Anda di halaman 1dari 22

Refarat

RETINOPATI DIABETIKUM

Oleh:

Hendry J. R. Tandra 17014101114


Angela W. L. C. Pangemanan 17014101277
Windy D. P. Masengi 17014101065
Bill T. Sumampouw 17014101069

Masa KKM:
09 Juli 2018 – 05 Agustus 2018

Supervisor Pembimbing :
Dr. dr. Vera Sumual, Sp.M(K)

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

Refarat dengan judul


RETINOPATI DIABETIKUM
telah dikoreksi, disetujui dan dibacakan pada tanggal Agustus 2018
di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

Supervisor Pembimbing

Dr. dr. Vera Sumual, Sp.M(K)

BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kinerja
insulin atau kedua-duanya (ADA, 2010). Menurut WHO, Diabetes Melitus

2
(DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis
dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai
dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat dari
insufisiensi fungsi insulin.1 Diabetes Mellitus telah menjadi penyebab kematian
terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan
langsung oleh diabetes. Terdapat 1 orang per 10 detik atau 6 orang per menit
yang meninggal akibat penyakit yang berkaitan dengan diabetes.2
Penyakit diabetes dapat menyebabkan komplikasi pada inera penglihatan
yaitu mata meliputi abnormalitias kornea, glaukoma, neovaskularisasi iris,
katarak, neuropati, dan retinopati. Diabetes mellitus sering dihubungkan dengan
komplikasi mikrovaskuler seperti retinopati, nefropati dan neuropati perifer.
Diabetik retinopatik (DR) merupakan penyulit penyakit diabetes mellitus yang
paling ditakuti. Karena insidennya yang cukup tinggi dan prognosis yang kurang
baik bagi penglihatan. Meskipun hal ini dapat dihindari dengan mengontrol
kadar gula darah yang baik dan deteksi dini jika ada kelainan pada mata. Efek
perubahan persarafan di retina dan kerusakan aksi insulin di retina merupakan
patogenesis awal retinopati dan mekanisme kebutaan.3
Diabetik retinopati merupakan penyebab kebutaan paling sering
ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes
memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes.
Resiko menjadi retinopati diabetik akan meningkat sebanding dengan lamanya
seseorang menderita DM. Pada waktu diagnosis diabetes tipe 2 ditegakkan,
sekitar 25% sudah menderita retinopati diabetik nonproliferatif. Setelah 20
tahun, prevalensi meningkat menjadi lebih dari 60% dalam berbagai derajat.
Kebutaan akibat retinopati diabetik menjadi masalah kesehatan yang diwaspadai
di dunia karena kebutaan akan menurunkan kwalitas hidup dan produktivitas
penderita yang akhirnya akan menimbulkan beban sosial masyarakat.1,4

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Diabetik retinopati (DR) adalah suatu mikroangiopati progresif yang
ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi
arteriol prekapiler retina, kapiler, dan vena.5 Keadaan ini merupakan
komplikasi dari penyakit diabetes melitus yang menyebabkan kerusakan pada
mata dimana secara perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina atau
lapisan saraf mata.6

Gambar 2.1 Retina normal dibandingkan retinopati diabetik5

B. EPIDEMIOLOGI
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2010 melaporkan, 3
persen penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat retinopati DM. Dalam
urutan penyebab kebutaan secara global, retinopati DM menempati urutan
ke-4 setelah katarak, glaukoma, dan degenerasi makula.7
Diperkirakan bahwa jumlah penderita diabetes di seluruh dunia akan
meningkat dari 117 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. Di
Asia diramalkan diabetes akan menjadi ”epidemi”, disebabkan pola makan
masyarakat Asia yang tinggi karbohidrat dan lemak disertai kurangnya
berolahraga. Akibatnya, kebutaan akibat retinopati DM juga diperkirakan
meningkat secara dramatis.7
Data Poliklinik Mata RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang tidak
dipublikasikan menunjukkan bahwa retinopati DM merupakan kasus

4
terbanyak yang dilayani di klinik vitreo-retina. Dari seluruh kunjungan pasien
Poliklinik Mata RSCM, jumlah kunjungan pasien dengan retinopati diabetik
meningkat dari 2,4 persen tahun 2005 menjadi 3,9 persen tahun 2006.8

C. ETIOPATOGENESIS
Penyebab pasti DR belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa lamanya
terpapar terhadap keadaan hiperglikemia dapat menyebabkan perubahan
fisiologis dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel
pembuluh darah. Perubahan abnormalitas sebagian besar anatomis,
hematologi dan biokimia telah dihubugkan dengan prevalensi dan beratnya
retinopati antara lain:
1. Perubahan anatomis
 Capilaropathy
- Degenerasi dan hilangnya sel-sel perisit. Proliferasi sel endotel.
- Penebalan membrana basalis.
 Sumbatan mikrovaskuler
- Arteriovenous shunts
- Intraretinal microvaskular abnormalities (IRMA).
- Neovaskularisasi
- Angiogenic growth factor yang menyebabkan pembentukan
pembuluh darah baru pada retina dan diskus optikus (pada
proliferative DR) atau pada iris (rubeosis iridis).
2. Perubahan hematologi:
 Peningkatan sifat agregasi trombosit dan peningkatan agregasi
eritrosit yang meningkatkan abnormalitas serum dan viskositas
darah.
 Abnormalitas lipid serum
 Fibrinolisis yang tidak sempurna
 Abnormalitas dari sekresi growth hormone
3. Perubahan biokimia
 Jalur poliol
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi
berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu senyawa gula dan alkohol,
dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari

5
senyawa poliol adalah tidak dapat melewati membrana basalis sehingga
akan tertimbun dalam jumlah banyak di dalam sel. Senyawa poliol
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan
gangguan morfologi maupun fungsional sel.13
 Glikasi nonenzimatik
Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan DNA yang terjadi selama
hiperglikemi dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA.
Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan
menyebabkan perubahan fungsi sel.13
 Protein kinase C
Protein kinase C (PKC) diketahui memiliki pengaruh terhadap
pemeabilitas vaskular, kontraktilitas, sintesis membrana basalis dan
proliferasi sel vaskular. Dalam kondisi hiperglikemia aktivitas PKC di
retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesi de novo
dari diasilgliserol, suatu regulator PKC yang berasal dari glukosa.13
Faktor lain yang terkait dengan diabetes mellitus yang dapat
mempengaruhi prognosis dari retinopati diabetik seperti;
1. Arteriosklerosis dan hipertensi
2. Hipoglikemia atau trauma yang dapat menimbulkan perdarahan
mendadak
3. Hiperlipoproteinemi, mempengaruhi arteriosklerosis, sehingga
mempercepat perjalanan penyakit
4. Kehamilan pada penderita diabetes juvenile yang tergantung pada
insulin dapat menimbulkan perdarahan dan proliferasi.5,8,12,13

D. PATOFISIOLOGI
Retina, atau disebut juga tunica nervosa bulbi adalah lapisan terdalam dari
bola mata. Merupakan lapisan yang tipis, halus, bening dan tembus pandang.
Menurut fungsinya retina dibagi menjadi:
 Pars optika retinae, merupakan bagian retina yag mempunyai sel khusus
penerima rangsang cahaya
 Pars coeca retinae, merupakan bagian dari retina yang tidak mempunyai
sel khusus. Termasuk disini yaitu: Pars ciliaris retinae dan pars iridis retinae
Batas antara pars optika dan pars coeca adalah ora serata. Retina dibagi

6
menjadi 10 lapisan, tetapi hanya 3 lapisan neuron retina yang menerima,
mengintegrasikan dan meneruskan signal visual ke otak sebagai impuls, yaitu
sel fotoreseptor (sel kerucut dan batang), sel bipolar, dan sel ganglion.
 Epithelium pigmentalis atau stratum pigmenti retinae
 Stratum coni at bacilli
 Membrana limitans externa
 Stratum granularis externa
 Stratum plexiformis externa
 Stratum granularis interna
 Stratum plexiformis interna
 Stratum ganglionaris
 Stratum N.optikus
 Membrana limitans interna.1
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada
jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar
keseluruh permukaan retina kecuali pada fovea. Kelainan dasar dari
berbagai bentuk DR terletak pada kapiler retina tersebut.5
Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam
yaitu sel perisit, membrana basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel
endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membrana sel yang
terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah
sel perisit dan sel endotel kapiler retina adalah 1:1, sedangkan pada kapiler
perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1.5
Sel perisit berfungsi untuk mempertahankan struktur kapiler,
mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barier dan
transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel. Membrana
basalis berfungsi sebagai barier dengan mempertahankan permeabilitas
kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan erat satu
sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel membentuk barier
yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil
termasuk bahan kontras fluorosensi yang digunakan untuk diagnosis
penyakit kapiler retina.5
Perubahan histopatologis kapiler retina pada DR dimulai dari
penebalan membrana basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel

7
dimana pada keadaan lanjut perbandingan antara sel endotel dan sel perisit
dapat mencapai 10:1.5
Patofisiologi DR melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat
kapiler:10,13
 Pembentukan mikroaneurisma
 Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
 Penyumbatan pembuluh darah
 Proliferasi pembuluh darah baru (neovaskularisasi) dan jaringan fibrosa
di retina
 Kontraksi dan jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus.

Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina,


sedangkan kebocoran dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas
kapiler itu sendiri.
Kebutaan akibat DR dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut:
 Edema makula atau nonperfusi kapiler.
 Pembentukan pembuluh darah baru pada DR proliferative dan
kontraksi jaringan fibrosis yang menyebabkan ablatio retina (retinal
detachment).
 Pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan
preretina dan vitreus.
 Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaukoma.
Mula-mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, dimana
dindingnya menebal dan mempunyai afinitas yang besar terhadap
fluoresein. Keadaan ini terjadi dalam waktu yang lama tanpa keluhan
mengganggu penglihatan. Dengan melemahnya dinding kapiler, maka
akan mudah terbentuk mikroaneurisma. Mula-mula keadaan ini terlihat
pada daerah kapiler vena sekitar makula, yang tampak sebagai titik-titik
merah (dots) pada oftalmoskopi. Adanya 1-2 mikroaneurisma sudah cukup
untuk mendiagnosis DR. Pada keadaan lanjut mikroaneurisma didapatkan
sama banyak pada kapiler retina maupun arteri. Mikroaneurisma tersebut
menimbulkan kebocoran, yang tampak sebagai edema, eksudat,
perdarahan (dots/ blots).10,13

8
Adanya edema dapat mengancam ketajaman penglihatan jika
terdapat pada daerah makula. Edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi
yang hebat dan lama dapat menimbulkan degenerasi kistoid. Bila
degenerasi kistoid ini ditemukan pada makula (cystoid macular edema)
maka kebutaan yang terjadi adalah ireversibel.10,13
Perdarahan selain akibat kebocoran juga disebabkan oleh karena
pecahnya mikroaneurisma. Kebocoran akibat mikroaneurisma dapat
disertai dengan bocornya lipoprotein, yang tampak sebagai eksudat keras
(hard exudates), menyerupai lilin putih kekuning-kuningan berkelompok
seperti lingkaran atau cincin disekitar makula.10,13
Akibat dari perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat
menimbulkan penyumbatan yang dimulai di kapiler, ke arteriol, dan
pembuluh darah besar. Akibat dari penyumbatan dapat timbul hipoksia
diikuti dengan adanya iskemi kecil, dan timbulnya pembuluh darah
kolateral. Hipoksia mempercepat timbulnya kebocoran, neovaskularisasi,
dan mikroaneurisma yang baru. Akibat hipoksia, timbul eksudat lunak
yang disebut cotton wool spots/ patch yang merupakan bercak
nekrosis.10,13
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang
tidak teratur. Disini juga terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga
dapat ditemukan perdarahan disepanjang pembuluh darah vena. Gangguan
aliran darah vena juga merangsang timbulnya pembuluh darah baru yang
dapat timbul dari pembuluh darah yang ada di papil atau lengkung
pembuluh darah, tetapi selanjutnya dapat timbul dimana saja. Bentuknya
dapat berupa gulungan atau berupa rete mirabile. Letaknya intraretina,
menjalar menjadi preretina, intravitreal. Neovaskularisasi preretina dapat
diikuti oleh proliferasi sel glia. Dapat juga timbul arterio-venous shunts
yang abnormal akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi
arteriol.10,13
Neovaskularisasi disertai dengan tingkat kebocoran yang tinggi,
kemudian diikuti dengan jaringan proliferasi. Bila jaringan fibrovaskuler
ini mengkerut dapat menimbulkan perdarahan dan juga tarikan pada retina
sehingga dapat menyebabkan ablasi retina tipe tarikan, dengan atau tanpa

9
robekan. Hal ini dapat menimbulkan penurunan ketajaman penglihatan
sampai kebutaan.10,13
Perdarahan yang timbul dalam badan kaca dapat menyebabkan
glaukoma hemoragikum, yang sangat sakit dan cepat menimbulkan
kebutaan. Neovaskularisasi dapat timbul pada iris yang disebut dengan
rubeosis iridis, yang dapat menimbulkan glaukoma sudut terbuka akibat
tertutupnya sudut iris oleh pembuluh darah baru atau dapat juga karena
pecahnya rubeoisis iridis.10,13

E. KLASIFIKASI
Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, DR dibagi menjadi (menurut Early
Treatment Diabetik Retinopati Study):

Gambar 2.2 Stadium Retinopati Diabetik11

1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan


Background Diabetik retinopathy. Ditandai dengan: mikroaneurisma,
perdarahan retina, eksudat, IRMA, dan kelainan vena
a. Minimal: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma,
perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
b. Ringan-sedang: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena derajat ringan,
perdarahan, eksudat keras, cotton wool spots, IRMA.
10
c. Berat: terdapat ≥1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma pada
4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 quadran atau IRMA pada 1
quadran.
d. Sangat berat: ditemukan ≥ 2 tanda pada derajat berat.

2. Retinopati Diabetik Proliferatif. Ditandai dengan neovaskularisasi.


a. Ringan (tanpa risiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya
neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup < ¼ dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau
neovaskularisasi dimana saja di retina (NVE) tanpa disertai
perdarahan preretina atau vitreus.
b. Berat (risiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor risiko
sebagai berikut:
 Ditemukan NVE.
 Ditemukan NVD.
 Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang
mencakup > ¼ daerah diskus.
 Perdarahan vitreus
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus atau
setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan,
merupakan 2 gambaran yang paling seing ditemukan pada retinopati
proliferatif risiko tinggi.11,13

Klasifikasi menurut FKUI


 Derajat I: terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa fatty exudates pada
fundus okuli.
 Derajat II: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan
atau tanpa fatty exudates pada fundus okuli.
 Derajat III: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak,
neovaskularisasi, proliferasi pada fundus okuli.
 Jika gambaran fundus di kedua mata tidak sama, maka penderita tergolong
pada derajat berat.10

11
F. GEJALA KLINIS
Gejala subjektif yang dapat ditemui berupa:
 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran cahaya
 Melihat bintik gelap dan kelap-kelip.1
Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina:
 Mikroaneurisma, merupakan penonjololan dinding kapiler terutama
daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat
pembuluh darah.
 Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis dan bercak yang biasanyaterletak
dekat mikroaneurisma di fovea centralis.
 Retinal nerve fiber layer haemorrhage (flame shapped). Terletak
superfisial, searah dengan nerve fiber.
 Intraretinal haemorrhages. Dot-blot haemorrhage terletak pada end
artery, dilapisan tengah.
 Dilatasi pembuluh darah dengan lumen yang irreguler dan berkelok-kelok.
 Hard exudates yang merupakam infiltrasi lipid kedalam retina.
Gambarannya kekuning-kuningan, pada permulaan eksudat pungtata,
membesar kemudian bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang
dalam beberapa minggu.
 Soft exudates (cotton wool patches). Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan
terlihat becak kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak
di bagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
 Neovaskularisasi. Terletak pada permukaan jaringan. Tampak sebagai
pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan irreguler. Mula-
mula terletak pada jaringan retina, kemudian berkembang kearah
preretinal, ke badan kaca. Jika pecah dapat menimbulkan perdarahan
retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
 Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
makula sehingga sangat mengganggu tajam pengelihatan.5,12

12
G. PEMERIKSAAN KLINIS

Anamnesis
Pada tahap awal retinopati DM tidak didapatkan keluhan. Pada tahap
lanjut dari perjalanan penyakit ini, pasien dapat mengeluhkan penurunan
ketajaman penglihatan serta pandangan yang kabur.10

Pemeriksaan oftalmologi
Temuan pemeriksaan oftalmologi pada retinopati DM dapat dibagi menurut
Diabetik Retinopathy Severity Scale :
 Tidak tampak adanya tanda-tanda retinopati
 Nonproliferative retinopati
Retinopati DM merupakan progressive microangiopathy yang mempunyai
karakteristik pada kerusakan pembuluh darah kecil dan oklusi. Kelainan
patologis yang tampak pada awalnya berupa penebalan membran basement
endotel kapiler dan reduksi dari jumlah perisit.
 Mild nonproliferative retinopati ditandai dengan ditemukannya minimal
1 mikroaneurisma. Pada moderate nonproliferative retinopati terdapat
mikroaneurisma ekstensif, perdarahan intra retina, venous beading, dan/
atau cotton wool spots.11
 Severe nonproliferative retinopati ditandai dengan ditemukannya cotton-
wool spots, venous beading, dan intraretinal microvaskular
abnormalities (IRMA). Hal tersebut didiagnosis pada saat ditemukan
perdarahan retina pada 4 kuadran, venous beading dalam 2 kuadran atau
IRMA pada 1 kuadran.11
 Proliferative Retinopati
Komplikasi yang terberat dari DM pada mata pada proliferative diabetik
retinopati. Iskemia retina yang progresif menstimulasi pembentukan
pembuluh darah baru yang menyebabkan kebocoran serum protein yang
banyak. Early proliferative diabetik retinopati memiliki karakteristik
munculnya pembuluh darah baru pada papila nervi optikus atau pada tempat
lain di retina. Kategori high-risk ditandai dengan pembuluh darah baru pada
papila yang meluas melebihi satu per tiga dari diameter papila, pembuluh
darah tersebut berhubungan dengan perdarahan vitreus atau pembuluh darah
baru manapun di retina yang meluas melebihi setengah diameter papila dan
berhubungan dengan perdarahan vitreus.12,13
13
Pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi pada sisi posterior dari
vitreus dan tampak terangkat ketika vitreus mulai menarik retina. Apabila
terjadi perdarahan maka perdarahan vitreus yang masif akan menyebabkan
hilangnya penglihatan yang mendadak. Perkembangan selanjutnya dari DM
pada mata yaitu dapat terjadi kompllikasi: iris neovaskularization (rubeosis
iridis) dan neovaskular glaukoma. Proliferative diabetik retinopati
berkembang pada 50% penderita diabetes tipe I dalam waktu 15 tahun sejak
timbulnya penyakit sistemik. Hal ini kurang lazim pada penderita diabetes
tipe II, tetapi karena ada lebih banyak pasien dengan diabetes tipe II, lebih
banyak pasien dengan proliferative diabetik retinopati memiliki tipe II dari
tipe I diabetes.14

Gambar 2.3 Moderate nonproliferative diabetik retinopati dengan


mikroaneurisma dan cotton-wool spots (Ehlers, Shah, 2008) 15

Gambar 2.4 Proliferative Diabetik Retinopati dengan neovaskularisasi


dan scattered microaneurysm (Ehlers, Shah, 2008) 15

14
Gambar 2.5 Proliferative Diabetik Retinopathy dengan neovaskularisasi
pada diskus optikus (Ehlers, Shah, 2008) 15

Gambar 2.6 Nonproliferative Diabetik Retinopathy dengan edema


makula signifikan (Ehlers, Shah, 2008)15

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
Glukosa puasa dan Hemoglobin A1c (HbA1c) merupakan tes laboratorium
yang sangat penting yang dilakukan untuk membantu mendiagnosis diabetes.
Kadar HbA1c juga penting pada monitor jangka panjang perawatan pasien dengan
diabetes dan retinopati diabetik. Mengontrol diabetes dan mempertahankan level
HbA1c pada kisaran 6-7% merupakan sasaran pada manajemen optimal diabetes
dan retinopati diabetik. Jika kadar normal dipertahankan, maka progresi dari
retinopati diabetik bisa berkurang secara signifikan.12

Pencitraan
Angiografi fluoresensi fundus (Fundus Fluorescein Angiography (FFA)
merupakan pemeriksaan tambahan yang tidak terhingga nilainya dalam diagnosis
dan manajemen retinopati DM :
o Mikroaneurisma akan tampak sebagai hiperfluoresensi pinpoint yang tidak
membesar tetapi agak memudar pada fase akhir tes.

15
o Perdarahan berupa noda dan titik bisa dibedakan dari mikroaneurisma karena
mereka tampak hipofluoresen.
o Area yang tidak mendapat perfusi tampak sebagai daerah gelap homogen
yang dikelilingi pembuluh darah yang mengalami oklusi.9,10

I. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vaskular retina lainnya:
 Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan
vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi. Tanda-tanda pada
retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal,
perlengketan atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk
flame-shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla.5,10

J. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan yang utama adalah pengendalian glukosa secara
intensif pada pasien dengan DM tergantung insulin (IDDM) menurunkan insidensi
dan progresi retinopati DM.
Faktanya, ADA menyarankan bahwa semua diabetes (NIDDM dan
IDDM) harus mempertahankan level hemoglobin terglikosilasi kurang dari 7%
untuk mencegah atau paling tidak meminimalkan komplikasi jangka panjang dari
DM termasuk retinopati DM.12
1. Terapi Bedah Fotokoagulasi
Diperkenalkannya fotokoagulasi laser pada tahun 1960an dan awal 1970an
menyediakan modalitas terapi noninvasif yang memiliki tingkat komplikasi yang
relatif rendah dan derajat kesuksesan yang signifikan. Metodenya adalah dengan
mengarahkan energi cahaya dengan fokus tinggi untuk menghasilkan respon
koagulasi pada jaringan target. Fotokoagulasi laser dilakukan untuk mengurangi
risiko penurunan penglihatan yang disebabkan oleh retinopati diabetik, dan
bertujuan untuk membatasi kebocoran vaskular pada daerah retina yang
mengalami kerusakan, dapat dilakukan pada edema makula dan daerah yang
mengalami kebocoran yang difus. Pasien dengan NPDR tanpa edema makula
bukan indikasi terapi fotokoagulasi laser. Hal terpenting pada pasien – pasien ini
adalah disiplin dalam memonitor kadar gula darah secara teratur tiap 4 – 6 bulan
sekali.13,15

16
Terdapat beberapa teknik fotokoagulasi laser, yaitu :15
a. Panretinal photocoagulation (PRP)/Scatter
Pada retinopati diabetik, fotokoagulasi yang digunakan adalah PRP
(Panretinal Photocoagulation), yang dilakukan dalam pola menyebar (
scatter) pada retina, yang berguna untuk regresi neovaskularisasi, tetapi
intensitas dan besarnya bakaran pada PRP bervariasi tergantung dari setiap
kasus dan protokol yang ditetapkan.
b. Focal dan Grid Laser Photocoagulation
Penatalaksanaan edema makula pada retinopati diabetik dapat menggunakan
dua metoda yang berbeda dengan PRP, yaitu
a. Focal laser photocoagulation diarahkan langsung pada pembuluh darah
yang abnormal dengan tujuan mengurangi kebocoran cairan yang kronis.
b. Grid laser Photocoagulation
Digunakan pada kebocoran difus, dan dilakukan dengan pola grid pada area
yang edema.
Untuk proliferative retinopati DM biasanya diindikasikan pengobatan
dengan fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara bermakna
menurunkan kemungkinan perdarahan masif korpus vitreum dan pelepasan
retina dengan cara menimbulkan regresi dan sebagian kasus dapat
menghilangkan pembuluh-pembuluh baru tersebut. Kemungkinan
fotokoagulasi panretina laser argon ini bekerja dengan mengurangi stimulus
angiogenik dari retina yang mengalami iskemik. Tekniknya berupa
pembentukan luka-luka bakar laser dalam jumlah sampai ribuan yang tersebar
berjarak teratur di seluruh retina, tidak mengenai bagian sentral yang dibatasi
oeh diskus dan pembuluh vaskular temporal utama.5,12
2. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan vitreus
dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat juga membantu
bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami
proliferasi fibrovaskular serta pada pasien dengan ablasio retina, RDP berat, dan
perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.13
3. Kontrol Hipertensi
Untuk mengetahui pengaruh hipertensi terhadap retinopati diabetik, UK
Prospective Diabetes Study (UKPDS) menganalisis pasien diabetes tipe 2 yang

17
dilakukan kontrol tekanan darah secara ketat dibanding dengan kontrol tekanan
darah sedang melalui pengamatan selama 8 tahun. Kelompok pasien dengan
kontrol tekanan darah secara ketat mengalami penurunan risiko progresifitas
retinopati sebanyak 34%.13
4. Diet
Diet makan yang sehat dengan makanan yang seimbang penting untuk semua
orang dan terutama untuk pasien diabetes. Diet seimbang bisa membantu
mencapai pengontrolan berat badan yang lebih baik dan juga pengontrolan
diabetes.12
5. Aktivitas
Mempertahankan gaya hidup sehat dengan olah raga yang teratur penting untuk
semua individu, terutama individu dengan diabetes. Olah raga bisa membantu
dengan menjaga berat badan dan dengan absorpsi glukosa perifer. Hal ini dapat
membantu meningkatkan kontrol terhadap diabetes, dan dapat menurunkan
komplikasi dari diabetes dan retinopati DM.12

K. PROGNOSIS
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat
mempertahankan atau menunda retinopati. Detachment retinal tractional dan
edema makula dapat menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan.
Bagaimanapun juga, retinopati diabetik dapat terjadi walaupun diberi terapi
optimum.10,12

18
BAB III

KESIMPULAN

Retinopati DM adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh


kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol prekapiler
retina, kapiler, dan vena. WHO melaporkan, 3 persen penduduk di seluruh dunia
menjadi buta akibat retinopati DM. Dalam urutan penyebab kebutaan secara
global, retinopati DM menempati urutan ke-4 setelah katarak, glaukoma, dan
degenerasi makula (WHO, 2010). Retinopati DM secara khas terbagi menurut
diabetik retinopati severity scale meliputi : Non proliferative, proliferative dan
maculopathy DM dengan masing-masing temuan klinis yang khas pada tiap
tingkat perkembangan penyakitnya. Terapi retinopati DM mencakup perawatan
medis untuk kontrol gula darah dan terapi oftalmologi yang mencakup terapi
bedah. Prognosis ditentukan oleh kontrol optimum gula darah dan edema makula
yang timbul selama perjalanan penyakit ini serta tindakan yang dilakukan dalam
intervensinya.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Price,S, Lorraine MW. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta; EGC; 2006.
2. Departemen Kesehatan Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2012.
Available at :http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2012.pdf. Accessed June 13,
2015.
3. Rodriguez-Fontal M, Kerrison JB, Alfaro DV, Jablon EP. Metabolic
control and diabetik retinopathy. Curr Diabetes Rev. Feb 2009;5(1):3-7.
4. Klein R, Knudtson MD, Lee KE, Gangnon R, Klein BE. The Wisconsin
Epidemiologic Study of Diabetik Retinopathy XXIII: the twenty-five-year
incidence of makular edema in persons with type 1
diabetes.Ophthalmology. Mar 2009;116(3):497-503.
5. Crick RP., Khaw PT. A Text Book of Clinical Ophtalmology.3rd edition.
Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. 2003.
6. American Diabetes Association. Diabetik Retinopathy. Available at:
http://care.diabetesjournals.org/content/25/suppl_1/s90.full.pdf. Accessed
June 13, 2015.
7. World Health Organization. Global Data On Visual Impairments 2010.
Available at:
http://www.who.int/blindness/GLOBALDATAFINALforweb.pdf.
Accessed June 13, 2015.
8. Victor, Arus, Andi., 2008, Retinopati Diabetik Penyebab Kebutaan
Utama Penderita Diabetes, Departemen Mata FKUI/RSCM, Jakarta.
9. Ryder B. Combined Modalities Seem To Provide The Best Opinion.
Screening for Diabetik Retinopathy 1995 Jul 22 (Citied 2011 Des 22).
Available from: http://www.bmj.com/content/311/6999/207.extract

20
10. Ilyas SH. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2014
11. Wu L, Loaiza PF, Sauma J, Bogantes EH, Masis M. Classification of
diabetik retinopathy and diabetik makular edema. World J Diabetes.
2013;4(6):290–294.
12. Bhavsar AR. Diabetik Retinopathy. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1225122-overview.
13. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Idrus A, Simadibrata MK, Setiati S.
Retinopati Diabetik. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kelima. Jakarta : Interna
Publishing 2009;p. 1930-1936.
14. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Retinopati. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi Keempat. Jakarta : Media Aesculapius 2014;p. 394-6.
15. Ehlers JP, Shah GK. American Academy of Ophthalmology.
Preferred practice pattern : Diabetic Retinopathy. San Fransisco.
2008;22-33

21
22

Anda mungkin juga menyukai