Anda di halaman 1dari 32

REFLEKSI KASUS JANUARI 2018

“BRONCHOPNEUMONIA BERAT”

Nama : Syahriana Pratiwi


No. Stambuk : N 111 15 017
Pembimbing : dr.Erwin K. Putra

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018

1
PENDAHULUAN

Pneumonia adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut,


biasanya disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi
sebagian dari salah satu atau kedua paru. Bronkopneumonia sebagai penyakit
yang menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan, merupakan salah satu
bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru.

Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka


mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko
tersebut adalah: pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah
(BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi,
defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring,
dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok).

Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:2,3

1. Pneumonia lobaris

2. Pneumonia interstisial (bronkiolitis)

3. Bronkopneumonia

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu


peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-
anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,
virus, jamur dan benda asing.

Insiden bronkopneumonia pada negara berkembang hampir 30% pada


anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi. Di
Indonesia, bronkopneumonia merupakan penyebab kematian urutan ke-3 setelah
kardiovaskuler dan Tuberculosis. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) pada

2
tahun 2007, di Indonesia, 22,8% kematian pada anak umur 1-4 tahun disebabkan
oleh bronkopneumonia. 2

Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini
dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik.
Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak
adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.

Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia


berulang atau bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini
dengan sempurna. Selain faktor imunitas, faktor iatrogen juga memacu timbulnya
penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika
yang tidak sempurna.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang


mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:

1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisial
3) Bronkopneumonia.

Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang terbatas


pada alveoli kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis.
Pada pemeriksaan histologis terdapat reaksi inflamasi dan pengumpulan eksudat
yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka
waktu yang bervariasi. Berbagai spesies bakteri, klamidia, riketsia, virus, fungi
dan parasit dapat menjadi penyebab.

4
Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju.5

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


Lahir-20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria moonocytogenes Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes Simpleks

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


3 minggu-3 Bakteri Bakteri
bulan Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae tipe
B
Virus Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainflueza 1,2,3 Virus
Respiratory Syncytial virus Virus Sitomegalo

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


4 bulan-5 Bakteri Bakteri
tahun Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe
B

5
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


5 tahun- Bakteri Bakteri
remaja Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
Virus Varisela-Zoster

Bronkopneumonia dimulai dengan masuknya bakteri atau virus melalui


inhalasi, aspirasi, hematogen dari fokus infeksi atau penyebaran langsung
sehingga terjadi infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan
menimbulkan kebocoran sehingga cairan dan bahkan sel darah merah masuk ke
alveoli. Dengan demikian alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi
dengan cairan sel-sel dan infeksi menyebar dari alveolus ke alveolus lainnya

6
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :

1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)


Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru.

Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam


ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida
maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel


darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host )
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat
oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga
warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.

7
Gambar 1. tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi
(netrofil)

3. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih


mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

Gambar 2. tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil

4. Stadium IV (7 – 11 hari)

8
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun
dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi
oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau


penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil
merupakan akibat sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran dari
infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal mulai dari sublaring hingga unit
terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan
mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat masuk,
berkembang biak dan menimbulkan penyakit.

Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :

 Filtrasi partikel di hidung


 Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
 Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
 Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar
 Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
 Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
 Drainase melalui sistem limfatik.

9
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah
ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :

a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan
infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam
tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak),
kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada
sisi yang sakit. Pada bayi muda sering menunjukkan gejala non spesifik
seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar
kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah. Dari
ANAMNESIS terhadap pasien ini ditemukan bahwa : Pasien MRS dengan
sesak nafas. Sesak nafas dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Saat sesak Tampak retraksi dinding dada serta pernapasan cuping hidung,
terlihat juga pada bibir dan ujung jari mengalami kebiruan. Sebelum
masuk rumah sakit pasien juga mengalami susah tidur. Pasien mengalami
batuk, yang semakin memberat dengan sesak nafas. Batuk disertai lendir
berwarna putih, tidak ada darah, dan pasien juga terlihat beringus, pasien juga
mengalami demam sehari sebelum masuk rumah sakit, tampak rewel, tidak
ada kejang. Pasien juga mengalami muntah berwarna putih, malas untuk
minum, dan perut pasien terlihat kembung. BAB dan BAK lancer

10
Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok
umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada,
grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan
grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk,
panas, dan iritabel. Pada pemeriksaan fisik terhadap pasien ini : didapatkan bahwa
pemeriksaan Thorax : Retraksi dinding dada (+/+), Vocal fremitus Meningkat
(+/+), Rhonci (+/+), Sianosis bibir (+), Ujung – ujung jari (+), pernapasan
>60x, Batuk, demam > 38,6,

Dari pemeriksaan Laboratorium, pemeriksaan darah didapatkan peningkatan


jumlah leukosit ( 19,1 103/mm),

Bronkopneumonia pada kasus ini memiliki prognosis yang baik meskipun


penanganan belum tuntas, karena cepat ditangani. Prognosis bergantung pada
cepat atau lambatnya penanganan yang dilakukan

11
KASUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. A
Umur : 2 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl.
Tanggal masuk : 06 Januari 2018
Tempat Pemeriksaan : Poli Umum Lembasada
II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien anak laki laki masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas.
Sesak nafas dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Saat sesak
Tampak retraksi dinding dada serta pernapasan cuping hidung, terlihat juga
pada bibir dan ujung jari mengalami kebiruan. Sebelum masuk rumah sakit
pasien juga mengalami susah tidur. Pasien mengalami batuk, yang semakin
memberat dengan sesak nafas. Batuk disertai lendir berwarna putih, tidak ada
darah, dan pasien juga terlihat beringus, pasien juga mengalami demam sehari
sebelum masuk rumah sakit, tampak rewel, tidak ada kejang. Pasien juga
mengalami muntah berwarna putih, malas untuk minum, dan perut pasien
terlihat kembung. BAB dan BAK lancar

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien pernah dirawat di rawat di RSU Anutapura 2 bulan yang lalu dengan
keluhan yang sama.

12
Riwayat penyakit keluarga :

Ibu pasien memiliki riwayat batuk-batuk lama, dan belum


memeriksakan batuknya
Riwayat sosial-ekonomi :

Menengah

Riwayat kebiasaan dan lingkungan :

Pasien tinggal bersama kedua orangtua. Ayah pasien memiliki


kebiasaan merokok di rumah. Di rumah juga tinggal bersama nenek,
paman dan juga bibi, paman pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok
di rumah.

Riwayat Kehamilan dan persalinan :

Pasien lahir di Rumah sakit dibantu oleh dokter, pasien lahir


normal, kehamilan cukup bulan dan langsung menangis. Berat badan lahir
2300 dan panjang lahir tidak diketahui. Tidak ada masalah selama
kehamilan dan ibu pasien melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 4
kali

Kemampuan dan kepandaian bayi:

Pasien sudah mampu untuk menopang dan mengangkat kepalanya


Anamnesis makanan:

ASI 0-1 minggu


Susu Formula1 minggu – sekarang
Riwayat Imunisasi: Imunisasi awal sesuei dengan usianya lengkap

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Derajat sakit : Sakit Berat

13
Berat badan : 2800 gr
Tinggi badan : 52 cm
Status Gizi : Gizi Kurang ( Z score (-2) - (-3) SD )
Tanda vital
Denyut nadi : 140x/menit
Respirasi : 62 x/menit
Suhu badan : 38,6 0C
Kesadaran : Compos Mentis
Kulit
Warna : Sawo matang
Efloresensi : Tidak ada kelainan
Sianosis : (+), pada ujung jari dan bibir
Turgor : Lambat kembali (>2 detik)
Kepala:

Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal,
alopesia (-)
Mata : Konjungtiva : anemis (+),

sklera : tidak ada ikterik,

refleks cahaya: (+/+),

refleks kornea: (+/+),

Pupil: Bulat, isokor.

Telinga : Sekret: tidak ada


Hidung :Pernafasan cuping hidung(+), epistaksis: (-)<
Rhinorea (+)
Mulut : Bibir: Sianosis (+), Tonsil :T1-T1 tidak
hiperemis, Kering (+)

14
Leher :

Pembesaran kelenjar getah bening : - /-


Pembesaran kelenjar thiroid : -/-
Toraks :
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Simetris bilateral, Retraksi dinding dada,
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan, kesan
meningkat
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Bronchovesikular +/+, Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas Jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni regular. Murmur (-),
Gallop (-)

Abdomen :

Inspeksi : Terlihat cembung,


Auskultasi : Bising usus (+) : Kesan normal
Perkusi : Bunyi : Timpani (+), asites : (-)
Palpasi : Nyeri tekan : (-),hepatosplenomegaly (-), Distensi
Abdomen (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis Ujung jari(+)
Genitalia : Tidak ada kelainan kongenital
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab :
HEMATOLOGI
HGB 8,2 11,5-16,5 g/dl

15
WBC 19,1 3,5-10 103/mm
RBC 2,41 3,8-8,5 109/mm
HCT 24,2 35-52 %
PLT 304 150-450 Ribu/ul
MCV, MCH, MCHC
MCV 100 80-100 um3
MCH 34,0 27,8-33,8 Pg
MCHC 33,9 32-36 g/dL
HITUNG JENIS
- Gran% 36,0 40-70 %
- Limfosit% 48,0 20-30 %

V. RESUME
Pasien anak laki laki masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas.
Sesak nafas dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Saat sesak
Tampak retraksi dinding dada serta pernapasan cuping hidung, terlihat juga
pada bibir dan ujung jari mengalami kebiruan. Sebelum masuk rumah sakit
pasien juga mengalami susah tidur. Pasien mengalami batuk, yang semakin
memberat dengan sesak nafas. Batuk disertai lendir berwarna putih, tidak ada
darah, dan pasien juga terlihat beringus, pasien juga mengalami demam sehari
sebelum masuk rumah sakit, tampak rewel, tidak ada kejang. Pasien juga
mengalami muntah berwarna putih, malas untuk minum, dan perut pasien
terlihat kembung. BAB dan BAK lancar

Dari pemeriksaan fisik didapatkan Mata tampak anemis, Bibir


(sianosis), pernapasan cepat >60x, pemeriksaan thorax ; vocal fremitus
meningkat, suara napas Bronchovesicular (+), Rh (+/+), Distensi Andomen
(+), Extremitas ujung ujung jari sianosis (+), CRT >2 detik,
VI. DIAGNOSIS
BRONCHOPNEUMONIA BERAT

16
VII. TERAPI
Medikamentosa :
- O2 0,5L/m
- Ivfd Dextrosa 5% 6 tpm
- Cefotaxime 2 x 100 mg
- Inj, Dexametasone 3x0.5 mg
- Sanmol drops 3 x0.8 ml
- GG 1/3 tab
Pulv
- Salbutamol 0,28
Non Medikamentosa
Edukasi:
 Penyakit yang diderita adalah penyakit Bronchopneumonia yang
menular dan bisa menyerang siapa saja.
 Menjelaskan kepada os tentang gejala-gejala pada penyakit TB dan
cara penularannya.
 Membuang dahak pada wadah tertutup yang berisi pasir dan air
sabun, diganti minimal 1x sehari, kemudian menguburnya di tempat
yang jarang dilewati orang serta menggunakan masker.
 Menjelaskan kepada anggota keluarga os yang tinggal serumah
dengan os untuk memeriksakan dahaknya di laboratorium, untuk
memastikan adanya anggota keluarga yang lain yang mengidap
penyakit TB seperti os atau tidak.
 Menjelaskan kepada os agar tekun meminum obat dan suntik serta
rutin memeriksakan dirinya sampai dinyatakan sembuh untuk
evaluasi perkembangan penyakit TB di Puskemas, meskipun os
sudah merasa sehat sebelum dinyatakan sembuh.
 Jagalah kebersihan rumah dan pencahayaan di dalamnya, buka
jendela setiap hari pagi dan siang hari.
 Menganjurkan pasien mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-
buahan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
 Istirahat yang cukup

17
 Hindari mengkonsumsi minuman yang dingin
 Banyak minum air putih terutama yang hangat dan mengkonsumsi
makanan yang sehat dan bergizi seperti buah-buahan segar terutama yang
banyak mengandung vitamin C.
 Memberi makanan bergizi pada anak secara teratur untuk membantu
meningkatkan daya tahan tubuh
VIII. KONSELING
Konseling yang diberikan pada ibu pasien:
1. Memberitahukan ibu bahaya polusi udara seperti yang berasal dari asap
seperti asap roko dan asap dari dapur sehingga ibu dapat menjauhkan
pasien dari polusi udara di lingkungan rumah
2. Memberi informasi mengenai pentingnya ventilasi di dalam rumah dan
menyarankan agar jendela yang ada dibuka setiap pagi.
3. Menjauhkan pasien atau menjaga jarak dari anggota keluarga atau
tetangga yang memiliki penyakit infeksi saluran pernafasan.
4. Memberikan informasi mengenai pentingnya akan kebersihan minuman
atau makanan yang diberikan kepada pasien dan keluarga yang lain.
5. Menyarankan untuk rutin mengikuti kegiatan posyandu untuk memantau
perkembagan anak.
6. Segera ke Pusat pelayanan kesehatan jika keluhan sesak napas yang
timbul dirasakan semakin berat.


IX. ANJURAN
- Foto Thorax AP/Lateral
- Skrining terhadap anggota keluarga yang tinggal serumah dengan
pasien.
-

18
BAB IV

PEMBAHASAN

Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan


bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (Patchy
Distribution). Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah
yang mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:

19
4) Pneumonia lobaris
5) Pneumonia interstisial
6) Bronkopneumonia.
Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang terbatas
pada alveoli kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis.
Pada pemeriksaan histologis terdapat reaksi inflamasi dan pengumpulan eksudat
yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka
waktu yang bervariasi. Berbagai spesies bakteri, klamidia, riketsia, virus, fungi
dan parasit dapat menjadi penyebab.

Ada beberapa faktor resiko yang dapat mempermudah seorang anak terserang
ISPA antara lain :
1. Faktor Host
a. Usia, infeksi saluran pernapasan lebih banyak menyerang usia balita.
Oleh karena saluran pernapasan bagian atas pada balita masih relatif
kecil, pendek dan sempit begitu juga pada saluran pernapasan bagian
bawah, trakea dan bronkus mempunyai lumen yang sempit dan
pertumbuhan paru belum sempurna. Tidak hanya itu, sistem pergerakan
mukosiliar juga masih belum sempurna dan jumlah serum Ig A masih
sangat sedikit, yang menandakan bahwa sistem imun pada balita masih
belum sempurna.
b. Gizi, mallnutrisi dapat lebih memudahkan seseorang terkena infeksi, dan
infeksi juga berperan untuk terjadinya mallnutrisi. Kurangnya asupan
nutrisi menyebabkan berat badan menurun, menurunkan sistem imun,
terjadinya kerusakan pada mukosa, memudahkan invasi mikroorganisme
patogen dan menyebabkan pertumbuhan yang terhambat pada anak.
c. Status imunisasi, anak dengan status imunisasi yang lengkap dapat
terlindungi dari berbagai infeksi saluran pernapasan seperti difteri,
pertusis dan komplikasi dari morbili (pneumonia). Sedangkan pada anak
yang tidak lengkap status imunisasinya merupakan faktor resiko untuk

20
terserang infeksi saluran pernapasan seperti difteri, pertusis dan
pneumonia.

2. Faktor environment:
a. Rumah: Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Pertama, menjaga
agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap
terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam
rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya
menjadi meningkat. Ventilasi yang tidak baik dapat menyebabkan
kelembaban yang tinggi dan membahayakan kesehatan sehingga kejadian
ISPA akan semakin bertambah.
b. Asap rokok, asap rokok yang di inhalasi mengandung banyak zat – zat
kimia termasuk formaldehida, sianida, karbon monoksida, amonia dan
nikotin serta zat – zat karsinogenik lainnya. Zat – zat asap rokok yang
dihirup terlalu sering menyebabkan kerusakan pada mukosiliar traktus
respiratorius dan menyebabkan sekresi mukus yang berlebihan sehingga
mengakibatkan kolonisasi pada membran mukosa oleh berbagai bakteri
patogen yang berpotensi untuk menginfeksi saluran pernapasan.
c. Status Sosioekonomi, orang dengan sosial ekonomi yang rendah
mempunyai insiden lebih besar untuk terjadinya peningkatan pajanan
agent infeksius. Pada keluarga dengan sosioekonomi yang rendah
umumnya mempunyai banyak anak dan menghuni tempat tinggal yang
padat, kedua kondisi lingkungan seperti itu mengakibatkan penularan
agent infeksius. Rendahnya sanitasi dan perilaku hidup bersih juga dapat
meningkatkan pajanan agent infeksius. Status sosioekonomi dapat
meningkatkan resiko infeksi dan penyakit menular karena menurunnya
kemampuan tubuh untuk melawan infeksi.

Klasifikasi gejala ISPA untuk golongan umur dibawah 2 bulan :


a) Pneumonia :

21
- Bila ada napas cepat (> 60 x permenit) atau sesak napas
b) Bukan pneumonia :
- Tidak ada napas cepat atau sesak napas
Klasifikasi gejala ISPA untuk golongan umur 2 bulan - <5 tahun :
a) Bronkopneumonia sangat berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas
disertai nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
(chest indrawing), adanya sianosis sentral, dan anak tidak sanggup minum.
b) Bronkopneumonia berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai
adanya nafas cepat sesuai umur. Batas nafas cepat (fast breathing) pada
anak umur 2 bulan - <1 tahun adalah 50 kali atau lebih per menit dan
untuk anak umur 1 - <5 tahun adalah 40 kali per menit, adanya retraksi,
tanpa sianosis dan masih sanggup minum.
c) Bukan pneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding
dada6.

Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat


Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-
faktor utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma
hidup sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu
1. Faktor genetik (keturunan),
2. Perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat,
3. Faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan
4. Faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya)
Berdasarkan hasil penelusuran kasus di atas, jika dilihat dari segi konsep
kesehatan masyarakat, maka ada beberapa faktor yang menjadi faktor risiko
terjadinya penyakit pnemonia, yaitu:
1. Faktor Genetik
Berdasarkan teori ISPA atau Pneumonia bukanlah penyakit keturunan.
2. Faktor Lingkungan
 Lingkungan fisik

22
Dalam kasus ini, lingkungan tempat tinggal pasien yang mendukung
terjadinya penyakit pnemonia yang dialaminya adalah:
 Pasien terpapar penyakit dari orang disekitarnya, yaitu ibu dan kakak
pasien yang mengalami keluhan yang serupa dengan pasien.
 Kebiasaan keluarga merokok
Ayah pasien memiliki kebiasaan merokok dalam rumah, asap dari
rokok tersebut dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan
bertambah berat, apalagi bila sirkulasi udara di dalam rumah kurang
memadai.
 Polusi udara dalam rumah
Kebiasaan ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar dapat
merupakan faktor risiko terjadinya pnemonia pada pasien. Walaupun
rumah pasien memiliki jendela dan sering dibuka, namun asap dapur
dapat memenuhi ruangan keluarga dan ruang tidur pasien sehingga
asap yang berasal dari dapur dapat bertahan didalam rumah
 Lingkungan sosial-ekonomi
Pasien merupakan anak ke empat dari empat bersaudara. Keluarga
pasien berada pada status ekonomi menengah kebawah dengan
penghasilan yang kurang. Rendahnya status ekonomi akan menyulitkan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan mendapatkan
pengobatan.
3. Faktor prilaku
 Pengetahuan
Pendidikan yang rendah : Ayah dan ibu pasien berpendidikan rendah
sehingga memiliki pengetahuan yang rendah terutama mengenai perilaku
hidup yang bersih dan sehat. Akibatnya, keluarga pasien kurang memiliki
kesadaran untuk berperilaku yang bersih dan sehat dirumah sehingga
memudahkan untuk terjadinya penyakit infeksi. Dalam kasus ini, jika
pengetahuan orang tua untuk mengatasi pnemonia tidak tepat ketika bayi
atau balita menderita pnemonia, akan mempunyai risiko meninggal karena
pneumonia, dimana 4,9 kali jika dibandingkan dengan ibu yang

23
mempunyai pengetahuan yang tepat. Tingkat pendidikan orang tua juga
akan berpengaruh terhadap tindakan perawatan kepada anak yang
menderita pnemonia sehingga berpengaruh juga terhadap prognosis
pasien.
 Sikap
Dari hasil anamnesis faktor perilaku yang mempengaruhi pada kasus ini
yaitu kebiasaan main di luar rumah, kebiasaan ayah pasien merokok, dan
ibu memasak menggunakan kayu bakar.
4. Faktor Pelayanan Kesehatan
 Kurangnya informasi mengenai penyakit infeksi saluran pernapasan.
Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua yang rendah akan
berpengaruh terhadap tindakan yang diambil terhadap pasien yang
mengalami infeksi. Hal ini menyebabkan keluarga pasien memerlukan
informasi mengenai infeksi pada saluran pernapasan terutama pnemonia
sehingga keluarga dapat segera membawa pasien ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang terdekat untuk dapat mencegah terjadinya penyakit yang
semakin memberat bahkan kematian.
 Pelayanan UKP
Pelayanan kesehatan masyarakat terkait kinerja puskesmas untuk
menanggulangi ISPA mulai dari pelayanan UKP berbasis pelayanan di
polik MTBS dengan melakukan pengukuran TB, BB, menilai status gizi
serta penyuluhan terkait diagnosa penyakit pasien. Kemudian di polik
umum dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan diagnosa,
penatalaksanaan hingga melakukan edukasi pengenai penyakit yang
dialami kepada pasien. Setelah itu pasien menggambil obat di apotik
sebagai penyedia obat yang sesuai dengan resep dari dokter. Pelayanan
UGD juga dilakukan apabila ditemukan kondisi buruk terkait komplikasi
ISPA atau penemuan Pneumonia derajat berat, seperti sesak napas berat
dan lain sebagainya.
 Pelayanan UKM

24
Dari pelayanan UKM, berbasis pelayanan Kesling yang berhubungan
dengan ISPA melakukan kegiatan pokok pengawasan rumah yang
berfungsi meningkatan pengetahuan, keterampilan, kesadaran, kemampuan
masyarakat dalam mewujudkan perumahan dan lingkungan sehat. Menurut
penangungjawab program kesehatan lingkungan program pengawasan
rumah turun lapangan diadakan satu kali dalam setiap bulan dengan
mengunjungi kelurahan yang berbeda tiap bulan, untuk kunjungan ke
rumah pasien jarang dilakukan oleh petugas, hal ini dikarenakan
kurangnya SDM untuk dapat menjangkau pemukiman penduduk di
wilayah kerja Puskesmas Tipo, dimana satu orang dapat memegang lebih
dari satu program, sehingga dalam pelaksanaannya kunjungan masih
kurang maksimal.

Dari beberapa faktor tersebut diatas, dapat diketahui bahwa banyak hal
yang dapat menyebabkan pasien dalam kasus ini menderita pnemonia.
Ketidakseimbangan antara faktor pejamu, agen dan lingkungan dapat
menyebabkan timbulnya suatu penyakit. Selain itu adanya faktor-faktor dalam
empat determinan kesehatan, seperti faktor lingkungan, perilaku dan faktor
pelayanan kesehatan masyarakat dapat menjadi penyebab timbulnya suatu
penyakit dalam masyarakat.

Alur Pelayanan ISPA di Puskesmas Tipo

25
Poli MTBS/Anak
Pendaftaran di
Pasien datang (ukur TB,
loket
BB,Tanda Vital,

Apotik Poli umum


Memberikan obat (anamnesis -
sesuai resep dokter penatalaksanaan)

BAB IV

26
LAMPIRAN

27
28
29
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. ISPA masih termasuk dalam 10 penyakit terbanyak dan menduduki
peringkat pertama di Puskesmas Tipo tahun 2016 dan pada tahun 2017
terdapat 47 kasus pneumonia hingga bulan agustus.
2. Penyakit pneumonia pada kasus ini berkaitan dengan empat determinan
kesehatan, yaitu faktor faktor biologis/genetik, lingkungan, perilaku,
dan faktor pelayanan kesehatan masyarakat. Namun faktor yang paling
berperan dalam kasus ini adalah faktor lingkungan, yaitu pasien
terpapar dari orang disekitarnya yang menderita batuk lama, polusi
udara dalam rumah, jarak rumah yang berdekatan, dan kebiasaan ayah
dan ibu merokok tanpa mengesampingkan pengaruh dari faktor lainnya.
3. Untuk faktor pelayan kesehatan juga berperan dalam terjadinya
kekambuhan penyakit yang dialami oleh pasien tersebut, dikarenakan
masih kurangnya penyuluhan yang dilakukan oleh pelayana kesehatan
di puskesmas Tipo.

B. Saran
Five Level Prevention:
1. Promosi kesehatan (health promotion)

Peningkatan promosi kesehatan mengenai penyakit ISPA

khususnya Pneumonia harus lebih di tingkatkan dengan cara

melakukan penyuluhan mengenai penyakit tersebut. Karena pada

kasus ini menjadi bukti kurangnya pengetahuan tentang penyakit

Pneumonia di lingkungan masyarakat, seperti pada kasus ini pasien

sering datang ke Puskesmas dengan keluhan yang sama.

2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit

tertentu (general and specific protection)

30
Memberikan edukasi terkait pencegahan seperti pada kasus ini

di sarankan untuk menghindari kontak dengan orang di lingkungan

yang memiliki keluhan yang sama dan menghindari polusi udara yang

berasal dari asap rokok.

3. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan

tepat(early diagnosis and prompt treatment)

Petugas pelayanan kesehatan diharapkan dapat mendiagnosis

secara dini dan tepat sehingga dapat diberikan pengobatan yang cepat

dan tepat mengenai penyakit pneumonia sehingga di harapkan

masyarakat dapat mengenali penyakit yang dideritanya.

4. Pembatasan kecacatan (dissability limitation)

Pada kasus ini pasien diharapkan dapat mencegah terjadinya

komplikasi seperti infeksi sekunder meliputi empiema torasis,

perikarditis purulenta, pneumotoraks atau infeksi ekstrapulmoner

seperti meningitis purulenta. Sehingga penegakan diagnosis secara

cepat dan tepat perlu dilakukan.

5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)

Melakukan konseling kepada pasien pada kasus ini mengenai

langkah-langkah khusus dalam hal pencegahan penyakit Pneumonia

seperti menghindari dari polusi asap rokok/polusi udara dan

memberikan makanan yang bergizi seimbang.

DAFTAR PUSTAKA

31
1. Meadow R & Newell S, 2005, Lecture Notes Pediatrika, EMS, Jakarta.
2. Rahajoe N., Supriyatno B., Setyanto D. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak,
Edisi Pertama. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Sumarmo, S., Soedarmo, P., Hadinegoro, S. R. 2010. Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
4. Sectish, Theodore C, and Charles G, Prober. Pneumonia. Dalam: Behrman
R.E., et.al (editor). 2000.Ilmu Kesehatan Anak Nelson’s vol. 2 edisi. 15.
Jakarta: EGC.
5. FKUI. 1995. Ilmu Kesehatan Anak Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
6. IDAI, 2009. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I.Jakarta :Badan
Penerbit IDAI.
7. Permana, Adhy, dkk.2010.The Disease: Diagnosis & Terapi. Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
8. Alsagaff, Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Penyakit
Paru dan Saluran Nafas FK UNAIR. Surabaya.
9. FK UNHAS.2009. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UNHAS. Makassar.
10. Depkes RI. 2008. Manejemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta.

32

Anda mungkin juga menyukai