Anda di halaman 1dari 23

Laporan Penyuluhan

OSTEOPOROSIS

Oleh :

Windy D. P. Masengi – 17014101065

Masa KKM : 20 November – 31 Desember 2017

Dokter Pembimbing :

dr. Ronald Ottay, M.Kes

dr. Frelly Kuhon, M.Kes

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2017
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dikoreksi dan disetujui laporan penyuluhan :

OSTEOPOROSIS

Oleh :

Windy D. P. Masengi – 17014101065

Masa KKM : 20 November – 31 Desember 2017

Telah dilaksanakan pada tanggal 07 Desember 2017 di Puskesmas Sario

Mengetahui,

Dokter Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Ronald Ottay, M.Kes dr. Frelly Kuhon, M.Kes

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat kemurahan dan
rahmatNya laporan penyuluhan ini yang berjudul “Osteoporosis” dapat saya
selesaikan dengan baik.

Adapun laporan penyuluhan ini dibuat sebagai tugas penunjang selama


masa Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi saat ditugaskan di Puskesmas Sario,
sebagai tempat diadakannya penyuluhan tentang osteoporosis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan karena masih terdapat banyak kekurangan. Karena itu, saya
mengharapkan adanya saran dan kritik yang sifatnya membangun demi
kesempurnaannya.

Akhir kata saya mengucapkan terimakasih, semoga hasil laporan saya ini
sangat bermanfaat bagi kita semua.

Manado, Desember 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ i


KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .................................................................................................... v
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
BAB II. PEMBAHASAN .......................................................................................... 3
A. Materi Penyuluhan ............................................................................................. 3
1. Pengertian osteoporosis ................................................................................. 3
2. Etiologi osteoporosis ..................................................................................... 3
3. Faktor resiko osteoporosis ............................................................................. 5
4. Patogenesis osteoposis ................................................................................... 6
5. Stadium osteoporosis ..................................................................................... 7
6. Manifestasi klinis osteoporosis ...................................................................... 7
7. Diagnosis osteoporosis .................................................................................. 7
8. Penatalaksanaan osteoporosis ........................................................................ 8
B. Perencanaan dan persiapan ............................................................................ 13
C. Evaluasi keberhasilan kegiatan ...................................................................... 13
D. Indikator keberhasilan kegiatan ..................................................................... 14
E. Hasil evaluasi program .................................................................................. 14
BAB III. PENUTUP ................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 16
LAMPIRAN ........................................................................................................... 17

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Perbedaan tulang normal & osteoporosis ...............................................6

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.Tindakan berdasarkan hasil T-Score ..........................................................9

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit tidak menular memiliki nilai mordibitas, disabilitas dan fatalitas
yang tinggi serta meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu penyakit tidak
menular yang memiliki nilai mordibitas, disabilitas dan fatalitas yang tinggi
adalah osteoporosis. Osteoporosis kini menjadi salah satu penyakit yang
membutuhkan perhatian serius, karena osteoporosis dapat mengakibatkan patah
tulang, cacat tubuh, bahkan dapat menimbulkan komplikasi hingga kematian.
Kekuatan mineral tulang tanpa disadari berkurang yang menyebabkan lubang
besar di dalam struktur trabekular pada tulang saat terjadi osteoporosis, sehingga
tulang menjadi rapuh, mudah patah apabila terkena benturan. Oleh sebab itu,
osteoporosis dikenal juga sebagai silent epidemic.1
Osteoporosis merupakan satu penyakit metabolik tulang yang ditandai
oleh menurunnya massa tulang, oleh karena berkurangnya matriks dan mineral
tulang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dari jaringan tulang, dengan
akibat menurunnya kekuatan tulang,sehingga terjadi kecenderungan tulang
mudah patah. Menurunnya massa tulang dan memburuknya arsitektur jaringan
tulang ini, berhubungan erat dengan proses remodeling tulang yaitu terjadi
abnormalitas bone turnover. Jadi osteoporosis lebih-lebih yang sudah terjadi
komplikasi menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang cukup serius.2
Osteoporosis menjadi ancaman bagi kehidupan manusia. Data statistik
pada tahun 2009 menyebutkan bahwa terdapat 200 juta penderita osteoporosis di
seluruh dunia.. Data Puslitbang Gizi Depkes RI tahun 2004, pada 14 propinsi di
Indonesia tahun 2004, menyatakan bahwa masalah osteoporosis di Indonesia
telah mencapai tingkat yang perlu diwaspadai yaitu 19,7 persen. Kecenderungan
osteoporosis di Indonesia enam kali lebih tinggi dibandingkan dengan Belanda.
Lima propinsi dengan risiko osteoporosis yang tinggi adalah Sumatera Selatan
sebesar 27,7%, Jawa Tengah sebesar 24,02%, DI Jogyakarta sebesar 23,5%,
Sumatera Utara sebesar 22,82%, Jawa Timur sebesar 21,42%.1

1
Manusia lanjut usia (lansia) beresiko menderita osteoporosis, sehingga
setiap patah tulang pada lansia perlu diasumsikan sebagai osteoporosis, apalagi
jika disertai dengan riwayat trauma ringan dan kesehatan seperti mata,jantung,
dan fungsi organ lain. Pada usia 60-70 tahun, lebih dari 30% perempuan
menderita osteoporosis. Hal ini berkaitan dengan defisiensi estrogen pada masa
menopause dan penurunan massa tulang karena proses penuaan. Pada laki-laki
osteoporosis lebih dikarenakan proses usia lanjut, sehingga insidennya tidak
sebanyak perempuan.3 Oleh karena itu perencanaan penyuluhan kepada
masyarakat sangatlah diperlukan apalagi orang yang mempunyai resiko tinggi
terkena osteoporosis haruslah mendapat perhatian yang besar.

B. Tujuan Penyuluhan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan kepada masyarakat tentang osteoporosis
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai pengertian,
penyebab, gejala, serta pencegahan osteoporosis
b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat daerah sario mengenai
osteoporosis
c. Meningkatkan kesadaran masyarakat daerah sario mengenai
pentingnya diagnosa dini dan pencegahan terhadap osteoporosis

C. Sasaran Penyuluhan
Semua pasien khususnya prolanis di Puskemas Sario.

D. Metode Penyuluhan
Metode yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah dengan membuat
leaflet dan dibagikan kepada pasien yang datang di Puskesmas Sario, kemudian
memberikan informasi dan tanya jawab tentang osteoporosis.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Materi Penyuluhan

1. Pengertian osteoporosis

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang,
dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah
tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa
tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang
dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan
tulang.1
Menurut WHO pada International Consensus Development
Conference, di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-
sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan
mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada
akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan risiko
terjadinya patah tulang. Menurut National Institute of Health (NIH), 2001
Osteoporosis adalah kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang
mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang.
Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu
densitas tulang dan kualitas tulang.3

2. Etiologi osteoporosis

1. Osteoporosis Primer

Sekitar 65-80% wanita dan 45-60% pria dengan osteoporosis menderita


osteoporosis primer. Pada wanita dengan fraktur kompresi karena
osteoporosis primer didapat masa tulang kortikal dan trabekular yang kurang.
Hormon estron dan androstendion berkurang secara bermakna pada wanita
dengan osteoporosis, dan hal ini merupakan sebagian sebab didapatkannya
resorpsi tulang yang bertambah banyak dan pengurangan masa tulang.

3
Absorbsi kalsium pada wanita dengan kondisi ini menjadi lebih rendah.3
Osteoporosis primer dibagi lagi menjadi:
a) Osteoporosis tipe 1, disebut juga post menoposal osteoporosis. Pada
perempuan usia antara 51-75 tahun beresiko 6 kali lebih banyak
daripada laki-laki dengan kelompok umur yang sama. Tipe osteoporosis
ini berkaitan dengan perubahan hormon setelah menopause dan banyak
dikaitkan dengan patah tulang pada ujung tulang pengumpil lengan
bawah. Pada osteoporosis jenis ini terjadi penipisan bagian keras tulang
yang paling luar (korteks) dan perluasan rongga tulang.4
b) Osteoporosis tipe 2, disebut juga senile osteoporosis (involutional
osteoporosis). Tipe 2 ini banyak ditemui pada usia di atas 70 tahun dan
dua kali lebihbanyak pada wanita dibanding laki-laki pada umur yang
sama. Kelainan pertulangan terjadi pada bagian kortek maupun di
bagian trabikula. Tipe ini sering dikaitkan dengan patah tulang kering
dekat sendi lutut, tulang lengan atas dekat sendi bahu, dan patah tulang
paha dekat sendi panggul. Osteoporosis jenis ini,terjadi karena
gangguan pemanfaatan vitamin D oleh tubuh.4
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder lebih jarang ditemukan, hanya 5% dari seluruh
osteoporosis. Osteoporosis sekunder terdapat pada 20-35% wanita dan
40-55% pria, dengan gejalanya berupa fraktur pada vertebra dua atau
lebih. Diantara kelainan ini yang paling sering terjadi adalah pada
pengobatan dengan steroid, mieloma, metastasis ke tulang, operasi pada
lambung, terapi antikonvulsan, dan hipogonadisme pada pria.
Osteoporosis sekunder ini disebabkan oleh faktor di luar tulang
diantaranya karena gangguan hormon seperti hormon gondok, tiroid, dan
paratiroid, insulin pada penderita diabetes melitus dan glukokorticoid,
karena zat kimia dan obat-obatan seperti nikotin,rokok, obat tidur,
kortikosteroid, alkohol.5

4
3. Faktor Risiko Osteoporosis
Osteoporosis dapat menyerang setiap orang dengan faktor risiko yang
berbeda. Faktor risiko Osteoporosis dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang
tidak dapat dikendalikan dan yang dapat dikendalikan.3
Berikut ini faktor risiko osteoporosis yang tidak dapat dikendalikan:
1. Jenis kelamin
Kaum wanita mempunyai faktor risiko terkena osteoporosis lebih besar
dibandingkan kaum pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen
yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun.4
2. Usia
Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena
secara alamiah tulang semakin rapuh sejalan dengan bertambahnya
usia. Osteoporosis pada usia lanjut terjadi karena berkurangnya massa
tulang yang juga disebabkan menurunnya kemampuan tubuh untuk
menyerap kalsium.4
3. Ras
Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko terkena
osteoporosis. Karena itu, ras Eropa Utara (Swedia, Norwegia,
Denmark) dan Asia berisiko lebih tinggi terkena osteoporosis dibanding
ras Afrika hitam. Ras Afrika memiliki massa tulang lebih padat
dibanding ras kulit putih Amerika. Mereka juga mempunyai otot yang
lebih besar sehingga tekanan pada tulang pun besar. Ditambah dengan
kadar hormon estrogen yang lebih tinggi pada ras Afrika.4
4. Pigmentasi dan tempat tinggal
Mereka yang berkulit gelap dan tinggal di wilayah khatulistiwa,
mempunyai risiko terkena osteoporosis yang lebih rendah dibandingkan
dengan ras kulit putih yang tinggal di wilayah kutub seperti Norwegia
dan Swedia.4
5. Riwayat keluarga
Jika ada nenek atau ibu yang mengalami osteoporosis atau mempunyai
massa tulang yang rendah, maka keturunannya cenderung berisiko
tinggi terkena osteoporosis.4

5
6. Sosok tubuh
Semakin mungil seseorang, semakin berisiko tinggi terkena
osteoporosis. Demikian juga seseorang yang memiliki tubuh kurus lebih
berisiko terkena osteoporosis dibanding yang bertubuh besar.4
7. Menopause
Wanita pada masa menopause kehilangan hormon estrogen karena
tubuh tidak lagi memproduksinya. Padahal hormon estrogen dibutuhkan
untuk pembentukan tulang dan mempertahankan massa tulang.
Semakin rendahnya hormon estrogen seiring dengan bertambahnya
usia, akan semakin berkurang kepadatan tulang sehingga terjadi
pengeroposan tulang, dan tulang mudah patah.6

4. Patogenesis Osteoporosis
Dalam proses pembentukan tulang, hal yang sangat penting adalah
koordinasi yang baik antara osteoklas, osteoblas, dan sel-sel endotel.
Selama sistem ini berada dalam keseimbangan, formasi dan resorpsi
tulang akan selalu seimbang. Pada usia reproduksi, di mana fungsi
ovarium masih baik, terdapat keseimbangan antara proses formasi tulang
(osteoblas) dan laju proses resorpsi tulang (osteoklas) sehingga tidak
timbul pengeroposan tulang. Osteoporosis terjadi akibat adanya
gangguan keseimbangan antara proses resorpsi tulang dan formasi tulang,
Keadaan ini mengakibatkan penurunan massa tulang.6

Gambar 1. Perbedaan Tulang Normal & Osteoporosis

6
5. Stadium osteoporosis
1. Pada stadium 1, tulang bertumbuh cepat, yang dibentuk masih lebih
banyak dan lebih cepat daripada tulang yang dihancurkan. Ini biasanya
terjadi pada usia 30-35 tahun.
2. Pada stadium 2, umumnya pada usia 35-45 tahun, kepadatan tulang mulai
turun (osteopenia).
3. Pada stadium 3, usia 45-55 tahun, fraktur bisa timbul sekalipun hanya
dengan sentuhan atau benturan ringan.
4. Pada stadium 4, biasanya diatas 55 tahun, rasa nyeri yang hebat akan
timbul akibat patah tulang. Anda tidak bisa bekerja, bergerak , bahkan
mengalami stres dan depresi.7

6. Manifestasi klinis osteoporosis


Bila tidak disertai dengan penyakit pemberat lain (komplikasi),
penderita osteoporosis bisa saja tidak merasakan gejala apapun.
Keluhanyang mungkintimbul hanya berupa rasa sakit dan tidak enak
dibagian punggung atau daerah tulang yang mengalami osteoporosis.
Namun perlu diwaspadai, bahwa patah tulang bisa terjadi hanya karena
sedikit goncangan atau benturan yang sering pada tulang yang manahan
bebantubuh. Rasa nyeri bisa hilang sendiri setelah beberapa hari atau
beberapa minggu, dan kemudian timbul lagi bila proses osteoporosis
terjadi lagi di tempat lain. Pemadatanruas tulang punggungyang luas
(multiple compression) bisa memperlihatkan gejala membungkuk
padatulang belakang,yang terjadi perlahan dan menahun dengan keluhan
nyeri tumpul. Gejalanya, penderita nampak bongkok sebagai akibat
kekakuan pada otot punggung.6

7. Diagnosis osteoporosis
Hingga saat ini deteksi osteoporosis merupakan hal yang sangat sulit
dilakukan. Sebetulnya sampai saat ini prosedur diagnostik yang lazim
digunakan untuk menentukan adanya penyakit tulang metabolik seperti
osteoporosis, adalah :

7
1. Penentuan massa tulang secara radiologis, dengan densitometer DEXA
(Dual Energy X-ray Absorptiometry).
a) Penentuan massa tulang
Pengukuran massa tulang dilakukan oleh karena massa tulang berkaitan
dengan kekuatan tulang. Ini berarti semakin banyak massa tulang yang
dimiliki, semakin kuat tulang tersebut dan semakin besar beban yang
dibutuhkan untuk menimbulkan patah tulang. Untuk itu maka pengukuran
massa tulang merupakan salah satu alat diagnose yang sangat penting.
Selama 10 tahun terakhir, telah ditemukan beberapa tehnik yang non-
invasif untuk mengukur massa tulang.7
b) Pemeriksaan X-ray absorptiometry
Pesawat X-ray absorptiometry menggunakan radiasi sinar X yang sangat
rendah. Selain itu keuntungan lain densitometer X-ray absorptiometry
dibandingkan DPA (Dual Photon Absorptiometry) dapat mengukur dari
banyak lokasi, misalnya pengukuran vertebral dari anterior dan lateral,
sehingga pengaruh bagian belakang. Ada dua jenis X-ray absorptiometry
yaitu: SXA (Single X-ray Absorptiometry) dan DEXA (Dual Energy X-
ray Absorptiometry).7
2. Pemeriksaan laboratorium berupa parameter biokimiawi
Biopsi tulang dan parameter biokimiawi dapat memberikan gambaran ini
dengan jelas, tetapi biopsi tulang merupakan prosedur yang invasif,
sehingga sulit untuk dilaksanakan secara rutin, baik untuk ujisaring
maupun untuk pemantauan pengobatan. Sehingga satu-satunya pilihan
untuk menentukan bone turnover adalah parameter atau penanda
biokimiawi. Pada osteoporosis, petanda bone turnover dapat digunakan
untuk memperkirakan kehilangan tulang pada wanita pascamenopause,
untuk memperkirakan kejadian fraktur osteoporosis dan untuk memantau
efikasi pengobatan.7

8. Penatalaksanaan osteoporosis
Dewasa ini telah ada upaya untuk memperluas pedoman diagnosis
danpenatalaksanaan osteoporosis dalam rangka meningkatkan kualitas hidup,

8
mencegah terjadinya komplikasi serta menurunkan angka kesakitan dan angka
kematian akibat osteoporosis. Penatalaksanaan osteoporosis meliputi tindakan
pencegahan dan pengobatan yang dilakukan secara dini, dengan demikian akan
mencegah komplikasi fraktur fragilitas tulang. Tindakan yang dapat dilakukan
berdasarkan T-score dapat dilihat pada tabel di bawah ini.8
Tabel 1. Tindakan berdasarkan hasil T-score.8

Pencegahan didefinisikan sebagai pencegahan primer, yaitu, pencegahan


kehilangan massa tulang pada wanita di awal pasca menopause tanpa ditetapkan
menderita osteoporosis (dengan T-score BMD antara -1 dan -2,5). Pengobatan
didefinisikan sebagai upaya mengurangi risiko patah tulang pada wanita pasca
menopause yang ditetapkan menderita osteoporosis (BMD T-score di bawah -
2,5 dengan atau tanpa riwayat fraktur sebelumnya). Biasanya, risiko fraktur
fragilitas jauh lebih tinggi pada pengobatan populasi wanita tua di akhir
pascamenopause yang memungkinkan penilaian dari efikasi anti-fraktur.8

1. Non Farmakologi
a. Edukasi dan Pencegahan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam edukasi dan pencegahan, sebagai
berikut:

9
1. Anjurkan penderita untuk melakukan aktifitas fisik yang teratur untuk
memelihara kekuatan, kelenturan dan keseimbangan sistem neuromuskular
serta kebugaran, sehingga dapat mencegah risiko terjatuh. Berbagai latihan
yang dapat dilakukan meliputi berjalan 30-60 menit per hari, bersepeda
maupun berenang.
2. Jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-
hari maupun suplementasi.
3. Hindari merokok dan minum alkohol.
4. Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testesteron pada
laki-laki dan menopause awal pada perempuan.
5. Kenali berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat menimbulkan
osteoporosis.
6. Hindari mengangkat barang yang berat pada penderita yang sudah pasti
osteoporosis.
7. Hindari berbagai hal yang dapat membuat penderita terjatuh, seperti
lantai licin, obat-obat sedatif atau obat anti hipertensi yang dapat
menimbulkan hipotensi orthostatik.
8. Hindari defisiensi vitamin D, terutama pada orang yang kurang terpajan
sinar matahari atau penderita dengan fotosensitifitas, misalnya SLE
(Systemic Lupus Erythematosus). Bila di duga ada defisiensi vitamin D,
maka kadar 25(OH)D serum harus diperiksa. Bila kadar 25(OH)D serum
menurun, maka suplementasi vitamin D 400 IU/hari atau 800 IU/hari pada
orang tua harus diberikan. Pada penderita dengan gagal ginjal, suplementasi
12,5(OH)2D harus dipertimbangkan.
9. Hindari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi
asupan natrium sampai 3 gram/hari untuk meningkatkan resorpsi kalsium di
tubulus ginjal. Bila ekskresi kalsium > 300 mg/hari, berikan diuretik tiazid
dosis rendah (HCT 25 mg/hari).
10. Pada penderita yang memerlukan glukokortikoid dosis tinggi dan jangka
panjang, usahakan pemberian glokokortikoid pada dosis serendah mungkin
dan sesingkat mungkin.

10
11. Pada penderita artritis reumatoid dan artritis inflamasi lainnya, sangat
penting mengatasi aktifitas penyakitnya, karena hal ini akan mengurangi
nyeri dan penurunan densitas massa tulang akibat artritis inflamasi yang
aktif.9
b. Latihan dan program rehabilitasi
Latihan dan program rehabilitasi sangat penting bagi penderita osteoporosis
karena dengan latihan teratur penderita akan lebih lincah, tangkas dan kuat
otot-ototnya sehingga tidak mudah jatuh. Selain itu latihan juga akan
mencegah perburukan osteoporosis karena terdapat rangsangan
biofisikoelektrokimikal yang akan meningkatkan remodelling tulang dan
secara umum untuk mengurangi risiko jatuh.9
2. Farmakologi
Secara teoritis osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja
osteoklas dan atau meningkatkan kerja osteoblas.10
a. Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2 asam fosfonat
yang diikat satu sama lain oleh atom karbon. Bisfosfonat dapat mengurangi
resorpsi tulang oleh sel osteoklas dengan cara berikatan dengan permukaan
tulang dan menghambat kerja osteoklas dengan cara mengurangi produksi
proton dan enzim lisosomal di bawah osteoklas.10
b. Raloksifen
Dosis yang direkomendasikan untuk pengobatan osteoporosis adalah 60
mg/hari. Pemberian raloksifen peroral akan diabsorpsi dengan baik dan akan
dimetabolisme di hati.10
c. Estrogen
Pemberian terapi estrogen dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis
dikenal sebagai Terapi Sulih Hormon (TSH). Beberapa preparat estrogen
yang dapat dipakai dengan dosis untuk anti resorpsi, adalah estrogen
terkonyugasi 0,625 mg/hari, 17-estradiol oral 1-2 mg/hari, 17-estradiol
perkutan 1,5 mg/hari, dan 17-estradiol subkutan 25-50 mg setiap 6 bulan.
Kombinasi estrogen dengan progesteron akan menurunkan risiko kanker

11
endometrium dan harus diberikan pada setiap wanita yang mendapatkan
TSH, kecualiyang telah menjalani histerektomi.10
d. Kalsitonin
Kalsitonin obat yang telah direkomendasikan oleh FDA untuk pengobatan
penyakit-penyakit yang meningkatkan resorpsi tulang. Dosis yang
dianjurkan untuk pemberian intra nasal adalah 200 IU pre hari. Kadar
puncak dalam plasma akan tercapai dalam waktu 20-30 menit dan akan
dimetabolisme dengan cepat di ginjal. Efek samping kalsitonin berupa
kemerahan dan nyeri pada tempat injeksi serta rhinorrhea (dengan
kalsitonin nasal spray).10
e. Strontium ranelat
Strontium ranelat merupakan obat osteoporosis kerja ganda, yaitu
meningkatkan kerja osteoblas dan menghambat kerja osteoklas. Dosis
strontium ranelat adalah 2 mg/hari yang dilarutkan dalam air dan diberikan
pada malam hari sebelum tidur atau 2 jam sebelum makan atau 2 jam
setelah makan.10
f. Vitamin D
Vitamin D berperan untuk meningkatkan absorpsi kalsium di usus. Pada
penelitian didapatkan suplementasi 500 IU kalsiferol dan 500 mg kalsium
peroral selama 18 bulan ternyata mampu menurunkan fraktur non spinal
sampai 50%. Pada pemberian vitamin D dosis tinggi (50.000 IU) dapat
berkembang menjadi hiperkalsiuria dan hiperkalsemia.10
g. Kalsitriol
Saat ini kalsitriol tidak diindikasikan sebagai pilihan pertama pengobatan
osteoporosis pasca menopause. Kalsitriol diindikasikan bila terdapat
hipokalsemia yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pemberian kalsium
peroral. Kalsitriol juga diindikasikan untuk mencegah hiperparatiroidisme
sekunder, baik akibat hipokalsemia maupun gagal ginjal terminal. Dosis
kalsitriol untuk pengobatan osteoporosis adalah 0,25g, 1-2 kali per hari.10

12
h. Kalsium
Kalsium sebagai mono terapi ternyata tidak cukup untuk mencegah fraktur
pada penderita osteoporosis. Pemberian kalsium dapat meningkatkan risiko
hiperkalsiuria dan batu ginjal.10
i. Fitoestrogen
Fitoestrogen adalah fitokimia yang memiliki aktifitas estrogenik. Ada
banyak senyawa fitoestrogen, tetapi yang telah diteliti adalah isoflavin dan
lignans.10
j. Hormon paratiroid
Pemberian hormon paratiroid (PTH) secara intermitten dapat menyebabkan
peningkatan jumlah dan aktivitas osteoblas, sehingga terjadi peningkatan
massa tulang dan perbaikan mikroarsitektur tulang.10

3. Pembedahan
Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama
fraktur panggul. Pada fraktur korpus vertebra, dapat dilakukan vertebroplasti
atau kifoplasti.11

B. Perencanaan dan Persiapan


1. Perencanaan
1) Tempat Pelaksanaan : Puskesmas Sario
2) Waktu Pelaksanaan : 07 Desember 2017
2. Persiapan
1) Media : Leaflet
2) Materi penyuluhan yang akan diberikan sudah disiapkan dan akan
disebarluaskan dalam bentuk leaflet yang berisi tulisan dan gambar.
C. Evaluasi Keberhasilan Kegiatan
1. Masyarakat dapat memahami tentang pengertian osteoporosis
2. Masyarakat dapat memahami tentang gejala dan penyebab dari osteoporosis
3. Pasien dapat memahami pentingnya deteksi dini dan pencegahan osteoporosis

13
D. Indikator Keberhasilan Kegiatan
1. Indikator Input:
1) Puskesmas Sario
2) Dokter
3) Petugas Kesehatan
2. Indikator Proses :
1) Penyediaan sarana promosi kesehatan sesuai standar (leafleat)
2) Memantau dan mengawasi jalannya kegiatan promosi kesehatan di
wilayahnya
E. Hasil Evaluasi Program
1. Derajat keberhasilan:
1) Berhasil apabila masyarakat memahami tentang pengertian, penyebab,
gejala dan pencegahan osteoporosis
2) Belum berhasil jika pasien belum memahami pentingnya pengetahuan
diagnose awal tentang osteoporosis
2. Faktor Penunjang:
Adanya upaya dokter atau petugas kesehatan lain untuk memberikan
informasi melalui penyuluhan.
3. Faktor Penghambat:
1) Pemahaman yang masih kurang terhadap pentingnya diagnosa awal
dan pencegahan osteoporosis
2) Ketidakpedulian terhadap informasi tentang osteoporosis
3) Kurangnya dorongan dari keluarga dan lingkungan

14
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Osteoporosis merupakan satu penyakit metabolic tulang yang ditandai oleh


menurunnya massa tulang, oleh karena berkurangnya matriks dan mineral tulang
disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dari jaringan tulang, dengan akibat
menurunnya kekuatan tulang, sehingga terjadi kecendrungan tulang mudah patah.
Sel yang bertanggung jawab untuk pembentukan tulang disebut osteoblas
(osteoblast), sedangkan osteoklas (osteoclast) bertanggung jawab untuk
penyerapan tulang. Pada osteoporosis akan terjadi abnormalitas bone turnover,
yaitu terjadinya proses penyerapan tulang (bone resorption) lebih banyak dari
pada proses pembentukan tulang (bone formation).
Osteoporosis dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu osteoporosis primer
(involusional) dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer dibagi 2, yaitu
osteoporosis tipe I (osteoporosis pasca menopause) dan osteoporosis tipe II
(osteoporosis senilis).
Penatalaksanaan osteoporosis meliputi upaya pencegahan dan pengobatan
yang berupa pendekatan non farmakologi (edukasi dan latihan/rehabilitasi),
farmakologi (bisfosfonat, estrogen dan lain-lain) dan tindakan bedah bila terjadi
fraktur. Tujuan pengobatan osteoporosis untuk meningkatkan kualitas hidup,
mencegah terjadinya komplikasi serta menurunkan angka kesakitan dan kematian.

15
DAFTAR PUSTAKA

9. Depkes. 2011. Dari Penyakit Menular ke Penyakit Tidak Menular.


http://www.pppl.depkes.go.id/ index.php?c=berita&m=fullview&id=133 (sitasi
9 Januari 2015).
10. Tandra, H. 2009. Osteoporosis Mengenal, Mengatasi, dan Mencegah Tulang
Keropos. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
11. Utomo, M., Meikawati, W., Putri, Z.K. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Kepadatan Tulang pada Wanita Postmenopause. JKMI, Vol 6 Nomor 2:
1–10.
12. Fatmah. 2008. Osteoporosis dan Faktor Risikonya pada Lansia Etnis Jawa.
Media Medika Indonesia, Volume 1 Nomor 4: 1–13.
13. Gomez, Joan. 2006. Awas Pengeroposan Tulang, Bagaimana Menghindari dan
Menghadapinya. Jakarta: Arcan.
14. Fatourechi GE, Khosla S, Sanyal A, Boyle WJ, et al. Role of RANK ligand in
mediating increased bone resorption in early postmenopausal women. The
Journal of Clinical Investigation 2003;111(8):1221-30.
15. Plotkin LI, Weinstein RS, Michael PA, Roberson PK, Manolagas SC, Bellido
T. Prevention of osteocyte and osteoblast apoptosis by bisphosphonates and
calcitonin. The Journal of Clinical Investigation 1999;104(10):1363-74.
16. Tjahjadi, Vicynthia. 2009. Mengenal, Mencegah, Mengatasi Silent Killer
Osteoporosis. Bandung:Pustaka Widyamara.
17. FKM UI, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Departemen Gizi dan
Kesehatan Masyarakat FKM UI,Jakarta
18. Nuhonni, SA,2000. Osteoporosis dan Pencegahannya.FKUI,Jakarta.
19. Setiyohadi B. Osteoporosis. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid II,
Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006; 1259-73.

16
LAMPIRAN

Koas sedang memberikan penyuluhan osteoporosis kepada masyarakat

Masyarakat sedang menyimak penjelasan tentang penyuluhan osteoporosis

17

Anda mungkin juga menyukai