RETINOPATI DIABETIK
Disusun Oleh :
Pembimbing :
2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
mengalami kebutaan total. Di Inggris, sekitar 1000 pasien diabetes tercatat
mengalami kebutaan sebagian atau total setiap tahun.
Pada negara berkembang, setidaknya 12% kasus kebutaan disebabkan oleh
diabetes. Resiko ini jarang ditemukan pada anak dibawah umur 10 tahun, dan
meningkat setelah pubertas. Hal ini terjadi 20 tahun setelah menderita diabetes.
Asosiasi diabetes Amerika menyarankan pemeriksaan setahun sekali
(mulai dalam 3 hingga 5 tahun setelah didiagnosis menderita diabetes tipe 1 dan
segera setelah didiagnosis menderita diabetes tipe2) dengan alasan sebagai berikut
Seseorang yang mengidap retinopathy DM tanpa disadari karena penyakit
ini tidak selalu menyebabkan gejala-gejala hingga kerusakan retina makin
parah.
Pengobatan akan lebih efektif jika dilakukan sebelum gejala-gejala dan
komplikasi retinopathy DM berkembang.
Dengan pemeriksaan mata yang teratur, seorang dokter mata dapat
mengetahui dan mengobati sebelum tanda-tanda retinopati berlanjut.
Sayangnya banyak penderita diabetes yang tidak memeriksakan matanya
setahun sekali untuk mengetahui apakah telah mengalami retinopati (atau penyakit
mata lainnya yang disebabkan diabetes). Akibatnya mereka tidak mengetahui
bahwa mereka telah mengidap retinopati sampai akhirnya kehilangan penglihatan
yang signifikan. Para ahli percaya banyak kasus-kasus kehilangan penglihatan dan
kebutaan sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan mata tahunan
pada penderita diabetes.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
4
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering di
jumpai, terutama di negara barat. Kira-kira 1 dari 900 orang berusia 25 tahun
mengidap diabetes dan kira-kira 1 dari 25 orang berusia 60 tahun adalah
penyandang diabetes. Retinopati diabetik jarang ditemukan pada anak-anak
dibawah umur 10 tahun tanpa memperhatikan lamanya diabetes. Resiko
berkembangnya retinopati meningkat setelah pubertas. Dalam urutan penyebab
kebutaan secara global, retinopathy DM menempati urutan ke-4 setelah katarak,
glaukoma, dan degenerasi makula (AMD=age-related macular degeneration).
PATOGENESIS
5
penyakit ini. Hasil serupa telah diperoleh pada diabetes tipe 2, tetapi pada pasien
ini onset dan lama penyakit lebih sulit ditentukan secara tepat.
Perubahan abnormalitas sebagian besar anatomis, hematologi dan
biokimia telah dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain:
Perubahan anatomis
o Capilaropathy
Degenerasi dan hilangnya sel-sel perisit
Proliferasi sel endotel
Penebalam membrane basalis
o Sumbatan microvaskuler
Arteriovenous shunts
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)
Neovaskularisasi
Angiogenic growth factor yang menyebabkan pembentukan
pembuluh darah baru pada retina dan discus opticus (pada
retinopati diabetik proliferatif) atau pada iris (rubeosis
iridis)
Perubahan hematologi:
o Peningkatan sifat agregasi trombosit dan peningkatan agregasi
eritrosit yang meningkatkan abnormalitas serum dan viskositas
darah.
o Abnormalitas lipid serum
o Fibrinolisis yang tidak sempurna
o Abnormalitas dari sekresi growth hormone
Perubahan biokimia
o Jalur poliol
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi
berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu senyawa gula dan
alkohol, dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah
satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati
6
membran basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah banyak
didalam sel. Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan
osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun
fungsional sel.
o Glikasi nonenzimatik
Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan DNA yang terjadi
selama hiperglikemi dapat menghambat aktivitas enzim dan
keutuhan DNA. Protein yang teroglikosilasi membentuk radikal
bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.
o Protein kinase C
Protein kinase C (PKC) diketahui memiliki pengaruh terhadap
pemeabilitas vascular, kontraktilitas, sintesis membrana basalis dan
proliferasi sel vaskular. Dalam kondisi hiperglikemia aktivitas PKC
di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de
novo dari diasilgliserol, suatu regulator PKC yang berasal dari
glukosa.
7
reduktase menyebabkan kerusakan sel inhibitor
Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit Aspirin
pada endotel kapiler, hipoksia,
kebocoran, edema macula
Protein Kinase Mengaktifkan VEGF, diaktifkan Inhibitor terhadap
C oleh DAG pada hiperglikemia PKC -isoform
Reactive oxygen Menyebabkan kerusakan enzim dan Antioksidan
species komponen sel yang penting untuk
survival
Advanced Mengaktifkan enzim yang merusak Aminoguanidin
glycation end-
product
Nitric oxide Meningkatkan produksi radikal Aminoguanidin
synthase bebas, menghambat ekspresi gen,
menyebabkan hambatan dalam
metabolisme sel
Apoptosis sel Penurunan aliran darah ke retina,
perisit dan sel meingkatkan hipoksia
endotel
VEGF Meningkatkan hipoksia retina, Fotokoagulasi pan
menimbulkan kebocoran, edema retinal
macula, neovaskularisasi
PEDF Menghambat vaskularisasi,
menurun pada hiperglikemia
GH dan IGF-1 Merangsang neovaskularisasi Hipofisektomi, GH-
receptor blocker,
octreotide
Growth hormone
Growth hormone diduga berperan penting pada progresifitas diabetik
retinopathy. Kejadian retinopathy DM ternyata sangat rendah pada wanita dengan
perdarahan post partum akibat nekrosis pituitari. Penemuan ini memicu
dilakukannya ablatio kelenjar pituitari sebagai tindakan pencegahan dan
pengobatan pada retinopathy DM pada tahun 1950. Teknik pengobatan tersebut
8
sudah dilarang karena ternyata menimbulkan komplikasi sistemik dan seiring
ditemukannya teknik pengobatan laser.
9
Gambar 3. Fundus pada Background Retinopathy DM dengan gambaran multipel
mikroaneurisma (Bhavsar, 2009)
10
menyebabkan terbentukanya cotton-wool spots (CWS) yang berhubungan dengan
stasis pada axoplasmic flow. Keadaan hipoksia retina lebih lanjut menyebabkan
terjadinya mekanisme kompensasi pada mata untuk menjaga suplai oksigen yang
cukup ke jaringan. Kelainan diameter vena seperti venous beading, loops,
dandilation menandakan proses peningkatan hipoksia dan hampir selalu tampak
pada perbatasan dengan area non perfusi.
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA) menandakan adanya
proses pertumbuhan pembuluh darah baru atau remodelling dari pembuluh darah
sebelumnya melalui proliferasi endotel pada jaringan retina yang berperan sebagai
pintas (shunt) melalui daerah non perfusi. Keadaan iskemia retina lebih lanjut
memicu produksi dari faktor vasoproliferatif seperti vascular endothelial growth
factor (VEGF) yang memicu pembentukan pembuluh darah baru.Matriks
ekstraselular pertama-tama dihancurkan dahulu dengan protease dan pembuluh
darah baru kemudian dibentuk melalui penetrasi venula retina pada internal
limiting membrane dan dari jaringan kapiler antara permukaan dalam retina dan
bagian posterior hyaloid (the posterior hyaloid face).
Neovaskularisasi sering ditemukan pada perbatasan area perfusi dan non perfusi
dan juga pada papila nervi opticus. Neovaskularisasi tumbuh menembus
permukaan retina dan ke dalam hyaloid posterior (the scaffold of the posterior
hyaloid face). Pembuluh darah baru tersebut jarang menimbulkan gangguan
visual. Pembuluh darah tersebut rapuh dan bersifat sangat permeabel sehingga
gampang pecah oleh traksi vitreus yang menyebabkan perdarahan ke dalam
11
vitreus dan ruang pre retina.Neovaskularisasi ini berhubungan dengan
pembentukan jaringan fibroglial. Densitas dari neovaskular meningkat begitu pula
dengan jaringan fibrotik namun pada tahapan yang lebih lanjut pembuluh darah
ini mengalami regresi dan meninggalkan jaringan fibrotik avaskuler yang melekat
pada retina dan hyaloid posterior. Pada saat terjadi kontraksi vitreus makan terjadi
traksi pada retina melalui jaringan fibroglial yang dapat menyebabkan edema
retina, heterotropia retina dan tractional retinal detachments serta retinal tear
formation.
PATOFISIOLOGI
Retina, atau disebut juga tunica nervosa bulbi adalah lapisan terdalam dari
bola mata. Merupakan lapisan yang tipis, halus, bening dan tembus pandang.
Menurut fungsinya retina dibagi menjadi:
Pars optica retinae, merupakan bagian retina yag mempunyai sel khusus
penerima rangsang cahaya
Pars coeca retinae, merupakan bagian dari retina yang tidak mempunyai
sel khusus. Termasuk disini yaitu:
o Pars ciliaris retinae
o Pars iridis retinae
Batas antara pars optica dan pars coeca adalah ora serata.
Retina dibagi menjadi 10 lapisan, tetapi hanya 3 lapisan neuron retina
yang menerima, mengintegrasikan dan meneruskan signal visual ke otak sebagai
impuls, yaitu sel fotoreseptor (sel kerucut dan batang), selbipolar, dan sel
ganglion.
Epithelium pigmentalis atau stratum pigmenti retinae
Stratum coni at bacilli
Membrana limitans externa
Stratum granularis externa
Stratum plexiformis externa
12
Stratum granularis interna
Stratum plexiformis interna
Stratum ganglionaris
Stratum N.optic
Membrana limitans interna
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada
jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar
keseluruh permukaan retina kecuali pada fovea. Kelainan dasar dari berbagai
bentuk diabetik retinopati (DR) terletak pada kapiler retina tersebut.
Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel
perisit, membrane basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan
oleh pori yang terdapat pada membrane sel yang terletak diantara keduanya.
Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler
retina adalah 1:1, sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut
mencapai 20:1.
Sel perisit berfungsi untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur
kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barier dan transportasi kapiler
serta mengendalikan proliferasi endotel. Membrane basalis berfungsi sebagai
barier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran.
Sel endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks
ekstrasel membentuk barier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein
dan molekul kecil termasuk bahan kontras fluorosensi yang digunakan untuk
diagnosis penyakit kapiler retina.
Perubahan histopatologis kapiler retina pada DR dimulai dari penebalan
membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel dimana pada keadaan
lanjut perbandingan antara sel endotel dan sel perisit dapat mencapai 10:1.
Patofisiologi DR melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler:
Pembentukan microaneurisma
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
Penyumbatan pembuluh darah
13
Proliferasi pembuluh darah baru (neovasularisasi) dan jaringan fibrosa di
retina
Kontraksi dan jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi (nonperfusion) menyebabkan iskemia
retina, sedangkan kebocoran dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas
kapiler itu sendiri.
Kebutaan akibat DR dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut
Edema macula atau nonperfusi kapiler
Pembentukan pembuluh darah baru pada DR proliferative dan kontraksi
jaringan fibrosis yang menyebabkan ablation retina (retinal detachment)
Pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina
dan vitreus
Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaucoma
Mula-mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, dimana dindingnya
menebal dan mempunyai afinitas yang besar terhadap fluoresein.Keadaan ini
menebal, untuk waktu yang lama tanpa mengganggu penglihatan. Dengan
melemahnya dinding kapiler, maka akan mudah terbentuk mikroaneurisma. Mula-
mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena sekitar macula, yang tampak
sebagai titik-titik merah (dots) pada oftalmoskopi. Adanya 1-2 mikroaneurisma
sudah cukup untuk mendiagnosis DR. Pada keadaan lanjut mikroaneurisma
didapatkan sama banyak pada kapiler retina maupun arteri. Mikroaneurisma
tersebut menimbulkan kebocoran, yang tempak sebagai edema, eksudat,
perdarahan (dots/ blots).
Adanya edema dapat mengancap ketajaman penglihatan jika terdapat pada
daerah macula.Edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan lama
dapat menimbulkan degenerasi kistoid. Bila degenerasi kistoid ini ditemukan pada
makula (cystoid macular edema). Kebutaan yang terjadi adalah ireversibel.
Perdarahan selain akibat kebocoran juga disebabkan oleh karena pecahnya
mikroaneurisma. Kebocoran akibat mikroaneurisma dapat disertai dengan
bocornya lipoprotein, yang tampak sebagai eksudat keras (hard exudates),
14
menyerupai lilin putih kekuning-kuningan berkelompok seperti lingkaran atau
cincin disekitar macula.
Akibat dari perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat
menimbulkan peyumbatan yang dimulai di kapiler ke arteriol dan pembuluh darah
besar. Akibat dari penyumbatan dapat timbul hipoksia di ikuti dengan adanya
iskemi kecil, dan timbulnya kolateral. Hipoksia mempercepat timbulnya
kebocoran, neovasularisasi,dan mikroaneurisma yang baru. Akibat hipoksia,
timbul eksudat lunak yang disebut cotton wool spots/ patch yang merupakan
bercak necrosis.
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak
teratur. Disini juga terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga dapat ditemukan
perdarahan disepanjang pembuluh darah vena. Gangguan aliran darah vena juga
merangsang timbulnya pembuluh darah baru yang dapat timbul dari pembuluh
darah yang ada di papil atau lengkung pembuluh darah, tetapi selanjutnya dapat
timbul dimana saja. Bentuknya dapat berupa gulungan atau berupa rete mirabile.
Letaknya intraretina, menjalar menjadi preretina, intravitreal. Neovaskularisasi
preretina dapat diikuti oleh proliferasi sel glia. Dapat juga timbul arterio-venous
shunts yang abnormal akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi
arteriol.
Neovaskularisasi disertai dengan tingkat kebocoran yang tinggi, kemudian
diikuti dengan jaringan proliferasi. Bila jaringan fibrovaskuler ini mengkerut
dapat menimbulkan perdarahan dan juga tarikan pada retina sehingga dapat
menyebabkan ablasi retina tipe tarikan, dengan atau tanpa robekan. Hal ini dapat
menimbulkan penurunan ketajaman penglihatan sampai kebutaan.
Perdarahan yang timbul dalam badan kaca dapat menyebabkan glaucoma
hemoragikum yang sangat sakit dan cepat menimbulkan kebutaan.
Neovaskularisasi dapat timbul pada iris yang disebut dengan rubeosis iridis, yang
dapat menimbulkan glaucoma sudut terbuka akibat tertutupnya sudut iris oleh
pembuluh darah baru atau dapat juga karena pecahnya rubeoisis iridis.
15
KLASIFIKASI
16
2. Retinopati Diabetik Proliferatif. Ditandai dengan neovaskularisasi.
a. Ringan (tanpa resiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya
neovaskular pada discus (NVD) yang mencakup < dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau
neovaskularisasi dimana saja diretina (NVE) tanpa disertai
perdarahan preretina atau vitreus.
b. Berat (resiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor resiko
sebagai berikut
i. Ditemukan NVE
ii. Ditemukan NVD
iii. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat
yang mencakup > daerah diskus
iv. Perdarahan vitreus
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada discus opticus atau
setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan,
merupakan 2 gambaran yang paling seing ditemukan pada
retinopati proliferative resiko tinggi.
17
Stadium II
o Vena melebar
o Eksudat kecil-kecil, tampak seperti lilin, tersebar atau terkumpul
seperti bunga (rosette) yang secara histologis terletak didaerah
lapisan plexiform luar
Stadium III
Stadium II dan cotton wool patches, sebagai akibat iskemia pada arteriol
terminal. Diduga bahwa cotton wool patches terdapat bila disertai
retinopati hipertensif atau arteriosklerose.
Stadium IV
Vena-vena melebar, cyanosis, tampak sebagai sosis, disertai dengan
sheathing pembuluh darah. Perdarahan nyata besar dan kecil, terdapat pada
semua lapisan retina, dapat juga preretina.
Stadium V
Perdarahan besar diretina dan preretina dan juga didalam badan kaca yang
kemudian diikuti dengan retinitis proliferans, akibat timbulnya jaringan
fibrotic yang disebtai dengan neovaskularisasi. Retinitis proliferans ini
melekat pada retina yang bila mengkerut dapat menimbulkan ablasi retina
dan dapat mengakibatkan terjadinya kebutaan total.
18
GEJALA KLINIS
19
mula terletak pada jaringan retina, kemudian berkembang kearah
preretinal, ke badan kaca. Jika pecah dapat menimbulkan perdarahan
retian, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
macula sehingga sangat mengganggu tajam pengelihatan.
PEMERIKSAAN KLINIS
Anamnesis
Pada tahap awal retinopathy DM tidak didapatkan keluhan. Pada tahap
lanjut dari perjalanan penyakit ini, pasien dapat mengeluhkan penurunan tajam
penglihatan serta pandangan yang kabur.
Pemeriksaan oftalmologi
Temuan pemeriksaan oftalmologi pada retinopathy DM dapat dibagi menurut
Diabetik Retinopathy Severity Scale :
Tidak tampak adanya tanda-tanda retinopathy
Nonproliferative retinopathy
20
spots. Kriteria lain juga menyebutkan pada Mild
nonproliferative retinopathy: kelainan yang ditemukan hanya
adanya mikroaneurisma dan moderate nonproliferative
retinopathy dikategorikan sebagai kategori antara mild
dansevereretinopathy DM.
o Severe nonproliferative retinopathyditandai dengan
ditemukannya cotton-wool spots, venous beading, and
intraretinal microvascular abnormalities (IRMA). Hal tersebut
didiagnosis pada saat ditemukan perdarahan retina pada 4
kuadran, venous beading dalam 2 kuadran atau IRMA pada 1
kuadran. Kriteria lain menyebutkan proliferative diabetik
retinopathy dikategorikan jika terdapat 1 atau lebih:
neovaskularisasi (seperti pada : iris, optic disc, atau di tempat
lain), atau perdarahan retina/ vitreus.
Proliferative Retinopathy
21
menyebabkan hilangnya penglihatan yang mendadak. Resiko
berkembangnya neovaskularisasi dan perdarahan retina dimulai ketika
terjadinya complete posterior vitreous detachment. Pada mata dengan
proliferative diabetik retinopathy dan adhesi vitreoretinal yang persisten
dapat berkembang proses fibrotik dan membentuk ikatan fibrovaskular
yang menyebabkan traksi vitreoretina. Hal tersebut dapat menyebabkan
progressive traction retinal detachment atau apabila terjadi robekan retina
maka telah terjadi rhegmatogenous retinal detachment.
22
Gambar 8.Proliferative Diabetik Retinopathy dengan neovaskularisasi dan
scattered microaneurysm (Ehlers, Shah, 2008)
23
Edema makula yang signifikan secara klinis (Clinically significant
macular edema (CSME)) ditetapkan apabila teradapat satu dari beberapa
kriteria berikut :
o Penebalan retina dalam jarak 500 m (satu per tiga ukuran disc) dari
fovea centralis.
o Hard exudates pada jarak 500 m dari fovea centralis apabila
berhubungan dengan penebalan retina.
o Penebalan retina lebih besar dari ukuran disc dan bagian dari
penebalan itu mencakup area disc pada fovea centralis.
DIFERENSIAL DIAGNOSIS
24
Branch Retinal Vein Occlusion
Central Retinal Vein Occlusion
Macular drussen: Bilateral, titik kekuningan focal yang dapat di salah
artikan sebagai hard exudate. Namun pada kelainan ini, titik-titik tersebut
tidak membentuk sebagai rosette.
Hypertensive retinopathy: terdapat tanda khas yang berupa oedema retinal
bilateral, terdapat eksudat keras dan flame shapped haemorrages dan dapat
bersamaan dengan adanya BDR (background diabetik retinopathy).
Namun hard exudates membentuk macular star dan tidak membentuk
cincin.
Retinal artery macroaneurysm: terdapat oedem retina, hard exudates, dan
haemorrhages, namun biasanya unilateral dan perubahan lebih terlokalisir.
Ocular Ischemic Syndrome.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Glukosa puasa dan Hemoglobin A1c (HbA1c) merupakan tes laboratorium
yang sangat penting yang dilakukan untuk membantu mendiagnosis diabetes.
Kadar HbA1c juga penting pada follow-up jangka panjang perawatan pasien
dengan diabetes dan retinopati diabetik. Mengontrol diabetes dan
mempertahankan level HbA1c pada range 6-7% merupakan sasaran pada
manajemen optimal diabetes dan retinopati diabetik. Jika kadar normal
dipertahankan, maka progresi dari retinopati diabetik bisa berkurang secara
signifikan.
Pencitraan
25
Angiografi fluoresensi fundus (Fundus Fluorescein Angiography (FFA))
merupakan pemeriksaan tambahan yang tidak terhingga nilainya dalam diagnosis
dan manajemen retinopathy DM :
o Mikroaneurisma akan tampak sebagai hiperfluoresensi pinpoint
yang tidak membesar tetapi agak memudar pada fase akhir tes.
o Perdarahan berupa noda dan titik bisa dibedakan dari
mikroaneurisma karena mereka tampak hipofluoresen.
o Area yang tidak mendapat perfusi tampak sebagai daerah gelap
homogen yang dikelilingi pembuluh darah yang mengalami oklusi.
o IRMA (Intra Retinal Microvascular Abnormality) tampak sebagai
pembuluh darah yang tidak bocor, biasanya ditemukan pada batas
luar retina yang tidak mendapat perfusi.
Tes lainnya
Tes yang lain meliputi optical coherence tomography (OCT), yang
menggunakan cahaya untuk menghasilkan bayangan cross-sectional dari
retina. Uji ini digunakan untuk menentukan ketebalan retina dan ada atau tidaknya
pembengkakan di dalam retina akibat tarikan vitreomakular. Tes ini juga
digunakan untuk diagnosis dan penatalaksanaan edema makular diabetik atau
edema makular yang signifikan secara klinis.
26
Gambar 13. Optical Coherence Tomography Menunjukaan
Abnormalitas Ketebalan Retina
PENATALAKSANAAN
Perawatan Medis
Terapi Bedah
27
relatif rendah dan derajat kesuksesan yang signifikan. Metodenya adalah dengan
mengarahkan energi cahaya dengan fokus tinggi untuk menghasilkan respon
koagulasi pada jaringan target. Pada nonproliferative diabetik retinopathy
(NPDR), terapi laser diindikasikan pada terapi CSME. Strategi untuk mengobati
edema macular tergantung dari tipe dan luasnya kebocoran pembuluh darah.
28
Di samping itu peran bedah vitreoretina untuk proliferative retinopathy
DM masih tetap berkembang, sebagai cara untuk mempertahankan atau
memulihkan penglihatan yang baik.
29
Diet
Diet makan yang sehat dengan makanan yang seimbang penting untuk
semua orang dan terutama untuk pasien diabetes. Diet seimbang bisa membantu
mencapai pengontrolan berat badan yang lebih baik dan juga pengontrolan
diabetes.
Aktivitas
Mempertahankan gaya hidup sehat dengan olah raga yang teratur penting
untuk semua individu, terutama individu dengan diabetes. Olah raga bisa
membantu dengan menjaga berat badan dan dengan absorpsi glukosa perifer. Hal
ini dapat membantu meningkatkan kontrol terhadap diabetes, dan dapat
menurunkan komplikasi dari diabetes dan retinopathy DM.
Medikamentosa
30
Obat-obatan lain yang digunakan pada praktek klinis dan uji klinis
meliputi bevacizumab intravitreal dan ranibizuma. Obat-obatan ini merupakan
fragmen antibodi dan antibodi VEGF. Mereka bisa membantu mengurangi edema
makular diabetik dan juga neovaskularisasi diskus atau retina. Kombinasi dari
beberapa obat-obatan ini dengan terapi laser fokal sedang diinvestigasi dalam uji
klinis.
31
Pasien DRP resiko tinggi yang disertai CSME terapi mula-mula
menggunakan metode focal atau panretinal (scatter). Oleh karena metode
fotokoagulasi metode panretina dapat menimbulkan eksaserbasi dari
edema macula, maka untuk terapi dengan metode ini harus dibagi menjadi
2 tahap.
32
BAB III
KESIMPULAN
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Bhavsar AR., Drouilhet JH. 2009. Proliferative Retinopathy Diabetik.
Diunduh dari: www.e-medicine.com.
2. Crick RP., Khaw PT. 2003. A Text Book of Clinical Ophtalmology. 3rd
edition. Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.
3. Ehlers JP., Shah CP. 2008. Wills Eye Manual, The: Office and Emergency
Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. 5th Edition. New York:
Lippincott Williams & Wilkins.
4. Eva PR., Whitcher JP. 2008. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology.
17th Edition. New York: The McGraw-Hill Companies.
5. Ilyas S., Yulianti SR. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.
34
9. Basic and Clinical Science Course, Section 12: Retina and Vitreous AAO,
2011-2012.
10. The Effect of Intensive Diabetes Treatment On the Progression of Diabetic
Retinopathy In Insulin-Dependent Diabetes Mellitus, The Diabetes
Control and Complications Trial Research Group, Arch Ophthalmol.
1995; 113:36-51
35