Anda di halaman 1dari 14

Kepada Yth :

Rencana Baca :
Tempat : REFERAT KIMIA KLINIK

NEFROPATI DIABETIK
Arfandhy Sanda, Fitriani Mangarengi, Ruland DN Pakasi
Departemen Ilmu Patologi Klinik FKUNHAS/RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar

I. PENDAHULUAN
Nefropati Diabetik (ND) merupakan komplikasi mikrovaskular pada pasien
Diabetes Melitus (DM) yang sebagian penderitanya akan berlanjut menjadi gagal
ginjal terminal. Penyakit ini ditandai dengan ditemukannya mikroalbuminuria
persisten (>300 mg/24 jam) pada minimal 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam kurun
waktu 3-6 bulan yang berkaitan dengan hipertensi dan penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG). Mikroalbuminuria didefinisikan sebagai eksresi albumin dalam
urin lebih dari 30 mg/hari dan dianggap sebagai prediktor penting untuk munculnya
nefropati diabetik. Keadaan ini dapat dijumpai pada 35-45% pasien DM. Nefropati
Diabetik merupakan penyebab kematian urutan ke-6 di negara barat dan saat ini 25%
pasien gagal ginjal yang menjalani terapi dialisis disebabkan oleh Diabetes Melitus
terutama DM tipe II dikarenakan DM tipe ini lebih sering dijumpai dalam
masyarakat.1,2
Pada laporan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 1995
menyebutkan bahwa Nefropati Diabetik menduduki urutan ketiga (16,1%) setelah
glomerulonefritis kronis (30,1%) dan pielonefritis kronis (18,5%) sebagai penyebab
tersering gagal ginjal terminal yang membutuhkan hemodialisis di Indonesia.. Di lain
hal, prevalensi nefropati diabetik pada anak berumur 0-19 tahun sekitar 15,2% per 1
juta populasi dan insiden DM pada anak hingga umur 19 tahun sekitar 16,7% per
100.000 populasi. Risiko timbulnya nefropati diabetik akan meningkat seiring dengan
lamanya perjalanan penyakit, keberhasilan pengendalian DM dan predisposisi
genetika terhadap hipertensi.1,2,3
Diabetes Melitus dapat mengenai semua umur dan sosial ekonomi. Pada masa
sekarang di Indonesia masalah DM tipe II belum menempati skala prioritas utama
pelayanan kesehatan dibandingkan penyakit infeksi menular walaupun jelas dampak
negatifnya, yaitu penurunan kualitas sumber daya manusia, terutama akibat penyulit
menahun yang ditimbulkannya seperti Nefropati Diabetik.2
II. EPIDEMIOLOGI

REFERAT KIMIA KLINIK/NEFROPATI DIABETIK Page


Badan World Health Organization (WHO) telah mengumumkan bahwa
prevalensi diabetes melitus akan bertambah diseluruh dunia termasuk negara-negara di
Asia Tenggara salah satunya Indonesia. Dari berbagai penelitian epidemiologis di
Indonesia, ditemukan bahwa prevalensi diabetes melitus sebesar 1,5-2,35% pada
penduduk usia lebih dari 15 tahun.1,3
Dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation) diperkirakan
pada tahun 2020 nanti akan ada sekitar 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun dan
dengan asumsi prevalensi DM tipe II sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien
diabetes. Hasil riset kesehatan dasar oleh Departemen Kesehatan (2008) menyatakan
bahwa prevalensi DM di Indonesia 5,7%.1
Di Amerika dan Eropa, nefropati diabetik merupakan penyebab gagal ginjal
kronik. Penderita Diabetes Melitus mempunyai kecenderungan sebanyak 17 kali lebih
mudah mengalami gagal ginjal dibanding populasi normal. Angka kejadian nefropati
diabetik pada DM Tipe 1 dan II sebanding, tetapi insidens pada DM tipe II lebih besar
daripada tipe I. Di Indonesia sendiri tercatat bahwa Diabetes Melitus menjadi
penyebab gagal ginjal kedua terbanyak setelah glomerulonefritis yang menjalani
hemodialisis. Penelitian di Inggris menyatakan bahwa pada orang Asia, jumlah
penderita nefropati diabetik lebih tinggi dibandingkan denganh orang barat. Hal ini
disebabkan karena penderita Diabetes Melitus tipe II pada orang Asia terjadi pada
umur yang relatif lebih muda sehingga berpeluang besar mengalami nefropati diabetik.
Di Thailand prevalensi nefropati diabetik dilaporkan sebesar 29,4%, di Filipina
sebesar 20,8%, sedangkan di Hongkong sebesar 13,1%. Di Indonesia terdapat angka
yang bervariasi dari 2,0% sampai 39,3%.3,4,5

III. ETIOLOGI
Hipertensi merupakan komplikasi utama dari penyakit DM yang dipercaya
paling banyak menyebabkan terjadinya nefropati diabetik. Hipertensi yang tidak
terkontrol dapat meningkatkan progresifitas untuk mencapai fase nefropati diabetik
yang lebih tinggi yaitu gagal ginjal terminal (End Stage Renal Disease).3,5
Tidak semua pasien DM tipe I dan II berakhir dengan nefropati diabetik. Dari
proses patogenesis penyakit dapat ditemukan beberapa faktor risiko yang dapat
menimbulkan nefropati diabetik antara lain:4,5,6
a. Hiperglikemia yang tidak terkendali dan lamanya menderita DM.

REFERAT KIMIA KLINIK/NEFROPATI DIABETIK Page


b. Hipertensi, umumnya pada DM tipe I gejala hipertensi ditemukan bersamaan
dengan mikroalbuminuria sedangkan pada DM tipe II hipertensi ditemukan
sebelumnya.
c. Dislipidemia
d. Konsumsi tinggi protein hewani, umumnya menyebabkan kenaikan filtrasi
glomerulus, hipertensi kapiler glomerulus dan kerusakan glomerulus.
e. Merokok.

IV. PATOFISIOLOGI

Pada Nefropati Diabetik, perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah
penebalan membran basalis disebabkan adanya proses hiperfiltrasi-hiperperfusi
membran basalis glomerulus. Glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh tubulus
dan sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan efek insulin yang merangsang
reabsorbsi tubuler natrium akan menyebabkan volume ekstrasel meningkat dan
terjadilah hiperfiltrasi. Dalam proses ini, arteriol eferen lebih sensitif terhadap
pengaruh angiotensin II dibandingkan arteriol aferen, dan hal inilah yang dapat
menerangkan mengapa pada DM yang tidak terkontrol akan menimbulkan kenaikan
tekanan intraglomeruler dan hiperfiltrasi glomerulus.1,3,5

Kapiler glomerulus akan mengalami kerusakan akibat hiperfiltasi


berkepanjangan disertai hipertensi dan glukosa tinggi sehingga berdampak ekspansi
penebalan membran basalis dan pelebaran glomerulus. Lesi-lesi sklerotik nodular
yang disebut nodul Kimmelstein Wilson (gambar 1) akan terbentuk di glomerulus
sehingga semakin menghambat aliran darah dan mengakibatkan kerusakan nefron
ginjal. Glomerulus yang rusak menyebabkan pasien DM mulai mengalami kebocoran
protein ke dalam urin. Meskipun jumlah protein yang hilang bersama urin dalam
jumlah sedikit (mikroproteinuria/mikroalbuminuria), kerusakan terus berlanjut hingga
terjadi kebocoran protein menembus glomerulus dan berdampak kerusakan nefron,
akibatnya lebih banyak protein yang keluar bersama urin. Pada akhirnya
makroproteinuria/makroalbuminuria yang bermakna timbul.5,6,7

REFERAT KIMIA KLINIK/NEFROPATI DIABETIK Page


Gambar 1. Nodul Kimmelstein-Wilson pada glomerulus yang merupakan manifestasi
Nefropati Diabetik.
(Sumber:A Color Handbook of Clinical Endocrinology and Metabolism, 2013)

Mekanisme kerusakan nefron ginjal akibat proteinuria cukup kompleks dan


secara garis besar dibagi menjadi dua, mekanisme langsung dan tidak langsung. Pada
mekanisme langsung diawali dengan pelepasan enzim lisosomal intrsasel dan keruakn
sel-sel tubulus disetai endositosis protein berlebihan, dilanjutkan filtrasi transferin
yang menyertai disosiasi Fe2+ atau endositosis Fe2+/transferin dan peroksidasi lipid
yang berdampak kerusakan tubulus lalu terjadi perubahan patomekanisme lipid aktif
disertai endositosis fatty acid dan mengakibatkan obstruksi tubulus distal dan
kerusakan membran basal diikuti ekstravasasi dan inflamasi interstisial, sedangkan
pada mekanisme tak langsung terjadi hiperlipidemia sekunder akibat proteinuria dan
hiperkoagulabilitas sekunder akibat proteinuria.1,2

Patofisiologi terjadinya Nefropati Diabetik dikarenakan interaksi 3 faktor


utama yaitu genetika, metabolik, dan hemodinamik. Hal ini dapat dilihat pada gambar
2 dibawah ini.

Gambar 2. Patomekanisme terjadinya Nefropati Diabetik


(Sumber: Sukandar E, Nefrologi Klinik, 2006)

REFERAT KIMIA KLINIK/NEFROPATI DIABETIK Page


Faktor-faktor yang terlibat dalam patofisiologi Nefropati Diabetik berdasarkan
gambar diatas akan dibahas secara meluas dibawah ini:1,2,5,8
1. Faktor Metabolik.
Pada Hiperglikemia terjadi peningkatan sintesis diasilgliserol (DAG)
dari fosfatidil kolin oleh enzim fosfolipase D. selanjutnya DAG akan
mengaktivasi Protein Kinase C (PKC) yang menyebabkan perubahan
struktur dan permeabilitas glomerulus. Aktivasi PKC akan meningkatan
ekspresi Transforming Growth Factor- (TGF-) dan Vascular Endothelial
Growth Factor (VEGF) yang berdampak penimbunan extracellular matrix
(ECM) pada glomerulus sehingga timbul peningkatan permeabilitas dan
hiperfiltrasi glomerulus yang berakibat albuminuria.2,5
2. Faktor Genetik.
Nefropati diabetik tidak selalu berkembang pada semua pasien DM
dan diduga dipengaruhi oleh faktor genetik. Banyak gen yang diduga
berperan pada terjadinya Nefropati diabetik baik gen yang berperan dalam
Renin Angiotensin System (RAS) seperti gen renin dan gen reseptor
angiotensin II tipe 1 (gen 3q, lokus AT1) juga gen lainnya seperti gen

REFERAT KIMIA KLINIK/NEFROPATI DIABETIK Page


aldose reductase, gen atrial natriuretic peptide (ANP) dan gen reseptor
bradikinin B2.1,2,5
3. Faktor Hemodinamik.
Pada penderita DM terjadi hipertensi glomerulus yang pada
prosesnya terjadi vasodilatasi arteriol afferent lebih besar daripada arteriol
efferent sehingga menyebabkan hipertensi intraglomeruler. Mekanisme ini
dipengaruhi terutama oleh angiotensin II, yang selain itu menyebabkan
perubahan non hemodinamik yaitu perangsangan sekresi hormon vasoaktif
seperti Insulin Like Growth Factor-1 (IGF-1), Prostaglandines, Glukagon,
Transforming Growth Factor- (TGF-), dan sintesis sitokin profibrogenik
seperti Tumor Necrosis Factor- (TNF-) dan interleukin (IL).5,8

V. GAMBARAN KLINIK
Gambaran klinis ND sangat bervarias dari keluhan ringan atau tanpa
keluhan sampai timbulnya gejala-gejala gagal ginjal. Banyak pasien DM
mungkin tidak mempunyai lesi histopatologi yang signifikan untuk ND
walaupun tanpa gambaran klinis yang jelas. Hal ini tergantung dari derajat
peningkatan albumin dan protein albumin urin, derajat hipertensi dan penurunan
fungsi ginjal yang merupakan tanda-tanda nefropati diabetik. Beberapa
gambaran klinik yang khas untuk ND antara lain:2,9,10
a. Peningkatan ekskresi albumin dan protein dalam urin.
Tanda utama Nefropati Diabetik adalah peningkatan eksresi albumin dalam
urin (mikroalbuminuria). Pada tahap ini sebanyak 30-300 mg/dl albumin
diekskresikan tiap hari. Jika ekskresi protein urin terus meningkat >300
mg/l maka disebut proteinuria yang menandakan derajat kebocoran
membran basal. Bila kadar proteinuria terus meningkat akan terjadi
hipoalbuminemia yang berdampak edema perifer.
b. Peningkatan Tekanan Darah/Hipertensi.
Pada fase mikroalbuminuria mulai terjadi peningkatan tekanan darah. Pada
DM tipe I, tekanan darah mungkin normal saat diagnosis ditegakkan
sedangkan pada DM tipe II umumnya sudah didapatkan hipertensi saat
diagnosis ditegakkan
c. Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) belum terganggu sampai kadar albuminuria
cukup tinggi atau telah terjadi proteinuria. Sekali fungsi filtrasi terganggu

REFERAT KIMIA KLINIK/NEFROPATI DIABETIK Page


maka akan terjadi penurunan filtrasi secara bertahap dengan kecepatan yang
bervariasi pada tiap orang. Jika ekskresi zat-zat sisa metabolisme sudah
buruk maka gejala gagal ginjal mulai timbul antara lain anoreksia, lemah
seluruh badan, mual muntah, penurunan berat badan, edema perifer dan
sesak napas.
VI.
DIAGNOSIS 1-5,7,11,12
1.
Anamnesis.
a) Riwayat DM yang lama.
b) Keluhan khas: poliuria, polidipsi, polifagi, penurunan berat badan.
c) Keluhan tidak khas: kesemutan, luka sukar sembuh, gatal-gatal pada
kulit, dan impoten.
2.
Identifikasi faktor risiko seperti riwayat keluarga menderita hipertensi dan
konsumsi protein hewani.
3. Identifikasi penyakit metabolik lainnya seperti batu ginjal dan gout artritis
dikarenakan penyakit penyerta ini sering ditemukan bersamaan pada diabetes
terutam DM tipe II.
4. Pemeriksaan fisis:
a. Pemeriksaan mata: mikroaneurisma, cotton wool patches, perdarahan
berbentuk bintik/bercak pada retina.
b. Kardiomegali, hipertensi.
5. Tes Laboratorium.
a) Glukosa darah: Glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dl, atau
glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dl, atau glukosa darah test
toleransi glukosa oral (TTGO) > 200 mg/dl.
b) Ekskresi albumin urin sebagai tanda dini nefropati diabetik yang dapat
diidentifikasi secara klinis. Pengukuran ekskresi albumin yang paling
akurat adalah pemeriksaan urin 24 jam. Skrining proteinuria dilakukan
tiap tahun dan berbeda perlakuannnya pada jenis DM. Pada pasien DM
tipe 1 skrining dilakukan 5 tahun setelah diagnosis DM tipe 1 ditegakkan
atau dilakukan saat muncul faktor risiko kardiovaskular, sedangkan pada
pasien DM tipe 2 skrining dilakukan saat diagnosis DM telah ditegakkan.
Status mikroalbuminuria dan proteinuria pada hasil tes laboratorium
nefropati diabetik berdasarkan jenis pengumpulan spesimennya dapat
dilihat pada tabel 1.

Ekskresi albumin Pengumpulan spesimen

REFERAT KIMIA KLINIK/NEFROPATI DIABETIK Page


Urin 24 Urin Sspesimen urin pertama pada
jam sewaktu pagi hari
(mg/24h) (mg/min) Konsentrasi Rasio albumin/
urin kreatinin urin
albumin (mg/mmol)
(mg/liter)
<3,5 (wanita)
Normoalbuminuria <30 <20 <20
<2,5 (pria)
3,5-35 (wanita)
Mikroalbuminuria 30-300 20-200 20-200
2,5-25 (pria)
>35 (wanita)
Overt Proteinuria >300 >200 >200
>25 (pria)

Tabel 1. Pembagian status mikroalbuminuria dan proteinuria berdasarkan cara


pengumpulan spesimen dalam deteksi Nefropati Diabetik.
(Sumber: Clinical Practical Guidelines Diabetic Nephropathy, 2010).

c) Berdasarkan tabel diatas maka diagnosa Nefropati Diabetik ditegakkan


bila hasil Mikroalbuminuria/proteinuria persisten selama 2 kali
pemeriksaan dengan interval 2 minggu tanpa penyebab proteinuria yang
lain, atau mikroalbuminuria/proteinuria satu kali pemeriksaan namun
disertai kadar kreatinin serum >2,5 mg/dl (lihat algoritma pada halaman
15).
d) Mengontrol kadar profil lipid
e) Tes kreatinin serum.

Perjalanan penyakit Nefropati Diabetik telah digambarkan secara rinci oleh


Morgensen dkk yang membagi dalam 5 tahapan yaitu;1-3,5-8
a) Tahap 1 (Hiperfiltration Hypertrophy Stage):
Pada tahap ini laju filtrasi glomerulus (LFG) meningkat hingga 40% diatas
normal. Peningkatan filtrasi akan disertai hipertrofi ginjal. Albuminuria
persisten belum timbul secara nyata. Tahap ini masih reversible,
berlangsung antara 0-2 tahun sejak awal diagnosis Diabetes Melitus
ditegakkan.
b) Tahap 2 (Silent Stage):
Umumnya didapatkan LFG tetap tinggi yaitu 20-39% diatas normal dan
ekskresi abumin masih normal. Tahap II terjadi setelah 2-5 tahun diangnosis
DM ditegakkan. Pada tahap ini mulai ditemukan perubahan permeabilitas
glomerulus namun belum ditemukan manifestasi klinis..
c) Tahap 3 (Incipient diabetic nephropathy):

REFERAT KIMIA KLINIK/NEFROPATI DIABETIK Page


Tahap ini terjadi antara 5-10 tahun atau 30 tahun yang ditandai dengan
meningkatnya ekskresi albumin di urin (mikroalbuminuria persisten) yang
berkisar antara 30-300 gram/24 jam. Tekanan darah mulai meningkat.
Secara histologist didapatkan peningkatan ketebalan membrana basalis dan
volume mesangium fraksional dalam glomerulus.
d) Tahap 4 (Overt diabetic nephropathy):
Merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut yang berlangsung sekitar 10-
20 tahun setelah onset DM terjadi. Pada tahap ini terjadi proteinuria yang
menetap disertai hipertensi. Ekskresi protein dalam urin umumnya >0,5
gram/24 jam. Tahap ini dapat dijumpai komplikasi mikro/makrovaskular
lain seperti retinopati, neuropati, dislipidemia, dan sindrom nefrotik.
e) Tahap 5 (End Stage renal failure).
Pada tahap ini LFG sudah sedemikian rendah sehingga penderita
menunjukkan tanda sindrom uremik dan memerlukan tindakan khusus
seperti dialisis dan cangkok ginjal. Tahap ini dimulai diatas 20 -40 tahun
setelah onset DM ditegakkan. Ringkasan tahapan progresifitas Nefropati
Diabetik dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini.

Gambar 3. Tahapan Progresifitas Nefropati Diabetik.


(Sumber: Clinical Practical Guidelines Diabetic Nephropathy, 2010)

VII. DIAGNOSIS BANDING.


Diferensial diagnosis Nefropati Diabetik adalah penyakit ginjal non
diabetic seperti Glomerulonefritis, Amiloidosis, dan Glomerulus Nefritik Akut
Post Streptococcus. Hal tersebut dibahas pada tabel 2 dibawah ini. 3-5,7,9-11

Manifestasi Nefropati Penyakit ginjal non-diabetik


Glomeulonefritis Amiloidosis GNAPS
klinis Diabetilk

REFERAT KIMIA KLINIK/NEFROPATI DIABETIK Page


Penyebab Hipoglikemia/ Protein plasma Infeksi kuman Infeksi kuman
DM lama meningkat Streptococcus Strreptococcus
beta hemolitikus
tipe A
Umur Umumnya Segala umur Segala umur Umumnya anak-
dewasa anak
Hematuria Tidak ada Ada Ada ada
Proteinuria Ada ada Ada ada
Retinopati Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Kelainan ada jarang Tidak ada Kadang ada
jantung

VIII. PENATALAKSANAAN.
Terapi nefropati diabetik tergantung pada tahapan-tahapan apakah masih
terdapat normoalbuminuria, mikroalbuminuria, atau makroalbuminuria. Prinsip
penatalaksaan nefropati diabetik antara lain:2,5-9
1. Pengendalian gula darah: olah raga, diet, dan obat antidiabetik.
Menurut Rekomendasi PERKENI 2006, untuk mencegah terjadinya
komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM secara ketat. DM
terkendali baik tidak berarti hanya kadar glukosa darahnya baik, namun
harus menyeluruh mulai dari glukosa darah, tekanan darah, kadar lipid,
status gizi, skrining kadar mikroalbuminuria, dan HbA1c seperti yang
tercantum pada tabel 3.

Keterangan Baik Sedang Buruk


Glukosa darah puasa 80-100 100-125 >126
(mg/dl)
Glukosa darah 2 jam PP 80-144 145-179 >180
(mg/dl)
HbA1c (%) <6,5 6,5-8 >8
Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL (mg/dl) <100 100-129 >130
Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35
Mikroalbuminuria <20mg/24jam 30-300mg/24jam >300mg/24ja
(20-200 ug/mnt)
(20ug/mnt) m
(>200ug/mnt)
Trigliserida <150 150-199 <200

REFERAT KIMIA KLINIK/NEFROPATI DIABETIK Page 10


Tekanan Darah <130/80 130-140/80-90 >140/90
Tabel 3. Kriteria Pengendalian Diabetes Melitus.
(Sumber:Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik, 2012)

2. Pengendalian tekanan darah: diet rendah garam sekitar 3-6 gram/hari


untuk mencegah retensi natrium dan meningkatkan eelktivitas obat
antihipertensi dan pemeriksaan tekanan darah sesering mungkin.
3. Perbaikan fungsi ginjal dengan diet rendah protein, pemberian
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) atau Angiotensin
Receptor Blocker (ARB).
4. Mengontrol dislipidemia dengan pemberian obat golongan statin dan
fibrat dan melakukan tes fraksi lipid sekali setahun.
5. Terapi pengganti ginjal, umumnya dilakukan pada penyakit ginjal kronik
dan terapi yang diberikan berupa hemodialisis, peritoneal dialysis atau
transplantasi ginjal.
6. Pemeriksaan mata sekali setahun untuk mendeteksi adanya reetinopati
dan pemeriksaan kaki 1-2 kali setahun oleh dokter.
7. Melakukan pemeriksaan HbA1c 2-4 kali dalam setahun.
8. Terapi non-farmakologik nefropati diabetic berupa modifikasi gaya
hidup yang sehat meliputi olahraga rutin, diet, menghentikan merokok
serta mengurangi konsumsi alkohol. Olah raga rutin yang dianjurkan
American Diabetes Association (ADA) yaitu berjalan 3-5 km/hari
dengan kecepatan 10-12 menit/km, 4-5 kali seminggu. Pembatasan
asupan garam 4-5 gram/hari, serta asupan protein hingga 0,8 g/kg/berat
badan ideal/hari.

IX. PROGNOSIS
Komplikasi utama Nefropati Diabetik adalah gagal ginjal terminal (End
Stage Renal Disease) dan dapat menyebabkan kematian sekitar 59-66%.
Tingkat insidens kumulatif dari ESRD pada pasien dengan proteinuria dan
diabetes adalah 50%, 10 tahun onset proteinuria dibandingkan dengan 3-11%,
10 tahun setelah onset proteinuria pada pasien Eropa dengan DM tipe II.
Penyakit Kardiovaskular juga menjadi penyebab utama kematian (15-25%)
pada pasien dengan nefropati dan diabetes, meskipun terjadi pada usia yang
relative muda.3,5,7-11

X. RANGKUMAN

REFERAT KIMIA KLINIK/NEFROPATI DIABETIK Page 11


Nefropati diabetik adalah komplikasi diabetes mellitus pada ginjal yang
dapat berakhir sebagai gagal ginjal. Nefropati diabetik terjadi akibat interaksi
faktor-faktor metabolik, hemodinamik, dan genetik. Diagnosa nefropati diabetik
ditegakkan apabila memenuhi persyaratan DM, retinopati diabetik, proteinuria
persisten selama 2 kali pemeriksaan dengan interval 2 minggu tanpa penyebab
proteinuria yang lain, atau proteinuria satu kali ditambah kadar kreatinin >2,5
mg/dl.1-5
Saat ini dikenal 5 stadium perjalanan penyakit Nefropati Diabetik yaitu
hyperfiltration, silent phase, incipient nephropathy, overt nephropathy, dan end
stage renal failure. Perlajanan penyakit ini menentukan pendekatan diagnosis
dan upaya pencegahan dan pengobatan yang rasional. Keadaan hiperfiltrasi,
nefromegali, mikroalbuminuria, proteinuria, penurunan LFG dan hipertensi
merupakan tolak ukur pemantauan selama tindak pencegahan dan
pengoabatan.6-9
Pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik pada prinsipnya yaitu
dengan pengendalian gula darah, pengendalian tekanan darah, perbaikan fungsi
ginjal, mengontrol dislipidemia, terapi pengganti ginjal, dan terapi non-
farmakologik berupa penyesuaian gaya hidup yang sehat.10-12
XI. ALGORITMA NEFROPATI DIABETIK

Skrining proteinuria:
a) DM tipe I: lakukan skrining 5 tahun setelah
diagnosis DM ditegakkan atau ditemukan faktor
risiko kardiovaskular
b) DM tipe 2: lakukan skrining saat diagnosis
ditegakkan

POSITIF:
NEGATIF (proteinuria >300 mg/l) Overt nefropati
(eksklusi penyebab lain diabetik
seperti ISK, nefrolitiasis dll)
POSITIF -Kontrol gula darah,
Skrining mikroalbuminuria
(Proteinuria 30-300 TD, dan profil
pada sampel urin pagi hari
mg/l) lipid.
-Terapi ACEI/ARB
NEGATIF -Modifikasi gaya
Ulangi pemeriksaan hidup
Pantau skrining mikroalbuminuria sebanyak 2 kali dalam -Terapi hiperlipidemia.
tiap tahun 3-6 bulan kedepan -Hindari intake garam
berlebihan
REFERAT KIMIA KLINIK/NEFROPATI DIABETIK Page ginjal
-Pantau fungsi 12
NEGATIF a) Jika 2 dari 3 tes
hasilnya positif,
diagnosis
Pantau mikroalbuminuria mikroalbuminuria Nefropati
tiap tahun ditegakkan Diabetik
b) Pantau
mikroalbuminuria
selama 3-6 bulan

(Sumber: Clinical Practical Guidelines of Nephropathy Diabetic, 2004)

DAFTAR PUSTAKA
1. Sukandar E. Tinjauan Umum Nefropati Diabetik, Nefropati Diabetik Pada Diabetes
Mellitus Tergantung Insulin (DMTI) dan Nefropati Diabetik Pada Diabetes Mellitus
Tidak Tergantung Insulin (DMTII) dalam Nefrologi Klinik. Edisi III. Bandung.
Pusat Informasi Ilmiah Bagian Interna FK-UNPAD-RSHS. 2006. P:325-97.
2. Roesli R, Susalit E, Djafaar J.,Nefropati Diabetik dalam Buku Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi II. Jakarta. Penerbit PAPDI-FKUI. 2004. P:356-65.
3. Denker BM, Brenner BM., Azotemia and Urinary Abnormalities in Harrisons
Nephrology and Acid-Base Distorder. 17th Edition. New York. The McGraw-Hill
Companies. 2010. P:22-31.
4. Ghazalli R, Ong L.M. Clinical Practical Guidelines of Diabetic Nephropathy. Kuala
Lumpur Malaysia. Medical Development of Division Ministry of Health Malaysia.
2004.
5. Dayal A, Emanuelle MA, Emanuele N, Camacho P.M. Diabetes Melitus in A Color
Handbook of Clinical Endocrinology and Metabolism. 1st Edition. London.
Manson Publishing. 2011. P:39-45.
6. Powers AC, Jameson J.L. Diabetes Melitus in Harrisons Endocrinology. 2nd
Edition. New York. The Mc-Graw Hill Companies. 2010. P:267-313.
7. Muhiddin RA, Bahrun U, Rusli B, Hardjoeno. Tes Diabetes Melitus dalam
Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik Bagian dari Standar Pelayanan
Medik. Makassar. Penerbit Hasanuddin University Press. 2012 P:167-99.

REFERAT KIMIA KLINIK/NEFROPATI DIABETIK Page 13


8. Zelmanovitz T, Gerchman F, Balthazar APS, Thiomazelli FCS, Matos JD, Canani
LH. Review Diabetic Nephropathy. Available in: http://www.dmsjournal.com., last
accessed on September 15th, 2015.
9. Tuttle K. Review The Evaluation Of Diabetic Nephropathy: Preventing
Complications. 2008.
10. Reinaurer H, Home PD, Kanasagabapathy AS, Heuck C. Laboratory Diagnosis and
Monitoring of Diabetes Melitus. World Health Organization. 2002.
11. Vurlsjic B, Turk T, Cerncevic-Orlic Z, Dordevic G, Racki S. Diabetic Nephropathy.
Intech Open Science. 2012. Available at: http://dx.doi.org ., last accessed on
September 15th, 2015.
12. Pardede S.O. Nefropati Diabetik Pada Anak. Jakarta. Sari Pediatri. 2008;10(1);8-
17.

REFERAT KIMIA KLINIK/NEFROPATI DIABETIK Page 14

Anda mungkin juga menyukai