Rencana Baca :
Tempat : REFERAT KIMIA KLINIK
NEFROPATI DIABETIK
Arfandhy Sanda, Fitriani Mangarengi, Ruland DN Pakasi
Departemen Ilmu Patologi Klinik FKUNHAS/RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar
I. PENDAHULUAN
Nefropati Diabetik (ND) merupakan komplikasi mikrovaskular pada pasien
Diabetes Melitus (DM) yang sebagian penderitanya akan berlanjut menjadi gagal
ginjal terminal. Penyakit ini ditandai dengan ditemukannya mikroalbuminuria
persisten (>300 mg/24 jam) pada minimal 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam kurun
waktu 3-6 bulan yang berkaitan dengan hipertensi dan penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG). Mikroalbuminuria didefinisikan sebagai eksresi albumin dalam
urin lebih dari 30 mg/hari dan dianggap sebagai prediktor penting untuk munculnya
nefropati diabetik. Keadaan ini dapat dijumpai pada 35-45% pasien DM. Nefropati
Diabetik merupakan penyebab kematian urutan ke-6 di negara barat dan saat ini 25%
pasien gagal ginjal yang menjalani terapi dialisis disebabkan oleh Diabetes Melitus
terutama DM tipe II dikarenakan DM tipe ini lebih sering dijumpai dalam
masyarakat.1,2
Pada laporan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 1995
menyebutkan bahwa Nefropati Diabetik menduduki urutan ketiga (16,1%) setelah
glomerulonefritis kronis (30,1%) dan pielonefritis kronis (18,5%) sebagai penyebab
tersering gagal ginjal terminal yang membutuhkan hemodialisis di Indonesia.. Di lain
hal, prevalensi nefropati diabetik pada anak berumur 0-19 tahun sekitar 15,2% per 1
juta populasi dan insiden DM pada anak hingga umur 19 tahun sekitar 16,7% per
100.000 populasi. Risiko timbulnya nefropati diabetik akan meningkat seiring dengan
lamanya perjalanan penyakit, keberhasilan pengendalian DM dan predisposisi
genetika terhadap hipertensi.1,2,3
Diabetes Melitus dapat mengenai semua umur dan sosial ekonomi. Pada masa
sekarang di Indonesia masalah DM tipe II belum menempati skala prioritas utama
pelayanan kesehatan dibandingkan penyakit infeksi menular walaupun jelas dampak
negatifnya, yaitu penurunan kualitas sumber daya manusia, terutama akibat penyulit
menahun yang ditimbulkannya seperti Nefropati Diabetik.2
II. EPIDEMIOLOGI
III. ETIOLOGI
Hipertensi merupakan komplikasi utama dari penyakit DM yang dipercaya
paling banyak menyebabkan terjadinya nefropati diabetik. Hipertensi yang tidak
terkontrol dapat meningkatkan progresifitas untuk mencapai fase nefropati diabetik
yang lebih tinggi yaitu gagal ginjal terminal (End Stage Renal Disease).3,5
Tidak semua pasien DM tipe I dan II berakhir dengan nefropati diabetik. Dari
proses patogenesis penyakit dapat ditemukan beberapa faktor risiko yang dapat
menimbulkan nefropati diabetik antara lain:4,5,6
a. Hiperglikemia yang tidak terkendali dan lamanya menderita DM.
IV. PATOFISIOLOGI
Pada Nefropati Diabetik, perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah
penebalan membran basalis disebabkan adanya proses hiperfiltrasi-hiperperfusi
membran basalis glomerulus. Glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh tubulus
dan sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan efek insulin yang merangsang
reabsorbsi tubuler natrium akan menyebabkan volume ekstrasel meningkat dan
terjadilah hiperfiltrasi. Dalam proses ini, arteriol eferen lebih sensitif terhadap
pengaruh angiotensin II dibandingkan arteriol aferen, dan hal inilah yang dapat
menerangkan mengapa pada DM yang tidak terkontrol akan menimbulkan kenaikan
tekanan intraglomeruler dan hiperfiltrasi glomerulus.1,3,5
V. GAMBARAN KLINIK
Gambaran klinis ND sangat bervarias dari keluhan ringan atau tanpa
keluhan sampai timbulnya gejala-gejala gagal ginjal. Banyak pasien DM
mungkin tidak mempunyai lesi histopatologi yang signifikan untuk ND
walaupun tanpa gambaran klinis yang jelas. Hal ini tergantung dari derajat
peningkatan albumin dan protein albumin urin, derajat hipertensi dan penurunan
fungsi ginjal yang merupakan tanda-tanda nefropati diabetik. Beberapa
gambaran klinik yang khas untuk ND antara lain:2,9,10
a. Peningkatan ekskresi albumin dan protein dalam urin.
Tanda utama Nefropati Diabetik adalah peningkatan eksresi albumin dalam
urin (mikroalbuminuria). Pada tahap ini sebanyak 30-300 mg/dl albumin
diekskresikan tiap hari. Jika ekskresi protein urin terus meningkat >300
mg/l maka disebut proteinuria yang menandakan derajat kebocoran
membran basal. Bila kadar proteinuria terus meningkat akan terjadi
hipoalbuminemia yang berdampak edema perifer.
b. Peningkatan Tekanan Darah/Hipertensi.
Pada fase mikroalbuminuria mulai terjadi peningkatan tekanan darah. Pada
DM tipe I, tekanan darah mungkin normal saat diagnosis ditegakkan
sedangkan pada DM tipe II umumnya sudah didapatkan hipertensi saat
diagnosis ditegakkan
c. Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) belum terganggu sampai kadar albuminuria
cukup tinggi atau telah terjadi proteinuria. Sekali fungsi filtrasi terganggu
VIII. PENATALAKSANAAN.
Terapi nefropati diabetik tergantung pada tahapan-tahapan apakah masih
terdapat normoalbuminuria, mikroalbuminuria, atau makroalbuminuria. Prinsip
penatalaksaan nefropati diabetik antara lain:2,5-9
1. Pengendalian gula darah: olah raga, diet, dan obat antidiabetik.
Menurut Rekomendasi PERKENI 2006, untuk mencegah terjadinya
komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM secara ketat. DM
terkendali baik tidak berarti hanya kadar glukosa darahnya baik, namun
harus menyeluruh mulai dari glukosa darah, tekanan darah, kadar lipid,
status gizi, skrining kadar mikroalbuminuria, dan HbA1c seperti yang
tercantum pada tabel 3.
IX. PROGNOSIS
Komplikasi utama Nefropati Diabetik adalah gagal ginjal terminal (End
Stage Renal Disease) dan dapat menyebabkan kematian sekitar 59-66%.
Tingkat insidens kumulatif dari ESRD pada pasien dengan proteinuria dan
diabetes adalah 50%, 10 tahun onset proteinuria dibandingkan dengan 3-11%,
10 tahun setelah onset proteinuria pada pasien Eropa dengan DM tipe II.
Penyakit Kardiovaskular juga menjadi penyebab utama kematian (15-25%)
pada pasien dengan nefropati dan diabetes, meskipun terjadi pada usia yang
relative muda.3,5,7-11
X. RANGKUMAN
Skrining proteinuria:
a) DM tipe I: lakukan skrining 5 tahun setelah
diagnosis DM ditegakkan atau ditemukan faktor
risiko kardiovaskular
b) DM tipe 2: lakukan skrining saat diagnosis
ditegakkan
POSITIF:
NEGATIF (proteinuria >300 mg/l) Overt nefropati
(eksklusi penyebab lain diabetik
seperti ISK, nefrolitiasis dll)
POSITIF -Kontrol gula darah,
Skrining mikroalbuminuria
(Proteinuria 30-300 TD, dan profil
pada sampel urin pagi hari
mg/l) lipid.
-Terapi ACEI/ARB
NEGATIF -Modifikasi gaya
Ulangi pemeriksaan hidup
Pantau skrining mikroalbuminuria sebanyak 2 kali dalam -Terapi hiperlipidemia.
tiap tahun 3-6 bulan kedepan -Hindari intake garam
berlebihan
REFERAT KIMIA KLINIK/NEFROPATI DIABETIK Page ginjal
-Pantau fungsi 12
NEGATIF a) Jika 2 dari 3 tes
hasilnya positif,
diagnosis
Pantau mikroalbuminuria mikroalbuminuria Nefropati
tiap tahun ditegakkan Diabetik
b) Pantau
mikroalbuminuria
selama 3-6 bulan
DAFTAR PUSTAKA
1. Sukandar E. Tinjauan Umum Nefropati Diabetik, Nefropati Diabetik Pada Diabetes
Mellitus Tergantung Insulin (DMTI) dan Nefropati Diabetik Pada Diabetes Mellitus
Tidak Tergantung Insulin (DMTII) dalam Nefrologi Klinik. Edisi III. Bandung.
Pusat Informasi Ilmiah Bagian Interna FK-UNPAD-RSHS. 2006. P:325-97.
2. Roesli R, Susalit E, Djafaar J.,Nefropati Diabetik dalam Buku Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi II. Jakarta. Penerbit PAPDI-FKUI. 2004. P:356-65.
3. Denker BM, Brenner BM., Azotemia and Urinary Abnormalities in Harrisons
Nephrology and Acid-Base Distorder. 17th Edition. New York. The McGraw-Hill
Companies. 2010. P:22-31.
4. Ghazalli R, Ong L.M. Clinical Practical Guidelines of Diabetic Nephropathy. Kuala
Lumpur Malaysia. Medical Development of Division Ministry of Health Malaysia.
2004.
5. Dayal A, Emanuelle MA, Emanuele N, Camacho P.M. Diabetes Melitus in A Color
Handbook of Clinical Endocrinology and Metabolism. 1st Edition. London.
Manson Publishing. 2011. P:39-45.
6. Powers AC, Jameson J.L. Diabetes Melitus in Harrisons Endocrinology. 2nd
Edition. New York. The Mc-Graw Hill Companies. 2010. P:267-313.
7. Muhiddin RA, Bahrun U, Rusli B, Hardjoeno. Tes Diabetes Melitus dalam
Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik Bagian dari Standar Pelayanan
Medik. Makassar. Penerbit Hasanuddin University Press. 2012 P:167-99.