Disusun Oleh :
Anggun Paramita
NIM : P07220419079
A. PENGERTIAN NSTEMI
B. ETIOLOGI
Menurut Muttaqin (2009) ada lima faktor risiko yang dapat diubah
(modifiable) yaitu merokok, tekanan darah tinggi, hiperglikemia,
kolesterol darah tinggi, dan pola tingkah laku.
a. Merokok
d. Hiperglikemia
C. PATOFISIOLOGI
aterosklerosis
F. KOMPLIKASI
1. Aritmia
Beberapa bentuk aritmia mungkin timbul pada IMA. Hal ini
disebabkan perubahan-perubahan listrik jantung sebagai akibat ischemia
pada tempat infark atau pada daerah perbatasan yang mengelilingi,
kerusakan sistem konduksi, lemah jantung kongestif atau keseimbangan
elektrolit yang terganggu.
2. Gagal jantung (Pump Failure)
Pada IMA, pump failure maupun gagal jantung kongestif dapat
timbul sebagai akibat kerusakan ventrikel kiri, ventrikel kanan atau
keduanya dengan atau tanpa aritmia. Penuran cardiac output pada pump
failure akibat IMA tersebut menyebabkan perfusi perifer berkurang.
Peningkatan resistensi perifer sebagai kompensasi menyebabkan beban
kerja jantung bertambah. Bentuk yang paling ekstrim pada gagal jantung
ini ialah syok kardiogenik.
3. Emboli / Tromboemboli
Emboli paru pada IMA adanya gagal jantung dengan kongesti
vena, disertai tirah baring yang berkepanjangan merupakan faktor
predisposisi trombosis pada vena-vena tungkai bawah yang mungkin
lepas dan terjadi emboli paru dan mengakibatkan kemunduran
hemodinamik (DVT). Embolisasi sitemik akibat trombus pada ventrikel
kiri tepatnya pada permukaan daerah infark atau trombus dalam
aneurisma ventrikel kiri.
4. Ruptura
Komplikasi ruptura miokard mungkin terjadi pada IMA dan
menyebabkan kemunduran hemidinamik. Ruptura biasanya pada batas
antara zona infark dan normal. Ruptura yang komplit (pada free wall)
menyebabkan perdarahan cepat ke dalam kavum pericard sehingga
terjadi tamponade jantung dengan gejala klinis yang cepat timbulnya.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis
No Nilai Normal Manfaat
Pemeriksaan
1. EKG Detak jantung normal erekam aktivitas listrik dari
adalah 60 – 100 per menit. jantung, dan pada batas
Gelombang (tinggi dan tertentu, mengidentifikasi
rendah) harusnya sama jika ada peredaran atau
rata atau konsisten. aliran darah yang tidak
Penyimpangan apapun normal
dapat menjadi indikasi
potensi masalah jantung.
2. Radiologis thorax 1.Paru-paru terlihat Untuk menemukan masalah
normal dalam ukuran dan dalam dada:
bentuk, serta jaringan paru 1.Masalah paru-paru.
terlihat normal. Tidak ada Rontgen dada bisa
pertumbuhan atau massa mendeteksi kanker, infeksi,
lainnya dapat dilihat atau pengumpulan udara di
dalam paru-paru. Ruang ruang sekitar paru-paru
pleura (ruang yang (pneumothorax).
mengelilingi paru-paru) 2. Uuran dan bentuk
juga terlihat normal. jantung. Perubahan dalam
2.Jantung terlihat normal ukuran dan bentuk jantung
dalam ukuran dan bentuk, bisa mengindikasikan gagal
serta jaringan jantung jantung, cairan di sekitar
terlihat normal. Pembuluh jantung (efusi perikardial)
darah dari dan yang atau masalah katup jantung.
mengarah ke jantung juga 3. Deposit kalsium. Rontgen
normal baik dalam ukuran, dada bisa mendeteksi
bentuk, dan tampilan. adanya kalsium dalam
Tulang termasuk tulang jantung atau pembuluh
belakang dan rusuk darah. Hal tersebut
terlihat normal. mengindikasikan adanya
3.Diafragma terlihat kerusakan dalam rongga
normal dalam bentuk dan jantung, arteri koroner, otot
letak. Tidak terlihat jantung, atau kantung
adanya penumpukan pelindung yang
cairan atau udara yang mengelilingi jantung.
abnormal, dan tidak ada
benda asing yang terlihat.
3 Laboratorium
Serum elektrolit Natrium : 135-145 mEq/L Memantau keseimbangan
Kalium : 3,5-5,3 mEq/L cairan didalam tubuh/fungsi
Klorida : 95-105 mEq/L fiologis yg stabil
Ion bikarbonat : 22-26
mEq/L
Enzim jantung dan CPK : CPK –MB (isoenzim yang
iso enzim Wanita : 40–150 U/L; ditemukan pada otot jantung)
Pria : 38–174 U/L meningkat antara 4-6 jam,
rujukan normal dari CK-MB memuncak dalam 12 – 24 jam,
adalah 0-3 mikrogram per kembali normal dalam 36-48
liter jam : LDH (dehidrogenase
laktat) meningkat dalam 12-24
LDH : 80 – 240 U/L jam, memuncak dalam 24-48
jam, dan memakan waktu lama
AST: 8-33 IU/L. untuk kembali normal. AST
( aspartat amonitransfarase)
meningkat (kurang nyata /
khusus) terjadi dalam 6-12
jam, memuncak dalam 24 jam,
kembali normal dalam 3-4
hari.
Anion Gap; (Na + 11 – 17 mEq/l Mengetahui adanya gangguan
K – (Cl +HCO3) metabolic (asidosis/alkalosis)
Hematokrit (Ht) Laki-laki 40 – 54% Mengukur jumlah sel darah
Wanita 37 – 47% merah
Anak-anak 34 – 47%
Eritrosit Pria: 4.5 – 5.9 (4.5 – 5.5) Mengetahui adanya kelainan
(juta/ul) sel darah merah
Wanita: 4 – 5 (juta/ul)
Hemoglobin (Hb) Pria : 13.5 – 17.5 (13 – 16) Indeks kapasitas pembawa
(g/dl) oksigen darah (indikator
Wanita : 12 – 15 (g/dl) anemia)
Osmolalitas serum 275 – 295 mOsm/kg air Indokator konsentrasi serum (↑
= hemokonsetrasi &
2 Na + Glukosa dehidrasi;↓hemodilusi)
darah + BUN
Analisis Gas darah pH : 7,35-7,45 Untuk pengukuran yang tepat
arteri (AGD) Po2 : 80 -100 mmHg dari kadar oksigen dan karbon
Pco2 : 35-45 mmHg dioksida dalam tubuh
O2 : 94-100%
Pemeriksaan urine Laki-laki: 390-1090 Mengetahui jumlah partikel
- Osmolalitas urine mOsm/kg air terlarut dalam urin
Wanita: 300-1090 mOsm/kg
- pH air
Bayi: 213 mOsm/kg air
6 (4.6 – 8)
H. PENATALAKSANAAN
a. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan salah satu aspek penting
perawatan pasien stemi. Adapun pengkajian yang harus dilakukan
adalah sebagai berikut: tingkat kesadaran orientasi pasien terhadap
tempat, waktu dan orang dipantau dengan ketat. Perubahan
penginderaan berarti jantung tidak mampu memompa darah yang
cukup untuk oksigenasi otak. Bila pasien mendapatkan obat yang
mempengaruhi fungsi pembekuan darah, maka pengawasan terhadap
adanya tanda-tanda perdarahan otak merupakan hal penting yang harus
dilakukan (Smeltzer & Bare, 2008).
b. Nyeri dada
Nyeri dada bisa menjalar ke bagian lengan kiri, ke leher, rahang
bawah, gigi, punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan
kanan. Nyeri juga dapat di jumpai pada daerah epigastrium dan
menstimulasi gangguan pada saluran percernaan seperti mual, muntah,.
Rasa tidak nyaman didada dapat menyebabkan sulit bernafas, keringat
dingin, cemas dan lemas. Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada
pasien stemi terutama pada pasien yang lanjut usia ataupun menderita
diabetes mellitus (Underhill, 2005, Ignatavicius, 2005).
c. Frekuensi dan irama jantung
Frekuensi dan irama jantung perlu dipantau secara terus menerus.
Adanya disritmia dapat merupakan petunjuk ketidakseimbangan suplai
dengan kebutuhan oksigen jantung dan di pantau terhadap perlunya
diberikan terapi antidisritmia. Bila terjadi disritma tanpa nyeri dada,
maka parameter klinis lain selain oksigenasi yang adekuat harus di
cari, seperti kadar kalium serum terakhir (Smeltzer & Bare, 2008).
d. Bunyi jantung
Bunyi jantung harus diauskultasi secara terus-menerus, karena bunyi
jantung abnormal dapat timbul. Deteksi dini S3 yang diikuti
penatalaksanaan medis yang agresif dapat mencegah edema paru yang
mengancam jiwa. Adanya bunyi murmur yang sebelumnya tidak ada
menunjukkan perubahan fungsi otot miokard sedangkan friction rub
menunjukkan adanya perikarditis (Lily, 2008 )
e. Tekanan Darah
Tekanan darah di ukur dan di monitor untuk menentukan respon
terhadap nyeri dan keberhasilan terapi khususnya vasodilator.
f. Denyut nadi perifer
Denyut nadi perifer dievaluasi secara teratur. Perbedaan frekuensi nadi
perifer dengan frekuensi denyut jantung menegaskan adanya disritmia
seperti atrial fibrilasi. Denyut nadi perifer paling sering di evaluasi
untuk menentukan kecukupan aliran darah ke ekstremitas (Black &
Hawk, 2005).
g. Status volume cairan
Pengukuran intake dan output cairan penting dilakukan. Cairan yang
seimbang dan cenderung negatif akan lebih baik untuk menghindari
kelebihan cairan dan kemungkinan gagal jantung. Berkurangnya
haluran urine (oliguria) yang disertai hipotensi merupakan tanda awal
shock kardiogenik.
h. Pemberian Oksigen
Hipoksemia dapat terjadi akibat dari abnormalitas ventilasi dan perfusi
akibat gangguan ventrikel kiri. Oksigen harus diberikan pada pasien
dengan saturasi oksigen arteri < 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa
komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama. Pemberian
oksigen harus diberikan bersama dengan terapi medis untuk
mengurangi nyeri secara maksimal (Antman et al, 2004).
i. Nitrogliserin
Nitogliserin (NTG) sublingual dapat diberikan dengan dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. NTG
selain untuk mengurangi nyeri dada juga untuk menurunkan kebutuhan
oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan
suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang
terkena infark atau pembuluh kolateral. NTG harus dihindari pada
pasien dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau pasien yang
dicurigai mengalami infark ventrikel kanan (Antman, 2004; Opie &
Gersh, 2005).
j. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tata laksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan
dengan dosis 2 - 4 mg dapat tingkatkan 2 - 8 mg IV serta dapat di
ulang dengan interval 5 - 15 menit. Efek samping yang perlu
diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriol
melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan
mengurangi curah jantung dan tekanan arteri (Antman, 2004, Opie &
Gersh, 2005).
k. Aspirin
Aspirin merupakan tata laksana dasar pada pasien yang dicurigai
STEMI. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan
dengan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin
bukal dengan dosis 162 mg - 325 mg di ruang emergensi dengan daily
dose 75 162 mg.
l. Beta blocker
Beta‐blocker mulai diberikan segera setelah keadaan pasien stabil. Jika
tidak ada kontraindikasi, pasien diberi beta‐blocker kardioselektif
misalnya metoprolol atau atenolol. Heart rate dan tekanan darah harus
terus rutin di.monitor setelah keluar dari rumah sakit. Kontraindikasi
terapi beta‐blocker adalah: hipotensi dengan tekanan darah sistolik
<100 mmHg, bradikardi <50 denyut/menit, adanya heart block,
riwayat penyakit saluran nafas yang reversible, Beta‐blocker harus
dititrasi sampai dosis maksimum yang dapat ditoleransi. (Antman,
2004; Black & Hawk, 2005; Libby, 2008)
m. ACE Inhibitor
ACE inhibitor mulai diberikan dalam 24‐48 jam pasca‐MI pada pasien
yang telah stabil, dengan atau tanpa gejala gagal jantung. ACE
inhibitor menurunkan afterload ventrikel kiri karena inhibisi. sistem
renin‐angiotensin, menurunkan dilasi ventrikel. ACE inhibitor harus
dimulai dengan dosis rendah dan dititrasi naik sampai dosis tertinggi
yang dapat ditoleransi. Kontraindikasinya hipotensi, gangguan ginjal,
stenosis arteri ginjal bilateral, dan alergi ACE inhibitor. Elektrolit
serum, fungsi ginjal dan tekanan darah harus dicek sebelum mulai
terapi dan setelah 2 minggu (Opie & Gersh, 2005; Libby, 2008).
n. Terapi penurunan kadar lipid
Manfaat HMG Co‐A reductase inhibitor (statin) selain berfungsi
sebagai penurun kolesterol juga mempunyai efek pleiotropic yang
dapat berperan sebagai anti inflamasi, anti trombolitik. Target
penurunan LDL < 100 mg/dl, sedangkan pada pasien dengan risiko
tinggi, DM, penyakit jantung koroner, target penurunan LDL
kolesterol adalah < 70 mg/dl (Opie & Gersh, 2005;Sukandar et al,
2008; Libby, 2008)
o. Anti koagulan
LMWH lebih banyak digunakan daripada unfractionated heparin
karena untuk membatasi perluasan thrombosis koroner. Studi
ESSENCE menunjukkan enoxaparin 1mg/kg 2 kali/hari lebih baik
daripada unfractinated heparin. Biaya enoxaparin lebih tinggi, tetapi
mempunyai aktivitas anti‐faktor Xa lebih besar, tidak memerlukan
monitor terus menerus, dan dapat diberikan dengan mudah sehingga
menjadi pilihan terapi yang cukup popular. Enoxaparin diberikan terus
sampai pasien bebas dari angina atau paling sedikit selama 24 jam,
durasi terapi yang dianjurkan adalah 2‐8 hari (Sukandar et al, 2008;
Libby, 2008).
p. Terapi reperfusi
Terapi reperfusi dilakukan dengan percutaneus coronary intervention
(PCI) primer ataupun dengan terapi fibrinolisi.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut b.d agan cedera biologis (iskemia jaringan sekunder
terhadap oklusi arteri coroner)
b. Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi, irama, konduksi
elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik, otot
infark, kerusakan structural.
c. Pola napas tidak efektif b.d pengembangan paru tidak optimal,
kelebihan cairan di dalam paru akibat sekunder dari edema paru akut
d. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
coroner) (D.0077 ) Tingkat Nyeri (L.08066) 1.3 kolaborasi pemberian anlgetik, jika perlu
1. Keluhan nyeri menurun
2. Meringis menurun
3. Kesulitan tdur menurun
2. Penurunan curah jantung b.d Setelah dilakukan intervensi keperawatan Perwatan jantung 1.02075
perubahan frekuensi, irama, Selama 3× 24 jam di harapkan penurunan 1.1 Identifikasi tanda atau gejala primer
konduksi elektri, penurunan curah jantung meningkat dengan kriteria penurunan curah jantung (meliputi dispnea,
vaskuler sistemik, otot infark, Curah jantung ( L. 02008 ) 1.2 Identifikasi tanda atau gejala sekunder
kerusakan structural. 1. Kekuatan nadi perifer meningkat penurunan curah jantung (meliputi batuk, kulit
dari edema paru akut pola napas ( L. 01004 ) 1.4 posisikan semi fowler
kebutuhan oksigen. kriteria hasil : 1.2 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama