risiko terjadinya kecelakaan dan kontaminasi.
b. Penggunaan tangga atau elevator dan lift harus dilengkapi
dengan sarana pencegahan kecelakaan seperti alarm suara dan
petunjuk penggunaan yang mudah dipahami oleh pemakainya,
atau untuk lift 4 (empat) lantai harus dilengkapi Automatic
Reserve Divided (ARD) yaitu alat yang dapat mencari lantai
terdekat bila listrik mati.
c. Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau dengan
mudah bila terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya dan
dilengkapi ram untuk brankar.

10. Fasilitas pemadam kebakaran.

Bangunan rumah sakit dilengkapi dengan fasilitas pemadam


kebakaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Ruang Bangunan

Penataan ruang bangunan dan penggunaannya harus sesuai


dengan fungsi serta memenuhi persyaratan kesehatan yaitu
dengan fungsi, serta memenuhi persyaratan kesehatan yaitu
dengan mengelompokkan ruangan berdasarkan tingkat risiko
terjadinya penularan penyakit sebagai berikut.
1. Zona dengan risiko rendah.
Zona risiko rendah meliputi: ruang administrasi, ruang
komputer, ruang pertemuan, ruang perpustakaan, ruang
resepsionis, dan ruang pendidikan/ pelatihan
a. Permukaan dinding harus rata dan berwarna terang.
b. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah
dibersihkan, kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara
lantai dengan dinding harus berbentuk konus.
c. Langit-langit harus terbuat dari bahan multipleks atau bahan
yang kuat, warna terang, mudah dibersihkan, kerangka harus
kuat, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai.
d. Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10
meter, serta
ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai.
e. Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam
kamar/ruang dengan baik. Bila ventilasi alamiah tidak menjamin
adanya pergantian udara dengan baik, maka harus dilengkapi
dengan penghawaan mekanis (exhaust).
f. Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian
minimal 1,40 meter dari lantai.

2. Zona dengan risiko sedang.

Zona risiko sedang meliputi: ruang rawat inap bukan penyakit


menular, rawat jalan, ruang ganti pakaian, dan ruang tunggu
pasien. Persyaratan bangunan pada zona dengan risiko sedang
sama dengan persyaratan pada zona risiko rendah

3. Zona dengan risiko tinggi.

Zona risiko tinggi meliputi: ruang isolasi, ruang perawatan


intensif, laboratorium, ruang penginderaan medis (medical
imaging), ruang bedah mayat (autopsy), dan ruang jenazah
dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Dinding permukaan halus.


b. Harus rata dan berwarna terang:
• dinding ruang laboratorium dibuat dari porselin atau keramik
setinggi 1,50 meter dari lantai dan sisanya dicat warna terang;

• dinding ruang pengindraan medis harus berwarna gelap,


dengan ketentuan dinding disesuaikan dengan pancaran sinar
yang dihasilkan dari peralatan yang dipasang di ruangan
tersebut, tembok pembatas antara ruang sinar X dengan kamar
gelap dilengkapi dengan transfer kaset.

c. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan,


kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai
dengan dinding harus berbentuk konus.
d. Langit-langit terbuat dari bahan multipleks atau bahan
yang kuat, warna terang, mudah dibersihkan, kerangka
harus kuat, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai.
e. Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10
meter, serta ambang bawah jendela minimal 1,00 meter
dari lantai.
f. Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian
minimal 1,40 meter dari lantai.

4. Zona dengan risiko sangat tinggi.

Zona risiko sangat tinggi meliputi: ruang operasi, ruang bedah


mulut, ruang perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang
bersalin, dan ruang patologi dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Dinding terbuat dari bahan porselin atau vinyl setinggi langit-


langit atau dicat

dengan cat tembok yang tidak luntur dan aman, serta berwarna
terang.

b. Langit-langit terbuat dari bahan yang kuat dan aman, serta


tinggi minimal 2,70 meter dari lantai.
c. Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10
meter, serta semua pintu kamar harus selalu dalam keadaan
tertutup.

d. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah


dibersihkan, dan berwarna terang.

e. Khusus ruang operasi harus disediakan gelagar (gantungan)


lampu bedah dengan profil baja double INP 20 yang dipasang
sebelum pemasangan langit-langit.

f. Tersedia rak dan lemari untuk menyimpan reagensia siap


pakai.

g. Ventilasi atau penghawaan sebaiknya digunakan AC


tersendiri dilengkapi filter bakteri untuk setiap ruang operasi
yang terpisah den, ruang lainnya. Pemasangan AC minimal 2
meter dari lantai dan udara bersih yang masuk ke dalam kamar
operasi berasal dari atas. bawah. Khusus untuk ruang bedah
ortopedi atau transplantasi organ harus menggunakan
pengaturan udara UCA (Ultra Clean Air) System.

h. Tidak dibenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara


luar, untuk itu harus dibuat ruang antara.

i. Hubungan dengan ruang scrub-up untuk melihat ke dalam


ruang operaci

perlu dipasang jendela kaca mati, hubungan ke ruang steril dari


bagian cleaning cukup dengan sebuah loket yang dapat dibuka
dan ditutup.

j. Pemasangan gas medis secara sentral diusahakan melalui


bawah lantai

atau di atas langit-langit.

k. Dilengkapi dengan sarana pengumpulan limbah medis.


Kualitas Udara Ruang

1. Tidak berbau (terutama bebas dari H S dan amoniak).

2. Kadar debu (particulate matter) berdiameter kurang dari 10


micron dengan

rata-rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi 150


ug/m°, dan tidak mengandung debu asbes.

Pencahayaan

pencahayaan, penerangan, dan intesitasnya di ruang umum dan khusus


harus sesuai dengan peruntukannya.

Penghawaan

Persyaratan penghawaan untuk masing-masing ruang atau unit seperti


berikut

1. Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi, dan


laboratorium perlu mendapat perhatian yang khusus karena sifat
pekerjaan yang terjadi di ruang-ruang tersebut.

2. Ventilasi ruang operasi harus dijaga pada tekanan lebih positif


(minimum 0,10 mbar) dibandingkan ruang-ruang lain di rumah sakit

3. Sistem suhu dan kelembapan hendaknya didesain sedemikian rupa


sehingga dapat menyediakan suhu dan kelembapan

4. Ruangan yang tidak menggunakan AC, sistem udara segar dalam


ruangan harus cukup (mengikuti pedoman teknis yang berlaku).

Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit

Perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan


jumlah kamar mandi.

Jumlah Tempat Tidur

Perbandingan jumah tempat tidur dengan luas lantai untuk kamar


perawatan dan kamar isolasi sebagai berikut.
1. Ruang bayi:

a) ruang perawatan minimal 2 m/tempat tidur;

b) ruang isolasi minimal 3,5 m2/tempat tidur.

2. Ruang dewasa:

a) ruang perawatan minimal 4,5 m2/tempat tidur;

b) ruang isolasi minimal 6 m /tempat tidur.

Lantai dan Dinding

lantai dan dinding harus bersih dan memiliki tingkat kebersihan sebagai
berikut.

1. Ruang operasi : 0-5 CFU/cm dan bebas patogen dan gas gangren

2. Ruang perawatan : 5-10 CFU/cm?

3. Ruang isolasi : 0-5 CFU/cm2

4. Ruang UGD : 5-10 CFU/cm

TATA LAKSANA LINGKUNGAN DAN BANGUNAN RUMAH


SAKIT

1. Pemeliharaan Ruang Bangunan.

a. Kegiatan pembersihan ruang minimal dilakukan pagi dan sore hari.

b. Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah


pembenahan/merapikan tempat tidur pasien, jam makan, jam kunjungan
dokter, kunjungan keluarga, dan sewaktu-waktu bilamana diperlukan.

c. Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu harus dihindari.

d. Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan


pembersih(pel) yang memenuhi syarat dan bahan antiseptik yang tepat.

e. Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel


tersendiri.
f. Pembersihan dinding dilakukan secara berkala setahun dan dicat
ulang apabila sudah kotor atau cat sudah pudar.

g. Setiap percikan ludah, darah atau eksudat luka pada dinding harus
segera dibersihkan dengan menggunakan antiseptik.

2. Pencahayaan.

a. Lingkungan rumah sakit baik dalam maupun luar ruangan harus


mendapat cahaya dengan intensitas yang cukup berdasarkan fungsinya.

b. Semua ruang yang digunakan, baik untuk bekerja ataupun untuk


menyimpan barang/peralatan perlu diberikan penerangan.

c. Ruang pasien/bangsal harus disediakan penerangan umum dan


penerangan untuk malam hari, serta disediakan saklar dekat pintu
masuk. Saklar individu ditempatkan pada titik yang mudah dijangkau
dan tidak

menimbulkan bersisik.

3. Penghawaan (ventilasi) dan pengaturan udara.

a. Penghawaan atau ventilasi di rumah sakit harus mendapat perhatian


yang khusus. Bila menggunakan sistem pendingin, hendaknya
dipelihara dan dioperasikan sesuai buku petunjuk sehingga dapat
menghasilkan suhu, aliran udara, dan kelembapan yang nyaman bagi
pasien dan karyawan. Untuk rumah sakit yang menggunakan pengatur
udara (AC) sent, harus diperhatikan cooling towernya agar tidak
menjadi perinduka bakteri legionella dan untuk AHU (Air Handling
Unit) filter udara harm dibersihkan dari debu dan bakteri atau jamur.

b. Suplai udara dan exhaust hendaknya digerakkan secara mekanis.


Exhaust fan hendaknya diletakkan pada ujung sistem ventilasi.

c. Ruangan dengan volume 100 m sekurang-kurangnya 1 (satu) fan


dengan diameter 50 cm dengan debit udara 0,5 m/detik dan frekuensi
pergantian udara per jam adalah 2 (dua) sampai dengan 12 kali.
d. Pengambilan suplai udara dari luar, kecuali unit ruang individual,

hendaknya diletakkan sejauh mungkin, minimal 7,50 meter dari exhaust


atau perlengkapan pembakaran.

e. Tinggi intake minimal 0,9 meter dari atap.

f. Sistem hendaknya dibuat keseimbangan tekanan.

g. Suplai udara untuk daerah sensitif, ruang operasi, perawatan bayi,


diambil dekat langit-langit dan exhaust dekat lantai. Sebaiknya,
disediakan 2 (dua) buah exhaust fan dan diletakkan minimal 7,50 cm
dari lantai.

h. Suplai udara di atas lantai.

i. Suplai udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap ruang
hendaknya

tidak digunakan sebagai suplai udara kecuali untuk suplai udara ke WC,
toilet, dan gudang.

j. Ventilasi ruang-ruang sensitif hendaknya dilengkapi dengan saringan


2 beds. Saringan I dipasang di bagian penerimaan udara dari luar
dengan efisiensi 30% dan saringan II (filter bakteri) dipasang 90%.
Untuk mempelajari sistem ventilasi sentral dalam gedung hendaknya
mempelajari khusus central air conditioning system.

k. Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem silang


(cross ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang.

l. Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih tinggi


dibandingkan ruang-ruang lain dan menggunakan cara mekanis (air
conditioner).

m. Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air


conditioner dipasang pada ketinggian minimum 2,00 meter di atas lantai
atau minimum 0,20 meter dari langit-langit.
n. Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) 1 (satu)
kali sebulan harus didisinfeksi menggunakan aerosol (resorcinol,
trietylin glikol) atau disaring dengan electron presipitator atau
menggunakan penyinaran ultraviolet.

o. pemantauan kualitas udara ruang minimum 2 (dua) kali setahun


dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter kualitas
udara (kuman,debu, dan gas).
4. Kebisingan.
a. Pengaturan dan tata letak ruangan harus diatur sedemikian rupa
sehingga kamar dan ruangan yang memerlukan suasana tenang
terhindar dari kebisingan.
b. Sumber-sumber bising yang berasal dari rumah sakit dan
sekitarnya agar diupayakan untuk dikendalikan antara lain
dengan cara:

• pada sumber bising di rumah sakit: peredaman, penyekatan,


pemindahan, pemeliharaan mesin-mesin yang menjadi sumber
bising;

• pada sumber bising dari luar rumah sakit:


penyekatan/penyerapan bising dengan penanaman pohon (green
belt), meninggikan tembok, dan meninggikan tanah (bukit
buatan).

5. Fasilitas sanitasi.

a. Fasilitas penyediaan air minum dan air bersih.

• Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan.

• Tersedia air bersih minimum 500 lt/tempat tidur/hari. Air minum dan
air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang membutuhkan
secara berkesinambungan.

• Distribusi air minum dan air bersih di setiap ruangan/kamar harus


menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan tekanan positif.
• Persyaratan penyehatan air termasuk kualitas air minum dan kualitas
air bersih sebagaimana tentang Penyehatan Air.

b. Fasilitas toilet dan kamar mandi.

 Harus tersedia dan selalu terpelihara, serta dalam keadaan


bersih.
 Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin,
berwarna terang, dan mudah dibersihkan.
 Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet (jamban,
peturasan, dan tempat cuci tangan) tersendiri.Khususnya untuk
unit rawat inap dan kamar karyawan harus tersedia kamar
mandi.
 Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi
dengan penahan bau (water seal).
 Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung
dengan dapur, kamar operasi, dan ruang khusus lainnya.

 Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan udara


luar.
 Toilet dan kamar mandi harus terpisah anta rawat inap dan
karyawan, serta toilet karyawan.
 Toilet pengunjung harus terletak di tempat yang dan ada
petunjuk arah, serta toilet untuk pengunjung dengan
perbandingan 1 (satu) toilet untuk 1-20 pengunjung wanita, 1
(satu) toilet untuk 1-30 pengunjung pria.
 Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk
memelihara kebersihan.
 Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang
dapat menjadi tempat perindukan nyamuk.

MUTU PELAYANAN
Aspek menjaga mutu adalah sebagai berikut:
1. Aspek klinis.

2. Aspek efisiensi.

3. Aspek keamanan pasien.

4. Aspek kepuasan pasien.

Kepuasan pasien merupakan nilai subjektif terhadap kualitas pelayanan


Walaupun subjektif tetap ada dasar objektifnya, artinya penilaian itu
dilandasi oleh hal di bawah ini:

1. Pengalaman masa lalu.

2. Pendidikan.

3. Situasi psikologi waktu itu.

4. Pengaruh lingkungan waktu itu.

Tetap akan didasari oleh kebenaran dan kenyataan objektif yang ada.

Pentingnya Penilaian Penilaian kepuasan pasien penting diketahui


karena berikut ini.?

1. Bagian dari mutu pelayanan.

Seperti telah dijelaskan dalam pendahuluan, kepuasan pasien


merupakan bagian dari mutu pelayanan. Oleh karena itu, upaya
pelayanan haruslah dapat memberikan kepuasan, tidak semata-mata
kesembuhan belaka.

2. Berhubungan dengan pemasaran rumah sakit.

a. Pasien yang puas akan memberi tahu pada teman, keluarga, dan
tetangga.

b. Pasien yang puas akan datang lagi kontrol atau membutuhkan


pelayanan

yang lain.

c. Iklan dari mulut ke mulut akan menarik pelanggan baru.


3. Berhubungan dengan prioritas peningkatan pelayanan dalam dana
yang terbatas,peningkatan pelayanan harus selektif, dan sesuai dengan
kebutuhan pasien.

4. Analisis kuantitatif (dari penulis).

Dengan bukti hasil survei berarti tanggapan tersebut dapat


diperhitungkan dengan angka kuantitatif tidak perkiraan atau perasaan
belaka, dengan angka kuantitatif memberikan kesempatan pada
berbagai pihak untuk diskusi.

Aspek Kepuasan Pasien Kepuasan pasien meliputi empat aspek di


bawah ini:

1. Kenyamanan.

2. Hubungan pasien dengan petugas rumah sakit.

3. Kompetisi teknis petugas.

4. Biaya.

UPAYA MENCAPAI KEPUASAN PASIEN

Perlu upaya yang jelas yang secara terus-menerus dikembangkan dan


diperhatikan. Upaya tersebut antara lain seperti di bawah ini.

1. Penjelasan, dalam pertemuan bulanan, perlu dijelaskan dan


dievaluasi berulang.

2. Pembinaan, pembinaan dalam arti:

a) pemantauan; b) peneguran; c) pemberian nasihat; yang dilakukan


oleh atasannya masing-masing secara berkala, misalnya: oleh kepala
ruangan bagi perawat ruangan.

3. Pelatihan.

Pada kasus tertentu, misalnya: layanan Islami dan konsultasi biaya,


perlu pelatihan secara khusus dengan program yang jelas.

4. Penyiapan fasilitas.
Fasilitas yang menunjang, kebersihan, keindahan perlu diadakan,
misalnya: tanaman yang asri.

Cara Mengukur Kepuasan Total

Mengukur sejauh mana pelaksanaan itu berjalan dan mencapai hasil


yang diharapkan. Keadaan tersebut dapat diukur dengan hal-hal berikut
ini.

1. Survei kepuasan pasien, dengan pemberian kuesioner

2. Kesan pasien, kesan yang diterima saat konsultasi biaya, konsultasi


medis, dan pertemuan khusus dengan pasien.

3. Laporan, laporan dari pasien, lewat dokter, perawat, koran, kenalan,


dan tokoh masyarakat

Cara Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk:

1) melihat pencapaian pelaksanaan componen kepuasan pasien secara


total;

2) hambatan apa yang ditemukan;

dengan kedua hal di atas, maka dapat dipikirkan cara peningkatan


selanjutnya. Hal ini merupakan umpan balik kepada upaya yang telah
dilakukan, maka upaya yang dilakukan secara bertahan akan terdorong
untuk makin baik dan makin tepat.

IMPLEMENTASI

Ada berbagai hal penting yang terkait peningkatan kualitas yaitu tiga
kelompok berikut ini.

1. Kualitas interaksi.

Hal ini akan terkait dengan susmber daya manusia, seperti:

a) sikap, berarti persepsi dan keyakinannya akan pelayanan yang


memuaskan
pasien;

b) perilaku, seperti upaya melayani, ramah dan kegiatan yang


membantu;

c) keahlian, menunjukkan hasil kerja yang profesional.

2. Kualitas lingkungan fisik.

Meliputi hal-hal:

a) suasana, yang tenang dan nyaman;

b) rancangan, yang aman dan menarik;

c) faktor sosial, seperti bangunan yang menunjukkan budaya lokal.

3. Kualitas hasil.

Sebagai contoh waktu tunggu yang pendek dan tertata, secara fisik
terasa ada kemajuan, tenang, serta adanya valensi, yaitu pengalaman
yang menyenangkan.
2.4 SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN MENUJU
PENINGKATAN MUTU EFISIENSI RUMAH SAKIT (VERSI 3)
A. Pengertian
1. Makanan dan minuman di rumah sakit adalah semua makanan dan
minuman yang disajikan untuk pasien dan karyawan serta makanan
dan minuman yang dijual di dalam lingkungan rumah sakit atau
dibawa dari luar rumah sakit.
2. Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan individu
3. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan lingkungan.
B. Persyaratan hygiene dan sanitasi makanan
1. Jumlah kuman E. coli pada makanan harus 0/gr sampel makanan
dan pada minumannya harus 0/100 ml.
2. Kebersihan peralatan ditentukan dengan angka total kuman,
sebanyak-banyaknya 100/cm2 permukaan dan tidak ada kuman
E.coli
3. Makanan yang muda membusuk disimpan dalam suhu panas lebih
dari 65,5C atau dalam suhu dingin kurang dari 4C. makanan
yang disajikan lebih dari 6 jam disimpan dalam suhu -5C sampai -
1C
4. Makanan kemasan tertutup sebaiknya disimpan dalam suhu 10C

Tabel Suhu Penyimpanan Menurut Jenis Makanan


Digunakan Dalam Waktu
Jenis Bahan
3 hari atau 1 minggu atau 1 minggu atau
Makanan
kurang kurang kurang
Daging, Ikan, -5C sampai -10C sampai Kurang dari -
Udang, dan 0C -5C 10C
Produk
olahannya
Telur, Susu, 5C sampai -5C sampai Kurang dari -
dan Produk 7C 0C 5C
olahannya
Sayur, Buah, 10C 10C 10C
dan Minuman
Tepung dan 25C 25C 25C
Biji
5. Kelembapan dalam ruangan penyimpanan yaaitu 80-90%
6. Kelembapan dalam ruangan penyimpanan yaitu 80-90%
7. Cara penyimpanan bahan makanan tidak menempel pada lantai,
dinding, atau langit-langit dengan ketentuan:
a) Jarak bahan makanan dengan lantau 15 cm
b) Jarak bahan makanan dengan dinding 5 cm
c) Jarak bahan makanan dengan langit-langit 60 cm
C. Tata Laksana
1. Bahan makanan dan makanan jadi
1) Pembelian bahan sebaiknya ditempat yang resmi dan
berkualitas
2) Bahan makanan dan makanan jadi berasal dari instalasi gizi
atau dari luar rumah sakit harus diperiksa secara fisik dan
laboratorium minimal 1 bulan sekali
3) Makanan jadi yang dibawa keluarga pasien harus diperiksa
kondisi fisiknya sebelum dihidangkan
4) Bahan makanan kemasan (olahan) harus mempunyai label
dan merk serta dalam keadaan baik
2. Bahan tambahan makanan
Bahan makanan tambahan (pewarna, pengawet, dan pemanis
buatan) harus sesuai ketentuan
3. Penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi
1) Bahan makanan kering
a. Semua gudang bahan makanan hendaknya berada
dibagian yang tinggi
b. Bahan makanan tidak diletakan dibawah saluran
pipa air untuk menghindari terkena bocoran
c. Suhu gudang makanan kering dan kaleng dijaga
kurang dari 22C
2) Bahan makanan basah atau mudah membusuk dan
minuman
a. Bahan makanan seperti buah, sayuran, dan
minuman, disimpan pada suhu penyimpanan sejuk
10-15C
b. Bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk
jangka waktu sampai 24 jam disimpan pada
penyimpanan dingin sekali dengan suhu 0-4C
c. Pengambilan dengan cara FIFO, yaitu yang
disimpan terlebih dahulu, agar tidak ada makanan
yang busuk
3) Makanan jadi
a. Makanan jadi harus memenuhi persyaratan
bakteriologi berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Jumlah kandungan logam berat dan rasidu pestisida
tidak boleh melebihi ambang batas yang
diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku
b. Makanan jadi yang siap disajikan harus dikemas
dan tertutup serta segera disajikan
4. Pengolahan makanan
1) Tempat pengolahan makanan
a. Perlu disediakan tempat pengolahan makanan (dapur)
sesuai dengan persyaratan konstruksi, bangunan, dan
ruangan dapur
b. Sebelum dan sesudah kegiatan pengolahan makanan, dapur
selalu dibersihkan dengan antiseptic
2) Peralatan masak
a. Peralatan masak tidak boleh melepaskan zat beracun pada
makanan
b. Lapisan permukaan tidak terlarut dalam asam/basah atau
garam-garam yang dijumpai pada makanan.
3) Penjamah makanan
a. Harus sehat dan bebas dari penyakit menular
b. Secara berkala minimal 2 kali setahun, diperiksa
kesehatannya oleh dokter yang berwenang termasuk
pemeriksaan usap dubur
c. Harus menggunakan pakaian kerja dan perlengkapan
pelindung pengolahan makanan dapur
4) Pengangkutan makanan
a. Makanan diangkut dengan menggunakan kereta dorong
yang tertutup dan bersih
b. Pengisian kereta dorong tidak sampai penuh, agar masih
tersedia udara untuk ruang gerak
5) Penyajian makanan
a. Makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat
ditempatkan pada fasilitas penghangat makanan dengan
suhu minimal 60C, untuk makanan dingin dengan suhu
4C
b. Makanan jadi yang sudah menginap tidak boleh disajikan
kepada pasien
5. Pengawasan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman
1) Internal
a. Pengawasan dilakukan oleh petugas sanitasi kesehatan
lingkungan rumah sakit
b. Pengawasan secara berkala dan pengambilan sample
dilakukan minimal 2 kali dalam setahun
c. Bila terjadi keracunan makanan dan minuman di rumah
sakit, maka petugas sanitasi harus mengambil sampel
makanan dan minuman untuk diperiksa ke laboratorium
2) Eksternal
Dilakukan dengan uju petik yang dilakukan oleh petugas
sanitasi dinas kesehatan provinsi dan kabupaten atau kota
secara incidental atau mendadak untuk menilai kualitas.
D. Penilaian.
N Variable upaya bobo Komponen yang Nila Sko
O kesling t dinilai i r
1 2 3 4 5 6
III PENYEHATAN
MAKANAN DAN
MINUMAN
(Jumlah bobot 15)
1. Bahan 2 a. Kondisi bahan 50
makanan makanan dan
dan makanan jadi
makanan secara fisik 50
jadi memenuhi
syarat
b. Kondisi bahan
makanan dan
makanan jadi
secara
bakteriologi
memenuhi
syarat
2. Tempat 3 a. Makanan yang
penyimpan mudah
an bahan membusuk
makanan disimpan pada 30
dan suhu -56,5C
makanan atau < 4C
jadi b. Makanan yang 10
akan disajikan 10
< 6 jam 10
disimpan pada
suhu -5C 10

sampai -1C
c. Bersih
d. Terlindungi
dari debu
e. Bebas
gangguan
serangga dan
tikus
f. Bahan
makanan dan
makanan jadi
disimpan pada
ruangan
terpisah
3. Penyajian 2 a. Menggunakan 40
makanan kereta dorong
tertutup 40
b. Tidak
menyajikan 20
makanan jadi
yang sudah
menginap
c. Lalulintas
makanan jadi,
menggunakan
jalur khusus
4. Tempat 4 a. Lantai dapur 50
pengolahan dibersihkan
makanan dengan
(dapur) antiseptic 25
sebelum dan 25
sesudah
kegiatan
b. Dilengkapi
dengan
sungkup dan
cerobong asap
c. Pencahayaan >
200 lux
5. Penjamah 2 a. Memiliki surat 40
keterangan
sehat yang 30
berlaku
b. Tidak berkuku 10
panjang,
koreng dan
sejenisnya 10
c. Menggunakan
pakaian
pelindung 10
pengolahan
makanan
d. Selalu
menggunakan
peralatan dalam
menjamah
makanan jadi
e. Berperilaku
sehat selama
berkerja
6. Peralatan 2 a. Sebelum 40
digunakan
dalam kodisi 30
bersih
b. Tahan karat
dan tidak 15
menggunkan 15
bahan beracun
c. Utuh tidak
retak
d. Dicuci dengan
desinfektan
atau
dikeringkan
dengan sinar
matahari /
pemanas
buatan dan
tidak
dibersihkan
dengan kain

E. Implenetasi
1. Makanan dan minuman tidak terkontaminasi kuman penyakit
2. Di proses dengan mempertimbangkan persyaratan gizi
3. Mengupayakan pencegahan infeksi nasokomial melalui makanan
seperti diare
4. Upaya penyiapan tempat, alat, serta petugas khusus memerlukan
dana khsus, tidak hanya sekedar dapur biasa
2.5 PENANGANAN RADIASI PENDUKUNG MANAJEMEN
RISIKO KLINIS RUMAH SAKIT (VERSI 4)

I.1. Definisi

- Radiasi adalah emisi dan peyebaran energi melalui ruang (media)


dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau partikel-partikel,
elementer dengan kinetik yang sangat tinggi; yang dilepaskan dari
bahan atau alat radiasi yang digunakan untuk instalasi di rumah
sakit.

- Pengamanan dampak radiasi adalah upaya perlindungan kesehatan


masyarakat dari dampak radiasi, melalui promosi dan pencegahan
risiko atas bahaya radiasi.

I.2. Persyaratan
Persyaratan terkait Nilai Batas Dosis (NBD)

- Nilai Batas Dosis adalah dosis terbesar yang diizinkan oleh badan
pengawas yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota
masarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek
genetik dan somatik yang berarti akibat pemanfaatan tenaga
nuklir.

- Persyaratan sesuai Keputusan Badan Pengawas Tenaga Nuklir


Nomor 01 1999, tentang Ketentuan Keselamatan Pasien terhadap
Radiasi sebagai berikut:
1. Nilai Batas Dosis (NBD) bagi pekerja yang terpajan radiasi
sebesar 50 mSv (milli Sievert) dalam satu tahun.
2. Nilai Batas Dosis (NBD) bagi masyarakat yang terpajan
sebesar 5 mSv dalam satu tahun.

I.3. Tata Laksana


1. Perizinan
Setiap rumah sakit yang memanfaatkan peralatan yang memajankan
radiasi dan menggunakan zat radiaktif harus memperoleh izin dari
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (sesuai PP No. 64 tahun 2000 tentang
Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir, Pasal 2 Ayat 1).

2. Sistem Pembatasan Dosis


Penerimaan dosis radiasi terhadap pekerja atau masyarakat tidak boleh
melebihi nilai batas dosis yang ditetapkan oleh badan pengawas.

3. Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja terhadap pemanfaatan


radiasi penting, perlu diperhatikan hal sebagai berikut :
 Organisasi
Setiap pengelola rumah sakit yang mempunyai pelayanan radiasi
harus memiliki organisasi proteksi radiasi, dimana petugas
proteksi radiasi telah memiliki surat izin sebagai petugas radiasi
dari badan pengawas.
 Peralatan Proteksi Radiasi
Pengelola rumah sakit yang mempunai pelayanan radiasi harus
menyediakan dan mengusahakan peralatan proteksi radiasi,
pemantau dosis perorangan, pemantau daerah kerja, pemantau
lingkungan hidup; yang dapat berfungsi dengan baik sesuai
dengan jenis sumber radiasi yang digunakan.
 Pemantauan Dosis Perorangan
Pengelola rumah sakit yang mempunyai pelayanan radiasi
mewajibkan setiap pekerja radiasi untuk memakai peralatan
pemantauan dosis perorangan sesuai dengan jenis instalasi dan
sumber radiasi yang digunakan.
Proteksi radiasi yang disediakan harus mempunyai
ketebalan tertentu yang mampu menrunkan laju dosis radiasi.
Tebal bahan pelindung sesuai dengan jenis dan energi radiasi,
aktivitas dan sumber radiasi, serta sifat bahan pelindung.
Perlengapan dan perlatan yang dsediakan oleh monitoring
perorangan, survei meter, alat untuk mengangkat dan
mengangkut, pakaian kerja, dekontaminasi kit, serta alat
pemeriksaan tanda-tanda radiasi.
 Pemeriksaan Kesehatan
Pengelola rumah sakit harus memeriksakan kesehatan
pekerja radiasi yang akan memutuskan hubungan kerja kepada
dokter yang ditunjuk, dan hasil pemeriksaan kesehatan diberikan
kepada pekerja radiasi yang bersangkutan.
Jika terjadi kecelakaan radiasi, pengelola rumah sakit
harus menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi pekerja
radiasi yang diduga menerima pajanan berlebih.
 Penyimpanan Dokumentasi
Pengelola rumah sakit harus tetap menyimpan dokumen yang
memuat catatan dosis hasil pemantauan daerah kerja, lingkungan,
dan kartu kesehatan pekerja selama 30 tahun sejak pekerja radiasi
berhenti bekerja.
 Jaminan Kualitas
Pengelola rumah sakit harus membuat program jaminan kualitas
bagi instalasi yang mempunyai potensi dampak radiasi tinggi. Dan
pelaksanaannya, badan pengawas melakukan inspeksi dan audit
selama program jaminan kulaitas berlangsung.
 Pendidikan dan Pelatihan
Pengelola rumah sakit bertanggung jawab atas pendidikan dan
pelatihan setiap pekerja tentang keselamatan dan kesehatan kerja
terhadap radiasi.

4. Kalibrasi
 Pengelola rumah sakit wajib melakukan kalibrasi terhadap alat
ukur radiasi secara berkala, sekurang-kurangnya 1 tahun sekali.
 Pengelola rumah sakit wajib melakukan kalibrasi terhadap
keluaran radiasi peralatan radioterapi secara berkala, sekurang-
kurangnya 2 tahun sekali.
 Kalibrasi hanya dapat dilaukan oleh instansi yang telah
terakreditasi dan ditunjuk oleh badan pengawas.

5. Penanggulangan Kecelakaan Radiasi


 Pengelola rumah sakit harus melakukan upaya pencegahan
terjadinya kecelakaan radiasi.
 Jika terjadi kecelakaan radiasi, pengelola rumah sakit harus
melakukan upaya penanggulangan dengan mengutamakan
keselamatan manusia.
 Lokasi tempat kejadian harus diisolasi dengan memberi tanda
khusus seperti pagar atau barang; bahan yang terkena pancaran
radiasi segera diisolasi kemudian didekontaminasi
 Jika terjadi kecelakaan radiasi, pengelola rumah sakit harus segera
melaporkan tejadinya kecelakaan radiasi dan upaya
penanggulangannya kepada bahan pengawas dan instansi terkait
lainnya.

6. Pengelolaan Limbah Radioaktif


 Pengahasil limbah radioaktif tingkat rendah dan tingkat sedang
wajib mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah dan
menyimpan sementara limbah radioaktif sebelum diserahkan
kepada badan pelaksana.
 Pengelolaan limbah radioaktif pada unit kedokteran nuklir
dilakukan dengan cara pemilahan menurut jenis, yaitu limbah cair
dan limbah padat.
 Limbah radioaktif yang berasal dari luar negeri tidka diizinkan
untuk disimpan di wilayah Indonesia.
BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai