Anda di halaman 1dari 17

Kepada Yth : dr.

Rencana Baca : Senin, 22 Oktober 2018/Pkl.08.00 Refarat Kimia Klinik


Tempat : Ruang pertemuan lantai 4

DIABETES INSIPIDUS
Rika Andriany, Fitriani Mangarengi, Ruland DN. Pakasi
Departemen Patologi Klinik FK Unhas / RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

I. PENDAHULUAN
Diabetes insipidus (DI) merupakan suatu kondisi kronik dimana terjadi
peningkatan rasa haus dan peningkatan kuantitas urin dengan berat jenis yang rendah.
Kelainan ini ditandai dengan rasa haus yang hebat meskipun mendapat banyak asupan
cairan (polidipsi), dan berkemih berlebihan (poliuri). Hal ini terjadi karena tubuh
tidak cukup menghasilkan anti-diuretic hormone (ADH)/arginine vasopressin (AVP),
atau karena ginjal tidak dapat merespons hormon tersebut. Poliuria ditandai dengan
volume urin sekitar 150 ml / kg / 24 jam pada kelahiran, 100-110 ml / kg / 24 jam
sampai usia 2 tahun dan 40-50 ml / kg / 24 jam pada anak yang lebih tua dan orang
dewasa.1,2
Diabetes insipidus adalah penyakit yang jarang ditemukan yang diakibatkan
oleh berbagai penyebab yang dapat menganggu mekanisme neurohypophyseal-renal
reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkoversi air. Berdasarkan
sistem yang terganggu DI dapat diklasifikasikan menjadi :2,3
1. Diabetes insipidus sentral, pada dewasa penyebab yang sering antara lain karena
kerusakan kelenjar hipofisis atau hipotalamus akibat pembedahan, tumor,
inflamasi, cedera kepala, atau penyakit (seperti meningitis). Sedangkan pada
anak-anak, penyebabnya karena kelainan genetik. Kerusakan ini mengganggu
pembuatan, penyimpanan, dan pelepasan ADH.
2. Diabetes insipidus nefrogenik, kelainan akibat cacat tubulus ginjal, menyebabkan
ginjal tidak berespons baik terhadap ADH. Beberapa obat juga menyebabkan
kelainan ini.
3. Diabetes insipidus gestasional, kelainan akibat degradasi ADH oleh
vasopressinase yang dihasilkan berlebihan oleh plasenta. Keadaan ini

Referat Kimia Klinik/Diabetes Insipidus Page 1


berhubungan dengan meningkatnya risiko komplikasi pada kehamilan, seperti
pre-eklampsia.
4. Diabetes insipidus dipsogenik (polidipsi primer), kelainan akibat asupan cairan
berlebihan yang merusak pusat haus di hipotalamus. Asupan air berlebihan
jangka panjang dapat merusak ginjal dan menekan ADH, sehingga urin tidak dapat
dikonsentrasikan.

II. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi DI di Amerika Serikat terdapat 3 kasus per 100.000 penduduk. Tidak
ada perbedaan yang signifikan pada jenis kelamin dan etnis. Diabetes insipidus
sentralis lebih sering dijumpai daripada diabetes insipidus nefrogenik dengan
prevalensi satu kasus dalam 25.000. Penyebab utama adalah tindakan bedah saraf,
tumor, trauma kepala, lesi infiltratif, dan malformasi (sentral). Di Indonesia belum
ada laporan angka kejadian diabetes insipidus. 1,4

III. ETIOLOGI
A. Diabetes Insipidus Sentral ( DIS )
Diabetes insipidus sentralis merupakan bentuk tersering dari diabetes insipidus
dan biasanya berakibat fatal. Diabetes insipidus sentral merupakan manifestasi dari
kerusakan hipofisis yang berakibat terganggunya sintesis dan penyimpanan ADH. Hal
ini bisa disebabkan oleh kerusakan nukleus supraoptik, para ventrikular, dan filiformis
hipotalamus yang mensistesis ADH. Diabetes insipidus sentral juga timbul karena
gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supra
optikohipofisealis dan akson hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-
waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan. Penyebab lain dari DIS karena
tidak adanya sintesis ADH atau sintesis ADH tidak mencukupi kebutuhan atau jumlah
ADH yang cukup tetapi tidak berfungsi normal. 3
Ada beberapa keadaan yang mengakibatkan DIS. Keadaan-keadaan tersebut
digolongkan dalam bentuk DIS primer dan DIS sekunder. Diabetes insipidus primer

Referat Kimia Klinik/Diabetes Insipidus Page 2


dikaitkan dengan kelainan genetik dan sekitar 30% idiopatik.1,4 Bentuk DIS sekunder
(acquired) antara lain tumor pada hipotalamus, tumor pada hipofisis yang mengganggu
nucleus-nukleus hipotalamik, trauma kepala, cedera operasi pada kepala, oklusi
pembuluh darah intraserebral, dan penyakit-penyakit granulomatosa.4,5
B. Diabetes Insipidus Nefrogenik ( DIN )
Diabetes insipidus nefrogenik disebabkan oleh suatu kondisi yang
menyebabkan ginjal tidak peka terhadap ADH. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh
beberapa hal yaitu:5
1. Penyakit ginjal kronik
a. Penyakit ginjal polikistik
b. Medullary cystic disease
c. Pielonefretis
d. Obstruksi ureteral
e. Gagal ginjal lanjut
2. Gangguan elektrolit
a. Hipokalemia
b. Hiperkalsemia
3. Obat-obatan
a. Litium
b. Demoksiklin
c. Asetoheksamid
d. Tolazamid
e. Glikurid
f. Propoksifen
Diabetes insipidus nefrogenik secara herediter sangat jarang terjadi, biasanya
mewarisi bentuk mutasi pada reseptor ADH (AVPR2) pada kromoson Xq28.
Gangguan pada DIN herediter ini adalah X-linked maka kebanyakan kasus yang
ditemukan terdapat pada laki-laki.1,6

Referat Kimia Klinik/Diabetes Insipidus Page 3


C. Diabetes Insipidus Dipsogenik (Primary Polydipsi)
Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme haus di hipotalamus.
Defek ini mengakibatkan peningkatan rasa haus yang abnormal sehingga terjadi supresi
sekresi ADH dan peningkatan output urin. Desmopressin tidak boleh digunakan untuk
penanganan diabetes insipidus dipsogenik karena akan menurunkan output urin tetapi
tidak menekan rasa haus. Akibatnya, input air akan terus bertambah sehingga terjadi
volume overload yang berakibat intoksikasi air (suatu kondisi dimana konsentrasi
natrium dalam darah rendah/hiponatremia) dan dapat berefek fatal pada otak. Belum
ditemukan pengobatan yang tepat untuk diabetes insipidus dipsogenik. Primary
polidipsi atau dipsogenic diabetes insipidus timbul karena kekurangan ADH tanpa
adanya kelainan pada neurohipofis atau pada ginjal.1
D. Diabetes insipidus gestasional
Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika enzim yang dibuat
plasenta merusak ADH ibu. Kebanyakan kasus diabetes insipidus pada kehamilan
membaik diterapi dengan desmopressin. Pada kasus dimana terdapat abnormalitas dari
mekanisme haus, desmopresin tidak boleh digunakan sebagai terapi.1,7

IV. PATOGENESIS
Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di
nukleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus dan terikat dengan
neurofisin II. Vasopresin kemudian disalurkan melalui akson menuju ke ujung-ujung
saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior yang merupakan tempat
penyimpanannya.3,5

Referat Kimia Klinik/Diabetes Insipidus Page 4


Gambar 1. Skema pelepasan ADH 2

Secara fisiologis vasopressin dan neurofisin yang tidak aktif akan disekresikan
bila ada rangsang tertentu. Sekresi vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat
pada reseptor volume (baroreseptor) dan osmotik (osmoreseptor). Suatu peningkatan
osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan volume intravaskuler akan merangsang
sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan permeabilitas epitel duktus
koledukus ginjal terhadap air melalui suatu mekanisme yang melibatkan pengaktifan
adenolisin dan peningkatan Adenosine monophosphate (AMP) siklik. Akibatnya,
konsentrasi urin meningkat dan osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum
biasanya dipertahankan konstan dengan batas yang sempit antara 290 dan 296
mOsmol/kg.3,5,8
Sekresi ADH dalam mereabsorbsi air diatur oleh dua mekanisme yaitu
osmoreseptor dan baroreseptor . Osmoreseptor terletak di anterolateral hipotalamus.
Sel ini berperan dalam menjaga keseimbangan air dan natrium. Perubahan dalam
tekanan osmolar plasma akan merangsang signal untuk sekresi atau inhibisi ADH.
Tekanan osmolalitas di bawah 280 mOsmol/kg tidak akan merangsang sekresi ADH.
Rangsang pelepasan ADH mulai ketika terjadi perubahan tekanan osmolalitas diatas
280 mOsmol/kg.7,9
Baroreseptor terletak di sinus carotis dan arkus aorta yang mengatur tekanan
darah. Stimulasi sekresi ADH terjadi jika tekanan darah turun sehingga mensupresi

Referat Kimia Klinik/Diabetes Insipidus Page 5


baroreseptor. Serabut saraf sensoris dari nervus IX dan X membawa signal ini dari
sinus dan arkus untuk merangsang pelepasan ADH di hipotalamus.8

Gambar 3. Lokasi baroreseptor pada arteri dan aorta 4

Fungsi utama ADH adalah meningkatkan reabsorbsi air di tubulus ginjal dan
mengontrol tekanan osmotik cairan ekstraselular. Ketika produksi ADH menurun
secara berlebihan, tubulus ginjal tidak mereabsorbsi air, sehingga air banyak
diekskresikan menjadi urin. Urinnya menjadi sangat encer dan banyak ( poliuria )
sehingga menyebabkan dehidrasi dan peningkatan osmalalitas serum. Peningkatan
osmolalitas serum akan merangsang kemoreseptor pada korteks serebral yang
menimbulkan sensasi haus. Sehingga akan meningkatkan intake cairan peroral
(polidipsi ). Akan tetapi bila mekanisme ini tidak adekuat atau tidak ada, dehidrasi akan
semakin memburuk.7
Secara biokimia DIS dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau
sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi
tidak berfungsi normal. Kerusakan osmoreseptor yang terdapat pada hipotalamus
anterior dan disebut Verney’s osmareseptor cells yang berada di luar sawar daerah otak
juga diklasifikasikan dalam DIS.3
Kelainan pada diabetes insipidus nefrogenik disebabkan oleh ketidakmampuan
ginjal merespon ADH dan kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotik
dalam medulla renalis. Ginjal menyaring 70-100 liter cairan dalam 24 jam, dan dari

Referat Kimia Klinik/Diabetes Insipidus Page 6


jumlah ini 85% direabsorbsi di tubulus bagian proksimal tanpa pertolongan ADH.
Sisanya di reabsorbsi di tubulus bagian distal di bawah pengaruh ADH. Vasopresin
bekerja dengan memperbesar permeabilitas jaringan terhadap air.7,9,10
Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air
pada collecting duct ginjal berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan
poliuria. Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat haus, dan
sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang
osmotik pusat haus lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin.
Sehingga bila osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu akan
mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang bila masih meningkat akan
merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut minum banyak
(polidipsia).5,9,11

Gambar 4. Respon ginjal terhadap ADH 3

V. GEJALA KLINIK 7,10,11,12


1. Poliuria dan polidipsia
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia.
Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak,

Referat Kimia Klinik/Diabetes Insipidus Page 7


dapat mencapai 5–10 liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat rendah,
berkisar antara 1,001 – 1,005 atau 50 – 200 mOsmol/kg berat badan. Poliuria
yang terjadi ialah primer dan untuk mengimbanginya penderita akan minum
banyak (polidipsia). Pada bayi kecil yang diberikan minum biasa akan tampak
gelisah yang terus-menerus, kemudian timbul dehidrasi, panas tinggi dan
kadang-kadang dapat timbul syok. Untuk menghindari syok, harus diberikan
cairan dalam jumlah besar, sebaiknya air putih. Gejala lain yaitu lekas marah,
letih, dan keadaan gizi kurang. Enuresis bisa merupakan gejala dini penyakit
ini. Jika merupakan penyakit keturunan, maka gejala poliuria dan polidipsia
biasanya mulai timbul segera setelah lahir. Bayi sangat sering menangis dan
tidak puas dengan susu tambahan tetapi senang bila mendapat air. Pada anak
haus yang berlebih akan mengganggu aktivitas tidur, bermain, dan belajar.
2. Dehidrasi
Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi dehidrasi. Komplikasi
dari dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah
dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi
kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi
yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik.
3. Hipertermia
4. Nyeri kepala, lemah dan lesu, nyeri otot, hipotermia dan takikardia.
5. Berat badan turun dengan cepat
6. Enuresis, pada anak yang telah dapat mengendalikan kandung kencing
7. Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering dan pucat
8. Anoreksia
9. Gejala dan tanda lain
Tergantung pada lesi primer, misalnya penderita dengan tumor daerah
hipotalamus akan mengalami gangguan pertumbuhan, obesitas, atau cachexia
progresif, hiperpireksia, gangguan tidur, atau gangguan emosional.

Referat Kimia Klinik/Diabetes Insipidus Page 8


VI. DIAGNOSIS
Diagnosis DI ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis pada DI adalah poliuria dan polidipsia
sehingga jumlah air yang diminum maupun urin yang diproduksi dalam sehari sangat
banyak, mencapai 5-10 liter sehari. Bayi yang menderita DI dapat mengalami dehidrasi
kronik, demam yang tidak diketahui penyebabnya, muntah, gangguan neurologi dan
kegagalan tumbuh kembang. Diabetes insipidus pada anak dapat menyebabkan
enuresis, gangguan tidur dan gangguan proses belajar.2,3
Pemeriksaan fisis pada pasien DI tidak ditemukan kelainan. Selama respon haus
pasien masih bagus, konsentrasi zat terlarut dari dalam tubuh masih dalam batas normal
dan keadaan umum pasien tetap baik. Bahaya akan timbul jika asupan air tidak
seimbang dengan pengeluaran urin sehingga pasien akan mengalami dehidrasi dan
peningkatan konsentrasi zat terlarut.3

VII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan untuk menentukan jenis DI.
Pemeriksaan untuk membedakan DI dari penyebab poliuri yang lain seperti penyakit
Diabetes Mellitus (DM) adalah tes glukosa darah. Urinalisis menunjukkan urin encer
dengan berat jenis yang rendah. Osmolaritas urin dan kadar elektrolit biasanya rendah.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk membedakan jenis DI adalah water
deprivation test, uji vasopressin, dan Hypertonic saline test atau Carter-Robbins Test
3,4,10

A. Water Deprivation Test (WDT)


Pemeriksaan WDT perlu observasi secara ketat untuk mencegah terjadinya
syok hipovolemik. Tes WDT mengukur perubahan berat badan, output urin, dan
komposisi urin ketika kehilangan cairan yang banyak. Respon normal tubuh
terhadap dehidrasi adalah menahan urin dan menghemat air, sehingga urin
menjadi lebih pekat. Penderita DI terus buang air kecil dalam jumlah besar dan
urin tetap encer meskipun tidak minum cairan apa pun.3

Referat Kimia Klinik/Diabetes Insipidus Page 9


Indikasi pemeriksaan WDT adalah untuk menilai poliuri dengan osmolalitas
urin <300 mOsmol/kg untuk membedakan antara DIS, DIN dan psikogenic
polydipsia. Osmolalitas urin > 600 mOsmol/kg setelah tes WDT maka dapat
disimpulkan bahwa fungsi hipotalamik-pituitari-ginjal untuk pemekatan urin
adalah baik. Poliuri yang terjadi dapat disebabkan oleh asupan cairan yang
berlebih seperti pada DI psikogenik atau polidipsia primer. Hasil osmolilatas
urin < 300 mOsmol/kg menunjukkan bahwa poliuria disebabkan oleh DIS atau
DIN dan untuk membedakannya dilanjutkan dengan uji vasopressin3,4,10
B. Uji Vasopressin
Pemeriksaan ini untuk membuktikan bahwa ginjal dapat memberikan respon
terhadap ADH, uji vasopressin dilakukan injeksi pitresin. Pasien yang
menderita DIS terjadi peningkatan osmolalitas urin karena keadaan ginjal yang
masih bagus untuk reabsorbsi ginjal. Pemberian vasopressin pada DIN tidak
memperbaiki kedaan sehingga osmolalitas urin tetap rendah. Uji vasopressin
dilakukan setelah uji WDT dengan cara menyuntikkan 5 unit pitresin subkutan
atau 1 gram desmopresin intramuskular dan dilakukan pengukuran osmolalitas
urin setelah 1 jam.3,4
C. Hypertonic Saline Test atau Carter-Robbins Test 3,9
Cairan NaCl hipertonis diberikan intravena dan akan menunjukkan bagaimana
respon osmoreseptor dan daya pembuatan ADH. Caranya yaitu :
a. Infus dengan dextrose dan air sampai terjadi dieresis 5 ml/menit (biasanya
8-10 ml/menit).
b. Infus diganti dengan NaCl 2,5 % dengan jumlah 0,25 ml/menit/kgbb.
Dipertahankan selama 45 menit.
c. Urin ditampung selama 15 menit.

Penilaian : kalau normal, dieresis akan menurun secara mencolok.

Referat Kimia Klinik/Diabetes Insipidus Page 10


VIII. DIAGNOSIS BANDING 2,11,13,14
1. Penyakit dengan gejala klinik poliuria seperti DM, dibedakan dengan tes
glukosa darah atau glukosa urin.
2. Kelainan ginjal seperti penyakit polikistik, pielonefritis kronis, nefronoptisis
familial. Kenaikan kadar ureum dan kreatinin plasma, anemia, dan urin isotonis
merupakan khas penyakit ginjal primer.
3. Defisiensi ADH yang diwariskan atau di dapat. Kegagalan berespon terhadap
ADH atau desmopresin penting untuk membedakan diabetes insipidus dengan
defisensi ADH primer.
4. Hipokalemia dan hiperkalsemia bisa menyebabkan polidipsia, dan poliuria
dengan berat jenis urin yang rendah
5. Insufisiensi adrenal, diantaranya salt losing syndrom
6. Polidipsia psikogenik : compulsive water drinkers. Dalam keadaan ini terdapat
kelainan jiwa seperti neurosis yang dilatarbelakangi oleh keinginan
memperoleh perhatian. Anak yang terkena biasanya mampu dengan mudah
enghasilkan urin yang terkonsentrasi bila cairan dikurangi. Namun kadang-
kadang diagnosisnya sukar karena polidipsia yang lama menurunkan kadar urin
maksimum yang dapat dicapai setelah dehidrasi atau bahkan setelah infus
larutan garam hipertonik.

IX. PENATALAKSANAAN 1,8,10,13,14,15


1. Diabetes Insipidus Sentral
Pengobatan DIS harus disesuaikan dengan gejala yang ditimbulkannya. Pada
pasien DIS parsial tanpa gejala nokturia dan poliuria yang mengganggu tidur dan
aktivitas sehari-hari tidak diperlukan terapi khusus. Tetapi pasien dengan gangguan
pada pusat rasa haus, diterapi dengan pengawasan yang ketat untuk mencegah
terjadinya dehidrasi. Pada DIS yang komplit biasanya diperlukan terapi hormon
pengganti (hormonal replacement), DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressine)
merupakan obat pilihan utama untuk DIS. Obat ini merupakan analog arginine

Referat Kimia Klinik/Diabetes Insipidus Page 11


vasopressine manusia sintetik, mempunyai lama kerja yang panjang dan hanya
mempunyai sedikit efek samping jarang menimbulkan alergi. . Analog ini lebih tahan
terhadap degradasi oleh peptidase daripada AVP alami. Aktivitas antidiuretik DDAVP
adalah 2000-3000 kali lebih besar daripada aktivitas pressornya, dan 1 mikrogram
menghasilkan diuresis yang berakhir dalam waktu 8-10 jam, dibandingkan dengan
hanya 2-3 jam untuk AVP alami.
Analog AVP (DDAVP) tersedia dalam bentuk subkutan, intravena, intranasal,
dan oral.Pemberian diawali pada malam hari untuk mengurangi gejala nokturia,
sedangkan pada pagi hingga sore hari sesuai kebutuhan dan saat munculnya gejala.
DDAVP lyophilisate dapat larut di bawah lidah, sehingga memudahkan terapi anak
dan sangat efektif. Dosis awal DDAVP oral adalah 2 x 0,05 mg dapat ditingkatkan
hingga 3 x 0,4 mg. Preparat nasal (100 mcg/mL) dapat dimulai dengan dosis 0,05-
0,1 mL tiap 12-24 jam, selanjutnya sesuai keparahan individu. Pengawasan perlu
untuk mencegah retensi cairan dan hiponatremia.
Obat-obatan selain DDVAP hanya digunakan bila respon tidak memuaskan
atau harga terlalu mahal. Carbamazepine meningkatkan sensitivitas ginjal terhadap
efek ADH. Chlorpropamide digunakan untuk DIS ringan. Zat ini meningkatkan potensi
ADH yang bersirkulasi, sehingga mengurangi urin hingga 50%. Chlorpropamide
memiliki banyak efek samping, seperti hipoglikemia, kerusakan hati, anemia aplastik,
sehingga penggunaannya perlu diawasi.

2. Diabetes Insipidus Nefrogenik


Diabetes insipidus nefrogenik (DIN) tidak berespon terhadap ADH. Terapi
berupa koreksi hipokalemia dan hiperkalsemia atau menghentikan obat-obatan yang
dapat menyebabkan DIN. Diuretik Thiazide dan restriksi garam bertujuan untuk
mengurangi laju segmen filtrasi menuju segmen dilusi pada nefron. Pengurangan
penyerapan klorida dan natrium pada tubulus distal, akan meningkatkan penyerapan
natrium dan air di tubulus proksimal.

Referat Kimia Klinik/Diabetes Insipidus Page 12


3. Diabetes Insipidus Gestasional, pilihan pertama DDVAP karena tidak
terdegradasi oleh vasopressinase yang bersirkulasi.
4. Diabetes insipidus dipsogenik, tidak ada terapi spesifik selain mengurangi jumlah
asupan cairan. Jika disebabkan oleh gangguan mental, terapi gangguan mental
akan menyembuhkan.

X. PROGNOSIS
Prognosis pasien DI umumnya baik, tergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Pasien DIN yang disebabkan oleh obat (misalnya lithium), fungsi ginjal
dapat normal setelah pengobatan dihentikan. Mortalitas DI sangat jarang pada orang
dewasa selama tersedia air minum. Dehidrasi berat, hipernatremi, kolaps
kardiovaskuler dan kematian dapat terjadi pada anak-anak dan orang tua serta pada
pasien dengan komplikasi.1,3

XI. RINGKASAN
Diabetes insipidus merupakan suatu kondisi kronik dimana terjadi peningkatan
rasa haus dan peningkatan kuantitas urin dengan berat jenis yang rendah. Kondisi ini
merupakan manifestasi klinis dari defisiensi ADH atau merupakan kondisi klinis akibat
dari ketidakpekaan tubulus ginjal terhadap ADH. Penyebab diabetes insipidus dapat
karena penyebab sentral yang menyebabkan penurunan produksi ADH (diabetes
insipidus sentral) maupun kelainan ginjal (diabetes insipidus nefrogenik) yang
menyebabkan ginjal kurang peka terhadap ADH, diabetes insipidus dipsogenik, serta
diabetes insipidus gestasional.
Gejala klinis khas diabetes insipidus yaitu poliuria dan polidipsia, gejala
lainnya yaitu dehidrasi, hipertermia, nyeri kepala, lemah dan lesu, nyeri otot,
hipotermia dan takikardia. Berat badan turun dengan cepat, serta gejala enuresis, pada
anak yang telah dapat mengendalikan kandung kencing, keringat sedikit sehingga kulit
kering dan pucat, dan anoreksia. Komplikasi dari dehidrasi, bayi bisa mengalami
demam tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera

Referat Kimia Klinik/Diabetes Insipidus Page 13


terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami
keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat
perkembangan fisik. Gejala dan tanda lain tergantung pada lesi primer.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk membedakan DI dengan
penyebab poliuri lainnya (tes glukosa darah dan urinalisa). Pemeriksaan yang
dilakukan untuk membedakan jenis DI adalah Water deprivation test, uji vasopressin,
dan Carter-Robbin test.
Pada DIS yang komplit, terapi hormon pengganti (hormonal replacement) yaitu
desmopressin atau DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin) merupakan pilihan
utama. Selain terapi hormon pengganti, bisa juga digunakan terapi adjuvant yang
mengatur keseimbangan air, seperti: diuretik tiazid, klorpropamid, klofibrat,
karbamazepin. Untuk mencegah dehidrasi, penderita harus selalu minum cairan dalam
jumlah yang cukup ketika mereka merasa haus. Diabetes insipidus jarang mengancam
jiwa. Penderita dengan diabetes insipidus tanpa komplikasi dapat hidup selama
bertahun-tahun dengan kesulitan poliuria dan polidipsia sepanjang mereka memiliki
mekanisme haus yang utuh dan mendapatkan air dengan bebas.

Referat Kimia Klinik/Diabetes Insipidus Page 14


XII. ALGORITME (modifikasi)

Poliuria
Vol urin>3 L/24jam
jsmjam

DM (+) Glukosa urin (-) WDT

Osmolalitas Osmolalitas
<600 mOsmol/kg >600 mOsmol/kg

Uji Vasopressin DI Psikogenik/


Asupan air >>

(+) DIS (-) DIN

Keterangan : WDT : Water Deprivation Test


DIS : Diabetes Insipidus Sentral
DIN : Diabetes Insipidus Nefrogenik

Referat Kimia Klinik/Diabetes Insipidus Page 15


DAFTAR PUSTAKA

1. Khordori R., Griffing JT. Diabetes Insipidus. Medscape Reference. Available


at : http://emedicine.medscape.com/article/1049858-print. Accesed on July
2018.
2. Di lorgi N., Napoli F. Diabetes Insipidus-Diagnosis and Management. Horm
Res Paedatr 2012;77: 69-84.
3. Wirawan R. Diabetes insipidus dan manajemennya. Departemen Ilmu Penyekit
Dalam FKUI 2005-2009. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2009.
4. Merk Manual for Profesional. Central Diabetes Insipidus. Available at:
www.merkmanuals.com Accesed on : August 2018.
5. Platt M. Diabetes Insipidus. Medical Notes Endocrinology Articles. Available
at: http://www.fastbleep.com/. Accesed on : August 2018.
6. Tusom. Diabetes insipidus in adults. Available at:
http://tmedweb.tulane.edu/pharmwiki/ Accesed on June12th 2018.
7. Smif P. Defence of body osmolarity: The Role of the Kidney. Available at
http://pcwww.liv.ac.uk/ Accesed on: July 2018.
8. Picture of Baroreceptors. Image Collection: Medical Anatomy and Illustrations.
Medicine Net. Available at http://www.medicinenet.com Accesed on: June
2018.
9. Sands JM, Bichet DG. Nephrogenic Diabetes Insipidus. Annals of Internal
Medicine. 2006, Vol 144, Number 3: 186-195
10. Makaryus AN, McFarlan SI. Diabetes Insipidus: Diagnosis and Treatment of a
Complex Disease. Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2006, Vol 73, Number
1 : 65-74
11. Ferri FF. Diabetes Insipidus. Ferri's Clinical Advisor 2014: 5 Books in 1.
Elsevier. 2014.

Referat Kimia Klinik/Diabetes Insipidus Page 16


12. Eknoyan G. History of diabetes insipidus: Paving the road to internal water
balance. American Journal of Kidney Diseases 2010;56(6):1175-83.
13. Maghnie M, Cosi G, Genovese E, Manca-Bitti ML, Cohen A, Zecca S, et al.
Central diabetes insipidus in children and young adults. N Engl J Med.
2000;343(14):998–1007.
14. Jamest R West dan James G. Kramer. Nephrogenic Diabetes Insipidus.
American Academy of Pediatrics Journal, 15 ;424-432.
15. Sands, Jeff M., Bichet, Daniel G. Nephrogenic Diabetes Insipidus. Ann Intern
Med. 2006; 144:186-194.

Referat Kimia Klinik/Diabetes Insipidus Page 17

Anda mungkin juga menyukai