Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


IMA ANTERIOR DI RUANG ANGGREK RSUD KABUPATEN
BULELENG TANGGAL 4 MEI 2019

OLEH :
PUTU RISKA FEBRIANTI
17089014075

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS
IMA ANTERIOR DI RUANG ANGGREK RSUD KABUPATEN
BULELENG TANGGAL 4 MEI 2019

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke
jantung yang menyebabkan sel otot jantung mengalami hipoksia.
Pembuluh darah koronaria mengalami penyumbatan sehingga aliran darah
yang menuju otot jantung terhenti, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral
dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat
mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark
(TM Wally, 2014).
Infark miokard adalah keadaan yang dapat mengancam kehidupan
dengan ditandai oleh tanda khas terbentuknya jaringan nekrosis otot yang
bersifat permanen karena otot jantung kehilangan suplai oksigen
(Arinda, 2018).
2. Epidemiologi Infark Miokard Akut
Berdasarkan Survei Sample Registraton System (SRS) pada tahun
2014 di Indonesia menunjukkan, Penyakit Jntung Koroner (PJK) menjadi
penyebab kematian tertinggi pada semua umur setelah penyakit stroke,
yaitu sebesar 12,9 %. Sedangkan Menurut World Health Organization
(WHO) pada tahun 2012 menunjukkan 17,5 juta orang didunia meninggal
akibat penyakit kardiovaskular atau 31% dari 56,5 juta kematian
diseluruh dunia. Lebih dari ¾ kematian akibat penyakit kardiovaskular
terjadi di berbagai negara berkembang yang berpenghasilan rendah
sampai sedang. Dari seluruh kematian akibat penyakit kardiovaskular 7,4
juta (42,3%) di antaranya disebabkan oleh PJK dan 6,7 juta (38,3% ) yang
disebabkan oleh penyakit stroke (Depkes RI, 2017).
Di Amerika Serikat pada tahun 2013 angka mortalitas yang
disebabkan oleh penyakit kardiovaskular mencapai 222,9 per 100.000
penduduk. Sementara hanya penyakit jantung koroner saja yang
menyebabkan 1 dari 7 total kematian di Amerika Serikat (Cushman et al,
2013). Prevalensi penyakit jantung koroner (angina pektoris dan/atau
infar miokard) berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia
sebesar 0,5 %, kemudian bedasarkan terdiagnosis dokter atas gejala yaitu
sebesar 1,5 %. Pavalensi jantung koroner berdasarkan terdiagnosis dokter
tertinggi di wilayah Sulawesi Tengah (0,8%) diikuti Sulawesi Utara, DKI
Jakarta, Aceh masing-masing 0,7%. Sementara prevalensi jantung
koroner berdasarkan diagnosis atau gejala tertinggi terdapat di Wilayah
Nusa Tenggara Timur (4,4%), diikuti Sulawesi Tengah (3,8%), Sulawesi
Selatan (2,9%), dan terakhir Sulawesi Barat (2,6%) (Riskerdas, 2013).
3. Penyebab/ Faktor Predisposisi
1) Berkurangnya suplaioksigen disebabkan oleh tiga faktor,yaitu:
a. Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah
sebagai jalan darah mencapi sel-sel jantung. Spasme
pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang tidak
memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan
biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara lain: (a)
mengkonsumsi obat-obatan tertentu; (b) stress emosional
atau nyeri; (c) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (d)
merokok.
b. Faktor Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran
darah dari jantung keseluruh tubuh sampai kembali lagi ke
jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari factor
pemompaan dan volume darah yang dipompakan. Stenosis
maupun isufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung
(aorta, mitrlalis, maupun trikuspidalis) menyebabkan
menurunnya cardac out put (COP).
c. Faktor Darah, darah merupakan pengangkut oksigen
menuju seluruh bagian tubuh. Jika daya angkut darah
berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah)
dan pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup
membantu.
2) Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu
dikompensasi diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung
untuk meningkatkan COP. Akan tetapi jika orang tersebut telah
mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi justru pada
akhirnya makin memperberat kondisinya karena kebutuhan
oksigen semakin meningkat, sedangkan suplai oksigen tidak
bertambah. Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan
meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark.
Misalnya: aktivitas berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan
lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karea
semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen,
sedangkan asupan oksigen menurun akibat dari pemompaan yang
tidak efektif.
4. Patofisiologi
AMI terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung cukup
lama yaitu lebih dari 30-45 menit sehingga menyebabkan kerusakan
seluler yang ireversibel. Bagian jantung yang terkena infark akan berhenti
berkontraksi selamanya. Iskemia yang terjadi paling banyak disebabkan
oleh penyakit arteri koroner / coronary artery disease (CAD). Pada
penyakit ini terdapat materi lemak (plaque) yang telah terbentuk dalam
beberapa tahun di dalam lumen arteri koronaria (arteri yang mensuplay
darah dan oksigen pada jantung) Plaque dapat rupture sehingga
menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada permukaan plaque. Jika
bekuan menjadi cukup besar, maka bisa menghambat aliran darah baik
total maupun sebagian pada arteri koroner.
Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen
mencapai bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut.
Kurangnya oksigen akan merusak otot jantung. Jika sumbatan itu tidak
ditangani dengan cepat, otot jantung ang rusak itu akan mulai mati. Selain
disebabkan oleh terbentuknya sumbatan oleh plaque ternyata infark juga
bisa terjadi pada orang dengan arteri koroner normal (5%).
Spasme yang terjadi bisa dipicu oleh beberapa hal antara lain:
mengkonsumsi obat-obatan tertentu; stress emosional; merokok; dan
paparan suhu dingin yang ekstrim Spasme bisa terjadi pada pembuluh
darah yang mengalami aterosklerotik sehingga bisa menimbulkan oklusi
kritis sehingga bisa menimbulkan infark jika terlambat dalam
penangananya. Secara fungsional infark miokardium menyebabkan
perubahan-perubahan sebagai berikut: Daya kontraksi menurun, gerakan
dinding abnormal (daerah yang terkena infark akan menonjol keluar saat
yang lain melakukan kontraksi), perubahan daya kembang dinding
ventrikel. Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa
factor dibawah ini: Ukuran infark à jika mencapai 40% bisa menyebabkan
syok kardiogenik; Lokasi Infark àdinding anterior mengurangi fungsi
mekanik jantung lebih besar dibandingkan jika terjadi pada bagian
inferior; Sirkulasi kolateral à berkembang sebagai respon terhadap iskemi
kronik dan hiperferfusi regional untuk memperbaiki aliran darah yang
menuju miokardium. Sehingga semakin banyak sirkulasi kolateral, maka
gangguan yang terjadi minimal; Mekanisme kompensasi à bertujuan
untuk mempertahankan curah jantung dan perfusi perifer. Gangguan akan
mulai terasa ketika mekanisme kompensasi jantung tidak berfungsi
dengan baik.
WOC
Aterosklerosis
Trombosit
Konstriksi arteri koronaria

Aliran darah ke jantung menurun

Oksigen dan nutrisi turun

Jaringan miocard iskemik

Nekrose lebih dari 30 menit

Suplai dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang

Suplai oksigen ke Miocard turun

Metabolisme anaerob Seluler hipoksia

Gangguan Timbunan asam laktat Integritas membran sel


Meningkat berubah
pertukaran gas

kelemahan Resiko Penurunan Kontraktilitas


perfusi jaringan Turun
Intoleransi Jantung

aktivitas

COP turun kegagalan pompa


jantung

Ketidakefektifan
Gagal jantung
perfusi jaringan
perifer
Kelebihan volume
cairan ekstravaskuler
5. Klasifikasi
Infark Miokard Akut dapat diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan
menjadi Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) yaitu, oklusi total dari
arteri koroner yang dapat menyebabkan area infark yang lebih luas yang
meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya
elevasi segmen ST pada EKG. Infark miokard akut non ST-elevasi
(NSTEMI) yaitu, oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan
seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak terdapat elevasi segmen ST
pada EKG.
6. Gejala Klinis
1) Nyeri dada
Mayoritas pasien AMI (90%) datang dengan keluhan nyeri dada.
Perbedaan dengan nyeri pada angina adalah nyeri pada AMI lebih
panjang yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina kurang dari
itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan
istirahat akan tetapi pada infark tidak.Nyeri dan rasa tertekan pada
dada itu bisa disertai dengan keluarnya keringat dingin atau perasaan
takut. Meskipun AMI memiliki ciri nyeri yang khas yaitu menjalar ke
lengan kiri, bahu, leher sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang
tertentu nyeri yang terasa hanya sedikit.
2) Sesak nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan
akhir diastolic ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa
menimbulkan hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri,
sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang
bermakna.
3) Gejala Gastrointestinal, peningkatan aktivitas vagal menyebabkan
mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada infark inferior, dan
stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan
cegukan terlebih-lebih apabila diberikan martin untuk rasa sakitnya.
4) Wajah pucat dengan berkeringan dan kulit dingin
5) Nadi biasanya cepat.
7. Pemeriksaan fisik
1) Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis
berlebihan. Pasien juga tampak sesak. Demam derajat sedang (< 38 C)
bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark.
2) Denyut Nadi dan Tekanan Darah Sinus takikardi (100-120 x/mnt)
terjadi pada sepertiga pasien, biasanya akan melambat dengan
pemberian analgesic yang adekuat. Denyut jantung yang rendah
mengindikasikan adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai
komplikasi dari infark. Peningkatan TD moderat merupakan akibat
dari pelepasan kotekolamin. Sedangkan jika terjadi hipotensi maka hal
tersebut merupakan akibat dari aktivitas vagus berlebih, dehidrasi,
infark ventrikel kanan, atau tanda dari syok kardiogenik.
3) Pemeriksaan jantung, terdengar bunyi jantung S4 dan S3 , atau mur-
mur. Bunyi gesekan perikard jarang terdengar hingga hari ke dua atau
ketiga atau lebih lama lagi (hingga 6 minggu) sebagai gambatan
dari sindrom dessler.
4) Pemeriksaan paru, Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun
mungkin tidak terdapat gambaran edema paru pada radiografi Jika
terdapat edema paru, maka hal itu merupakan komplikasi infark luas,
biasanya anterior.
8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1) EKG (Electrocardiogram)

Daerah infark Perubahan EKG


Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan
resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF.
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan
resiprokal (depresi ST) V1 – V6, I, aVL.
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF,
terutama gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior
2) Tes darah
Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga
protein-protein tertentu keluar masuk aliran darah.
a. LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark
miokard yaitu setelah 24 jam kemudian mencapai puncak dalam
3-6 hari. Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim CPK-
MB maupun LDH selain ditemukan pada otot jantung juga bisa
ditemukan pada otot skeletal.
b. Troponin T & I merupakan protein merupakan tanda
paling spesifik cedera otot jantung, terutama Troponin T (TnT)Tn
T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard dan masih
tetap tinggi dalam serum selama 1-3 minggu.
3) Elektrolit
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilit
as, missal hipokalemi, hiperkalemi.
4) Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah
IMA berhubungan dengan proses inflamasi
5) GDA dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut
atau kronis.
6) Foto dada
Menunjukkan pembesaran jantung di duga GJK tau aneurisma,
ventrikuler.
9. Diagnosis/ kriteria diagnosis
1) Nyeri dada, nyeri seperti terhimpit beban berat dan berlangsung lebih
dari 30 menit yang tidak berkurang dengan istirahat. Nyeri bisa
menjalar ke lengan kiri, namun penjalarannya dapat juga ke bahu kiri
atau rahang kiri.
2) Mual atau muntah
3) Keringat dingin
4) Sesak napas
5) Pusing
6) Penurunan kesadaran tiba-tiba
7) Riwayat memiliki faktor risiko aterosklerosis
10. Therapy/ tindakan penanganan
1) Terapi Non-Farmakologi
Untuk pasien dengan STE ACS, baik fibrinolisis atau PCI primer adalah
dengan memilih pengobatan untuk membangun kembali aliran darah
arteri koroner pada saat pasien datang dalam waktu 3 jam dari onset
gejala. PCI primer dapat dikaitkan dengan rendahnya tingkat kematian
dari fibrinolisis, mungkin karena PCI dapat membuka lebih dari 90% dari
arteri koroner dibandingkan dengan kurang dari 60% dibuka dengan
fibrinolitik. Risiko perdarahan intrakranial (ICH) dan besar perdarahan
juga lebih rendah dengan PCI dibandingkan dengan fibrinolisis dan PCI
primer umumnya juga lebih disukai . Pada pasien dengan syok
kardiogenik, pada pasien dengan kontraindikasi untuk fibrinolitik, dan
pada pasien dengan gejala onset lebih dari 3 jam sebelumnya (Barbara et
al, 2009).
Reperfusi awal setelah IMA yaitu dengan membatasi ukuran infark dan
mengurangi kematian dirumah sakit dari 13% sampai <10%. Meliputi
penghilang rasa sakit, pemantauan dan terapi oksigen pasien tanpa
kontraindikasi diberikan aspirin, clopidogrel dan beta-blocker (± heparin).
Serta tidak menunda revaskularisasi dengan PCI atau TT.
2) Terapi Farmakologi
Kerusakan miokard akan berkembang dengan cepat pada dini hari,
upaya selama periode kritis ini harus ditujukan untuk mengurangi
kebutuhan oksigen miokard dan juga memperbaiki suplai darah
koroner untuk mengurangi tingkat kerusakan miokard. Agar dapat
efektif secara maksimal, intervensi ini harus dimulai sesegera
mungkin. Pengurangan manfaat sangat tergantung oleh waktu, dan
pada pasien yang diobati dalam waktu satu jam secara signifikan lebih
baik daripada yang diobati nantinya. Jadi, reperfusi terapi melalui
angioplasti primer atau terapi trombolitik harus dimulai tanpa adanya
kontraindikasi sedini mungkin pada pasien dengan elevasi ST akut
infark.
11. Komplikasi
Komplikasi infark miokard akut (acute myocardial infarct) rentan
terjadi pada pasien yang lebih tua, memiliki gejala dengan klasifikasi
Killip II-IV, memiliki gangguan pada tiga pembuluh darah, infark di regio
anterior, dan iskemik yang berkepanjangan. Pemeriksaan secara berkala
minimal dua kali sehari diperlukan untuk memantau dan mencegah
komplikasi yang memburuk. Komplikasi tersebut antara lain:
a. Regurgitasi mitral
b. Ruptur jantung
c. Ruptur septum ventrikel
d. Infark ventrikel kanan
e. Perikarditis
f. Aneurisma ventrikel kiri
g. Trombus ventrikel kanan
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Data umum
 Identitas pasien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, tempat
tanggal lahir, no RM
 Identitas penanggung jawab yang meliputi nama, hubungan dengan
pasien, umur, alamat, dan telp/no.HP
b. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan saat ini :
 Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien)
 Alasan berobat (hal/kejadian apa yang menyebabkan pasien
berobat kerumah sakit)
 Riwayat penyakit (Tanya pada pasien atau keluarga pasien apakah
memiliki riwayat penyakit sebelumnya)
b. Riwayat kesehatan dahulu
 Penyakit yang pernah dialami
 Riwayat perawatan (apakah pernah melakukan perawatan atau
mendapat perawatan di rumah sakit atau tidak pernah)
 Riwayat operasi (apakah pernah mengalami operasi)
 Riwayat pengobatan (apakah pernah melakukan pengobatan)
 Kecelakaan yang pernah dialami (apakah pernah mengalami
kecelakaan)
 Riwayat alergi (tanyakan pada pasien apakah memiliki alergi
terhadap makanan atau obat)
c. Riwayat psikologi dan spiritual
1. Riwayat psikologi meliputi : tempat tinggal, lingkungan
rumah, hubungan antara anggota keluarga, dan pengasuh anak.
2. Riwayat spiritual meli[puti : support system, kegiatan
keagamaan.
3. Riwayat hospittalisasi : pemahaman keluarga tentang sakit dan
rawat inap rumah sakit.
d. Pola fungsi kesehatan (11 pola fungsi Gordon) :
- Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
- Pola nutrisi metaboliik
- Pola eliminasi
- Pola aktivitas dan latihan
- Pola ttidur dan istirahat
- Pola kognitif/perseptual
- Pola persepsi diri atau konsep diri
- Pola seksual dan reproduksi
- Pola peran hubungan
- Pola managemen koping stress
- Pola keyakinan/nilai
e. Pemeriksaan fisik meliputi:
- Hari, tanggal, jam
- Keadaan umum : kesadaran, penampilan, dihubungkan dengan
usia, ekspresi wajah, kebersihan secara umum, ttv.
- Head to toe meliputi : kulit/intergumen (I.P), kepala dan rambut
(I.P), kuku ( I.P), mata/penglihatan (I.P), hidung atau penciuman
(I.P), telinga (I.P), mulut dan gigi (I.P), leher (I.P), dada/thorax
(IP.P.A), jantung (IP.P.A), abdomen (I.P.P.A), perineum dan
genetalia (I) ekstremitas atas dan bawah (I.P).
f. Pemeriksaan diagnostik
g. Penatalaksanaan medis
2. Diagnosa Keperawatan:
1. Kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan asupan
cairan ditandai dengan gagal jantung.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang faktor pemberat, mis obesitas.
3. Resiko penurunan perfusi jaringan jantung berhubungan dengan hipoksia.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi ditandai
dengan meningkatnya asam laktat.
3. Rencana Asuhan Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC) RASIONAL


1. Kelebihan NOC : Electrolit NIC : Fluid 1. agar nutrisi
volume cairan and acid base
management terpenuhi
ekstravaskuler balance
berhubungan Tujuan: 1. monitor status 2. untuk mengontrol
dengan asupan
Setelah dilakukan nutrisi intake dan output
cairan ditandai
dengan gagal tindakan selama …x 2. pertahankan catatan 3. untukmengosogkan
jantung
24 jam diharapkan : intake dan output kandung kemih
Terbebas dari yang akurat 4. untuk ketepatan
kelelahan, 3. pasang urin kateter dalam pengobatan.
kecemasan atau jika diperlukan
kebingungan. 4. berkolaborasi
pemberian diuretik
sesuai interuksi
2. NOC: circulation NIC : Periheral 1. mengetahui dengan
Ketidakefektifan
status sensation cepat penyimpangan
perfusi jaringan
Tujuan: management dari keadaan normal
perifer
Setelah dilakukan 1. monitor tanda-tanda 2. mengetahui BAB
berhubungan
tindakan vital normal
dengan kurang
keperawatan selama 2. monitor 3. untuk mengetahui
pengetahuan
…x 24 jam kemampuan BAB penyebab perubahan
tentang faktor
diharapkan : 3. diskusikan sensasi
pemberat, mis
Kriteria hasil: mengenai penyebab 4. untuk ketepatan
obesitas Mendemonstrasikan
perubahan sensasi dalam pengobatan
status sirkulasi yang
ditandai dengan: 4. kolaborasi
Tekanan systole dan
pemberian
diastole dalam
rentang yang analgetik
diharapkan

3. Resiko NOC: Elektrolit and NIC : cardiac care 1. mengetahui


penurunan acedbase balance 1. monitor tanda-tanda keseimbangan cairan
perfusi jaringan tujuan: vital masuk dan keluar.
jantung Setelah dilakukan 2. monitor status 2. memenuhi
asuhan keperawatan
berhubungan pernafasan yang kebutuhan rasa
….x 24 jam
dengam hipoksia kelebihan volume menandakan gagal nyaman pasien
cairan teratasi
jantung 3. mengontrol cairan
dengan kriteria hasil:
3. anjurkan untuk yang masuk
Tekanan systole dan
menurunkan stress 4. membantu
diastole dalam
rentang yang 4. kolaborasi dengan pengeluaran cairan
diharapkan
tenaga kesehatan berlebih dalam tubuh
yang lain
4. Kerusakan NOC: Tissue NIC : Pressure 1. adanya kemerahan
integritas kulit integrity : skin and management dan gatal pada kulit.
berhubungan muccos 1. monitor kulit 2. kulit yang basah
dengan urineria Tujuan adanya kemerahan dapat menyebabkan
dan pengeluaran Setelah dilakukan 2. jaga kebersihan gatal pada kulit dan
cairan dan tindakan kulit agar tetap kulit menjadi lembab
elektrolit keperawatan selama kering dan sehat 3. menghilangkan
berlebihan ….x 24 jam 3. anjurkan pasien ketidak nyamanan
ditandai dengan diharapkan keruskan untuk kompres 4. agar luka pada kulit
gatal-gatal integritas kulit lembab dan dingin dapat teratasi
pasien berkurang untuk
dengan kriteria hasil: menghilangkan
1. integritas kulit tekanan garukan
14ias pada pasien preretus
dipertahankan 4.kolaborasi dalam
2. tidak ada luka / menjaga kebersihan
lesi. dan menggunakan
krim

4. Resiko infeksi NOC : Knowledge : NIC : Infection 1. untuk mengetahui


berhubungan Infection control control tanda dan gejala
dengan faktor 1. monitor tanda dan infeksi
resiko gejala infeksi 2. agar tidak terinfeksi
Setelah dilakukan
pengetahuan sistemik dan lokal 3. untuk mengurangi
yang tidak cukup asuhan keperawatan 2. cuci tangan setiap infeksi
untuk sebelum dan sesudah 4. agar infeksi dapat
….x 24 jam resiko
menghindari tindakan teratasi
pemanjanan infeksi teratasi keperawatan
patogen. 3. instruksikan pada
dengan kriteria hasil:
pengunjung untuk
1. Klien bebas dari mencuci tangan saat
berkujung
tanda dan gejala
meninggalkan pasien
infeksi 4. berikan terapi
antibiotik bila perlu
2. Menunjukkan
infection protection
perilaku hidup (proteksi terhadap
infeksi)
sehat
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.umm.ac.id/40686/3/BAB%20II.pdf

http://eprints.undip.ac.id/44887/3/Tegusti_M._Waly_22010110110046_BAB2KTI.p
df

Anda mungkin juga menyukai