Anda di halaman 1dari 11

REFERAT I

Pendekatan Diagnosis dan Tatalaksana


Hipereosinofilia

Dr. Ahmad Yusran


1206234521

Pembimbing:
Dr. dr. Iris Rengganis, SpPD, K-AI

Program Pendidikan Dokter Spesialis Departemen Ilmu


Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2014

Lembar Pernyataan Antiplagiarisme

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
makalah referat ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan
yang berlaku di universitas indonesia.

Jakarta, September 2014

Dr. Ahmad Yusran


NPM: 1206234521

BAB I
PENDAHULUAN
Sindroma hipereosinofilia merupakan kelainan mieloproliferatif atau myeloploriferative disorde
(MPD) yang ditandai dengan eosinofilia yang persisten dan menyebabkan kerusakan dari
berbagai organ. Eosinofilia yang bersifat perifer yang ditandai dengan kerusakan jaringan telah
diketahui sejak 80 tahun yang lalu, tetapi sindroma ini baru dijelaskan secara spesifik oleh Hardy
dan Anderson pada tahun 1968.
Diagnosis hipereosinofilia sendiri termasuk kompleks karena kemungkinan penyebab dari
peningkatan eosinofil, mencakup banyak kekhususan bidang kedokteran. Kondisi klinis dan
perjalanan penyakit biasanya mengarahkan kita kepada infeksi parasit, alergi maupun reaksi
obat-obatan. Namun ketika tidak ditemukan salah satu dari kemungkinan tersebut, penyebab
yang jarang juga harus kita pikirkan seperti penyakit organ spesifik, solid tumor, kelainan darah
klonal, sebagian besar berupa mieloproliferatif dan penyakit limfositik.
Sebagai seorang ahli penyakit dalam, penting untuk mengetahui penyebab dari kelainan ini, oleh
sebab itu pendekatan diagnosis terhadap hipereosinofilia dapat menuju kepada tatalaksana
penyakit yang lebih baik.

BAB II
ISI

2.1. DEFINISI
Pada tahun 1975, Chusid et al mendefinisikan 3 hal yang diperlukan untuk sindroma
hipereosinofilia: hitung eosinofil lebih dari 1500/mikroliter, yang didapatkan lebih dari 6 bulan,
tidak ada adanya etiologi lain dari esinofilia yang ditemukan dan pasien harus memiliki tanda
dan gejala dari keterlibatan organ.
Seiring berkembangnya teknik diagnostik yang lebih maju, penyebab sekunder dari
hipereosinofilia dapat diidentifikasi sebagai bagian dari sindroma hipereosinofilia yang
sebelumnya dianggap sebagai idiopatik. Diagnosis diferensial dari sindrom hipereosinofilia dapat
melingkupi penyebab lain dari eosinofilia yang dapat dikelompokkan menjadi familial dan yang
didapat. Familial eosinofilia merupakan kelianan autosomal dominan dengan hitung eosinofilik
yang stabil dan penampakan klinis yang tidak berbahaya. Eosinofilia yang didapat, dibagi
menjadi eosinofilia sekunder, klonal dan idiopatik.
Eosinofilia sekunder merupakan fenomena reaktif yang ditimbulkan oleh sitokin interleukin-5
(IL-5). Namun dari seluruh dunia, penyakit parasit merupakan penyebab yang paling umum,
dimana pada negara maju, alergi merupakan penyebab tersering. Penyebab lain dapat berupa
keganasan pulmonary eosinophilia (Loffler syndrome, Churg-Strauss syndrome, asperhillosis
bronkopulmoner alergi), kelainan jaringan ikat (skleroderma, poliarthritis nodosa), penyakit kulit
(dermatitis herpetiformis), inflammatory bowel disease, sarkoidosis, dan penyakit addison
Eosinofilia klonal didiagnosis dari histologi sumsum tulang, sitogenetik dan molekular genetik,
meliputi ALL, AML, CML, MDS
Eosinofilia idiopatik merupakan diagnosis pereksklusionam dimana eosinofilia sekunder dan
klonal penyebab eosinofilia dapat disingkirkan. Sindroma hipereosinofilia terjadi ketika idiopatik
eosinofilia ditandai dengan hipereosinofilia persisten (absolute eosinophil count >1500) yang
terjadi selama lebih dari 6 bulan dan terjadi berkaitan dengan kerusakan organ. Beberapa pasien
dengan sindroma hipereosinofilia setelah follow up jangka panjang menunjukkan kecenderungan
perubahan kearah keganasan yang menunjukkan suatu proses sekunder. Beberapa pasien dengan
sindroma hipereosinofilia memberikan gambaran seperti pasien yang memiliki kelainan
myeloproliferatif seperti hepatosplenomegali, terdeteksinya prekursor leukosit di darah, kadar
alkaline fosfatase yang meningkat, abnormalitas kromosom.

2.2. Patofisiologi
Produksi eosinofil difasilitasi oleh beberapa sitokin, termasuk IL-3, IL-5 dan granulocytemacrophage colony-stimulating factor (GM-CSF). IL-5 merupakan sitokin yang paling berperan
dalam diferensiasi eosinofil. Tidak seperti neutrofil, eosinofil dapat bertahan di dalam jaringan
hingga berminggu-minggu. Semua itu bergantung pada tersedianya sitokin. Hanya eosinofil dan
basofil dan prekursornya yang memiliki reseptor untuk IL-3, IL-5 dan GM-CSF. Secara invitro,
eosinofil bertahan kurang dari 48 jam tanpa kehadiran sitokin.
Granul-granul eosinofil mengandung protein kation yang toksik, yang merupakan mediator
utama kerusakan jaringan. Bebrapa mekanisme telah diajukan sebagai patogenesis dari sindroma
hipereosinofilia, termasuk produksi berlebih dari sitokin eosinophilopoietic, aktivitas nya yang
meningkat, dan defek dari regulasi supresi normal dari eosinophilopoiesis. Kerusakan organ yang
ditimbulkan oleh sindroma hipereosinofilia diakibatkan infiltrasi eosinofil ke dalam jaringan
yang diiringi oleh pelepasan mediator dari granul-granul eosinofil. Tetapi kadar dari eosinofilia
tidak serta merta menjadi penanda dari kerusakan organ yang ditimbulkan.
Komplikasi yang paling berbahaya dari sindroma hipereosinofilia adalah keterlibatan organ
jantung yang dapat berproses menjadi fibrosis miokard, gagal jantung kongestif, hingga
kematian. Mekanisme kerusakan jantung ini tidak sepenuhnya diketahui, namun kerusakannya
ditandai dengan penebalan fibrotik endokardial yang berat, baik pada salah satu ventrikel
maupun keduanya, yang dapat mengakibatkan kardiomiopati restriktif karena obstruksi aliran
darah yang masuk.

Gejala klinis:
Sindroma hipereosinofilia merupakan proses yang heterogen, sehingga manifestasi yang timbul
dapat beragam.
Pada keterlibatan kardiak dapat berupa 3 stage antara lain: nekrosis akut awal yang biasanya
tanpa gejala namun dapat menjadi semakin parah dan menimbulkan gejala, kemudian fase
trombotik dan terkhir fase fibrosis endomiokardial. Biasanya pada keluhan jantung ini dapatr
berupa nyeri dada, sesak napas atau orthopnea
Pada keterlibatan hematologi dapat berupa gejala nonspesifik termasuk kelelahan yang dapat
ditimbulkan akibat anemia, nyeri pada bagian atas kiri yang dapat ditimbulkan akibat
splenomegali pada 40% pasien, dan trombosis episodik yang timbul dengan keluhan neurologis.
Keluhan atau gejala neurologis yang dapat timbul antara lain emboli atau trombosis, stroke atau
transient iskemik episodik, ensefalopati, pandangan kabur dan neuropati perifer.

2.3. Diagnosis

Evaluasi sindroma hipereosinofilia

Work up:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Eosinofil >1500 sel/mikroliter


Dapat berupa neutrofilia
50% pasien anemia
Trombosit dapat normal maupun meningkat
Dapat terlihat kelainan morfologi dari granular
Leukosit melebihi 90.000 merupakan prognosis yang buruk

Kita dapat melakukan pemeriksaan echocardiografi untuk menilai fungsi jantung dari pasien. Ct
scan juga dapat dipertimbangkan sebagai penilaian dari limfadenopati dan splenomegali.

Pengobatan:
Dapat dipertimbangkan penggunaan glukokortikoid dan tyrosin kinase inhibitor apabila terdapat
mutasi dari pemeriksaan sumsum tulang. Pengobatan lain yang dapat dipertimbangkan adalah
interferon alpha dan antibodi monoklonal.

BAB III
KESIMPULAN

Tujuan utama dari diagnosis dan penatalaksanaan hipereosinofilia adalah untuk mengurangi
angka kejadian mortalitas dan morbiditas pasien, sehingga dapat mencegah komplikasi pasien
dengan sindroma hipereosinofilia. Kerjasama yang baik dari berbagai keahlian dalam bidang
kedokteran dapat memperjelas diagnosis dan dapat mengarahkan kepada penanganan yang lebih
tepat dan lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai