Anda di halaman 1dari 8

1.

1 Definisi AKI
Acute Kidney Injury (AKI) atau Gagal ginjal akut (GGA) adalah
penurunan cepat (dalam jam hingga 6 minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG)
yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk
mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit (KDIGO, 2012).
Gagal ginjal akut didefinisikan oleh Kidney Disease: Improving Global
Outcomes (KDIGO) sebagai penyakit yang memenuhi setidaknya satu dari hal-hal
ini:
 Peningkatan kreatinin serum ≥ 0.3 mg/dL dalam kurun waktu 48 jam, atau
 Peningkatan kreatinin serum ≥ 1.5 kali dari nilai dasar yang diperkirakan
terjadi dalam kurun waktu 7 hari, atau
 Keluaran urin kurang dari 0.5 mL/kgBB/jam dalam kurun waktu 6 jam

1.2 Klasifikasi AKI


Terdapat 2 klasifikasi besar untuk gagal ginjal akut, yaitu kriteria RIFLE
dan kriteria dari KDIGO.

Tabel 1. Klasifikasi gagal ginjal akut dari KDIGO Clinical Practice


Guideline for Acute Kidney Injury (2012).

Stadiu Kreatinin Serum Keluaran urin


m
1 1.5 – 1.9 kali nilai dasar, atau < 0.5 mL/kgBB/jam selama 6 –
peningkatan ≥ 0.3 mg/dL 12 jam
2 2.0 – 2.9 kali nilai dasar < 0.5 mL/kgBB/jam selama ≥ 12
jam
3 3.0 kali nilai dasar, < 0.3 mL/kgBB/jam selama ≥ 24
atauPeningkatan kreatinin serum jam, atau anuria selama ≥ 12 jam
≥ 4.0 mg/dL, atauPermulaan
dimulai terapi pengganti ginjal,
atauPada pasien < 18
tahun,penurunan LFG < 35
mL/menit per 1.73 m2
LFG: Laju Filtrasi Glomerulus

Tabel 2. Kriteria RIFLE untuk gagal ginjal akut.

Stadiu Kreatinin Serum atau LFG Keluaran urin


m
Risk Kreatinin 1.5 kali nilai dasar, < 0.5 mL/kgBB/jam selama 6 jam
atau > 25% penurunan LFG
Injury Kreatinin 2.0 kali nilai dasar, < 0.5 mL/kgBB/jam selama 12 jam
atau > 50% penurunan LFG
Failure Kreatinin 3.0 kali nilai dasar, < 0.3 mL/kgBB/jam selama 24 jam,
atau > 75% penurunan LFG, atau anuria selama 12 jam
atau kreatinin > 4.0 mg/dL
dengan peningkatan akut 0.5
mg/dL
Loss Kehilangan fungsi ginjal selama > 4 minggu
ESKD End stage kidney disease (penyakit ginjal tahap akhir) selama > 3
bulan
LFG: laju filtrasi glomerulus; ESKD: end stage kidney disease

1.3 Etiologi AKI


Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis
AKI, yakni (1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa
menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit
yang secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI
renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih
(AKI pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat tergantung dari
tempat terjadinya AKI.

1.4 Faktor Resiko


Pemahaman terhadap faktor resiko yang dimilki individu dapat membantu
untuk mencegah terjadinya AKI. Hal ini terutama berguna di rumah sakit, dimana
bisa dilakukan penilaian faktor resiko terlebih dahulu sebelum adanya paparan
seperti operasi atau adiministrasi agen yang berpotensi nefrotoksik (RIFLE,
2006). Faktor resiko AKI data dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Faktor resiko AKI : Paparan dan susceptibilitas pada AKI


nonspesifik menurut KDIGO 2012

Paparan Susceptibilitas
Sepsis Dehidrasi dan deplesi cairan
Penyakit kritis Usia lanjut
Syok sirkulasi Perempuan
Luka bakar Black race
Trauma CKD
Operasi jantung (terutama dengan Penyakit kronik (jantung, paru, liver)
CPB)
Operasi major nonkardiak Diabetes mellitus
Obat nefrotoksik Kanker
Agen radiokontras Anemia
Racun tanaman dan hewan

Sangat penting untuk menyaring pasien yang mengalami paparan untuk


mencegah AKI, bahkan disarankan untuk selalu menilai resiko AKI sebagai
bagian dari evaluasi awal admisi emergensi disertai pemeriksaan biokimia.
Monitor tetap dilaksanakan pada pasien dengan resiko tinggi hingga resiko pasien
hilang.

1.5 Patofisiolgi
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus
relatif konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua
mekanisme yang berperan dalam autoregulasi ini adalah (Osterman, 2007):
 Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen
 Timbal balik tubuloglomerular
Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat
mempengaruhi autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan
oleh hipoperfusi ginjal. Pada keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan
darah, yang akan mengaktivasi baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya
mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistim rennin-angiotensin serta merangsang
pelepasan vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang merupakan mekanisme
tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi
serebral. Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan
aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol
afferent yang dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide
(NO), serta vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh
angiotensin-II dan ET-1 (Lameire dkk, 2006; Osterman, 2007).
Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute kidney injury (AKI) :
1) Penurunan perfusi ginjal (pre-renal)
Prerenal, akibat dari hipoperfusi ke ginjal yang menyebabkan penurunan
LFG (laju filtrasi glomerulus), seperti pada hipovolemia, gangguan fungsi
jantung, vasodilatasi sistemik dan peningkatan resistensi vaskular
2) Penyakit intrinsik ginjal (renal)
Renal, akibat gangguan yang terjadi dalam ginjal seperti tubulus,
glomerulus, interstisial dan pembuluh darah intrarenal
3) Obstruksi renal akut (post-renal)
Post-renal, akibat dari adanya obstruksi pada traktus urinarius dimulai dari
tubulus ginjal hingga uretra dimana terjadi peningkatan tekanan
intratubular
1.6 Manajemen Terapi
Penatalaksanaan gagal ginjal akut (acute kidney injury) bersifat suportif,
yaitu perbaikan cairan, tekanan darah, elektrolit dan terapi pengganti ginjal.
Prinsip pengobatan dari gagal ginjal akut dapat dilakukan menurut rekomendasi
dari Kidney disease: improving global outcomes (KDIGO) berdasarkan stadium
penyakitnya.

Selain yang diberi tanda*, terdapat gradasi peningkatan prioritas seiring


peningkatan stadium gagal ginjal akut.

Dalam pengobatan gagal ginjal akut, penyebab harus dicari dan dilakukan
tata laksana terhadap penyebab tersebut. Pengobatan bersifat suportif dan sampai
sejauh ini belum ditemukan pengobatan terapeutik. Beberapa modalitas
pengobatan gagal ginjal akut tanpa terapi pengganti ginjal adalah hidrasi,
perbaikan tekanan darah, perbaikan kadar elektrolit, diet dan kontrol gula darah.

1) Perbaikan Status Cairan


Bila terdapat kekurangan cairan pada pasien dengan risiko atau sudah
mengalami gagal ginjal akut, sebaiknya resusitasi dilakukan dengan cairan
kristaloid isotonik seperti cairan salin normal dan ringer laktat. Pengobatan
dengan diuretik tidak disarankan untuk mencegah gagal ginjal akut, kecuali bila
terbukti adanya kelebihan cairan tubuh. Furosemid digunakan untuk
mengeluarkan cairan pada saat ginjal masih berespon dengan obat ini. Respon
ginjal terhadap furosemid dapat dikatakan sebagai tanda prognosis yang baik.
2) Perbaikan Tekanan Darah
Perbaikan tekanan darah dilakukan dengan target mean arterial
pressure minimal 65 mmHg. Penggunaan dopamine dalam dosis rendah (≤ 5
mcg/kgBB/menit) tidak dianjurkan karena hanya memberikan efek sementara
perbaikan fisiologis ginjal dan tidak memberikan keuntungan klinis berikutnya
(Friedrich, 2005).

3) Perbaikan Kadar Elektrolit dan Keseimbangan Asam Basa


Hiperkalemia berat (≥ 6.5 mmol/L) atau dengan perubahan EKG (contoh:
gelombang T tinggi) dapat diberikan 5-10 unit insulin dengan dextrose agar
terjadi pergerakan kalium ke intrasel. Kalsium glukonas (10 mL pada konsentrasi
10%) diberikan dalam 5 menit secara intravena, digunakan untuk stabilisasi
membran sel dan menurunkan risiko aritmia. Hiperkalemia juga dapat diatasi
dengan penggunaan sodium polystyrene sulfonate atau furosemide.
Gagal ginjal akut juga dapat menyebabkan asidosis yang perlu dikoreksi
dengan menggunakan bikarbonat.

4) Diet dan Kontrol Gula Darah


Pasien harus merestriksi asupan kalori dan protein. Total energi yang
disarankan untuk diberikan adalah 20 – 30 kkal/kgBB/hari. Total protein yang
disarankan untuk diberikan:
 0.8 – 1.0 gr/kgBB/hari pada gagal ginjal akut tanpa dialisis
 1.0 – 1.5 gr/kgBB/hari pada gagal ginjal akut dengan atau memerlukan
dialisis
 Maksimum 1.7 gr/kgBB/hari pada gagal ginjal akut dengan continous
renal replacement therapy (CRRT)
Pasien juga harus membatasi asupan garam dan cairan. Pada pasien yang
mengalami hiperkalemia, pasien juga harus menjalani diet rendah kalium.
5) Hemodialisis
Terapi pengganti ginjal seperti cuci darah pada gagal ginjal akut dilakukan
secara segera (cito) apabila terdapat kondisi gagal ginjal akut yang mengancam
nyawa, seperti:
 Kelebihan cairan yang tidak dapat ditangani dengan obat-obatan
 Asidosis yang tidak dapat ditangani dengan obat-obatan
 Perikarditis atau pleuritis uremikum
 Keracunan dan intoksikasi, seperti keracunan lithium dan intoksikasi
alkohol
Gagal ginjal akut umumnya reversibel sehingga hemodialisis dapat
dihentikan bila sudah tidak diperlukan lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Friedrich J.O, Adhikari N, Herridge M.S, Beyene J. 2005. Meta-Analysis: Low-


Dose Dopamine Increase Urine Output but Does Not Prevent Renal
Dysfunction or Death. Ann Intern Med. 142(7):510-524
Hoste E, Clermont G, Kersten A, dkk. 2006. RIFLE criteria for acute kidney
injury are associated with hospital mortality in critically ill patients: A cohort
analysis. Critical Care; 10:R73.
Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). 2012. KDIGO Clinical
Practice Guideline for Acute Kidney Injury. Kidney International Supplements.
Vol.2. 19-36.
Lameire N, Biesen W.V, Vanholder R. 2006. The Rise of Prevalence and The
Fall of Mortality of Patients with Acute Renal Failure: What The Analysis of
Two Databases Does and Does Not Tell Us. J Am Soc Nephrol. Vol. 17:923-5.
Osterman M, Chang R. 2007. Acute Kidney Injury in the Intensive Care Unit
according to RIFLE. Critical Care Medicine. Vol. 35:1837- 1843

Anda mungkin juga menyukai