PEMBAHASAN
1
3. Nefrogenik yang berhubungan dengan obat yang disebabkan oleh berbagai
pengobatan (misalnya: Lifium demeklosikin).
4. Primer, hereditas dengan gejala-gejala kemungkinan saat lahir (kelainan pada
kelenjar hipofisis).
2
dahulu akan mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang apabila masih
meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut
minum banyak (polidipsia).
3
2. Diabetes Insipidus Nefrogenik
Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH. Hal ini dapat
di sebabkan oleh konsumsi obat seperti lithium, atau proses kronik ginjal seperti
penyakit ginjal polikistik, gagal ginjal, blok parsial ureter, sickle cell disease,
dan kelainan genetik, maupun idiopatik. Pada keadaan ini, terapi desmopressin
tidak akan berpengaruh. Penderita diterapi dengan hydrochlorothiazide (HCTZ)
atau indomethacin. HCTZ kadang dikombinasikan dengan amiloride. Saat
mengkonsumsi obat ini, pasien hanya boleh minum jika haus untuk mengatasi
terjadinya volume overload.
Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika enzim yang
dibuat plasenta merusak ADH ibu. Kebanyakan kasus diabetes insipidus pada
kehamilan membaik diterapi dengan desmopressin. Pada kasus dimana terdapat
abnormalitas dari mekanisme haus, desmopresin tidak boleh digunakan sebagai
terapi.
1. Poliuria : haluaran urin harian dalam jumlah yang sangat banyak dengan urin
yang sangat encer, berat jenis urin 1,001 sampai 1,005. Biasanya mempunyai
awitan yang mendadak, tetapi mungkin secara tersamar pada orang dewasa.
4
3. Tidur terganggu karena poliuria dan nokturia
5. Dehidrasi Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi dehidrasi.
Komplikasi dari dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai
dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati,
bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental.
Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik.
Gejala lain :
1. Penurunan berat badan
2. Bola mata cekung
3. Hipotensi
4. Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering dan pucat
5. Anoreksia
G. Pemeriksaan Penunjang
5
a) Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam
sebanyak 3 batang dalam waktu 15-20 menit.
b) Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas setiap
sampel urine sampai osmolalitas/berat jenis urin menurun
dibandingkan dengan sebelum diberikan nikotin.
2) Uji Vasopresin :
a) Berikan pitresin dalam minyak 5 m, intramuscular.
b) Ukur volume, berat jenis, dan osmolalitas urin pada dieresis
berikutnya atau 1 jam kemudian.
3. Laboraturium: darah, urinalisis fisis dan kimia. Jumlah urin biasanya
didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis bervariasi dari 1,001-1,005
dengan urin yang encer. Pada keadaan normal, osmolalitas plasma kurang
dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urin osmolalitas urin 300-450 mOsmol/l.
pada keadaan dehidrasi, berat jenis urin bisa mencapai 1,010, osmolalitas
plasma lebih dari 295 mOsmol/l dan osmolalitas urin 50-150 mOsmol/l. urin
pucat atau jernih dan kadar natrium urin rendah. Pemeriksaan laboraturium
menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam darah. Fungsi ginjal lainnya
tampak norma.
4. Tes deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus dengan
defisiensi ADH parsial dan juga untuk membedakan diabetes insipidus
dengan polidipsia primer pada anak. Pemeriksaan harus dilakukan pagi
hari. Hitung berat badan anak dan periksa kadar osmolalitas plasma urin
setiap 2 jam. Pada keadaan normal, osmolalitas akan naik (<300) namun
output urin akan berkurang dengan berat jenis yang baik (800-1200).
5. Radioimunoassay untuk vasopressin Kadar plasma yang selalu kurang drai
0,5 pg/mL menunjukkan diabetes insipidus neurogenik berat. Kadar AVP
yang subnormal pada hiperosmolalitas yang menyertai menunjukkan
diabetes insipidus neurogenik parsial. Pemeriksaan ini berguna dalam
membedakan diabetes insipidus parsial dengan polidipsia primer.
6. Rontgen cranium Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor
intrakranium seperti kalsifikasi, pembesaran slla tursunika, erosi prosesus
klinoid, atau makin melebarnya sutura.
7. MRI MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes
insipidus. Gambaran MRI dengan T1 dapat membedakan kelenjar pitutaria
anterior dan posterior dengan isyarat hiperintense atau disebut titik terang
atau isyarat terang.
6
2. Gagal tumbuh
3. Kejang terlalu cepat koreksi hipernatremia, sehingga edema serebral
4. Dehidrasi berat dapat terjadi apabila tidak tersedia air minum dalam jumlah
besar
Analisa Data.
No.
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
7
4. DS :Pasien mengeluh bingung dengan yang di sarakan . DO : Pasien terlihat tidak
mengerti dengan penyakitnya. Diabetes Insipidus Klien mengeluarkan urin secara
terus Klien tidak tahu apa yang terjadi Defisensi pengetahuan Defisensi pengetahuan
4.
Diagnosa.
1)
Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif : poliuria & nocturia 2)
Gangguan eliminasi urine b.d. penurunan permeabilitas tubulus ginjal, ditandai dengan
poliuri dan nokturia. 3)
5.
Rencana Keperawatan.
No
Diagnosa Keperawatan
8
Tujuan
Kriteria
Hasil
Intervensi
1.
Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif : poliuria & nocturia Setelah
dilakukan asuhan keperawata Dalam waktu 3 x 24 jam, diharapkan Kekurangan
volume cairan teratasi. 1)
Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi ( turgor baik bila kulit ditekan akan cepat
kembali ke kontur normal, mata tidak cowong). 1)
Pantau tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit jelek, kulit kering, mata cowong). 2)
9
20
<1500 ml/hari
, 2)
TTV px dalam batas BJ urine normal (1,003-1,030, rata-rata 1,020).normal (Nadi: 60-
100 x/mnt, RR: 16-24 x/mnt; TD: 120/80 mmHg; suhu : 36-37,5°C) Px tidak
mengalami pusing, mulut tidak kering ,tidak mudah mengantuk dan tidak sering
merasa haus 2. Gangguan eliminasi urine b.d. penurunan permeabilitas tubulus ginjal,
ditandai dengan poliuri dan nokturia. Setelah dilakukan asuhan keperawata Dalam
waktu 2 x 24 jam, diharapkan Eliminasi urine teratasi dan kembali normal . 1)
Karakteristik urine meliputi warna(kuning pekat), berat jenis BJ urine normal (1,003-
1,030, rata-rata 1,020).jumlah, bau normal (seperti amonia) dan px sudah tidak merasa
ingin sering kencing lagi. 1)
monitor dan kaji karakteristik urine meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume dan
warna. 2)
10
Catat waktu terakhir px eliminasi urin. 5)
Kolaborasi tim medis lain terkait pemberian obat dan terapi lebih
21
lanjut 3. Gangguan pola tidur b.d nocturia. Setelah diberikan asuhan keperawatan
selama 1x 24 jam, diharapkan pola tidur px terkontrol. 1)
TTV px dalam batas normal (Nadi: 80-110 x/mnt, RR: 16-24 x/mnt; TD: 120/80
mmHg; suhu : 36-37,5°C) 2)
Px tidak sering terbangun di malam hari akibat ingin buang air kecil. 3)
Jika kecing malam mengganggu, batasi asupan cairan waktu malam dan kecing
sebelum tidur. 3)
11
Anjurkan keluarga px untuk memberi klien rutinitas relaksasi untuk persiapan tidur.
4. Defisensi pengetahuan b.d tidak familier dengan gejala penyakit. Setelah diberikan
asuhan keperawatan selama 1x 24 jam, diharapkan pengetahuan px bertambah. 1)
Klien dan keluarga mengetahui terapi pengobatan yang diberikan pada klien dengan
penyakit diabetes insipidus. 1)
12
22
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
14
DAFTAR PUSTAKA
Abbas MW et al. 2016. Diabetes Insipidus: The Basic and Clinical Review.
International Journal of Research in Medical Sciences. Jan;4(1):5-11 :
15