Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Tinjauan Pustaka
1. Definisi
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di
Negara maju. Laju mortalitas awal 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi
sebelum pasien mencapai Rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30%
dalam 2 dekade terakhir, sekita 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan
awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA (Sudoyo, 2010).
IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI) merupakan
bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak
stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika
aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya (Sudoyo, 2010).
Infark miocard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang
menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi
sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah
disekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau
alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot
jantung,dikatakan mengalami infark (Guyton & Hall, 2011).

2. Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid.

3. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis
arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu
STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini
dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika
mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI
gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi
alasan pada STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya  pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi
trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIB/IIIA. Setelah
mengalami konversi fungsinya, reseptor, mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam
amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan
fdibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat dua
platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel yang rusak.
Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin menjadi thrombin, yang
kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit)
kemudian akan mengalami oklusi oleh trombosit dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner
yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan
berbagai penyakit inflamasi sistemik.
4. WOC

Aterosklerosis, thrombosis, kontraksi arteri koronaria

Penurunan aliran darah kejantung

Kekurangan oksigen dan nutrisi

Iskemik pada jaringan miokard

Nekrosi
s

Suplay dan kebutuhan oksigen kejantung tidak seimbang

Suplay oksigen ke Miokard menurun

Penurunan
Metabolism curah
Seluler hipoksia
anaerob jantung

Gangguan
Timbunan asam
pertukaran Nyeri
laktat meningkat Integritas membrane sel berubah
gas

Kelemaha Kontraktilitas turun


n

Intoleransi aktifitas
COP turun Kegagalann pompa
jantung

Gangguan perfusi
jaringan Gagal jantung

Resiko kelebihan volume


Sumber : Ismail rasmin, cairan ekstravaskuler
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala infark miokard ( TRIAS ) adalah :
1. Nyeri :
a. Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan pada pasien dengan
STEMI. Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu dalam dan visceral, yang biasa
dideskripsikan dengan nyeri terasa berat dan seperti diremas, seperti ditusuk, atau
seperti terbakar. Karakteristik nyeri pada STEMI hampir sama dengan pada angina
pectoris, namun biasanya terjadi pada saat istirahat, lebih berat, dan berlangsung
lebih lama. Nyeri biasa dirasakan pada bagian tengah dada dan/atau epigastrium,
dan menyebar ke daerah lengan. Penyebaran nyeri juga dapat terjadi pada
abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher. Nyeri sering disertai dengan
kelemahan, berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas (Fauci, et al., 2007).
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan
lagi.
c. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
d. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening
atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
e. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(mengumpulkan pengalaman nyeri).
2. Laboratorium
Pemeriksaan Enzim jantung :
a. Troponin I
Peningkatan troponin menjadi pertanda positif adanya cedera sel miokardium dan
potensi terjadinya angina. Nilai normal < 0.16μg/L.
b. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak
dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
c. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
d. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24
jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari
3. EKG
Menurut Sumiarty (2010), untuk menentukan lokasi iskemik atau infark digunakan
ketentuan sebagai berikut:
a. Inferior : kelainan pada lead II, III, dan aVF
b. Septal : kelainan pada lead V1 dan V2
c. Anterior : kelainan pada lead V3 dan V4
d. Lateral : kelainan pada lead V5 dan V6
e. High lateral : kelainan pada lead I dan aVL
f. Extensive anterior : kelainan pada lead V1 – V6, lead I, dan Avl
4. Iskemik
Pada fase iskemik miokard perubahan EKG yang terjadi pada umumnya adalah
adanya segment ST depresi dan atau gelombang T yang negative/inverted. Segmen
ST depresi dianggap bermakna bila > 1 mm dari titik J (J pont), dan tejadi di 2 lead
atau lebih pada lead yang berdekatan. segment ST depresi terdiri dari beberapa
bentuk, yaitu:
a. Up Sloping, bentuk segmen ST ini tidak terlalu spesifik
b. Horizontal, bentuk segmen ST yang spesifik untuk iskemik
c. Down Sloping, bentuk segmen ST depresi yang paling terpercaya untuk iskemik
5. Injury
pada fase awal terjadinya akut infark perubahan EKG yang disebut juga
Hyperacute T. Pada fase akut akan terlihat segmen ST elevasi dengan atau tanpa
gelombang Q patologis. Segmen ST elevasi dikatakan bermakna bila > 1 mm, baik
di limb lead maupun di precordial lead, yang dihitung dari titik J (J point), dan
terjadi di 2 lead yang berdekatan.
6. Infark
Pada fase subakut atau recent infark akan terlihat perubahan EKG berupa
gelombang Q patologis dan gelombang T negative/inverted. Sedangkan pada fase
infark lama (old infark) akan terbentuk gelombang Q patologis, segmen ST dan
gelombang T sudah kembali normal. Adanya gelombang Q patologis pada EKG
menggambarkan adanya nekrosis di otot jantung. Disebut gelombang Q patologis
apabila dalamnya Q melebihi 1/3 tinggi gelombang R pada EKG. Dikatakan old
infark apabila kita melihat gelombang Q patologis di 2 lead atau lebih pada lead
yang berdekatan.
7. Temuan fisik
Sebagian besar pasien mengalami ansietas dan restless yang menunjukkan
ketidakmampuan untuk mengurangi rasa nyeri. Pallor yang berhubungan dengan
keluarnya keringat dan dingin pada ekstremitas juga sering ditemukan pada pasien
dengan STEMI. Nyeri dada substernal yang berlangsung selama >30 menit dan
diaphoresis menunjukkan terjadinya STEMI. Meskipun sebagian besar pasien
menunjukkan tekanan darah dan frekuensi nadi yang normal selama satu jam
pertama STEMI, sekitar 25% pasien dengan infark anterior memiliki manifestasi
hiperaktivitas sistem saraf simpatik (takikardia dan/atau hipertensi), dan 50%
pasien dengan infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi
dan/atau hipotensi). Impuls apical pada pasien dengan STEMI mungkin sulit untuk
dipalpasi. Tanda fisik dari disfungsi ventrikel lain antara adanya S3 dan S4,
penurunan intensitas bunyi jantung pertama, dan paradoxical splitting dari S2.
Selain itu juga sering terjadi penurunan volume pulsasi carotis, yang menunjukkan
adanya penurunan stroke volume. Peningkatan temperature tubuh di atas 380C
mungkin ditemukan selama satu minggu post STEMI.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI dapat
dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac imaging, dan indeks
nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.
a. Electrocardiograf (ECG)
Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu
1) Lead II, III, aVF : Infark inferior
2) Lead V1-V3 : Infark anteroseptal
3) Lead V2-V4 : Infark anterior
4) Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral
5) Lead I, aVL : Infark high lateral
6) Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas
7) Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral
8) Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu
b. Serum Cardiac Biomarker
Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas dari otot jantung
yang mengalami nekrosis setelah STEMI. Kecepatan pelepasan protein spesifik ini
berbeda-beda, tergantung pada lokasi intraseluler, berat molekul, dan aliran darah dan
limfatik local. Biomarker kardiak dapat dideteksi pada darah perifer ketika kapasitas
limfatik kardiak untuk membersihkan bagian interstisium dari zona infark berlebihan
sehingga ikut beredar bersama sirkulasi.
1) cTnT dan cTnI
Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I (cTnI) memiliki
sekuens asam amino yang berbeda dari protein ini yang ada dalam otot skeletal.
Perbedaan tersebut memungkinkan dilakukannya quantitative assay untuk cTnT dan
cTnI dengan antibody monoclonal yang sangat spesifik. Karena cTnT dan cTnI
secara normal tidak terdeteksi dalam darah individu normal tetapi meningkat setelah
STEMI menjadi >20 kali lebih tinggi dari nilai normal, pengukuran cTnT dan cTnI
dapat dijadikan sebagai pemeriksaan diagnostic. Kadar cTnT dan cTnI mungkin
tetap meningkat selama 7-10 hari setelah STEMI.
2) CKMB
Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan umumnya kembali
normal setelah 48-72 jam. Pengukuran penurunan total CK pada STEMI memiliki
spesifisitas yang rendah, karena CK juga mungkin meningkat pada penyakit otot
skeletal, termasuk infark intramuscular. Pengukuran isoenzim MB dari CK dinilai
lebih spesifik untuk STEMI karena isoenzim MB tidak terdapat dalam jumlah yang
signifikan pada jaringan ekstrakardiak. Namun pada miokarditis, pembedahan
kardiak mungkin didapatkan peningkatan kadar isoenzim MB dalam serum.
3) Cardiac Imaging
a) echocardiography
Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional echocardiography hampir
selalu ditemukan pada pasien STEMI. Walaupun STEMI akut tidak dapat dibedakan
dari scar miokardial sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan
echocardiography, prosedur ini masih digunakan karena keamanannya. Ketika tidak
terdapat ECG untuk metode diagnostic STEMI, deteksi awal aka nada atau tidaknya
abnormalitas pergerakan dinding dengan echocardiography dapat digunakan untuk
mengambil keputusan, seperti apakah pasien harus mendapatkan terapi reperfusi.
Estimasi echocardiographic untuk fungsi ventrikel kiri sangat berguna dalam segi
prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri menunjukkan indikasi terapi
dengan inhibitor RAAS. Echocardiography juga dapat mengidentifikasi infark pada
ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi pericardial, dan thrombus pada
ventrikel kiri. Selain itu, Doppler echocardiography juga dapat mendeteksi dan
kuantifikasi VSD dan regurgitasi mitral, dua komplikasi STEMI.
b) High resolution MRI
Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution cardiac MRI.
c) Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang memungkinkan
visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan pengukuran langsung terhadap
ventrikel kiri.
4) Indeks Nonspesifik Nekrosis Jaringan dan Inflamasi
Reaksi nonspesifik terhadap injuri myocardial berhubungan dengan leukositosis
polimorfonuklear, yang muncul dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap
selama 3-7 hari. Hitung sel darah putih seringkali mencapai 12.000-15.000/L.
Kecepatan sedimentasi eritrosit meningkat secara lebih lambat dibandingkan dengan
hitung sel darah putih, memuncak selama minggu pertama dan kadang tetap
meningkat selama 1 atau 2 minggu.

7. Penatalaksanaan
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari evidence
based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembnag ataupun
konsesus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
penilaian dan implementasi strategi perfusi yang mungkin dilakukan, pemberian
antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana
komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman (guidelie) dalam tatalaksana IMA dengan
elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2004 dan ESC tahun 2003. Walaupun demikian
perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di tempat masing-masing senter dan
kemampuan ahli yang ada (khususnya di bidang kardiologi Intervensi).
 Tatalaksana Awal
1. Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum
yaitu: komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian
besar  kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel
mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih
dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana
prahospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:
 Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis.
Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi.
Transportasi pasien ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf
medis dokter dan perawat yang terlatih.
 Melakukan terapi perfusi.
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama
transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada sampai
keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa di tanggulangi dengan cara
edukasi kepada masyarakat oleh tenaga professional kesehatan mengenai pentingnya
tatalaksana dini.
Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedic di
ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasi EKG dan tatalaksana STEMI dan
kendali komando medis online yang bertanggung jawab pada pemberian terapi. Di
Indonesia saat ini pemberian trombolitik pra hospital ini belum bisa dilakukan.
2. Tatalaksana di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:
mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan
kandidat terapi perfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di
rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
 Tatalaksana Umum
Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%.
Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam
pertama.
Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG
juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan
meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang
terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan
NGT intravena. NGT intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau
edema paru.
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg atau
pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP
meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang
menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena
dapat memicu efek hipotensi nitrat.
Mengurangi/menghilangkan nyeri dada
Mengurangi atau menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri dikaitkan
dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban
jantung.
Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan dalam
tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat
diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu
diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui
penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung
dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai pada
kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat
menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat
tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan
pemberian atropine 0,5 mgIV.
Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada
spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan
dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis
75-162 mg.
Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain
nitrat mungkin efektif. Regimen yang bias adiberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5
menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah
sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronchi tidak lebih dari 10 cm dari
diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral
dengan dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6
jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memeperpendek  lamaoklusi koroner, meminimlakan derajat
disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi  kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna.
Sasaran terapi perfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical contact-
to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-
to-ballon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.

8. Prognosis
           Kelangsungan hidup kedua pasien STEMI dan NSTEMI selama enam bulan setelah
serangan jantung hampir tidak berbeda. Hasil jangka panjang yang ditingkatkan dengan
kepatuhan hati-hati terhadap terapi medis lanjutan, dan ini penting bahwa semua pasien
yang menderita serangan jantung secara teratur dan terus malakukan terapi jangka panjang
dengan obat-obatan seperti:
ASPIRIN®
clopidrogel
statin (cholesterol lowering) drugs
beta blockers (obat-obat yang memperlambat denyut jantung dan melindungi otot
jantung)
ACE inhibitors (obat yang meningkatkan fungsi miokard dan aliran darah)
Kerusakan pada otot jantung tidak selalu bermanifestasi sebagai rasa sakit dada yang
khas, biasanya berhubungan dengan serangan jantung. Bahkan jika penampilan
karakteristik EKG ST elevasi tidak dilihat, serangan jantung mengakibatkan kerusakan
otot jantung, sehingga cara terbaik untuk menangani serangan jantung adalah untuk
mencegah mereka.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Data Demografi/ identitas
Nama, umur, alamat
b. Keluhan Utama
Rasa tertimpa beban berat pada dada kiri.
c. Riwayat Penyakit
Klien datang ke RS dengan keluhan  nyeri dada juga dirasakan sangat nyeri seperti rasa
terbakar dan ditindih benda berat. Keluhan dirasakan menjalar ke lengan kiri tetapi
keluhan agak berkurang jika OS istirahat. Paru-paru Vesikuler +/+, jantung : Bunyi SI-
S2 reguler, cardiomegali (-), bising sistolik (-), dari pemeriksaan penunjang EKG
didapatkan ST elevasi : V1 – V5 , ST depresed : II, III, AVF, V6
d. Riwayat Penyakit Keluarga
apakah ada keluaga yang menderita hipertensi atau kelainan jantung lainya
 Keadaan Umum
TTV
 Breathing
Gejala : napas pendek
Pemeriksaan fisik :
Tanda : dispnea, inspirasi mengi, takipnea, pernapasan dangkal.
 Blood
Gejala : penyakit jantung congenital
Tanda : takikardia, disritmia, edema.
 Brain
Gejala : nyeri pada dada anterior (sedang sampai berat/tajam) diperberat oleh inspirasi
Tanda : Gelisah
Gejala: kelelahan, kelemahan.
Tanda : takikardia, penurunan tekanan darah, dispnea dengan aktivitas
 Terapi
Terapi yang diberikan untuk pasien ini berupa O2 3 – 4 liter/menit, posisi ½ duduk,
diit jantung I, infus D 5% Lini 16 tetes/menit, Captopril 3 x 6.25 mg (ACE inhibitor),
Aspilet 2 x 80 mg (anti platelet), ranitidin 2 x 150 mg (antagonis reseptor H2), Inj,
ISDN diberikan secara sub lingual bila dada terasa nyeri (Vasodilator).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan miokardium.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipoksia jaringan
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Rencana Asuhan Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen nyeri


dengan iskemia jaringan tindakan keperawatan Observasi

miokardium. selama 3x24 jam - identifikasi lokasi,


frequensi,durasi dan intensitas
diharapkan nyeri akut
nyeri
dapat teratasi, (pain level) - Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria Hasil : - Indentifikasi respon nyeri non-
- nyeri menurun (5) verbal
Terapeutik
- meringis menurun (5)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- gelisah meurun (5) - Atur posisi nyaman pasien
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
- Ajarkan teknik non farmakologi
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam pemberian obat
analgetik, jika perlu
2 Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung
berhubungan dengan keperawatan elama 3x24 Obervasi
hipoksia jaringan jam diharapkan curah - Monitor tekanan darah (termasuk
jantung meningkat dengan tekanan darah ortostatik, jika perlu)
- Monitor intake dan output cairan
kriteria hasil : - Monitor berat badan setiap hari pada
- Kelelahan menurun (5) waktu yang sama
- Monitor saturasi oksigen
- Dispneu menurun (5) - Monitor keluhan nyeri dada
Teraupetik
- Posisikan pasien semi-fowler atau
fowler dengan kaki ke bawah atau
posisi nyaman
- Berikan diet jantung yang sesuai
(mis: batasi asupan kafein, natrium,
kolesterol, dan makanan tinggi
lemak)
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen >
94%

Edukasi
- Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
- Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiaritmia,
jika perlu
3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi (I.05178)
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 Observasi

kelemahan jam diharapkan toleransi - Identifikasi gangguan fungsi


aktivitas meningkat dengan tubuh yang mengakibatkan
kriteria hasil : kelelahan
SLKI Toleransi aktivitas: - Monitor kelelahan fisik dan
- Keluhan lelah menurun emosional
(5)
- Kemudahan dalam - Monitor lokasi dan
melakukan aktivitas ketidaknyamanan selama
sehari– hari meningkat
(5) meakukan aktivitas
Terapeutik
- Lakukan latihan rentang garak
pasif dan/ atau aktif
- Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
- Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan
makanan

4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dilakukan
perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan (PPNI, 2018).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan
yang berguna untuk mengetahui apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur
keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam
memenuhi kebutuhan pasian. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan
tercapai. (Dinarti, 2017)
a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan miokardium.
Dengan kriteria Hasil :
- nyeri menurun (5)
- meringis menurun (5)
- gelisah meurun (5)
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipoksia jaringan
Dengan kriteria hasil :
- Kelelahan menurun (5)
- Dispneu menurun (5)
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Dengan kriteria Hasil
- Keluhan lelah menurun (5)
- Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari– hari meningkat (5)
DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, Petrus. 1995. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Jakarta


Arpenito ( 2010 ),Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktek Klinis,Ed.6,EGC, Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi1. Jakarta :
PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi1. Jakarta
: PPNI

Anda mungkin juga menyukai