Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

ATRIAL FIBRILASI

DISUSUN OLEH :
1. AULIA NUR HIBAH (1711009)
2. DEVI KURNIA P.R. (1712018)
3. FITRI ANDRIANA (1711024)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN ADI HUSADA
SURABAYA
2019
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Fibrilasi atrium (FA) merupakan aritmia yang paling sering
ditemui dalam praktik sehari-hari. Prevalensi FA mencapai 1-2% dan
akan terus meningkat dalam 50 tahun mendatang. Framingham Heart
Study yang merupakan suatu studi kohor pada tahun 1948 dengan
melibatkan 5209 subjek penelitian sehat (tidak menderita penyakit
kardiovaskular) menunjukkan bahwa dalam periode 20 tahun, angka
kejadian FA adalah 2,1% pada laki-laki dan 1,7% pada perempuan.
Sementara itu data dari studi observasional (MONICA- multinational
MONItoring of trend and determinant in CArdiovascular disease) pada
populasi urban di Jakarta menemukan angka kejadian FA sebesar 0,2%
dengan rasio laki-laki dan perempuan 3:2. Selain itu, karena terjadi
peningkatan signifikan persentase populasi usia lanjut di Indonesia
yaitu 7,74% (pada tahun 2000-2005) menjadi 28,68% (estimasi WHO
tahun 2045-2050), maka angka kejadian FA juga akan meningkat secara
signifikan. Dalam skala yang lebih kecil, hal ini juga tercermin pada data
di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita yang
menunjukkan bahwa persentase kejadian FA pada pasien rawat selalu
meningkat setiap tahunnya, yaitu 7,1% pada tahun 2010, meningkat
menjadi 9,0% (2011), 9,3% (2012) dan 9,8% (2013).
Fibrilasi atrium menyebabkan peningkatan mortalitas dan
morbiditas, termasuk stroke, gagal jantung serta penurunan kualitas
hidup. Pasien dengan FA memiliki risiko stroke 5 kali lebih tinggi
dan risiko gagal jantung 3 kali lebih tinggi dibanding pasien tanpa

FA. Stroke merupakan salah satu komplikasi FA yang paling


dikhawatirkan, karena stroke yang diakibatkan oleh FA mempunyai
risik kekamuhan yang lebih tinggi. Selain itu, stroke akibat FA ini
mengakibatkan kematian dua kali lipat dan biaya perawatan 1,5 kali
lipat.
Fibrilasi atrium juga berkaitan erat dengan penyakit
kardiovaskular lain seperti hipertensi, gagal jantung, penyakit
jantung koroner, hipertiroid, diabetes melitus, obesitas, penyakit
jantung bawaan seperti defek septum atrium, kardiomiopati, penyakit
ginjal kronis maupun penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

1.2 Rumusan masalah


Apakah yang dimaksud atrial fibrilasi?
Bagaimanakah etiologi penyakit atrial fibrilasi?
Bagaimanakah klasifikasi atrial fibrilasi?
Bagaimanakah penatalaksanaan atrial fibrilasi?
1.3 Tujuan
Memahami pebgertian atrial fibrilasi
Memahami etiologi penyakit atrial fibrilasi
Memahami klasifikasi atrial fibrilasi
Memahami penatalaksanaan atrial fibrilasi
Bab 2
Konsep teori
1.1 Konsep penyakit
A. Definisi
Fibrilasi atrium adalah disritmia atrium yang terjadi sewaktu atrium
berdenyut dengan kecepatan lebih dari 350-600x/menit. Depolarisasi
ventrikel menjadi ireguler dan mungkin dapat mengikuti depolarisasi atrium
mungkin pula tidak. Pengisian ventrikel tidak secara total bergantung pada
kontraksi atrium yang terorganisasi, sehingga aliran darah yang masuk dan
keluar ventrikel biasanya cukup kecuali pada waktu-waktu terjadi
peningkatan kebutuhan misalnya, selama berolahraga (Corwin, 2009).
Fibrilasi atrium adalah depolarisasi muncul di banyak tempat di atrium,
menyebabkan depolarisasi yang tidak terkoordinasi dengan frekuensi tinggi.
Sentakan fokus ektopik pada struktur vena yang dekat dengan atrium
(biasanya vena pulmonal) merupakan penyebab tertinggi (Dharma, 2012).
Fibrilasi atrium didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal.
Aktivitas listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan mengakibatkan
atrium bekerja terus menerus menghantarkan impuls ke nodus AV sehingga
respon ventrikel menjadi ireguler. Atrial fibrilasi dapat bersifat akut maupun
kronik dan umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun (Berry and Padgett,
2012).
Ciri-ciri FA pada gambaran EKG umumnya sebagai berikut:
1) EKG permukaan menunjukkan pola interval RR yang ireguler
2) Tidak dijumpainya gelombang P yang jelas pada EKG
permukaan. Kadang-kadang dapat terlihat aktivitas atrium
yang ireguler pada beberapa sadapan EKG, paling sering pada
sadapan V1.
3) Interval antara dua gelombang aktivasi atrium tersebut biasanya
bervariasi, umumnya kecepatannya melebihi 450x/ menit.
B. ETIOLOGI ATRIAL FIBRILASI (AF)
1. Penyebab penyakit kardiovaskuler
a. Penyakit jantung iskemik
b. Hipertensi kronis
c. Kelainan katup mitral (stenosis mitral)
d. Perikarditis
e. Kardiomiopati, gagal jantung, Sindrome WPW, dan LVH
f. Tumor intracardiac
2. Penyebab non kardiovaskuler
a. Kelainan metabolik :
- Tiroksikosis
- Alkohol akut/kronis
b. Penyakit pada paru
- Emboli paru
- Pneumonia
- PPOM
- Kor pulmonal
c. Gangguan elektrolit : Hipokalemia, Magnesium, dan Calsium
d. Simpatomimetik obat-obatan dan listrik

C. Klasifikasi
Secara klinis FA dapat dibedakan menjadi lima jenis menurut
waktu presentasi dan durasinya, yaitu:
1) FA yang pertama kali terdiagnosis. Jenis ini berlaku untuk
pasienyangpertamakalidatangdenganmanifestasiklinis FA, tanpa
memandang durasi atau berat ringannya gejala yang muncul.
2) FA paroksismal adalah FA yang mengalami terminasi
spontan dalam 48 jam, namun dapat berlanjut hingga 7 hari.
3) FA persisten adalah FA dengan episode menetap hingga
lebih dari 7 hari atau FA yang memerlukan kardioversi
dengan obat atau listrik.
4) FA persisten lama (long standing persistent) adalah FA
yang bertahan hingga ≥1 tahun, dan strategi kendali irama
masih akan diterapkan.
5) FA permanen merupakan FA yang ditetapkan sebagai
permanen oleh dokter (dan pasien) sehingga strategi kendali
irama sudah tidak digunakan lagi. Apabila strategi kendali
irama masih digunakan maka FA masuk ke kategori FA
persisten lama.
Klasifikasi FA seperti di atas tidaklah selalu eksklusif
satu sama lain (gambar 3). Artinya, seorang pasien mungkin
dapat mengalami beberapa episode FA paroksismal, dan
pada waktu lain kadang-kadang FA persisten, atau
sebaliknya. Untuk itu, secara praktis, pasien dapat
dimasukkan ke salah satu kategori di atas berdasarkan
manifestasi klinis yang paling dominan.

Episode FA pertama kali

Paroksismal
(terminasi spontan,
umumnya <48 jam)

Persisten
(>7 hari atau perlu kardioversi)

Persisten lama
(>1 tahun)

Permanen
(disepakati)

Gambar 3. Klasifikasi FA menurut waktu presentasinya. Fibrilasi atrium dapat


mengalami progresivitas dari paroksismal menjadi persisten, persisten lama
atau permanen. Seluruh tipe FA tersebut dapat merupakan presentasi awal atas
dasar riwayat sebelumnya (disadur dari referensi 2).
Selain dari 5 kategori yang disebutkan diatas, yang terutama
ditentukan oleh awitan dan durasi episodenya, terdapat beberapa
kategori FA tambahan menurut ciri-ciri dari pasien:
 FA sorangan (lone): FA tanpa disertai penyakit struktur
kardiovaskular lainnya, termasuk hipertensi, penyakit paru
terkait atau abnormalitas anatomi jantung seperti pembesaran
atrium kiri, dan usia di bawah 60 tahun.
 FA non-valvular: FA yang tidak terkait dengan penyakit rematik
mitral, katup jantung protese atau operasi perbaikan katup mitral.
 FA sekunder: FA yang terjadi akibat kondisi primer yang
menjadi pemicu FA, seperti infark miokard akut, bedah jantung,
perikarditis, miokarditis, hipertiroidisme, emboli paru,
pneumonia atau penyakit paru akut lainnya. Sedangkan FA
sekunder yang berkaitan dengan penyakit katup disebut FA
valvular.
Respon ventrikel terhadap FA, sangat tergantung pada sifat
elektrofisiologi dari NAV dan jaringan konduksi lainnya, derajat
tonus vagal serta simpatis, ada atau tiadanya jaras konduksi
tambahan, dan reaksi obat.
Berdasarkan kecepatan laju respon ventrikel (interval RR) maka
FA dapat dibedakan menjadi [gambar 4 (A, B, C)] :
1. FA dengan respon ventrikel cepat: Laju ventrikel >100x/
menit
2. FA dengan respon ventrikel normal: Laju ventrikel 60-
100x/menit
3. FA dengan respon ventrikel lambat: Laju ventrikel <60x/
menit.

A.
B.

C.

Gambar 4. Rekaman EKG FA. A. FA dengan respon ventrikel normal, B. FA


dengan respon ventrikel cepat, C. FA dengan respon ventrikel lambat.
Menentukan laju jantung dapat menggunakan interval RR.
Laju jantung yang tidak beraturan seperti pada FA, dapat dihitung
dengan mengalikan rerata laju jantung dalam 6 detik (30 kotak besar)
dikalikan dengan 10.

Dengan kecepatan kertas EKG standar 25mm/detik, maka :

- 1 kotak kecil = 0,04 detik


- 1 kotak besar = 0,2 detik
- 5 kotak besar = 1 detik
- 30 kotak besar = 6 detik
Pada contoh EKG gambar 4 C di atas, dalam 6 detik (30 kotak
besar) didapatkan 4 gelombang QRS, sehingga laju jantung adalah
4x10 = 40x/menit. Fibrilasi atrium dengan laju jantung <60x/menit
dikategorikan sebagai FA dengan respon ventrikel lambat.
Interval RR yang reguler mungkin terjadi apabila terdapat blok
atrioventrikular dengan irama pengganti (escape rhythm) junctional,
subjunctional atau ventrikular. Pada pasien dengan pacu jantung
permanen, diagnosis FA mungkin memerlukan inhibisi sementara dari
pacu jantung agar aktivitas fibrilasi atrium dapat terlihat. Takikardia
yang cepat, ireguler, dan menetap dengan kompleks QRS yang lebar
mengindikasikan FA dengan konduksi melalui jaras tambahan atau
FA dengan blok berkas cabang.

Aritmia lain yang terkait

Fibrilasi atrium dapat terjadi secara terisolasi atau berhubungan


dengan aritmia lainnya, paling sering kepak atrium (atrial flutter) atau
takikardia atrium. Kepak atrium (KA) dapat terjadi selama pengobatan
dengan agen antiaritmia untuk mencegah rekurensi FA. Perbedaannya
adalah pada KA yang tipikal, terdapat pola aktivasi atrium yang reguler
berupa gigi gergaji pada rekaman EKG atau disebut gelombang kepak
(f ), terutama nampak jelas pada sadapan II, III, aVF dan V1. Secara
alami, laju atrium pada KA tipikal sedikit lebih lambat dari FA,
umumnya berkisar antara 240-320x/menit, dengan aksis gelombang f
negatif pada sadapan II, III, aVF serta positif di V1. Arah aktivasi pada
atrium kanan dapat terbalik, sehingga gelombang f positif di sadapan II,
III, aVF dan negatif di V1 (disebut tipikal terbalik). Kepak atrium
seringkali juga terjadi dengan blok AV 2:1 sehingga bermanifestasi
sebagai laju ventrikel reguler atau ireguler berkisar 120-160x/menit
(rata-rata 150x/ menit).
Kepak atrium dapat berdegenerasi menjadi FA dan FA dapat
mengalami konversi menjadi KA. Pola EKG mungkin berfluktuasi
antara KA dan FA, sebagai cerminan peralihan aktivasi dalam atrium.
Takikardia atrium fokal, takikardia reentri atrioventrikular dan takikardia
reentri NAV mungkin juga dapat memicu FA. Pada takikardia
supraventrikular lainnya seperti disebut di atas, gelombang P umumnya
dapat diidentifikasi dengan jelas dan memiliki garis isoelektrik pada
1 atau lebih sadapan EKG. Morfologi dari gelombang P dapat membantu
melokalisasi asal dari takikardia.

PATOFISIOLOGI
Adanya regangan akut dinding atrium dan fokus ektopik di lapisan dinding
atrium diantara vena pulmonalis atau vena cavajunctionsmerupakan pencetus
AF.Daerah ini dalam keadaan normal memiliki aktifitas listrik yang sinkron,
namun pada regangan akut dan aktifitas impuls yang cepat, dapat
menyebabkan timbulnya after-depolarisation lambat dan aktifitas triggered.
Triggered yang dijalarkan kedalam miokard atrium akan menyebabkan
inisiasi lingkaran-lingkaran gelombang reentry yang pendek (wavelets of
reentry) dan multiple. Lingkaran reentry yang terjadi pada AF tedapat pada
banyak tempat (multiple) dan berukuran mikro, sehingga menghasilkan
gelombang P yang banyak dalam berbagai ukuran dengan amplitudo yang
rendah (microreentrant tachycardias).Berbeda halnya dengan flutter atrium
yang merupakan suatu lingkaran reentry yang makro dan tunggal di dalam
atrium (macroreentrant tachycardias).
AF dimulai dengan adanya aktifitas listrik cepat yang berasal dari lapisan
muskular dari vena pulmonalis. Aritmia ini akan berlangsung terus dengan
adanya lingkaran sirkuit reentry yang multipel. Penurunan masa refrakter dan
terhambatnya konduksi akan memfasilitasi terjadinya reentry.
Setelah AF timbul secara kontinu, maka akan terjadi remodeling listrik
(electrical remodeling) yang selanjutnya akan membuat AF permanen.
Perubahan ini pada awalnya reversibel, namun akan menjadi permanen
seiring terjadinya perubahan struktur, bila AF berlangsung lama.
Atrium tidak adekuat memompa darah selama AF berlangsung. Walaupun
demikian, darah akan mengalir secara pasif melalui atrium ke dalam
ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak 20 –
30 %. Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari fibrilasi
ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun
dengan fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari seluruh
daya pompa jantung. Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan ventrikel
berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak
memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk
memompa ke paru-paru dan tubuh.
Terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada
atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. trombus ini
meningkatkan resiko terjadinya stroke emboli dan gangguan hemostasis.
Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga
sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF. Kelainan-kelainan
tersebut adalah peningkatan faktor von Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen,
D-dimer, dan fragmen protrombin 1,2. AF akan meningkatkan agregasi
trombosit, koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya AF.

1.2 Konsep asuhan keperawatan


1. Pengkajian
Anamnesis

Spektrum presentasi klinis FA sangat bervariasi, mulai dari


asimtomatik hingga syok kardiogenik atau kejadian serebrovaskular
berat. Hampir >50% episode FA tidak menyebabkan gejala (silent atrial
fibrillation). Beberapa gejala ringan yang mungkin dikeluhkan pasien
antara lain:

 Palpitasi. Umumnya diekspresikan oleh pasien sebagai:


pukulan genderang, gemuruh guntur, atau kecipak ikan di
dalam dada.
 Mudah lelah atau toleransi rendah terhadap aktivitas fisik
 Presinkop atau sinkop
 Kelemahan umum, pusing
Selain itu, FA juga dapat menyebabkan gangguan hemodinamik,
kardiomiopati yang diinduksi oleh takikardia, dan tromboembolisme
sistemik. Penilaian awal dari pasien dengan FA yang baru pertama kali
terdiagnosis harus berfokus pada stabilitas hemodinamik dari pasien.

Selain mencari gejala-gejala tersebut diatas, anamnesis dari


setiap pasien yang dicurigai mengalami FA harus meliputi
pertanyaan- pertanyaan yang relevan, seperti:

 Penilaian klasifikasi FA berdasarkan waktu presentasi, durasi, dan


frekuensi gejala.
 Penilaian faktor-faktor presipitasi (misalnya aktivitas, tidur,
alkohol). Peran kafein sebagai faktor pemicu masih kontradiktif.
 Penilaian cara terminasi (misalnya manuver vagal).
 Riwayat penggunaan obat antiaritmia dan kendali laju
sebelumnya.
 Penilaianadakahpenyakitjantungstrukturalyangmendasarinya.
 Riwayat prosedur ablasi FA secara pembedahan (operasi Maze) atau
perkutan (dengan kateter).
 Evaluasi penyakit-penyakit komorbiditas yang memiliki potensi
untuk berkontribusi terhadap inisiasi FA (misalnya hipertensi,
penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertiroid, penyakit
jantung valvular, dan PPOK).

Tabel 1. Pertanyaan yang relevan untuk ditanyakan pada pasien


yang dicurigai atau diketahui FA.
Daftar pertanyaan

Apakah irama jantung saat episode serangan terasa teratur atau


tidak teratur ?

Apakah terdapat faktor pencetus seperti aktivitas fisik, emosi atau


asupan alkohol ?
Apakah gejala selama episode terasa sedang atau berat – derajat
keparahan dapat diekspresikan dengan menggunakan skor EHRA
Apakah episode yang dirasakan sering atau jarang, dan apakah singkat
atau cukup lama ?
Apakah terdapat riwayat penyakit penyerta seperti: hipertensi, penyakit
jantung koroner, gagal jantung, penyakit vaskular perifer, penyakit
serebrovaskular, stroke, diabetes atau penyakit paru kronik ?
Apakah ada riwayat penyalahgunaan alkohol ?
Apakah ada riwayat keluarga dengan FA ?

Pemeriksaan fisis

Pemeriksaan fisis selalu dimulai dengan pemeriksaan jalan


nafas (Airway), pernafasan (Breathing) dan sirkulasi (Circulation)
dan tanda-tanda vital, untuk mengarahkan tindak lanjut terhadap FA.
Pemeriksaan fisis juga dapat memberikan informasi tentang dasar
penyebab dan gejala sisa dari FA.

Tanda Vital

Pengukuran laju nadi, tekanan darah, kecepatan nafas dan


saturasi oksigen sangat penting dalam evaluasi stabilitas hemodinamik
dan kendali laju yang adekuat pada FA. Pada pemeriksaan fisis, denyut
nadi umumnya ireguler dan cepat, sekitar 110-140x/menit, tetapi jarang
melebihi 160-170x/menit. Pasien dengan hipotermia atau dengan
toksisitas obat jantung (digitalis) dapat mengalami bradikadia.

Kepala dan Leher

Pemeriksaan kepala dan leher dapat menunjukkan eksoftalmus,


pembesaran tiroid, peningkatan tekanan vena jugular atau sianosis.
Bruit pada arteri karotis mengindikasikan penyakit arteri perifer dan
kemungkinan adanya komorbiditas penyakit jantung koroner.

Paru

Pemeriksaan paru dapat mengungkap tanda-tanda gagal


jantung (misalnya ronki, efusi pleura). Mengi atau pemanjangan
ekspirasi mengindikasikan adanya penyakit paru kronik yang
mungkin mendasari terjadinya FA (misalnya PPOK, asma)

Jantung

Pemeriksaan jantung sangat penting dalam pemeriksaan fisis


pada pasien FA. Palpasi dan auskultasi yang menyeluruh sangat
penting untuk mengevaluasi penyakit jantung katup atau
kardiomiopati. Pergeseran dari punctum maximum atau adanya bunyi
jantung tambahan (S3) mengindikasikan pembesaran ventrikel dan
peningkatan tekanan ventrikel kiri. Bunyi II (P2) yang mengeras
dapat menandakan adanya hipertensi pulmonal.
Pulsus defisit, dimana terdapat selisih jumlah nadi yang teraba
dengan auskultasi laju jantung dapat ditemukan pada pasien FA.

Abdomen

Adanya asites, hepatomegali atau kapsul hepar yang teraba


mengencang dapat mengindikasikan gagal jantung kanan atau
penyakit hati intrinsik. Nyeri kuadran kiri atas, mungkin disebabkan
infark limpa akibat embolisasi perifer.

Ekstremitas bawah

Pada pemeriksaan ekstremitas bawah dapat ditemukan


sianosis, jari tabuh atau edema. Ekstremitas yang dingin dan tanpa
nadi mungkin mengindikasikan embolisasi perifer. Melemahnya nadi
perifer dapat mengindikasikan penyakit arterial perifer atau curah
jantung yang menurun.

Neurologis

Tanda-tanda Transient Ischemic Attack (TIA) atau kejadian


serebrovaskular terkadang dapat ditemukan pada pasien FA.
Peningkatan refleks dapat ditemukan pada hipertiroidisme.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mencari gangguan/


penyakit yang tersembunyi, terutama apabila laju ventrikel sulit
dikontrol. Satu studi menunjukkan bahwa elevasi ringan troponin I saat
masuk rumah sakit terkait dengan mortalitas dan kejadian kardiak yang
lebih tinggi, dan mungkin berguna untuk stratifikasi risiko.

Pemeriksaan laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:

 Darah lengkap (anemia, infeksi)


 Elektrolit, ureum, kreatinin serum (gangguan elektrolit atau gagal
ginjal)
 Enzim jantung seperti CKMB dan atau troponin (infark
miokard sebagai pencetus FA)
 Peptida natriuretik (BNP, N-terminal pro-BNP dan ANP) memiliki
asosiasi dengan FA. Level plasma dari peptida natriuretik
tersebut meningkat pada pasien dengan FA paroksismal
maupun persisten, dan menurun kembali dengan cepat setelah
restorasi irama sinus.
 D-dimer (bila pasien memiliki risiko emboli paru)
 Fungsi tiroid (tirotoksikosis)
 Kadar digoksin (evaluasi level subterapeutik dan/atau toksisitas)
 Uji toksikologi atau level etanol

Elektrokardiogram (EKG)

Temuan EKG biasanya dapat mengkonfirmasi diagnosis FA


dan biasanya mencakup laju ventrikel bersifat ireguler dan tidak
terdapat gelombang P yang jelas, digantikan oleh gelombang F yang
ireguler dan acak, diikuti oleh kompleks QRS yang ireguler pula.

Manifestasi EKG lainnya yang dapat menyertai FA antara lain:

 Laju jantung umumnya berkisar 110-140x/menit, tetapi jarang


melebihi 160-170x/menit.
 Dapat ditemukan denyut dengan konduksi aberan (QRS lebar)
setelah siklus interval R-R panjang-pendek (fenomena Ashman)
 Preeksitasi
 Hipertrofi ventrikel kiri
 Blok berkas cabang
 Tanda infark akut/lama

Elektrokardiogram juga diperlukan untuk memonitor interval


QT dan QRS dari pasien yang mendapatkan terapi antiaritmia untuk
FA.
Foto toraks

Pemeriksaan foto toraks biasanya normal, tetapi kadang-


kadang dapat ditemukan bukti gagal jantung atau tanda-tanda
patologi parenkim atau vaskular paru (misalnya emboli paru,
pneumonia).
Uji latih atau uji berjalan enam-menit

Uji latih atau uji berjalan enam-menit dapat membantu


menilai apakah strategi kendali laju sudah adekuat atau belum
(target nadi
<110x/menit setelah berjalan 6-menit). Uji latih dapat menyingkirkan
iskemia sebelum memberikan obat antiaritmia kelas 1C dan dapat
digunakan juga untuk mereproduksi FA yang dicetuskan oleh
aktivitas fisik.

Ekokardiografi

Ekokardiografi transtorakal memiliki sensitivitas yang


rendah dalam mendeteksi trombus di atrium kiri, dan ekokardiografi
transesofageal adalah modalitas terpilih untuk tujuan ini.

Ekokardiografi transtorakal (ETT) terutama bermanfaat untuk :

 Evaluasi penyakit jantung katup


 Evaluasi ukuran atrium, ventrikel dan dimensi dinding
 Estimasi fungsi ventrikel dan evaluasi trombus ventrikel
 Estimasi tekanan sistolik paru (hipertensi pulmonal)
 Evaluasi penyakit perikardial
Ekokardiografi transesofageal (ETE) terutama bermanfaat
untuk :

 Trombus atrium kiri (terutama di AAK)


 Memandu kardioversi (bila terlihat trombus, kardioversi harus
ditunda)

Computed tomography (CT) scan dan magnetic resonance imaging


(MRI)

Pada pasien dengan hasil D-dimer positif, CT angiografi


mungkin diperlukan untuk menyingkirkan emboli paru. Teknologi
3 dimensi seperti CT scan atau MRI seringkali berguna untuk
mengevaluasi anatomi atrium bila direncanakan ablasi FA. Data
pencitraan dapat diproses untuk menciptakan peta anatomis dari
atrium kiri dan VP.
Monitor Holter atau event recording

Monitor Holter dan event recording dapat berguna untuk

menegakkan diagnosis FA paroksismal, dimana pada saat presentasi,


FA tidak terekam pada EKG. Selain itu, alat ini juga dapat digunakan
untuk mengevaluasi dosis obat dalam kendali laju atau kendali irama.

Studi Elektrofisiologi

Studi elektrofisiologi dapat membantu mengidentifikasi


mekanisme takikardia QRS lebar, aritmia predisposisi, atau penentuan
situs ablasi kuratif.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan
kontraktilitas.
Tujuan : Klien akan menunjukkan tanda vital dalam batas yang
dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala
gagal jantung, melaporkan penurunan episode dispnea, angina,
ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
No. Intervensi Rasional
Auskultasi nadi apical ; Kaji Biasanya terjadi takikardi
1. frekuensi, irama jantung. (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikel.

Catat bunyi jantung. S1 dan S2 mungkin lemah karena


menurunnya kerja pompa. Irama
Gallop umum (S3 dan S4)
dihasilkan sebagai aliran darah
keserambi yang distensi. Murmur
dapat menunjukkan
Inkompetensi/stenosis katup.
Palpasi nadi perifer
Penurunan curah jantung dapat
menunjukkan menurunnya nadi
radial, popliteal, dorsalis, pedis dan
posttibial. Nadi mungkin cepat
hilang atau tidak teratur untuk
dipalpasi dan pulse alternatif.
Pantau TD
Pada GJK dini, sedang atau kronis
tekanan darah dapat meningkat.
Pada HCF lanjut tubuh tidak
mampu lagi mengkompensasi
Kaji kulit terhadap pucat dan danhipotensi tidak dapat normal
sianosis lagi.

Pucat menunjukkan menurunnya


perfusi perifer sekunder terhadap
tidak adekutnya curah jantung;
vasokontriksi dan anemia. Sianosis
dapat terjadi sebagai refrakstori
GJK. Area yang sakit sering
Berikan oksigen tambahan berwarna biru atau belang karena
dengan kanula nasal/masker peningkatan kongesti vena.
dan obat sesuai indikasi
(kolaborasi) Meningkatkan sediaan oksigen
untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia.
Banyak obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas dan
menurunkan kongesti.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran


kapiler-alveolus.
Tujuan : Klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi
adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang
normal dan bebas gejala distress pernapasan, berpartisipasi dalam
program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
No. Intervensi Rasional
2. Pantau bunyi nafas, catat Menyatakan adanya kongesti
krekles. paru/pengumpulan secret
menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi lanjut.

Ajarkan/anjurkan klien batuk Membersihkan jalan nafas dan


efektif, nafas dalam. memudahkan aliran oksigen.

Dorong perubahan posisi. Membantu mencegah atelektasis dan


pneumonia.

Kolaborasi dalam Hipoksemia dapat terjadi berat


Pantau/gambarkan seri GDA, selama edema paru.
nadi oksimetri.
Membantu dalam mengurangi edema
Berikan obat/oksigen dan memudah jalan nafas.
tambahan sesuai indikasi.
3. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan

No. Intervensi Rasional


3. Selidiki keluhan nyeri dada, Nyeri secara khas terletak
perhatikan awitan dan factor substernal dan dapat menyebar
pemberat dan keleher dan punggung. Namun ini
penurun.Perhatikan petunjuk berbeda dari iskemia infark
nonverbal ketidak-nyamanan. miokard. Pada nyeri ini dapat
memburuk pada inspirasi dalam,
gerakan atau berbaring dan hilang
dengan duduk
tegak/membungkuk.
Lingkungan yang tenang dan
tindakan kenyamanan mis: Untuk menurunkan
perubahan posisi, masasage ketidaknyamanan fisik dan
punggung,kompres hangat emosional pasien.
dingin, dukungan emosional.

Berikan aktivitas hiburan yang


tepat. Mengarahkan perhatian,
memberikan distraksi dalam
tingkat aktivitas individu.
Berikan obat-obatan sesuai
indikasi nyeri. Untuk menghilangkan nyeri dan
respon inflamasi.

4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan/kelelahan.


Tujuan : Klien akan berpartisipasi padaaktivitas yang diinginkan, memenuhi
perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat
diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
No. Intervensi Rasional
4. Periksa tanda vital sebelum Hipotensi ortostatik dapat terjadi
dan segera setelah aktivitas, dengan aktivitas karena efek obat
khususnya bila klien (vasodilasi), perpindahan cairan
menggunakan (diuretic) atau pengaruh fungsi
vasodilator,diuretic dan jantung.
penyekat beta.

Catat respons Penurunan/ketidakmampuan


kardiopulmonal terhadap miokardium untuk meningkatkan
aktivitas, catat takikardi, volume sekuncup selama aktivitas
diritmia, dispnea dapat menyebabkan peningkatan
berkeringat dan pucat. segera frekuensi jantung dan
kebutuhan oksigen juga peningkatan
kelelahan dan kelemahan.

Dapat menunjukkan peningkatan


Evaluasi peningkatan dekompensasi jantung daripada
intoleran aktivitas. kelebihan aktivitas.

Peningkatan bertahap pada aktivitas


Implementasi program menghindari kerja jantung/konsumsi
rehabilitasi jantung/aktivitas oksigen berlebihan. Penguatan dan
(kolaborasi) perbaikan fungsi jantung dibawah
stress, bila fungsi jantung tidak dapat
membaik kembali.

5. Discharge Planning
a. Anjurkan pada pasien untuk hindari aktivitas yang bisa
memperburuk keadaan selama di rawat.
b. Anjurkan kepada pasien hindari makanan dan minuman yang
dapat memperlambat proses penyembuhan selama dirawat.
c. Anjurkan kepada pasien tidak melakukan aktivitas berlebih di
rumah.
d. Anjurkan pada pasien untuk memperhatikan pola makan dan
minum di rumah.
e. Anjurkan pada pasien untuk berhenti merokok atau minum
beralkohol kalau pasien seorang perokok atau peminum.
f. Anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi obat yang diberikan
sesuai dosis.
Bab 3
Studi kasus

A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. Suwariyati
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Ds. Geger II 02/03 Girirejo - Tegalrejo
Pekerjaan : Petani / Perkebun
No. RM : 083840
Tanggal Masuk : 23 Maret 2017
Tanggal Keluar : 26 Mare 2017

DATA DASAR
1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada hari Jumat, 24 maret
2017 di bangsal seruni RST TK II dr. Soedjono Magelang

a) Keluhan utama : Sesak nafas


b) Keluhan tambahan : Nyeri dada sebelah kiri disertai
berdebar debar dan rasa perih pada ulu hati
P : Nyeri saat beraktivitas
Q : Nyeri seperti tertusuk
R : Nyeri dada sebelah kiri disertai berdebar debar dan rasa perih
pada ulu hati
S : Skala nyeri 4
T : Nyeri saat sesak nafas.
c) Onset : +/ 1 hari
d) Lokasi :Dada, perut
e) Kronologi :
Sebelum masuk rumah sakit :
+/ 2 tahun yang lalu pasien pertama kali mengalami nyeri
dada, pasien pernah dirawat di RST magelang dan rajin kontol poli
jantung. Pertama kali pasien dirawat di RST Magelang dengan nyeri
dada dan sesak nafas. Pasien mengaku jika pasien mengalami stres
yang cukup tinggi atau kelelahan keluhan tersebut muncul.
+/ 1,5 tahun yang lalu pasien pernah dirawat di ICU RST
magelang. Pada saat itu pasien datang ke RST Magelang diantar oleh
suaminya dengan nyeri dada hebat, sesak nafas, keringat dingin,
berdebar debar, pasien sempat mengalami penurunan kesadaran dan
sempat diberi bantuan hidup dasar dan pertolongan defibrilator. Dokter
mengatakan bahwa pasien mengalami gangguan irama jantung, dan
menyarankan pasien untuk tidak terlalu stres, rajin kontrol dan minum
obat.
+/ 7 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien datang ke
IGD RST Magelang dengan keluhan utama sesak nafas, sesak nafas
dirasakan sejak pasien bangun tidur. Pasien dirawat di bangsal seruni
selama 3 hari.
Hari saat masuk rumah sakit, pasien bekerja seperti biasa di
sawah, siang hari setelah pulang dari sawah pasien pasien merasa tidak
enak badan, ulu hati terasa perih. Pasien tidak bercerita tentang
keluhan tersebut pada suaminya, pasien minum obat seperti biasa tapi
tidak membaik. Keluhan pasien semakin memberat, pasien mengalami
sesak nafas dan berdebar debar. Karena merasa kuatir akhirnya pasien
dibawa oleh suaminya ke IGD RST magelang pada kamis sore 23
Maret 2017 jam 16.00, di IGD pasien diberikan terapi oksigen,
pemeriksaan rekam jantung dan disarankan untuk rawat inap

f) Riwayat Penyakit Dahulu :


Hipertensi (-)
Penyakit jantung (+)
DM (-)
Asma (-)
g) Riwayat Penyakit Keluarga :
 Riwayat sakit seperti ini disangkal
 Riwayat penyakit jantung disangkal
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat DM disangkal

h) Riwayat Sosial Ekonomi


Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS. Pasien berkerja sebagai petani, terkadang

berkebun.

Kesansosialekonomi : cukup

i) Riwayat Gizi
Status Gizi menurut Indeks Massa Tubuh
Berat badan : 55 Kg
Tinggi Badan : 160 cm
IMT = 60/(1.6 x1.6) = 21,4

Kesan : pertumbuhan normal, status gizi baik


2. PemeriksaanFisik
Jumat, 24 Maret 2017 jam 06.30
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tanda vital :
TD : 130 / 90 mmHg
HR : 124x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 26x/menit, reguler
Suhu : 36,8 o C (axilla)
SPO2 : 93%
Status Internus
 Kepala : mesocephale
 Rambut : hitam, dalam batas normal, tidak
mudah dicabut
 Mata : edema palpebra (-/-),
konjungtivaanemis (-/-), . sklera ikhterik (-/-)
 hidung :simetris, epistaksis -/-, sekret -/-,
nafas ......................................cuping hidung (-/-)
 telinga : discharge (-/-), nyeri tekan (-)
 mulut : gusi berdarah (-), bibir kering (-)
,bibir sianosis ......................................(-), stomatitis (-)
 tenggorokan : tonsil T1/T1, mukosa faring
hiperemis ()
 leher : tidak ada pembesaran KGB
 Paru-Paru
o Inspeksi : pengembangan dinding dada
simetris,retraksi supra sternal, intercostal dan
subcostal (-). Frekuensi nafas 24 kali per menit.
o Palpasi : tidak didapatkan defiasi trakhea,
ekspensi paru dalam batas normal, kuat angkat,
strem fremitus dalam batas normal.
o Perkusi : Lapang dada kiri : sonor dan redup
jantung
Lapang dada kanan : redup
o Auskultasi : Suara dasar : Vesikuler (+/+) Suara
Tambahan Wheezing (-/-), Ronkhi basah kasar (-/-)
 Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tampak
 Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV, linea
midclavicula sinistra, lebar 2 jari, kuat angkat.
 Perkusi :
o Batas kiri : ICS IV, linea midclavicula sinistra
o Batas atas : ICS II, linea parasternal sinistra
o Batas kanan : ICS IV, linea sternalisdextra
o Batas pinggang : ICS III linea parasternal kiri
 Auskultasi : BJ ireguler, terdengar murmur pada pase
I-II

sistolik, suara tambahan (-)

 Abdomen
- Inspeksi : datar
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : timpani di seluruh kuadran, pekak
alih (-) normal, pekak sisih (-) normal, tes undulasi (-)
normal.
- Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (+).
 alat kelamin : Perempuan, dalam batas normal
 anorektal : dalam batas normal
 ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Akral sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
 Kulit : turgor kembali cepat

3. PemeriksaanPenunjang
a. Hematologi :
23 Maret 2017
Leukosit : 15,5 ribu/uL
Eritrosit : 4,74 x 103/uL
Hb : 12,9 g/dl
HCT : 38,4 %
MCV : 81,1 fL
MCHC : 33,6 g/dL
MCH : 25,7 pG
Trombosit : 262 x 103 /uL

b. Kimia darah : 10 Maret 2017


Glukosa : 104 mg.dl
Urea : 36 mg/dl
Creatinin : 1,5 mg/dl
SGOT :96 U/L
SGPT : 72 U/L

Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan X foto Thorak AP Lateral kesan :
- Corakan bronkovaskuler dalam batas normal
- Kedua sinus costophrenicus lancip
- Kedua diafargma licin
- CTR > 0,5
- Mediastinum dan trachea di tengah
- Sistem tulang dan soft tissue normal
Kesan : tampak cardiomegali, tak tampak lymphadenopathy hilus /
mediastinum, pulmo normal

Pemeriksaan ECHOCARDIOGRAM (Maret 2016)


- Dimensi ruang jantung normal
- Left Atrium, Left Ventrikel normal
- Left ventrikel normokinetik
- Right ventrikel baik
- MVP (AML) dengan Mitral Regrugitasi
Pemeriksaan EKG 23 Maret 2017
Irama : Atrial
Frekuensi :187 kali per menit
Aksis : Normo aksis defiasi
Gel P : tidak dapat diinterpretasikan
Interval PR : Tidak dapat diinterpretasikan
Kompleks QRS : Sempit 0,04 dt
Zona transisi : V1, V2 (Counter clockwave)
Segmen ST : Isoelektrik
Gel T : < 0, 12 dt
Kesan :Atrial fibrilasi Rapid

PEMERIKSAAN ENZIM JANTUNG NOVEMBER 2016


CKMB 38 U/L
TROPONIN I (+)

Pemeriksaan EKG Ulang 24 Maret 2017


Irama : Atrial
Frekuensi :60 kali per menit
Aksis : Normo aksis defiasi
Gel P : 0,04 dt
Interval PR : 0,12 dt
Kompleks QRS : Sempit 0,04 dt
Zona transisi : V1, V2 (Counter clockwave)
Segmen ST : Isoelektrik
Gel T : T depresi Segmen anterior
Kesan : OMI Segmen anterior
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan X foto Thorak AP Lateral kesan :
- Corakan bronkovaskuler dalam batas normal
- Tak tampak cardiomegali
- Tak tampak lymphadenopathy hilus / mediastinum
DATA ABNORMALITAS :
Anamnesis :
Sesak nafas, berdebar debar sejak 1 hari, nyeri ulu hati. Pasien memiliki
riwayat jantung.
Pemeriksaan Fisik
o Keadaan Umum Tampak sakit sedang
o Tanda vital : Takikardi, Takipneu
o Pemeriksaan Jantung : Inspeksi ictus cordis tampak . Palpasi ictus
cordis teraba di ICS IV, linea midclavicula sinistra, lebar 2 jari,
kuat angkat, Auskultasi : BJ I-IIIreguler, terdengar murmur pada
fase sistolik, suara tambahan (-)
o Pemeriksaan Abdomen : tekan epigastrium (+).
o Pemeriksaan Penunjang :leukositosis, Peningkatan SGOT, SGPT
dan Creatinin
o Pemeriksaan EKG 23 Maret 2017:Atrial Fibrilasi
o Pemeriksaan EKG 24 Maret 2017 : OMI Segmen anterior
o Pemeriksaan Echocardiografi : MVP (AML) dengan Mitral
Regrugitasi
o Pemeriksaan Radiologi :CTR > 50%, tampak cardiomegali
o Pemeriksaan enzim jantung September 2016 : Troponin +, CKMB
meningkat
ASSASMENT
DIAGNOSIS SEMENTARA
o Atrial Fibrilasi
o Mitral regrugitasi
o Mitral Valve Prolapse
o Issufisiensi Renal
o Issufisiensi Hepar
o Gastropati
B. PENATALAKSANAAN
Terapi cairan : Infus N5 tpm
Terapi Penunjang :
- Inj Lansoprazole 2 x 1
- Digoxin 1 x 1
- Concor 1 x 2,5 mg
- Nucral 3 x 100 cc
- Pradaxa 2 x 150mg
Monitoring :
- Keadaan umum
- Tanda tanda vital
- Evaluasi sesak nafas
- Evaluasi fungsi hati dan ginjal
Edukasi :
- Minum obat secara teratur
- Mengurangi tingkat stres
- Mengurangi pekerjaan berat
- Rajin kontrol jantung

C. PROGNOSA
Quo ad vitam : dubia
Quo ad sanam : dubia
Quo ad fungsionam : dubia

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolus.
2. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan

INTERVENSI
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolus.
Tujuan : Klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi
adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang
normal dan bebas gejala distress pernapasan, berpartisipasi dalam
program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
No. Intervensi Rasional
1. Pantau bunyi nafas, catat Menyatakan adanya kongesti
krekles. paru/pengumpulan secret
menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi lanjut.

Ajarkan/anjurkan klien batuk Membersihkan jalan nafas dan


efektif, nafas dalam. memudahkan aliran oksigen.

Dorong perubahan posisi. Membantu mencegah atelektasis dan


pneumonia.

Kolaborasi dalam Hipoksemia dapat terjadi berat


Pantau/gambarkan seri GDA, selama edema paru.
nadi oksimetri.
Membantu dalam mengurangi edema
Berikan obat/oksigen dan memudah jalan nafas.
tambahan sesuai indikasi.

2. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan

No. Intervensi Rasional


2. Selidiki keluhan nyeri dada, Nyeri secara khas terletak
perhatikan awitan dan factor substernal dan dapat menyebar
pemberat dan keleher dan punggung. Namun ini
penurun.Perhatikan petunjuk berbeda dari iskemia infark
nonverbal ketidak-nyamanan. miokard. Pada nyeri ini dapat
memburuk pada inspirasi dalam,
gerakan atau berbaring dan hilang
dengan duduk
tegak/membungkuk.
Lingkungan yang tenang dan
tindakan kenyamanan mis: Untuk menurunkan
perubahan posisi, masasage ketidaknyamanan fisik dan
punggung,kompres hangat emosional pasien.
dingin, dukungan emosional.

Berikan aktivitas hiburan yang


tepat. Mengarahkan perhatian,
memberikan distraksi dalam
tingkat aktivitas individu.
Berikan obat-obatan sesuai
indikasi nyeri. Untuk menghilangkan nyeri dan
respon inflamasi.
IMPLEMENTASI
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolus.
No. Hari, tanggal,
Implementasi Respon TTD
Dx jam
1. 23 Maret 2017 Mengobservasi bunyi RR : 26x/menit, reguler.
08.30 nafas, catat krekles.
Tidak ada suara nafas
tambahan, cuping
hidung -/-

2. 09.45 Mengajarkan/menganjurk Klien kooperatif dan


an klien nafas dalam. dapat melakukannya
secara mandiri.
3. 10.45 Menganjurkan untuk Posisi klien semifowler
perubahan posisi.

4. 12.00 Berkolaborasi dengan Terpasang kanul nasal 5


dokter dalam pemberian lpm
obat/oksigen tambahan
sesuai indikasi.

2. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan


No. Hari, tanggal,
Implementasi Respon TTD
Dx jam
1. 23 Maret 2017 Menyelidiki keluhan Klien mengatakan neri
08.40 nyeri dada, perhatikan dada sebelah kiri disertai
factor pemberat dan berdebar debar dan rasa
penurun. Perhatikan perih pada ulu hati,
petunjuk nonverbal
nyeri saat beraktivitas,
ketidak-nyamanan.
nyeri seperti tertusuk-
tusuk, skala nyeri 4.
09.30 Menciptakan lingkungan Posisi klien semifowler
yang tenang dan tindakan dan klien mengatakan
kenyamanan mis: merasa nyaman dengn
perubahan posisi, posisi tersebut.
masasage
punggung,kompres
hangat dingin, dukungan
emosional.
No. Hari, tanggal,
Implementasi Respon TTD
Dx jam
11.15 Berikan obat-obatan Alergi (-) mual muntah
sesuai indikasi nyeri. (-)
Inj Lansoprazole 2 x 1
Digoxin 1 x 1
Concor 1 x 2,5 mg
Nucral 3 x 100 cc
Pradaxa 2 x 150mg

EVALUASI

1.1
No Hari, Diagnosa Evaluasi TTD
tanggal, jam keperawatan
1 23 Maret S : Px mengatakan sesak
2017 nafas sudah berkurang
O : Px tampak cemas,
1
gelisah TD : 120/70
2
mmHg, N : 90 x/m, S :
36,5oC, RR : 22 x/m
A :Tujuan teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

2 23 Maret S : Px mengatakan nyeri


2017 dada sebelah kiri
sudah berkurang, skala
nyeri 3
O : Px tampak cemas,
1 gelisah dan meringis
2 enahan nyeri, TD :
120/60 mmHg, S :
36,1OC, N : 80 x/m,
RR : 22 x/m
A :Tujuan teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC

Dharma, Surya. 2012.Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta :

EGC

Marlyn E. Doenges, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC

Muttaqin,Arif.2009. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan

sistemkardiovaskuler. . Jakarta. Penerbit: Salemba Medika PERKI. 2014.

Pedoman Tatalaksana Fibrilasi Atrium. Perhimpunan Dokter Spesialis

Kardiovaskular Indonesia.
Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium 27

Anda mungkin juga menyukai