Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes melitus atau biasa dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah


suatu penyakit yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar gula dalam darah
(hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif. Absolut
berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti jumlahnya cukup atau
memang sedikit tinggi atau daya kerjanya berkurang.1 Menurut laporan Riskesdas
tahun 2007, DM menyumbang 4,2% kematian pada kelompok umur 15-44 tahun di
daerah perkotaan dan merupakan penyebab kematian tertinggi ke-6. Selain pada
kelompok tersebut, DM juga merupakan penyebab kematian tertinggi ke-2 pada
kelompok umur 45-54 tahun di perkotaan (14,7%) dan tertinggi ke-6 di daerah
perdesaan (5,8%).2
Penyakit diabetes dapat menyebabkan komplikasi pada indera penglihatan
yaitu mata, meliputi abnormalitas kornea, glaukoma, neovaskularisasi iris, katarak,
neuropati, dan retinopati. Diabetes mellitus sering dihubungkan dengan komplikasi 
mikrovaskuler  seperti retinopati, nefropati, dan neuropati perifer.3 Diabetik retinopati
(DR) merupakan penyulit penyakit diabetes mellitus yang paling ditakuti, karena
insidennya yang cukup tinggi dan prognosis yang kurang baik bagi penglihatan.
Meskipun hal ini dapat dihindari dengan mengontrol kadar gula darah yang baik dan
deteksi dini jika ada kelainan pada mata, efek perubahan persarafan di retina dan
kerusakan aksi insulin di retina merupakan patogenesis awal retinopati dan
mekanisme kebutaan.4
Prevalensi diabetik retinopati secara keseluruhan di seluruh dunia adalah
sekitar sepertiga, dengan resiko peningkatan yang dihubungkan dengan lamanya
durasi penyakit, tingginya hemoglobin A1C (HbA1c) dan adanya hipertensi.
Perkiraan terbaru menunjukan bahwa orang dengan retinopati diabetik akan
meningkat dari 127 juta orang di 2010 menjadi 191 juta orang pada tahun 2030.5
Asosiasi Diabetes Amerika menyarankan pemeriksaan setahun sekali (mulai
dalam 3 hingga 5 tahun setelah didiagnosis menderita diabetes tipe 1 dan segera
setelah didiagnosis menderita diabetes tipe 2) dengan alasan sebagai berikut:
 Seseorang yang mengidap retinopati DM tidak sadar, karena penyakit ini tidak
selalu menyebabkan gejala-gejala hingga kerusakan retina makin parah.
 Pengobatan akan lebih efektif jika dilakukan sebelum gejala-gejala dan
komplikasi retinopati DM berkembang.
 Dengan pemeriksaan mata yang teratur, seorang dokter mata dapat mengetahui
dan mengobati sebelum tanda-tanda retinopati berlanjut.
Sayangnya banyak penderita diabetes yang tidak memeriksakan matanya
setahun sekali untuk mengetahui apakah telah mengalami retinopati (atau penyakit
mata lainnya yang disebabkan diabetes). Akibatnya, mereka tidak mengetahui bahwa
mereka telah mengidap retinopati sampai akhirnya kehilangan penglihatan yang
signifikan. Para ahli percaya banyak kasus-kasus kehilangan penglihatan dan
kebutaan sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan mata tahunan
pada penderita diabetes.6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Diabetik retinopati (DR) adalah suatu mikroangiopati progresif yang
ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi
arteriol prekapiler retina, kapiler, dan vena. Keadaan ini merupakan
komplikasi dari peyakit diabetes mellitus yang menyebabkan kerusakan pada
mata dimana secara perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina atau
lapisan saraf mata.5,7

Gambar 2.1 Retina Normal vs Retinopati Diabetik

2.2 EPIDEMIOLOGI & ETIOLOGI


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2010 melaporkan, 3%
penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat retinopati DM. Dalam
penyebab kebutaan secara global, retinopati DM menempati urutan ke-4
setelah katarak, glaukoma, dan degenerasi makula.8
Diperkirakan bahwa jumlah penderita diabetes di seluruh dunia akan
meningkat dari 117 juta pada tahun 2010 menjadi 366 juta tahun 2030. Di
Asia, diramalkan diabetes akan menjadi “epidemi”, disebabkan pola makan
masyarakat Asia yang tinggi karbohidrat dan lemak disertai kurangnya
berolahraga. Akibatnya, kebutaan akibat retinopati DM juga diperkirakan
meningkat secara dramatis.8
Data Poliklinik Mata RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang tidak
dipublikasikan menunjukkan bahwa retinopati DM merupakan kasus
terbanyak yang dilayani di klinik vitreo-retina. Dari seluruh kunjungan pasien
Poliklinik Mata RSCM, jumlah kunjungan pasien dengan retinopati diabetik
meningkat dari 2.4% tahun 2005 menjadi 3,9% tahun 2006.9
Adapun faktor resiko dan etiologi dari diabetik retinopati, yaitu:12,13
- Kadar gula darah - Umur
- Tekanan darah - Predisposisi genetik
- Serum lipid - Etnis
- Durasi diabetes - Kehamilan

2.3 ANATOMI RETINA5


Bola mata orang dewasa memiliki diameter sekitar 22mm – 24.2mm
(diameter dari depan ke belakang) sedangkan berdiameter 16.5 mm untuk bola
mata anak ketika lahir kemudian mencapai pertumbuhan secara maksimal
sampai umur 7-8 tahun. Dalam bola mata, retina menempati dua pertiga
sampai tiga perempat bagian posterior dengan total area 1.100 mm2. Retina
melapisi bagian posterior mata, dengan pengecualian bagian nervus optikus,
dan memanjang secara sirkumfrensial anterior 360o pada ora serrata. Tebal
retina rata-rata 250 µm, paling tebal pada area makula dengan ketebalan 400
µm, menipis pada fovea dengan ukuran 150 µm, dan lebih tipis lagi pada ora
serrata dengan ketebalan 80 µm. Retina memiliki banyak pembuluh darah
yang mensuplai nutrisi dan oksigen pada sel retina.
Dari gambar dapat terlihat, saraf optik adalah saraf mata yang
memasuki sel tali dan keruucut dalam retina dan untuk menghantarkan sinar
ke otak yang menerjemahkan penglihatan yang dilihat pada saat ini. Daerah
kecil yang berbentuk bulat dan terletak di bagian belakang retina dengan jarak
sejauh 3-4 mm dari temporal serta 0,5 mm lebih kecil terhadap diskus disebut
makula. Makula terlihat jelas karena bebas dari pembuluh darah retina. Fovea
adalah lekukan di pusat makula. Dari gambardapat dilihat diameter vena
berukuran dua kali lebih besar dari arteri.
Arteri retina berwarna merah terang membawa darah yang
mengandung oksigen, dan lapisan media mereka yang merefleksikan sinar,
menghasilkan reflek cahaya yang berjalan sejajar dengan aksis arteri.
Pembuluh darah vena retina lebih gelap dan lebih lebar dibandingkan
pembuluh darah arteri retina (A/ V ratio 2 : 3). Pembuluh darah retina dinilai
ukuran, bentuk, kaliber (contohnya: penyempitan, kompresi, sumbatan),
kontur, pulsasi, dan kelokan, serta diperhatikan pula adanya anerisma,
perdarahan, dan exudates. Arteri tampak berwarna merah, lebih sempit
dibanding vena dengan rasio dua. Pembuluh vena lebih lebar dan gelap.

Gambar 2.3 Citra Fundus Retina Normal


Bagian tengah retina makula berpigmen sangat padat kurang lebih
1,5mm. Di tengahnya terdapat fovea (daerah berbentuk lonjong dan
avaskuler). Pusat fovea yang bergaung disebut Foveola. Bagian tengah retina
ini terletak tepat pada sumbu penglihatan. Bagian retina yang penting adalah
“Makula Lutea” (penglihatan disini adalah penglihatan yang paling tajam) dan
papil optik yang terdapat di sudut nasal. Pusat fovea yang bergaung disebut
foveola. Makula memiliki 2 reflek antara lain.

1. Reflek cincin / reflek tepi (terdapat di pinggir)


2. Reflek sentral terdapat di bagian tengah
Warna makula kuning muda karena adanya pigmen xantofil
karotenoid. Pigmen ini berperan melindungi kerucut makula terhadap cahaya
yang menyilaukan, walaupun pupil telah menciut maksimal. Bagian tengah
retina ini teletak tepat pada sumbu penglihatan, hanya berisi kerucut dan
sebagian besar dari 6,5 juta kerucut retina memadati tempat yang sempit ini.
Saraf retina menyerap dan meneruskan menyebarkan impuls cahaya yang
mencapai retina. Impuls cahaya berjalan melalui saraf optik menuju visual
korteks yang mana di interprestasikan sebagai penglihatan. Cahaya yang
berjalan dalam garis lurus akan jatuh secara diagonal berlawanan dalam area di
retina yang menjadi obyek penglihatan. Misalnya cahaya dari obyek yang
dilihat secara superior akan jatuhpada bagian inferior di retina. Hal yang sama
akan terjadi pada garis horisontal. Otak mengubah persepsi sehingga tampil
secara tepat.

2.4 PATOGENESIS 10.11


Patogenesis diabetik retinopati diduga mencakup tiga faktor:
neurovaskularisasi yang disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah,
inflamasi, dan abnormalitas platelet. Diabetik retinopati dikarakteristikkan
sebagai mikroangiopati dan akan terus berkembang dikarenakan cedera oleh
glukosa terhadap mikrovaskular yang akan menyebabkan peningkatan tekanan
sawar darah retina, dengan hilangnya sel perisit dan sel endothelial, dan
akhirnya akan menyebabkan oklusi kapiler, dasar membran vaskular akan
mengalami penebalan, dan kerusakan glial serta neuronal retina.

Gambar 2.4.1 Efek Diabetes Terhadap Mata


Sebagai respon terhadap cedera dan iskemik relatif dari area focal
retina, retina dan epitel pigmen retinal mengeluarkan faktor vasoproliferatif
seperti vascular endothelial growth factor (VEGF), yang akhirnya akan
menyebabkan terjadinya neurovaskularisasi. Efek ini juga berkontribusi
terhadap terjadinya diabetic macular edema (DME). DME merupakan
penyebab kehilangan penglihatan tersering pada pasien dengan diabetes, dan
dikarakteristikkan oleh pembengkakkan cystic pada hampir seluruh area kritis
visual pada retina sebagai hasil dari peningkatan permeabilitas vaskular, dan
hal ini sering diasosiasikan dengan peningkatan deposit lipid (hard exudates)
pada area tersebut.

Gambar 2.4.2 OCT dari Macular Edema


Gambar 2.4.3 Macular Edema dengan Exudates

Diabetik retinopati juga memiliki elemen inflamasi yang dihasilkan


oleh makrofag dan aktivasi komplemen. Deposisi dari faktor komplen 5b-9
dan fibronectin telah dideskripsikan pada jaringan matriks penghubung dari
koriokapilaris. Aktivasi komplemen menyebabkan peningkatan aktifasi
neutrophil dan yang akhirnya akan menyebabkan terjadinya cedera
endothelial. Kerusakan kapiler akan menyebabkan bocornya lipid dan protein,
dan kaskade kompelen akan memengaruhi sel-sel disekitarnya, sehingga
terjadi penebalan koriokapilaris dan membrane Bruch’s. Oleh karena itu,
inflamasi juga mengeksaserbasi edema makular.
Dan yang terakhir, abnormalitas platelet dan peningkatan viskositas
juga akan mengarah kepada oklusi fokal pada kapiler dan iskemik fokal pada
retina, yang lebih lanjut akan memperberat diabetik retinopati.

2.5 PATOFISIOLOGI DR13,14


Jalur metabolik akhir yang menyebabkan DR masih belum diketahui.
Ada beberapa teori. Imbalans elektrolis yang disebabkan oleh tingginya level
aldose reduktase akan mengarah kepada kematian sel, terutama sel perisit
retinal, yang akan menyebabkan formasi mikroaneurisma. Terlepas dari hal
ini, penebalan dari dasar membrane kapiler dan peningkatan deposisi
komponen matriks ekstraseluler berkontribusi pada terjadinya hemodinamik
retina yang abnormal. Pada tipe difus dari diabetic macular edema (DME),
rusaknya sawar darah retina akan memberikan hasil pada akumulasi cairan
ekstraseluler. Peningkatan leukostasis retina juga dilaporkan menyebabkan
oklusi kapiler dan terjadi kerusakan, non-perfusi, kerusakan sel endotel dan
kebocoran vaskular yang diakibatkan oleh sifatnya yang mudah berubah
bentuk. Tidak kalah penting, yaitu faktor vasoproliferatif, yang menginduksi
neovaskularisasi. Neovaskularisasi ini menunjukan bahwa iskemia retina akan
menstimulasi neovaskularisasi patologis yang dimediasi oleh faktor
angiogenic, seperti vascular endothelial factor (VEGF), yang akan tampak
pada proliferatif diabetik retinopati. VGEF dihasilkan oleh epitel pigmen
retina, sel perisit dan endothelial.
Gambar 2.5 Pathophysiology Chart

2.6 KLASIFIKASI DR1,7,14


Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, diabetik retinopati dibagi
menjadi (menurut ETDRS):

Gambar 2.6 Stadium Diabetik Retinopati


1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan Background
Diabetik retinopathy. Ditandai dengan: mikroaneurisma, perdarahan retina,
eksudat, IRMA, dan kelainan vena
a. Minimal: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma,
perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
b. Ringan-sedang: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena derajat ringan,
perdarahan, eksudat keras, cotton wool spots, IRMA.
c. Berat: terdapat ≥1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma pada
4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 quadran atau IRMA pada 1
quadran.
d. Sangat berat: ditemukan ≥ 2 tanda pada derajat berat.
2. Retinopati Diabetik Proliferatif. Ditandai dengan neovaskularisasi.
a. Ringan (tanpa risiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya
neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup < ¼ dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau
neovaskularisasi dimana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan
preretina atau vitreus.
b. Berat (risiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor risiko
sebagai berikut
i. Ditemukan NVE.
ii. Ditemukan NVD.
iii. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang
mencakup > ¼ daerah diskus.
iv. Perdarahan vitreus
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus atau
setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan,
merupakan 2 gambaran yang paling seing ditemukan pada retinopati
proliferatif risiko tinggi.
2.7 GEJALA KLINIS1,5,7
Gejala subjektif yang dapat ditemui berupa:
 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran cahaya
 Melihat bintik gelap dan kelap-kelip.
Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina:
 Mikroaneurisma, merupakan penonjololan dinding kapiler
terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil
yang terletak dekat pembuluh darah.
 Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis dan bercak yang
biasanya terletak dekat mikroaneurisma di fovea centralis.
o Retinal nerve fiber layer haemorrhage (flame shapped).
Terletak superfisial, searah dengan nerve fiber.
o Intraretinal haemorrhages. Dot-blot haemorrhage terletak
pada end artery, dilapisan tengah.
 Dilatasi pembuluh darah dengan lumen yang irreguler dan
berkelok-kelok.
 Hard exudates yang merupakam infiltrasi lipid kedalam retina.
Gambarannya kekuning-kuningan, pada permulaan eksudat
pungtata, membesar kemudian bergabung. Eksudat ini dapat
muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
 Soft exudates (cotton wool patches). Pada pemeriksaan
oftalmoskopi akan terlihat becak kuning bersifat difus dan
berwarna putih. Biasanya terletak di bagian tepi daerah nonirigasi
dan dihubungkan dengan iskemia retina.
 Neovaskularisasi. Terletak pada permukaan jaringan. Tampak
sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan
irreguler. Mula-mula terletak pada jaringan retina, kemudian
berkembang kearah preretinal, ke badan kaca. Jika pecah dapat
menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal)
maupun perdarahan badan kaca.
 Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama
daerah makula sehingga sangat mengganggu tajam pengelihatan.

2.8 PEMERIKSAAN KLINIS


Anamnesis
Pada tahap awal retinopati DM tidak didapatkan keluhan. Pada tahap lanjut
dari perjalanan penyakit ini, pasien dapat mengeluhkan penurunan ketajaman
penglihatan serta pandangan yang kabur.

Pemeriksaan oftalmologi
Temuan pemeriksaan oftalmologi pada retinopati DM dapat dibagi menurut
Diabetik Retinopathy Severity Scale :
 Tidak tampak adanya tanda-tanda retinopati
 Nonproliferative retinopati
Diabetik retinopati merupakan progressive microangiopathy yang
mempunyai karakteristik pada kerusakan pembuluh darah kecil dan oklusi.
Kelainan patologis yang tampak pada awalnya berupa penebalan membran
basement endotel kapiler dan reduksi dari jumlah perisit.
o Mild nonproliferative retinopati ditandai dengan ditemukannya
minimal 1 mikroaneurisma. Pada moderate nonproliferative
retinopati terdapat mikroaneurisma ekstensif, perdarahan intra
retina, venous beading, dan/ atau cotton wool spots.
o Severe nonproliferative retinopati ditandai dengan
ditemukannya cotton-wool spots, venous beading, dan
intraretinal microvaskular abnormalities (IRMA). Hal tersebut
didiagnosis pada saat ditemukan perdarahan retina pada 4
kuadran, venous beading dalam 2 kuadran atau IRMA pada 1
kuadran.
 Proliferative Retinopati
Komplikasi yang terberat dari DM pada mata pada proliferative
diabetik retinopati. Iskemia retina yang progresif menstimulasi pembentukan
pembuluh darah baru yang menyebabkan kebocoran serum protein yang
banyak. Early proliferative diabetik retinopati memiliki karakteristik
munculnya pembuluh darah baru pada papila nervi optikus atau pada tempat
lain di retina. Kategori high-risk ditandai dengan pembuluh darah baru pada
papila yang meluas melebihi satu per tiga dari diameter papila, pembuluh
darah tersebut berhubungan dengan perdarahan vitreus atau pembuluh darah
baru manapun di retina yang meluas melebihi setengah diameter papila dan
berhubungan dengan perdarahan vitreus.
Pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi pada sisi posterior dari
vitreus dan tampak terangkat ketika vitreus mulai menarik retina. Apabila
terjadi perdarahan maka perdarahan vitreus yang masif akan menyebabkan
hilangnya penglihatan yang mendadak. Perkembangan selanjutnya dari DM
pada mata yaitu dapat terjadi kompllikasi: iris neovaskularization (rubeosis
iridis) dan neovaskular glaukoma. Proliferative diabetik retinopati
berkembang pada 50% penderita diabetes tipe I dalam waktu 15 tahun sejak
timbulnya penyakit sistemik. Hal ini kurang lazim pada penderita diabetes tipe
II, tetapi karena ada lebih banyak pasien dengan diabetes tipe II, lebih banyak
pasien dengan proliferative diabetik retinopati memiliki tipe II dari tipe I
diabetes.

Gambar 2.8.1 Moderate nonproliferative diabetik retinopati dengan


mikroaneurisma dan cotton-wool spots
Gambar 2.8.2 Proliferative Diabetik Retinopati dengan neovaskularisasi dan
scattered microaneurysm

Gambar 2.8.3 Proliferative Diabetik Retinopathy dengan neovaskularisasi


pada diskus optikus

Gambar 2.8.4 Nonproliferative Diabetik Retinopathy dengan edema


makula signifikan

2.9 DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vaskular retina lainnya:
 Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan
vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi. Tanda-tanda
pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general
dan fokal, perlengketan atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan retina
dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema
papilla.
2.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG7,11
Laboratorium
Glukosa puasa dan Hemoglobin A1c (HbA1c) merupakan tes laboratorium
yang sangat penting yang dilakukan untuk membantu mendiagnosis diabetes.
Kadar HbA1c juga penting pada monitor jangka panjang perawatan pasien
dengan diabetes dan retinopati diabetik. Mengontrol diabetes dan
mempertahankan level HbA1c pada kisaran 6-7% merupakan sasaran pada
manajemen optimal diabetes dan retinopati diabetik. Jika kadar normal
dipertahankan, maka progresi dari retinopati diabetik bisa berkurang secara
signifikan.

Pencitraan
Angiografi fluoresensi fundus (Fundus Fluorescein Angiography (FFA))
merupakan pemeriksaan tambahan yang tidak terhingga nilainya dalam
diagnosis dan manajemen retinopati DM :
o
Mikroaneurisma akan tampak sebagai hiperfluoresensi pinpoint yang
tidak membesar tetapi agak memudar pada fase akhir tes.
o
Perdarahan berupa noda dan titik bisa dibedakan dari mikroaneurisma
karena mereka tampak hipofluoresen.
o
Area yang tidak mendapat perfusi tampak sebagai daerah gelap
homogen yang dikelilingi pembuluh darah yang mengalami oklusi.9,10

2.10 PENATALAKSANAAN7,11
Prinsip penatalaksanaan yang utama adalah pengendalian glukosa secara
intensif pada pasien dengan DM tergantung insulin (IDDM) menurunkan
insidensi dan progresi retinopati DM. Faktanya, ADA menyarankan bahwa
semua diabetes (NIDDM dan IDDM) harus mempertahankan level
hemoglobin terglikosilasi kurang dari 7% untuk mencegah atau paling tidak
meminimalkan komplikasi jangka panjang dari DM termasuk retinopati DM.

Terapi Bedah Fotokoagulasi


Diperkenalkannya fotokoagulasi laser pada tahun 1960an dan awal 1970an
menyediakan modalitas terapi noninvasif yang memiliki tingkat komplikasi
yang relatif rendah dan derajat kesuksesan yang signifikan. Metodenya adalah
dengan mengarahkan energi cahaya dengan fokus tinggi untuk menghasilkan
respon koagulasi pada jaringan target. Fotokoagulasi laser dilakukan untuk
mengurangi risiko penurunan penglihatan yang disebabkan oleh retinopati
diabetik, dan bertujuan untuk membatasi kebocoran vaskular pada daerah
retina yang mengalami kerusakan, dapat dilakukan pada edema makula dan
daerah yang mengalami kebocoran yang difus. Pasien dengan NPDR tanpa
edema makula bukan indikasi terapi fotokoagulasi laser. Hal terpenting pada
pasien – pasien ini adalah disiplin dalam memonitor kadar gula darah secara
teratur tiap 4 – 6 bulan sekali.

Terdapat beberapa teknik fotokoagulasi laser, yaitu :


1. Panretinal photocoagulation (PRP)/Scatter
Pada retinopati diabetik, fotokoagulasi yang digunakan adalah PRP
(Panretinal Photocoagulation), yang dilakukan dalam pola menyebar
(scatter) pada retina, yang berguna untuk regresi neovaskularisasi, tetapi
intensitas dan besarnya bakaran pada PRP bervariasi tergantung dari setiap
kasus dan protokol yang ditetapkan.
2. Focal dan Grid Laser Photocoagulation
Penatalaksanaan edema makula pada retinopati diabetik dapat
menggunakan dua metoda yang berbeda dengan PRP, yaitu
a. Focal laser photocoagulation
Diarahkan langsung pada pembuluh darah yang abnormal dengan
tujuan mengurangi kebocoran cairan yang kronis.
b. Grid laser Photocoagulation
Digunakan pada kebocoran difus, dan dilakukan dengan pola grid pada
area yang edema.
Untuk proliferative diabetik retinopati biasanya diindikasikan pengobatan
dengan fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara bermakna
menurunkan kemungkinan perdarahan masif korpus vitreum dan pelepasan
retina dengan cara menimbulkan regresi dan sebagian kasus dapat
menghilangkan pembuluh-pembuluh baru tersebut. Kemungkinan
fotokoagulasi panretina laser argon ini bekerja dengan mengurangi
stimulus angiogenik dari retina yang mengalami iskemik. Tekniknya
berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam jumlah sampai ribuan
yang tersebar berjarak teratur di seluruh retina, tidak mengenai bagian
sentral yang dibatasi oeh diskus dan pembuluh vaskular temporal utama.

Anda mungkin juga menyukai