Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
WHO tahun 2017 menyatakan penyakit infark miokard akut merupakan
penyebab kematian utama di dunia. Terhitung sebanyak 7.200.00 (12,2%)
kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia. Satu juta orang di
Amerika Serikat diperkirakan menderita infark miokard akut tiap tahunnya
dan 300.000 orang meninggal karena infark miokard akut sebelum sampai ke
rumah sakit (WHO,2017).
American Heart Association (AHA) melaporkan bahwa angka kejadian
infark miokard akut di Amerika pada tahun 2007 sebanyak 5000 penduduk.
Diperkirakan lebih dari 12 juta kasus baru penyakit jantung koroner setiap
tahunnya di seluruh dunia. Data epidemiologis pada tingkat nasional
diantaranya laporan studi mortalitas tahun 2011 oleh Survei Kesehatan
Nasional menunjukkan bahwa penyebab utama kematian di Indonesia adalah
penyakit sistem sirkulasi (jantung dan pembuluh darah) sekitar 26,39%
(Sujatmi, 2017).
Laporan Profil Kesehatan Kota Samarinda tahun 2016 menunjukkan
bahwa kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah sebanyak 96.957 kasus
dan sebanyak 1.847 (2%) kasus merupakan kasus infark miokard akut.
Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyakit tidak menular
yang menjadi penyebab utama kematian danselama periode tahun 2005
sampai dengan tahun 2010 telah terjadi kematian sebanyak 2.941 kasus dan
sebanyak 414 kasus (14%) diantaranya disebabkan oleh infark miokard akut
(Dinas Kesehatan, 2016).

B. Rumusan Masalah
Fenomena penyakit akut miokard infark yang setiap tahunnya meningkat
diharapkan tenaga kesehatan juga mampu untuk mengetahui tren dan isu dari

1
mulai konsep penyakit sampai dengan penanganannya. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk membahas tentang topik akut miokard infark.

C. Tujuan
1. Umum
Mahasiswa mengetahui kegawatdaruratan pada kasus Infark Miokard
Akut (IMA).
2. Khusus
a. Mahasiswa mengetahui konsep Infark Miokard Akut (IMA).
b. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan medis farmakologi pada IMA.
c. Mahasiswa mengetahui terapi diet.

D. Manfaat
Makalah ini di harapkan dapat menambah ilmu pengetahuan tentang akut
miokard infark.

E. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan : Latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat,
sistematika penulisan.
BAB II Telaah Pustaka : Konsep dasar Infark Miokard Akut (IMA),
penatalaksanaan medis farmakologi pada IMA, terapi diet.
BAB III Pembahasan : Asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien
Infark Miokard Akut (IMA).
BAB IV Penutup : Kesimpulan dan Saran.

2
BAB II
TELAAH PUSTAKA

A. Konsep Dasar Infark Miokard Akut (IMA)


1. Pengertian
Infark miokard akut merupakan proses rusaknya jaringan akibat suplai
darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah coroner berkurang
(Smeltzer& Bare,2006). Sedangkan menurut Barbara (2006) infark
miokard akut merupakan blok total yang mendadak dari arteri koroner
besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan miokardial bervariasi
dan bergantung kepada besar daerah yang diperfusi oleh arteri yang
tersumbat. Infark miokard akut dapat berakibat nekrosis karena parut atau
fibrosis, dan mendatangkan kematian mendadak.
Infark miokard akut (AMI) merupakan kematian sel-sel miokardium
yang terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan. Hal ini
merupakan respon letal terakhir terhadap iskemia miokard yang tidak
teratasi. Sel- sel miokardium mulai mati setelah sekitar 20 menit
mengalami kekurangan oksigen (Corwin,2009). Sementara menurut
Morton (2012) infark miokard akut merupakan terjadinya nekrosis
miokard yang cepat disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis
antara aliran darah dan kebutuhan darah miokard.
2. Etiologi
Infark miokard akut disebabkan oleh terlepasnya plak ateroklerosis
dan membentuk thrombus sehingga menyebabkan oklusi arteri. Penyebab
lain AMI ini berupa vasospasme (penyempitan tiba-tiba) dari arteri
coroner, penurunan suplai oksigen (misalnya, kehilangan darah akut,
anemia, atau tekanan darah rendah), dan meningkatnya penggunaan
oksigen (misalnya, detak jantung yang cepat, tirotoksikosis, atau
penggunaan kokain) (Lippincott Williams & Wilkins,2010).
Terlepasnya suatu plak aterosklerosis dari salah satu arteri koroner,
dan kemudian tersangkut dibagian hilir yang menyumbat aliran darah 3ke

3
seluruh miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh tersebut, dapat
menyebabkan infark miokard akut. Infark miokard akut juga dapat terjadi
apabila lesi trombotik yang melekat ke suatu arteri yang rusak menjadi
cukup besar untuk menyumbat secara total aliran darah ke bagian hilir,
atau apabila suatu ruang jantung mengalami hipertrofi berat sehingga
kebutuhan oksigennya tidak dapat terpenuhi. (Corwin, 2009).
Beberapa faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya infark akut
miokard akut (IMA) sebagai berikut :
a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah menurut Smeltzer &Bare
(2006) adalah :
1) Umur
Resiko penyakit jantung koroner meningkat pada usia diatas
55 tahun untuk laki- laki dan diatas 65 tahun untuk perempuan.
Penyakit jantung koroner seiring meningkat dengan usia dan
peningkatan ini sangat pesat pada wanita, terutama saat memasuki
usia menopause.
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin laki- laki memiliki resiko penyakit jantung
koroner lebih tinggi daripada perempuan. Hal ini disebabkan oleh
perlindungan dari hormon estrogen pada kaum perempuan yang
masih menstruasi.
3) Riwayat Keluarga
Adanya riwayat keluarga dekat yang terkena penyakit jantung
koroner meningkat resikonya dua kali lebih besar dibandingkan
dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga.
b. Faktor resiko yang dapat diubah menurut Morton (2012) dan Corwin
(2009) adalah :
1) Merokok
Risiko penyakit jantung koroner pada perokok 2-4 kali lebih
besar daripada yang bukan perokok. Kandungan zat racun dalam
rokok antara lain tar, nikotin dan karbon monoksida yang akan

4
menyebabkan penurunan kadar oksigen ke jantung, peningkatan
tekanan darah dan nadi, penurunan kadar kolesterol (HDL),
peningkatan penggumpalan darah,vasokontriksi pembuluh darah ,
dan mengubah permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga
meningkatkan risiko terkena infark miokard akut.
2) Hipertensi
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi
terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban
kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya, terjadi hipertrofi
ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi,
kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung
dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui, dan terjadi
dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin terancam oleh
semakin parahnya aterosklerosis koroner, yang menyebabkan
penyediaan oksigen miokardium berkurang.
3) Hyperlipidemia
Hyperlipidemia merujuk pada peningkatan konsentrasi lemak
di dalam plasma. Normalnya, retang kadar kolesterol (komponen
lipoprotein) total adalah dari 160 sampai 180 mg/dl. Kadar diatas
180 mg/dl akan menggandakan risiko terhadap penyakit jantung.
Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan
penebalan dinding pembuluh darah arteri, sehingga lumen dari
pembuluh darah menyempit dan proses ini disebut aterosklerosis.
Penyempitan pembuluh darah ini akan menyebabkan aliran darah
menjadi lambat bahkan tersumbat sehingga aliran darah pada
pembuluh darah koroner yang fungsinya memberi oksigen ke
jantung menjadi berkurang.
4) Diabetes mellitus
Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan pengerasan
arteri. Arteri merupakan pembuluh darah yang memasok darah ke
berbagai tubuh termasuk jantung. Darah yang membawa gula

5
berlebih dapat merusak arteri. Arteri kehilangan fleksibilitas
kemudian menjadi keras dan menyempit. Dinding arteri menjadi
tebal karena penumpukan gula yang berlebihan. Penumpukan di
arteri koroner dapat menghambat aliran darah sehingga oksigen
ke jantung menjadi berkurang.
5) Obesitas
Obesitas cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi,
sehingga dapat terjadi peningkatan risiko terkena hipertensi dan
aterosklerotik, yang menyebabkan aliran darah yang membawa
oksigen ke jantung menjadi berkurang.
6) Kurang Aktivitas atau Olahraga
Kurangnya latihan akan menurunkan kadar HDL dan
meningkatkan aterosklerosis. Peningkatan aterosklerosis di dalam
darah dapat menyebabkan terhambatnya aliran darah yang kaya
O2 ke jantung.
7) Stress
Reaksi yang berlebihan terhadap stress, rasa urgensi yang
berlebihan, keagresifan, kompetisi, permusuhan, serta usaha yang
kompulsif untuk pencapaian akan menyebabkan meningkatkan
kadar katekolamin dan tekanan darah, sehingga menyebabkan
penyempitan pembuluh darah arteri koroner. Penyempitan pada
pembuluh darah koroner ini akan menyebabkan suplai oksigen ke
jantung akan berkurang.
3. Patofisiologi
Aterosklerotik, spasme pembuluh darah, dan emboli trombus
merupakan etiologi yang paling sering menyebabkan terjadinya infark
miokard akut. Terjadinya penyumbatan pembuluh darah koroner
menyebabkan aliran darah ke seluruh miokardium yang diperdarahi oleh
pembuluh tersebut terhambat. Terhambatnya aliran darah juga akan
menghambat suplai oksigen ke sel-sel miokardium. Kebutuhan oksigen
yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang

6
mengalami gangguan menyebabkan terjadinya infark miokard akut. Sel-
sel miokardium tersebut mulai mati setelah 20 menit mengalami
kekurangan oksigen. Berkurangnya oksigen mendorong miokardium untuk
mengubah metabolisme aerob menjadi metabolisme anaerob. Metabolisme
anaerob melalui jalur glikolik jauh lebih tidak efisien apabila
dibandingkan dengan metabolisme aerob melalui fosforilasi oksidatif dan
siklus krebs. Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup
besar.Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu penimbunan asam laktat yang
menyebabkan nyeri substernal hebat atau diseluruh pericardium yang
menetap dengan durasi lebih dari 20 menit ‘yang berlangsung selama lebih
kurang 20 menit yang bisa menjalar ke lengan atau rahang, kadang gejala
terutama timbul dari epigastrium. Akibat dari nyeri dada ini berupa sesak
nafas yang berat sampai kesulitan bernafas (nafas pendek), keringat
dingin, pusing, mual dan muntah (Smeltzer & Bare, 2006)
Tanpa ATP, pompa natrium kalium berhenti dan sel terisi ion natrium
dan air yang akhirnya menyebabkan sel pecah (lisis). Adanya lisis, sel
melepaskan kalium intrasel dan enzim intrasel, yang mencederai sel- sel
disekitarnya. Protein intrasel mulai mendapatkan akses ke sirkulasi
sistemik dan ruang interstitial dan ikut menyebabkan edema dan
pembengkakan interstitial di sekitar sel miokardium. Akibat dari kematian
sel, tercetus reaksi inflamasi. Pada tempat inflamasi, terjadi penimbunan
trombosit dan pelepasan faktor pembekuan. Terjadi degranulasi sel mast
yang menyebabkan pelepasan histamin dan berbagai prostaglandin.
Sebagian bersifat vasokontriksi. Dilepaskannya berbagai enzim
intrasel dan ion kalium serta penimbunan asam laktat, jalur hantaran listrik
jantung terganggu.Hal ini dapat menyebabkan hambatan depolarisasi
atrium atau ventrikel atau terjadinya distritmia. Matinya sel otot, pola
listrik jantung berubah, pemompaan jantung menjadi kurang terkoordinasi
sehingga kontraktilitasnya menurun.Volume sekuncup menurun sehingga
terjadi penurunan tekanan darah sistemik. Penurunan tekanan darah
merangsang respon baroreseptor, sehingga terjadi pengaktifan sistem saraf

7
simpatis, sistem renin-angiotensin, dan peningkatan pelepasan hormon
antidiuretik. Hormon stress (ACTH dan kortisol) juga dilepaskan disertai
peningkatan produksi glukosa. Pangaktifan sistem saraf parasimpatis
berkurang. Berkurangnya perangsangan saraf parasimpatis dan
meningkatnya rangsangan simpatis ke nodus SA, kecepatan denyut
jantung meningkat. Demikian juga pada ginjal, terjadi penurunan aliran
darah sehingga produksi urin juga berkurang dan ikut merangsang sistem
renin- angiotensin. Perangsangan simpatis ke kelenjar keringat dan kulit
menyebabkan individu berkeringat dan merasa dingin.
Secara singkat, semakin banyak darah (peningkatan preload)
disalurkan ke jantung, jantung akan memompa lebih cepat untuk melawan
arteri yang menyempit (peningkatan afterload) akibatnya beban jantung
yang telah rusak tersebut meningkat. Kebutuhan oksigen jantung juga
meningkat. Hal ini mengakibatkan semakin banyak sel jantung yang
mengalami hipoksia. Apabila kebutuhan oksigen sel miokard tidak dapat
dipenuhi, maka terjadi perluasan daerah sel yang cedera dan sistemik di
sekitar zona nekrotik yang akan beresiko mengalami kematian. Akibatnya
kemampuan pompa jantung semakin berkurang dan terjadi hipoksia semua
jaringan dan organ. Ketidakmampuan ventrikel kiri untuk memompa darah
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan ventrikel kiri dan vena
pulmonal. Hal ini meningkatkan tekanan hidrostatik yang mengakibatkan
cairan merembes keluar dan lolos ke jaringan alveoli di sekitarnya melalui
hubungan antara bronkioli dan bronki. Cairan ini kemudian bercampur
dengan udara selama pernapasan. Akibat adanya timbunan cairan, paru
menjadi kaku dan tidak dapat mengembang dan udara tidak dapat masuk
sehingga terjadi gangguan pertukaran O2 dan CO2 (Smeltzer & Bare, 2006;
Corwin,2009).
Penurunan curah jantung karena tidak adekuatnya tekanan pengisian
ventrikel kiri dapat menyebabkan syok kardiogenik. Syok kardiogenik
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran
oksigen ke jaringan. Akibat dari proses infark, kontraktilitas ventrikel kiri

8
dan kinerjanya menjadi sangat terganggu. Ventrikel kiri gagal bekerja
sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang
memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Maka dimulailah siklus
yang terus berulang. Siklus dimulai dengan terjadinya infark yang
berlanjut dengan gangguan fungsi miokardium.
Kerusakan miokardium baik iskemia dan infark pada miokardium
mengakibatkan perubahan metabolisme dan terjadinya asidosis metabolik
pada miokardium yang berlanjut pada gangguan kontraktilitas miokardium
yang berakibat pada penurunan volume sekuncup yang dikeluarkan oleh
ventrikel. Gangguan fungsi miokardium yang berat akan menyebabkan
menurunnya curah jantung dan hipotensi arteria. Akibat menurunnya
perfusi koroner yang lebih lanjut akan meningkatkan hipoksia miokardium
yang bersiklus ulang dan dapat berkembang menjadi tahap irreversibel
yang menuju ke aritmia dan kematian Muttaqin (2009).
4. WOC IMA (Skema 2.1)
Lampiran
5. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis
Menurut Gray (2007) ada beberapa respon tubuh terhadap perubahan
fisiologis akibat penyakit infark miokard akut adalah :
a. Nyeri Dada
Nyeri substernal hebat atau diseluruh pericardium yang menetap
dengan durasi lebih dari 20 menit, nyeri menyebar luas ke dada dan
disertai nyeri pada bahu, lengan, rahang, perut, atau punggung.
b. Sesak Nafas
Sesak nafas dapat disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan
akhir diastolic ventrikel kiri, mengindikasikan ancaman gagal
ventrikel, dan kadang terjadi sebagai manifestasi satu-satunya infark
miokard. Ansietas dapat menyebabkan hiperventilasi. Pada infark
tanpa gejala, sesak nafas lanjut merupakan tanda disfungsi ventrikel
kiri bermakna.

9
c. Gejala gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah dan
dikatakan lebih sering terjadi pada infark inferior. Stimulasi
diafragmatik pada infark inferior juga dapat menyebabkan cegukan.
d. Keadaan mental berupa perasaan sangat cemas disertai perasaan
mendekati kematian sering terjadi, mungkin berhubungan dengan
pelepasan hormon stress dan ADH.
e. Pengeluaran urin berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta
peningkatan aldosteron dan ADH.
f. Kehilangan kesadaran karena perfusi cerebral yang tidak adekuat dan
syok kardiogenik, bisa juga menyebabkan kematian yang tiba- tiba.
g. Palpitasi
h. Rasa pusing
i. Sinkop dari aritmia ventrikel
j. Takikardia
k. Emboli arteri
Menurut Muttaqin (2009) manifestasi klinis dari penyakit infark
miokard akut adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1Trias Diagnostik IMA
Gejala Gejala Khas
1. Riwayat a. Lokasi nyeri dada di bagian dada depan (bawah sternum)
nyeri dada dengan/tanpa penjalaran, kadang berupa nyeri ke arah
yang khas dagu, leher atau seperti sakit gigi, penderita tidak bisa
menunjuk lokasi nyeri dengan satu jari, tetapi ditunjukkan
dengan telapak tangan
b. Kualitas nyeri, rasa berat seperti ditekan atau rasa panas
seperti terbakar.
c. Lama nyeri bisa lebih dari 15 menit sampai 30 menit.
d. Nyeri dapat menjalar ke leher, lengan kiri, punggung, dan
epigastrium.
e. Kadang disertai gejala penyerta berupa keringat dingin,
mual, berdebar, atau sesak. Sering didapatkan faktor
pencetus berupa aktivitas fisik, emosi atau stress, dan
dingin.
f. Nyeri tidak hilang dengan istirahat atau dengan
pemberian nitrogliserin sublingual.

10
2. Adanya a. Gelombang Q (signifikan infark) atau Q Patologis
perubahan b. Segmen ST (elevasi)
EKG c. Gelombang T (meninggi atau menurun)

Gambar 2.1 Hasil pemeriksaan EKG pada pasien AMI

Perubahan EKG pada infark miokardium. Inversi


gelombang T (kiri), elevasi segmen ST (tengah), gelombang
Q yang menonjol (kanan). Gelombang Q menunjukkan
nekrosis miokardium dan bersifat irreversible. Perubahan
pada segmen ST dan gelombang T diakibatkan karena
iskemia dan akan menghilang sesudah jangka waktu
tertentu.
3. Kenaikan a. Creatinin Kinase (CKMB) merupakan enzim yang
enzim otot spesifik sebagai penanda terjadinya kerusakan pada otot
jantung jantung, enzim ini meningkat 6-10 jam setelah nyeri dada
dan kembali normal dalam 48-72 jam.
b. Walaupun kurang spesifik, pemeriksaan Aspartate
Transferase (AST) dapat membantu bila penderita datang
ke rumah sakit sesudah hari ke 3 dari nyeri dada atau
laktat dehydrogenase (LDH) akan meningkat sesudah hari
ke 4 dan menjadi normal sesudah hari ke 10.
c. Troponin jantung spesifik (troponin T dan troponin I) juga
merupakan petunjuk adanya cedera miokardium.
Troponin akan meningkat 4 sampai 6 jam setelah cedera
miokardium setelah menetap selama 10 hari

B. Petalaksanaan Medis Farmakologi pada Infark Miokard Akut (IMA)


Penanganan infark miokard akut menurut PERKI (2013) dikenal dengan
istilah MONA. MONA merupakan singkatan yang digunakan untuk
membantu para profesional medis dalam penanganan awal infark miokard
akut. MONA singkatan dari morfin, oksigen, nitrigliserin, dan aspirin.
1. Morfin
Morfin diberikan pada pasien akut miokard infark untuk mengurangi
rasa nyeri yang tidak teratasi oleh nitrogliserin. Morfin ini diberikan

11
sebanyak 2,5 mg (2-4 mg) mg intravena, dapat diulang setiap 5 menit
sampai dosis total 20 mg. Morfin mengikat reseptor opiat di otak yang
menurunkan persepsi nyeri.
Pasien yang diberi morfin harus selalu dimonitor untuk menentukan
reaksi pasien terhadap obat. Efek samping yang ditimbulkan dari
penggunaan morfin berupa rasa pusing, mual, mulut kering, sakit kepala,
hipotensi, dan lain- lain. Selain menghilangkan nyeri, morfin juga
mendilatasi pembuluh darah, sehingga dapat mengurangi beban kerja
jantung dengan menurunkan tekanan pengisian jantung (preload) dan
mengurangi tekanan saat otot jantung harus memompa darah (afterload).
Morfin juga bermanfaat dalam mengatasi ansietas pasien (Smeltzer &
Bare, 2002).
2. Oksigen
Ketika aliran darah menurun ke jantung pada infark miokard akut,
sebagian dari jantung mengalami kekurangan oksigen sehingga
diperlukan oksigen tambahan untuk meningkatkan oksigenasi jantung.
Oksigen harus diberikan segera jika saturasi oksigen arteri < 95% atau
yang mengalami distress respirasi. Oksigen dapat diberikan melalui
kanula nasal atau masker selama 6 jam pertama.
Menurut Potter& Perry (2005) macam-macam pemberian oksigenasi
adalah:
a. Nasal Kanul, memberikan oksigen secara kontinu dengan kecepatan
aliran 2-6 liter/ menit dan konsentrasi oksigen kecil dari 50%.
Indikasi pemberian nasal kanul adalah pada pasien yang bernapas
spontan tetapi membutuhkan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan
oksigen.
b. Simple Mask, memberikan oksigen kontinu dengan kecepatan aliran 6-
8 liter/ menit dan konsentrasi oksigen 40- 60%.
c. Rebreathing Mask, memberikan oksigen dengan aliran 9-15 liter/ menit
dan konsentrasi oksigen 60-90%. Rebreathing mask ini diberikan

12
pada pasien yang kadar tekanan CO2 yang rendah (Pa CO2 normal 35-
45 atm).
d. Nonrebreathing Mask, pemberian oksigen dengan aliran 9-15 liter/
menit dan konsentrasi oksigen 60-90%. Nonrebreathing mask ini
diberikan pada pasien yang kadar CO2 nya yang tinggi.
3. Nitrat
Selain morfin, nitrogliserin digunakan juga untuk mengurangi nyeri
dada. Penggunaan nitrogliserin dapat membantu arteri dan vena dilatasi
sehingga dapat menurunkan beban kerja jantung dan mengurangi
kebutuhan oksigen.
Nitrogliserin dapat diberikan secara sublingual dengan dosis 0,3 mg
sampai 0,4 mg setiap lima menit sampai tiga dosis. Nitrogliserin ini tidak
boleh diberikan kepada pasien dengan tekanan darah sistolik kurang dari
90 mmHg, bradikardia (< 50 kali/ menit), atau takikardia.
4. Aspirin
Aspirin juga merupakan bagian dari pengobatan awal untuk infark
miokard akut. Aspirin digunakan untuk mencegah pembentukan gumpalan
lanjut dengan mengurangi agregasi platelet. Dosis aspirin yang diberikan
sebanyak 160-325 mg.
Adapaun terapi lain yang dapat diberikan untuk penanganan pada IMA yaitu :
Terapi fibrinoltik
Terapi fibrinolitik merupakan strategi reperfusi yang penting,
terutama di layanan medis yang tidak dapat melakukan IKP pada paisen
IMA-EST dalam waktu yang disarankan. Terapi firbinolitik
direkomendasikan diberikan dalam 12 jam sejak awitan gejala pada psien-
pasien tanpa kontraindikasi apabila IKP primer tidak bisa dilakukan oleh
tim yan berpengalaman dalam 120 menit sejak kontak medis pertama (kelas
1-A). pada pasien pasien yang datang segera (kurang 2 jam sejak awitan
gejala) dengan infark yang besar dan resiko perdarahan rendah, fibrinolitik
perlu dipertimbangkan bila waktu antara KMP dengan inflasi balon lebih

13
dari 90 menit (kelas IIa-B). Fibrinolitik harus dimulai diruang gawat
darurat.
Agen yang spesifik terhadap firbin (tenecteplase, ateplase, replase)
lebih disarankan dibandingkan agen-agen yang tidak spesifik terhadap
fibrin (streptokinase). Harus diberikan aspirin oral. Klopidogrel
diindikasikan diberikan sebagai tambahan untuk aspirin. Antikoagulan
direkomendasikan pada pasien IMA-EST yang diobati dengan fibrinolitik
sampai repaskularisasi (bila dilakukan) atau selama dirawat dirumah sakit
sampai 5 hari (kelas 1-A). antikoagulan yang digunakan dapat berupa :
1. Enoxaparin subkutan (lebih disarankan dibandingkan heparin tidak
terfraksi ) (kelas 1-A)
2. Heparin tidak terfraksi diberikan secara bolus intravena sesuai berat
badan dan infus selama 3 hari (kelas 1-C)
3. Pada pasien-pasien yang mendapatkan streptokinase, fondaparinux
intravena secara bolus dilanjutkan dengan dosis subkutan 24 jam
kemudian (kelas IIa-B)

C. Terapi Diet pada Infark Miokard Akut (IMA)


1. Nutrisi Preventif
Untuk mencegah penyakit koroner/ kardiovaskuler,kita perlu
memperhatikan beberapa hal berikut ini:
a. Mempertahankan kadar kolestrol total <200 mg/dL rasio kolesterol
total: HDL kolesterol <4,5 LDL-kolesterol <100 mg/dL (bila pasien
pernah mengalami serangan jantung koroner atau menderita penyakit
diabetes)
b. Mempertahankan IMT agar kurang dari 23 dan lingkaran perut kurang
dari 80cm (pada wanita) serta kurang dari 90cm (pada laki-laki) jika
hal ini di mungkinkan.
c. Mengurangi asupan lemak penuh hingga kurang dari 5% dari total
kalori atau gunakan hanya 2-3 sendok makan minyak( khususnya
minyak nabati yang mengandung asam lemak tak-jenuh) per

14
hari.hindari makanan yang banyak mengandung lemak jenuh seperti
tercantum dalam tabel 3-2. cara memasak yang baik untuk
mengurangi asupan lemak ini adalah merebus,mengukus,
menanak,menumis,memanggang,membakar dan memepes.
d. Tingkatkan asupan lemak tak-jenuh tunggal (MUFA),seperti minyak
zaitun, minyak kanola, minyak kacang dan alpukat, hingga sekitar
20% dari total kalori per hari. Makan makanan yang mengandung
asam lemak omega-3 seperti ikan laut (lihat tabel 3-3) dan minyak tak
jenuh-ganda (PUFA) dalam jumlah sekitar 10% dari total kalori per
hari. Dalam penelitian diet jantung di Lyon (Lyon Diet Heart
Study),prancis,terhadap 600 orang responden dengan riwayat
serangan jantung koroner ternyata diet mediteranian yang terdiri atas
menu sayuran,buah,sereal utuh,ikan dan minyak zaitun atau kanola
sebagai sumber ternyata menghasilkan angka insidensi serangan
jantung ulang yang lebih kecil bila di bandingkan dengan kelompok
sama yang makan biasa (Lorgeril M.et al,1999).
e. Jika kadar trigliserida tinggi,kurang konsumsi hidratarang sederhana
seperti gula pasir,gula aren,madu,dan makanan manis
lainnya.perbanyak konsumsi hidratarang kompleks seperti
sayuran,buah,dan sereal/ bijian yang utuh serta makanan berserat
lainnya (agar-agar,kolang-kaling,selasih,rumput laut,cincau).
f. Jika kadar homosistein dalam darah tinggi,diet yang dapat di lakukan
untuk menurunkannya adalah dengan meningkatkan konsumsi
makanan nabati yang kaya akan asam folat dan vitamin B6 seperti
sayuran hijau serta biji-bijian atau kacang-kacangan yang utuh.
g. Tingkatkan asupan serat pangan hingga 35 gram/ hari dengan konsumsi
jenis-jenis makanan seperti di sebutkan di atas (lihat pula tabel 3-19)
h. Makan makanan yang banyak mengandung nutrient antioksidan seperti
vitamin E,C dan beta-karoten (tabel 3-4,3-7,3-13,dan 3-18) yang akan
mengurangi kadar LDL teroksidasi. LDL teroksidasi lebih sukar

15
difagositosis oleh sel-sel fagosit seperti makrofag dari pada LDL
biasa sehingga bentuk teroksidasi ini lebih bertahan dalam serum.
i. Pertimbangkan suplementasi 500 mg vitamin C dan 200 IU vitamin E
per hari.
j. Lakukan olahraga aerobic selama 30 menit per hari.
2. Nutrisi Kuratif
Terapi nutrisi harus di tujukan kepada hal-hal berikut ini:
a. Lakukan penimbangan berat badan dengan memperhatikan lingkaran
perut
b. Kurangi asupan kolesterol hingga <300 mg/dL. Pada pasien diabetes
dengan dislipidemia, asupan kolesterolnya harus dikurangi hingga di
bawah 200 mg/ hari.
c. Kurangi asupan total lemak hingga kurang-lebih 20% dari total kalori.
d. Kurangi asupan lemak jenuh hingga di bawah 5% dari total kalori.
e. Tingkatkan asupan serat, khususnya serat larut,hingga 25-35 gram per
hari untuk mengikat kolesterol yang di hasilkan oleh tubuh sendiri
dalam bentuk garam empedu sehingga kolesterol ini tidak di serap
kembali oleh usus.
f. Tingkatkan konsumsi ikan,khususnya ikan laut yang kaya akan asam
lemak omega-3,paling tidak 2-3 kali seminggu.
g. Ganti konsumsi daging merah dengan daging putih seperti ayam
kampung dan ikan atau dengan protein nabati seperti tempe atau tahu
(kedelai mengandung soya-lecithine dan isoflavon yang dapat
menurunkan kadar LDL kolesterol.)
h. Terapi diet dan olahraga harus di coba terlebih dahulu sebelum
menggunakan obat-obat penurun kolesterol
3. Tujuan diet
a. Memberikan makanan secukupnya tanpa memeberatkan kerja jantung.
b. Menurunkan berat badan bila terlalu gemuk.
c. Mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air.

16
4. Jenis Diet
a. Diet jantung I: untuk pasien jantung akut spt MCI ( Myocardium
infarc) atau dekompensasi kordis berat. Bentuk makanan berupa
cairan 1-1,5 l/hari. Diberikan beberapa hari.
b. Diet jantung II: bentuk makanan saring atau bubur. Setelah masa akut
terlewati. Bila ada odema diberikan rendah garam.
c. Diet jantung III: bentuk makanan lunak atau biasa. Kondisi tidak berat.
RG bila ada odema dan hipertensi.
d. Diet jantung IV: bentuk makanan biasa. Perpindahan dari DJ III.
Keadaan baik. RG bila ada odema dan hipertensi.
e. Manajemen diet
5. Syarat diet
a. Energi sesuai dengan kebutuhan, bila kegemukan diturunkan.
b. Lemak: <30%. Perhatikan konsumsi Lemak jenuh antara 7-10% dari
energi total.
c. Protein 10-20% kebutuhan total energi.
d. Kolesterol <300mg.
e. KH sedang 50-60% kebutuhan total energi.
f. Vitamin dan mineral cukup. Perlu suplemen vitamin bila konsumsi
makanan ≤ 1200 kkal/hari
6. Bahan Makanan Yang Tidak Dianjurkan
a. Produk makanan jadi: cake, pie, pastries, biskuit, kue-kue berlemak.
b. Daging berlemak, kambing, babi, jerohan, otak, sosis, sardin, kuning
telur 3 butir/minggu, susu whole, keju, es krim.
c. Nabati dimasak dengan santan, minyak, sayuran dan buah diawet
d. Mayones, salad dressing dari telur, mentega dll.

17
BAB III
PEMBAHASAN

A. Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Pada Pasie Infark Miokard


Akut (IMA)
1. Pengkajian
Pengkajian kegawatdaruratan terbagi atas dua, yaitu pengkajian primary
survey dan secondary survey.
Pengkajian penyakit infark miokard akut adalah sebagai berikut :
a. Data Awal
1) Identitas Pasien
Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, tanggal
masuk, alasan masuk, dan lain- lain.
b. Data Dasar
1) Survey Primer dan Resusitasi
a) Airway dan kontrol servikal
Pada pasien AMI biasanya tidak ditemukan sumbatan pada
jalan nafas.
b) Breathing
Hasilpemeriksaan, didapatkan sesak dengan aktifitas
ringan atau istirahat, RR lebih dari 24 kali/menit, irama
irreguler dangkal,terdengar bunyi ronkhi, terlihat penggunaan
otot bantu nafas, dan ekspansi dada tidak penuh.
c) Circulation
Hasil pemeriksaan, biasanya nadi pasien lemah dan tidak
teratur, takikardia, tekanan darah meningkat/ menurun, tampak
gelisah, kulit pucat, sianosis, dan output urine menurun.
d) Disability
Pada pemeriksaan keadaan umum, nyeri dada yang
dirasakan pasien menyebabkan kesadaran pasien yang awalnya

18
baik atau compos mentis (CM) akan berubah sesuai tingkat
gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
e) Exposure
Perhatikan keadaan kulit dan keadaan ketidaknyamanan
akibat nyeri dada.
2) Secondary Survey/ pengkajian sekunder
a) Riwayat Kesehatan
(1) Keluhan Utama
Keluhan utama biasanya nyeri dada seperti rasa
tertekan, diperas atau rasa terbakar yang dirasakan lebih
dari 15 menit, perasaan sulit bernafas, dan pingsan.
(2) Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu akan sangat
mendukung kelengkapan data kondisi saat ini. Data ini
diperoleh dengan mengkaji apakah sebelumnya klien
pernah menderita nyeri dada, hipertensi, diabetes mellitus,
atau hyperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat- obatan yang biasa diminum
oleh klien pada masa yang lalu yang masih relevan dengan
obat- obatan antiangina seperti nitrat dan penghambat beta
serta
obat- obatan antihipertensi. Catat adanya efek samping
yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang
timbul. Sering kali menafsirkan suatu alergi sebagai efek
samping obat.
(3) Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian yang dilakukan secara PQRST:
P (provoking incident) : Nyeri setelah beraktivitas dan tidak
berkurang dengan istirahat dan setelah diberikan
nitrogliserin.

19
Q (Quality of Pain) : Seperti apa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan pasien. Sifat nyeri dapat seperti tertekan,
diperas, atau diremas.
R (region,radiation) : Lokasi nyeri di daerah substernal
atau nyeri di atas pericardium. Penyebaran nyeri dapat
meluas hingga area dada. Dapat terjadi nyeri dan
ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
S (severity/scale of Pain) : Klien ditanya dengan
menggunakan rentang 0-4 atau 0-10 dan klien akan menilai
seberapa berat nyeri yang dirasakan. Biasanya pada saat
terjadi infark skala nyeri berkisar antara 3-4 (skala 0-4) atau
7-9 (skala 0-10).
T (Time) : Sifat mula timbulnya (onset). Biasanya gejala
nyeri timbul mendadak. Lama timbulnya nyeri dada
umumnya dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri oleh infark
miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, nyeri
biasanya dirasakan lebih berat dan berlangsung lebih lam.
Gejala- gejala yang menyertai infark miokardium meliputi
dyspnea, berkeringat, ansietas, dan pingsan.
(4) Riwayat Kesehatan keluarga
Perawat senantiasa harus menanyakan tentang penyakit
yang pernah dialami oleh keluarga, anggota keluarga yang
meninggal, dan penyebab kematian. Penyakit jantung
iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda
merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit jantung
iskemik pada keturunannya.
b) Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
(1) Tampilan Umum
Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat
aktifitas simpatis berlebihan. Pasien juga tampak sesak

20
nafas, dan demam derajat sedang (<38 oC) bisa timbul
setelah 12-24 jam pacca infark.
(2) Denyut nadi dan tekanan darah
Sinus takikardia (100-120 kali/menit) terjadi pada
sebagian penderita infark miokard akut. Denyut jantung
yang rendah mengidentifikasi adanya sinus bradikardia atau
blok jantung sebagai komplikasi dari infark. Hipotensi
terjadi akibat dari aktivitas vagus berlebih, dehidrasi, infark
ventrikel kanan, atau tanda dari syok kardiogenik.
(3) Pemeriksaan jantung
(a) Inspeksi
Inspeksi tampak pucat/ sianosis pada membran
mukosa, capillary refill > 3 detik, tampak ada
bendungan pada vena jugularis, dan pemakaian otot
pernapasan tambahan.
(b) Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada AMI
tanpa komplikasi biasanya tidak ditemukan.
(c) Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup yang disebabkan AMI. Bunyi jantung
tambahan akibat kelainan katup biasanya tidak
ditemukan pada AMI tanpa komplikasi.
(d) Perkusi: Pelebaran batas jantung
(4) Pemeriksaan Paru : Ronkhi akhir pernapasan bisa terdengar
karena adanya edema paru yang merupakan komplikasi dari
infark miokard akut.
(5) Hasil pemeriksaan diagnostik
(a) EKG, didapatkan ada gelombang Q patologis,
perpindahan segmen ST, dan gelombang T inversi
(b) Enzim CKMB meningkat 6-10 jam setelah nyeri dada

21
(c) Troponin jantung (troponin T dan troponin I) juga
mengalami peningkatan 4-6 jam setelah ada cedera
miokardium.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan pada Pengkajian Primer
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
frekuensi, irama, konduksi elektrikal.
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
menurunnya curah jantung.
3) Resiko syok berhubungan dengan hipotensi, hipoksemia
4) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pengembangan
paru tidak optimal, kelebihan cairan di dalam paru akibat sekunder
dari edema paru akut.
b. Diagnosa Keperawatan pada Pengkajian Sekunder
1)Nyeri akut berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan
oksigen dengan kebutuhan miokardium akibat sekunder dari
penurunan suplai darah ke miokardium, peningkatan produksi asam
laktat.
2)Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema paru.
3)Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan
perifer akibat sekunder dari ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miokardium dengan kebutuhan.
4)Cemas berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau
perubahan kesehatan.
5)Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan
perubahan kesehatan.

22
3. Intervensi Keperawatan
Tabel 3.1 Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Penurunan a. Cardiac Pump a. Cardiac Care
curah jantung Effectiveness Aktivitas :
b/d perubahan Indikator : 1) Evaluasi adanya nyeri
irama/ frekuensi 1) Systolic blood dada (intensitas, lokasi,
jantung, pre load pressure dalam durasi, frekuensi)
dan afterload, rentang normal 2) Catat adnya disritmia
kontraktilitas 2) Diastolic blood jantung
jantung. pressure dalam 3) Catat adanya tanda dan
rentang normal gejala penurunan cardiac
3) Tidak ada bunyi output.
jantung abnormal 4) Monitor status
4) Tidak terjadi kardiovaskuler
angina 5) Monitor status pernafasan
5) Tidak ada edema yang menandakan Heart
perifer Failure
6) Tidak ada edema 6) Monitor abdomen sebagai
paru indicator adanya adanya
7) Tidak dispnea penurunan fungsi
saat istirahat 7) Monitor balance cairan
8) Tidak dispnea 8) Monitor adanya perubahan
ketika latihan perubahan tekanan darah
9) Aktivitas toleran 9) Monitor respon pasien
10) Tidak sianosis terhadap efek pengobatan
b. Circulation Status antiaritmia
Indikator : 10) Atur periode latihan dan
1) Systolic blood istirahat untuk
pressure dalam menghindari kelelahan
rentang normal 11) Monitor adanya dispnea,
2) Diastolic blood ortopnea, dan takipnea
pressure dalam 12) Anjurkan untuk
rentang normal menurunkan stres
3) Pulse pressure b. Vital Sign Monitoring
dalam rentang Aktivitas :
normal 1) Monitor TD, nadi, suhu dan
4) AGD (PaO2 dan RR
PaCO2) dalam 2) Catat adanya fluktuasi
rentang normal tekanan darah
5) Tidak asites 3) Monitor vital sign pasien
saat berbaring, duduk,
c. Vital signs berdiri
Indikator : 4) Auskultasi tekanan darah

23
1) Denyut jantung pada kedua lengan dan
apikal dalam bandingkan
rentang normal 5) Monitor TD, Nadi, RR
2) Irama denyut sebelum, selama dan setelah
jantung dalam aktivitas
rentang normal 6) Monitor kualitas nadi
3) Denyut nadi 7) Monitor jumlah dan irama
radial dalam jantung
rentang normal 8) Monitor bunyi jantung
4) Tekanan Systole 9) Monitor suara paru
dan Diastole 10) Monitor pola pernafasan
dalam rentang abnormal
normal 11) Monitoradanya sianosis
perifer
12) Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign

2. Ketidakefektifan a. Circulation Status a. Oxygen Therapy


perfusi jaringan Indikator : Aktivitas :
perifer b/d 1) Systolic blood 1) Pertahankan kepatenan
menurunnya pressure dalam jalan nafas
curah jantung rentang normal 2) Atur peralatan oksigenasi
2) Diastolic blood 3) Monitor aliran oksigen
pressure dalam 4) Pertahankan posisi pasien
rentang normal 5) Observasi adanya tanda-
3) Pulse pressure tanda hipoventilasi
dalam rentang 6) Monitor adanya kecemasan
normal pasien terhadap oksigenasi
4) CVP dalam b. Vital Sign Monitoring
retang normal Aktivitas :
5) MAP dalam 1) Monitor TD, Nadi, Suhu,
rentang normal dan RR
6) Saturasi O2 2) Monitor kualitas nadi
dalam rentang 3) Monitor suara paru
normal 4) Monitor pola pernapasan
7) Tidak asites yang banormal
b. Tissue Perfusion : 5) Monitor suhu, warna, dan
Peripheral kelembapan kulit
Indikator : c. Peripheral Sensation
1) CRT (jari tangan Management
dan kaki) dalam Aktivitas :
batas normal 1) Monitor adanya paratese
2) Suhu kulit (kesemutan)
ekstremitas 2) Batasi gerakan kepala, leher,
dalam rentang dan punggung
normal 3) Monitor adanya

24
3) Kekuatan denyut tromboplebitis dan vena
nadi (karotis thromboembolism
kanan dan
kiri;brachial
kanan dan kiri;
femur kanan dan
kiri, radialis
kanan dan kiri)
dalam rentang
normal
4) Blood pressure
dan MAP dalam
rentang normal

3. Resiko Syok b/ d NOC : NIC : a.Syok Prevention


hipotensi, a. Syok Prevention 1) Monitor status sirkulasi,
hipoksemia b. Syok management warna kulit, suhu kulit,
denyut jantung, HR, dan
Kriteria Hasil: ritme, nadi perifer, dan
1) Nadi dalam batas kapiler refill.
yang diharapkan 2) Monitor tanda inadekuat
2) Irama antung oksigenasi jaringan
dalam batas yang 3) Monitor suhu dan pernapasan
diharapkan 4) Monitor input dan output
3) Frekuensi nafas 5) Pantau nilai labor:
dalam batas yang hemoglobin, hematokrit,
diharapkan AGD dan elektrolit
4) Irama pernapasan 6) Monitor hemodinamik invasi
dalam batas yang yang sesuai
diharapkan 7) Monitor tanda awal syok
5) Natrium serum, 8) Tempatkan pasien pada posisi
kalium, klorida, supine, kaki elevasi untuk
kalsium, peningkatan preload dengan
magnesium dan tepat
pH darah dalam 9) Lihat dan pelihara kepatenan
batas normal jalan nafas
10)Berikan cairan IV atau oral
yang tepat
11)Berikan vasodilator yang
tepat
12)Ajarkan keluarga dan pasien
tetang tanda dan gejala
datangnya syok
13)Ajarkan keluarga dan pasien
tentang langkah untuk
mengatasi gejala syok.

25
bManajemen Syok
1) Monitor fungsi neurologis
2) Monitor fungsi renal
3) Monitor tekanan nadi
4) Manitor status cairan, input
dan output
5) Catat gas darah arteri dan
oksigen di jaringan
6) Monitor EKG
7) Menggambar gas darah arteri
dan memonitor jaringan
oksigenasi
8) Memantau faktor penentu
pengiriman jaringan oksigen
(misalnya, PaO2, kadar
hemoglobin, SaO2, dan CO)
9) Memonitor gejala gagal
pernapasan

4. Ketidakefektifan a. Respiratory Status NIC :


pola nafas b/d : Ventilation a. Terapi Oksigen
hiperventilasi, Indikator : 1) Pertahankan jalan nafas yang
pengembangan 1) Respiratory rate paten
paru tidak dalam rentang 2) Atur peralatan oksigenasi
optimal, normal 3) Monitor aliran oksigen
kelebihan cairan 2) Tidak ada 4) Pertahankan posisi pasien
di dalam paru retraksi dinding 5) Observasi adanya tanda-
akibat sekunder dada tanda hipoventilasi
dari edema paru 3) Tidak 6) Monitor adanya kecemasan
akut mengalami pasien terhadap oksigenasi
dispnea saat 7) Identifikasi pasien perlunya
istirahat pemasangan alat jalan nafas
4) Tidak buatan
ditemukan
orthopnea b. Monitor Vital Sign
5) Tidak 1) Monitor TD, nadi, suhu,
ditemukan dan RR
atelektasis 2) Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
b. Respiratory : 3) Auskultasi TD pada kedua
Airway Patency lengan dan bandingkan
Indikator : 4) Monitor TD, nadi, RR,
1) Respiratory rate sebelum, selama, dan
dalam rentang setelah aktivitas

26
normal 5) Monitor kualitas dari nadi
2) Pasien tidak 6) Monitor jumlah, bunyi dan
cemas irama jantung
3) Menunjukkan 7) Monitor paru
jalan nafas yang 8) Monitor pola pernapasan
paten abnormal
9) Monitor suhu, warna, dan
c. Vital signs kelembaban kulit
Indikator : 10) Monitor sianosis perifer
11) Monitor adanya cushing
5) Denyut jantung triad (tekanan nadi yang
apikal dalam melebar, bradikardi,
rentang normal peningkatan sistolik)
6) Irama denyut 12) Identifikasi penyebab dari
jantung dalam perubahan vital sign
rentang normal
7) Denyut nadi radial
dalam rentang
normal
8) Tekanan Systole
dan Diastole
dalam rentang
normal

5. Nyeri Akut b/d NOC :


kerusakan a. Kenyamanan a. Manajemen Nyeri
jaringan Indikator 1) Lakukan pengkajian nyeri
1) Melaporkan secara komprehensif
kenyamanan termasuk lokasi,
2) Melaporkan karakteristik, lokasi,
kenyamanan frekuensi, dan factor
dengan presipitasi.
terkontrol nyeri 2) Observasi reaksi non verbal
3) Melaporkan dari ketidaknyamanan.
kenyamanan 3) Bantu pasien dan keluarga
akan untuk mencari dan
lingkungan dan menemukan dukungan.
hub sosial 4) Control lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri.
b. Kontrol nyeri 5) Kurangi factor presipitasi
Indikator nyeri.
1) Menggunakan 6) Kaji tipe dan sumber nyeri
analgesik yang untuk menentukan intervensi.
tepat 7) Ajarkan tentang teknik non
2) Menggunakan farmakologi : nafas dalam,
teknik kontrol relaksasi, distraksi, kompres

27
nyeri hangat dan dingin.
3) Mengetahui 8) Berikan analgetik untuk
gejala nyeri mengurangi nyeri.
9) Tingkatkan istirahat.
c. Level nyeri 10)Berikan informasi tentang
Indiktor nyeri seperti penyebab nyeri,
1) Melaporkan berapa lama nyeri akan
nyeri berkurang dan antisipasi
2) Frekuensi nyeri ketidaknyamanan dari
3) Menyatakan prosedur.
lamanya nyeri 11)Monitor vital sign sebelum
4) Mengekspresik dan sesudah pemberian
an nyeri analgesic pertama kali.

b. Kenyamanan
1) Hindari mengganggu yang
tidak dibutuhkan dan sediakan
waktu istirahat
2) Tentukan sumber
ketidaknyamanan
3) Kontrol dan cegah suasana
yang terlalu ramai, jika
memungkinkan
4) Posisikan pasien untuk
memperoleh kenyamanan

6. Kelebihan volume NOC : NIC :


cairan b/d edema a. Electrolit and acid a. Manajemen cairan
paru base balance 1) Pertahankan catatan intake
Indikator: dan output yang akurat
1) Natrium serum 2) Pasang urin kateter jika
dalam batas diperlukan
normal 3) Monitor hasil lab yang sesuai
2) Kalium serum dengan retensi cairan
dalam batas (BUN , Hmt , osmolalitas
normal urin )
3) Serum klorida 4) Monitor indikasi retensi /
dalam batas kelebihan cairan (cracles,
normal CVP , edema, distensi
4) Kalsium serum vena leher, asites)
dalam batas 5) Kaji lokasi dan luas edema
normal 6) Monitor masukan makanan /
5) Magnesium cairan
dalam batas 7) Monitor status nutrisi
normal 8) Berikan diuretik sesuai
interuksi

28
b. Fluid balance 9) Kolaborasi dokter jika tanda
Indikator: cairan berlebih muncul
1) Tekanan darah memburuk
dalam batas yang
diharapkan b. Monitor cairan
2) Tekanan arteri 1) Tentukan riwayat jumlah
rata-rata dalam dan tipe intake cairan dan
batas normal eliminasi
3) Tekanan vena 2) Tentukan faktor resiko
sentral dalam dari ketidak seimbangan
batas yang caiaran
diharapkan 3) Monitor berat badan
4) Tekanan 4) Monitor serum dan
hambatan osmilalitas urine
pulmonal dalam 5) Monitor BP, HR, dan RR
batas yang 6) Monitor tekanan darah
diharapkan 7) Monitor hemodinamik
5) Palpasi nadi infasif
perifer 8) Catat secara teratur intake
6) Hipotensi dan output
7) Keseimbangan
intake dan output
8) Perubahan suara
nafas (-)
9) Kestabilan berat
badan
10) Distensi vena
leher (-)
11) Edema perifer (-)
12) Mata cekung (-)
13) Hidrasi kulit
14) Kelembaban
mukosa kulit
15) Elektrolit serum
dalam batas
normal
16) Hematokrit
dalam batas
normal

7. Intoleransi a. Energi a. Energy Management


Aktivitas b/d Conservation Aktivitas :
ketidakseimbanga Indikator : 1) Tentukan keterbatasan
n antara suplai 1) Menunjukkan pasien terhadap aktivitas
dan kebutuhan keseimbangan 2) Tentukan penyebab lain
oksigen antara aktivitas dari kelelahan

29
dengan istirahat 3) Dorong pasien untuk
2) Menggunakan mengungkapkan perasaan
teknik tentang keterbatasannya
3) Mengenali 4) Observasi nutrisi sebagai
keterbatasan sumber energi yang
energi adekuat
4) Menyesuaikan 5) Observasi respon jantung-
gaya hidup paru terhadap aktivitas
sesuai tingkat (misalnya takikardia,
energi disritmia, dispnea, pucat,
5) Mempertahanka dan frekuensi pernafasan)
n gizi yang 6) Dorong pasien untuk
cukup melakukan aktivitas sesuai
6) Melaporkan sumebr energi
aktivitas yang 7) Instruksikan pasien atau
sesuai dengan keluarga untuk mengenal
energi. tanda dan gejala kelelahan
b. Activity Tolerance yang memerlukan
Indikator : pengurangan aktivitas.
1) Saturasi oksigen 8) Bantu pasien atau
saat melakukan keluargauntuk
aktivitas menentukan tujuan akhir
membaik/dalam yang realistis
rentang normal 9) Evaluasi program
2) nadi saat peningkatan tingkat
melakukan aktivitas
aktivitas dalam
rentang normal b. Actifity Therapy
3) tidak sesak Aktivitas :
napas saat 1) Bantu pasien untuk
melakukan mengidentifikasi aktivitas
aktivitas yang mampu dilakukan
4) tekanan darah 2) Bantu untuk
saat melakukan mengidentifikasi dan
aktivitas dalam mendapatkan sumber yang
rentang normal diperlukan untuk aktiivtas
3) mudah yang diinginkan
melakukan 3) Bantu pasien atau keluarga
ADL untuk mengidentifikasi
c. Self Care : ADL kekurangan dalam
Indikator : beraktivitas
1) Mampu 4) Sediakan penguat positif
melakukan ADL bagi yang aktif
secara mandiri beraktifitas.
(seperti makan, 5) Bantu pasien untuk
memakai mengembangkan motivasi

30
baju,toileting, diri dan penguatan
mandi, 6) Monitor respon fisik,
berdandan, emosi, ssial, dan spiritual
menjaga
kebersihan, oral
hygiene,
berjalan,
berpindah
tempat)
8. Ansietas b/d a. Kontrol Kecemasan a. Penurunan Kecemasan
perubahan status Indikator: 1) Gunakan pendekatan yang
kesehatan, 1) Kecemasan menenangkan
ancaman berkurang 2) Nyatakan dengan jelas
kematian 2) Menggunakan harapan terhadap pelaku
teknik relaksasi pasien
untuk meredakan 3) Jelaskan semua prosedur
ansietas dan apa yang dirasakan
selama prosedur
4) Temani pasien untuk
memberikan keamanan
dan mengurangi takut
5) Berikan informasi faktual
mengenai diagnosis,
tindakan prognosis
6) Libatkan keluarga untuk
mendampingi klien
7) Instruksikan pada pasien
untuk menggunakan
tehnik relaksasi
8) Dengarkan dengan penuh
perhatian
9) Identifikasi tingkat
kecemasan
10) Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
11) Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
12) Kelola pemberian obat
anti cemas
9. Kurang a. Knowledge: a. Teaching: disease Process
pengetahuan b/d Disease Process 1) Berikan penilaian tentang
keterbatasan Indikator: tingkat pengetahuan
kognitif, tidak 1) Mampu memahami pasien tentang proses
mengetahui tentang penyakit, penyakit yang spesifik

31
sumber- sumber kondisi, prognosis, 2) Jelaskan patofisiologi dari
informasi dan program penyakit dan bagaimana
pengobatan hal ini berhubungan
2) Mampu dengan anatomi dan
menjelaskan fisiologi, dengan cara yang
kembali yang tepat.
dijelaskan perawat/ 3) Gambarkan tanda dan
tim kesehatan gejala yang biasa muncul
lainnya pada penyakit, dengan
cara yang tepat
4) Gambarkan proses
penyakit, dengan cara
yang tepat
5) Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengan cara
yang tepat
6) Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
7) Sediakan bagi keluarga
informasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
8) Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
9) Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
10) Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat

4. Implementasi
Implementasi berdasarkan intervensi yang telah ditentukan.

5. Evaluasi
Evaluasi pada semua tindakan yang telah diberikan.

32
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan telaah pustaka maka dapat disimpulan bahwa :
1. Infark miokard akut merupakan proses rusaknya jaringan akibat suplai
darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah coroner berkurang
(Smeltzer& Bare,2006). Infark miokard akut disebabkan oleh terlepasnya
plak ateroklerosis dan membentuk thrombus sehingga menyebabkan oklusi
arteri. Patofisiologi infark miokard akut yaitu terjadi aterosklerotik,
spasme pembuluh darah, dan emboli trombus merupakan etiologi yang
paling sering menyebabkan terjadinya infark miokard akut. Terjadinya
penyumbatan pembuluh darah koroner menyebabkan aliran darah ke
seluruh miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh tersebut terhambat.
Terhambatnya aliran darah juga akan menghambat suplai oksigen ke sel-
sel miokardium
2. Terapi farmakologi diberikan dengan terapi MONA atau dijabarkan
sebagai Morphin, Oksigenasi, Nitrat dan Aspirin.
3. Terapi diet ditinjau dari nutrisi preventif yang digunakan untuk mencegah
penyakit koroner/ kardiovaskuler, sementara nutrisi kuratif digunakan
untuk mencapai kesembuhan pasien-pasien dengan penyakit infark
miokard akut dengan memperhatikan syarat-syarat diet serta jenis diet.
4. Asuhan keperawatan kegawatdaruratan secara bio-psiko-sosio-spiritual
diterapkan pada pasien-pasien dengan penyakit infark miokard akut baik
dari segi pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi dan
evaluasi.

B. Saran
Perawat profesional harus dapat memahami segala aspek Infark Miokard
Akut sehingga perawat dapat melakukan perawatan kegawatdaruratan yang
tepat kepada pasien-pasien dengan penyakit Infark Miokard Akut.

33

Anda mungkin juga menyukai