Anda di halaman 1dari 53

REFERAT Agustus 2017

KELAINAN KONGENITAL PADA TRAKTUS


DIGESTIVUS DAN PENATALAKSANAANYA DALAM
PEMBEDAHAN

Disusun Oleh:
ADITYA FEBRIANSYAH PUTRA S.Ked
N 111 15 014

Pembimbing Klinik:
dr. Alfreth Langitan Sp.B, FINACS, FICS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA MENYELESAIKAN TUGAS


KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju


maupun negara berkembang.1 Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat
berupa satu jenis kelainan saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan
kongenital secara bersamaan sebagai kelainan kongenital multipel. Kadang-
kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada
waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran bayi.
Sebaliknya dengan kemajuan teknologi kedokteran, kadang-kadang suatu kelainan
kongenital telah diketahui selama kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan
kongenital besar pada bayi baru lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya
kelainan kongenital ditempat lain. Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih
kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukannya kelainan kongenital besar
di tempat lain sebesar 15% sedangkan bila ditemukan tiga atau lebih kelainan
kongenital kecil, kemungkinan ditemukan kelainan kongenital besar sebesar 90%.
2

Perkembangan embriologi sistem pencernaan dan turunannya terbagi


menjadi 3 bagian, yaitu (a) usus depan (foregut), yang terletak di sebelah kaudal
tabung faring dan membentang hingga ke tunas hati; (b) usus tengah (midgut),
mulai dari sebelah kaudal tunas hati dan berjalan ke suatu tempat kedudukan,
yang pada orang dewasa membentuk pertemuan dua pertiga kanan dan sepertiga
kiri kolon tranversum, dan (c) usus belakang (hindgut), yang membentang dari
sepertiga kiri kolon tranversum hingga ke membrana kloakalis.3,4
Kelainan kongenital traktus gastrointestinal banyak menyebabkan
morbiditas dan mortalitas. Angka kejadian cacat bawaan di negara barat
dilaporkan sebesar 0,3-3,3%, sedangkan di Indonesia ditemukan prevalensi relatif
sebesar 1,7%. Kelainan kongenital gastrointestinal yang sering dijumpai di
bangsal perawatan neonatus, yaitu atresia esofagus, omfalokel, gastroskisis,
penyakit Hirschsprung, atresia duodenum, atresia yeyunum, dan malformasi
anorektal.2,4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Kelainan Bawaan
a) Definisi
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada
sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik.
Ilmu yang mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi. 3,5
Setiap proses yang mengganggu embrio dapat menyebabkan
gangguan bentuk atau kematian. Setiap proses yang menggangu janin dapat
berakibat pertumbuhan organ yang salah misalnya otak, jantung atau
seluruh janin. Kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam proses
embriogenesis dapat menyebabkan terjadinya malformasi pada jaringan
atau organ.5,6

b) Patofisiologi
Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan
sebagai berikut 6:
Malformasi
Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan
atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis.
Perkembangan awal dari suatu jaringan atau organ tersebut
berhenti, melambat atau menyimpang sehingga menyebabkan
terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Beberapa contoh
malformasi misalnya bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-
langit, defek penutupan tuba neural, stenosis pylorus, spina bifida,
dan defek sekat jantung.
Malformasi dapat digolongkan menjadi malformasi mayor dan
minor. Malformasi mayor adalah suatu kelainan yang apabila tidak
dikoreksi akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh serta
mengurangi angka harapan hidup. Sedangkan malformasi minor
tidak akan menyebabkan problem kesehatan yang serius dan
mungkin hanya berpengaruh pada segi kosmetik. Malformasi pada
otak, jantung, ginjal, ekstremitas, saluran cerna termasuk
malformasi mayor, sedangkan kelainan daun telinga, lipatan pada
kelopak mata, kelainan pada jari, lekukan pada kulit (dimple),
ekstra putting susu adalah contoh dari malformasi minor.
Deformasi
Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi
abnormal bagian tubuh yang disebabkan oleh gaya mekanik
sesudah pembentukan normal terjadi, misalnya kaki bengkok atau
mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan
oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain
seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti
uterus bikornus, kehamilan kembar.
Disrupsi
Disrupsi adalah defek morfologik satu bagian tubuh atau lebih
yang disebabkan oleh gangguan pada proses perkembangan yang
mulanya normal. Ini biasanya terjadi sesudah embriogenesis.
Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan
mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau
perlekatan. Misalnya helaian-helaian membran amnion, yang
disebut pita amnion, dapat terlepas dan melekat ke berbagai bagian
tubuh, termasuk ekstrimitas, jari-jari, tengkorak, serta muka.
Displasia
Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital
adalah displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan
(kelainan struktur) akibat fungsi atau organisasi sel abnormal,
mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh. Sebagian kecil
dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel,
biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein.
Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu
sendiri abnormal secara intrinsik, efek klinisnya menetap atau
semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga patogenesis terdahulu.
Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek dalam
kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya
mungkin berlangsung lama, tetapi penyebabnya relatif berlangsung
singkat. Displasia dapat terus-menerus menimbulkan perubahan
kelainan seumur hidup.

c) Embriologi Traktus Digestivus


Sistem pencernaan manusia mulai terbentuk pada kehidupan
mudigah hari ke-22 sebagai akibat dari pelipatan mudigah kearah
sefalokaudal dan lateral. Sebagian dari rongga kuning telur yang dilapisi
endoderm bergabung ke dalam mudigah dan membentuk usus primitif.3,4
Perkembangan embriologi sistem pencernaan dan turunannya
biasanya dibahas dalam 3 bagian, yaitu (a) Usus depan, yang terletak di
sebelah kaudal tabung faring dan membentang hingga ke tunas hati; (b)
Usus tengah, mulai dari sebelah kaudal tunas hati dan berjalan ke suatu
tempat kedudukan, yang pada orang dewasa membentuk pertemuan dua
pertiga kanan dan sepertiga kiri kolon tranversum; dan (c) Usus belakang,
yang membentang dari sepertiga kiri kolon tranversum hingga ke memrana
kloakalis. Sedangkan mesoderm akan membentuk jaringan ikat, komponen
otot, dan komponen peritoneum pada sistem pencernaan.3,4
Usus depan akan membentuk esophagus, lambung, duodenum,
hati, limpe, dan pancreas. Usus tengah akan membentuk jejunum, ileum,
sekum, apendiks, dan kolon asendens, dan dua per tiga proksimal kolon
tranversum. Sedangkan Usus belakang akan membentuk sepertiga distal
kolon tranversum, kolon desendens, kolon sigmoid, rectum, dan anus.3,4
Gambar 1. Perkembangan Primitive Gut

Tabung usus disanggah pada bagian dorsal oleh mesenterium


(mesenterium dorsal yang menggantung dari bagian bawah esofagus ke
daerah kloaka usus belakang, mesogastrium dorsal/omentum mayus yang
menggantung lambung, mesoduodenum dorsalis menggantung bagian
duodenum, dan mesenterium proprius yang menggantung illeum dan
jejunum) yang akan menjadi jalur pembuluh darah, saraf, dan getah bening
ke bagian abdomen viseral.3,4
Sedangkan mesenterium ventral yang terdapat pada bagian
esofagus terminal, lambung, bagian atas duodenum dari septum
trensversum (mesenterium ventral: omentum minus, dari bawah esofagus ,
lambung, bagian atas duodenum hati, ligamentum falsiformis, dari hati ke
dinding ventral tubuh.3,4
Gambar 2. Pembentukan traktus digestivus

II. Embriologi dan Kelainan kongenital usus depan (Foregut)


1. Esofagus
a. Embriogenesis
Esofagus dan trakea terkait selama perkembangan normal, keduanya
memiliki asal organ yang sama yaitu foregut. Selama organogenesis organ ini
melalui tahapan pemisahan dan elongasi. Malformasi trakeoesofageal dapat
terjadi jika terjadi abnormalitas selama tahapan ini.3,4
Esofagus mulai berkembang pada usia mudigah kurang lebih 4 minggu,
dimana pada masa ini akan terbentuk divertikulum respiratorius pada ventral
usus depan, pada perbatasan dengan faring. Divertikulum ini akan berangsur-
angsur memisahkan diri melalui sebuah pembatas yaitu septum
esofagotrakealis. Dengan adanya sekat ini usus depan terbagi menjadi bagian
ventral, yaitu primordium pernafasan dan bagian dorsal yaitu esofagus.3,4,8
Pada mulanya esofagus sangat pendek, akan tetapi dengan gerak turun
jantung dan paru-paru esafagus kemudian memanjang dengan cepat. Lapisan
otot yang terbentuk oleh mesenterium sekitarnya. Dua pertiga bagian kranial
berupa otot lurik yang dipersarafi oleh nervus vagus, sedangkan sepertiga
bagian kaudal sisanya berupa otot polos yang dipersarafi pleksus
splanchnikus. 3,4
Gambar 3. Perkembangan divertikulum respiratorium dan esofagus.

b. Kelainan Kongenital
- Atresia Esofagus dan fistel trakeoesogus
Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan perkembangan jaringan
pemisah antara trakea dan esofagus yang dibentuk selama minggu keempat
sampai keenam kehidupan janin. Kelainan ini relatif sering ditemukan,
sekitar satu dari 3000 kelahiran. Septum trakeoesofageal tumbuh pada
tempat lipatan longitudinal tabung laringotrakea dan bagian dorsal
(esofagus), penghentian dari proses ini akan menyebabkan terjadinya
trakeoesofageal fistula. Karena cairan yang ditelan oleh janin tidak dapat
masuk ke saluran cerna, tidak terjadi absorpsi cairan amnion di dalam
uterus sehingga ibu biasanya menderita hidramnion. Atresia esofagus
mungkin disertai kelainan jantung (20%), atresia rektum/anus (12%),
kelainan tulang belakang dan kelahiran prematur.1,7,8
Klasifikasi atresia esofagus yang paling sering digunakan ialah
klasifikasi Gross of Boston. 1,3,8
Gambar 4. Klasifikasi Gross of Boston. A. atresia tanpa fistel, B. Fistel
proksimal, C. Fistel distal, D. Fistel proksimal dan distal, E. Fistel tanpa atresia.

Pada tipe A dan C, terjadi refluks ludah dan minuman dari esofagus
yang buntu sehingga cairan masuk ke jalan napas. Pada tipe B dan D ludah
dan minuman langsung masuk ke jalan napas melalui fistel proksimal. Pada
tipe C dan D, terjadi refluks cairan lambung ke jalan napas. Tipe E
mungkin mirip tipe D, pada tipe E, ludah, minuman dan cairan lambung
masuk ke jalan napas melalui satu fistel yang sama. 1,3,8
Gambaran klinis pada atresia esofagus antara lain: bila pada bayi baru
lahir yang mulut dan tenggorokannya telah dibersihkan dengan baik, timbul
napas mengorok atau terlihat gelembung udara bercampur lendir putih pada
lubang hidung dan mulut beberapa jam kemudian. Hal ini terjadi karena
regurgitasi air ludah atau minuman pertama. Perlu dilakukan pemeriksaan
keutuhan lumen esofagus dengan memasukkan kateter kecil melalui hidung
ke dalam esofagus. Jika kateter tertahan setelah masuk 10-12 cm dari
lubang hidung, diagnosis atresia esofagus dapat ditegakkan. Diagnosis
harus ditegakkan sebelum bayi diberi minum karena bila telah diberi
minum, apalagi minum susu, maka akan timbul kegawatan akibat aspirasi
susu ke dalam paru. Bayi akan batuk-batuk dan timbul sianosis. Gejala
pneumonia karena regurgitasi air ludah dan minuman dari esofagus yang
buntu dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas, Perut
kembung karena udara melalui fistel masuk ke lambung dan usus, oliguri
karena tidak ada cairan yang masuk. Jarang sebagai kelainan kongenital
tunggal biasanya disertai juga dengan kelainan bawaan yang lain yaitu:
vertebra defect, anorectal malformation, cardiac defect, trakeoesofageal
fistula, renal anomali, radial displasia, dan limb defect yang disebut
1,7,8
sindrom VACTER atau VACTERL.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan
radiologi dada dan perut untuk menentukan adanya fistel distal (tipe C, D
dan E). dilakukan dengan memasukkan kateter melalui hidung dan
esofagus. Pada foto akan terlihat selang kateter yang mungkin melengkung
keatas dan lambung berisi udara. ,7,8
Penatalaksanaan
Perawatan pada bayi atresia esophagus antara lain 1,7,8:
- Pada bayi BBLR (berat badan lahir rendah), dimasukkan ke dalam
inkubator. Penderita dengan fistula: ditidurkan dengan kepala lebih
tinggi, sedang bayi tanpa fistula: letak kepala lebih rendah terhadap
perutnya.
- Pada bayi dengan atresia esophagus, ditanggulangi dengan cara bayi
diletakkan setengah duduk dan dimasukkan kateter melalui hidung ke
esophagus yang buntu. Setiap 10 menit, lendir dan ludah diisap melalui
kateter untuk mencegah refluks dan aspirasi.
- Atresia esophagus dengan fistula merupakan emergency gastrotomy
untuk mencegah perforasi lambung, untuk mengeluarkan udara dan
untuk memberikan susu.
- Infus intravena untuk memberi cairan dan elektrolit selama pemberian
minum melalui gastrotomi tidak mencukupi. Kesempatan untuk
memberikan cairan susu ke dalam lambung jika keadaan umum stabil
dan fistel telah ditiadakan dengan pembedahan.
Pembedahan dapat dilakukan satu tahap atau dua tahap, bergantung
pada tipe atresia dan penyulitnya. Pembedahan biasanya dilakukan dengan
membuat stoma pada esophagus sebelah proksimal gastrostomi. Penutupan
fistel, anastomosis esophagus, atau interposisi kolon dilakukan kemudian
hari pada saat bayi berumur satu tahun. 7,8
Prognosis Atresia esofagus dibedakan menurut klasifikasi.
Klasifikasi menurut Waterston, ditentukan oleh berat badan lahir, beratnya
pneumonia aspirasi dan kelainan bawaan yang lain. Keberhasilan
pembedahan tergantung dari beberapa faktor risiko, antara lain berat badan
lahir bayi, ada tidaknya komplikasi pneumonia dan kelainan kongenital
lain yang menyertai. Janin yang didiagnosis menderita atresia esofagus
sejak masa pranatal memiliki prognosis yang lebih buruk, dengan angka
mortalitas sebesar 75% dibanding dengan yang tidak yaitu 21%.1,7,8

Gambar 5. Prognosis Atresia Esofagus Menurut Waterstone

2. Lambung
a. Embriogenesis
Pertumbuhan lambung mulai pada minggu ke-4 sebagai suatu pelebaran
usus depan yang berbentuk kumparan. Minggu-minggu berikutnya
kedudukannya sangat berubah akibat perbedaan kecepatan pertumbuhan pada
berbagai dindingnya dan perubahan kedudukan disekitarnya. Perubahan
kedudukan lambung karena ia berputar sekitar sumbu memanjang dan sumbu
antero posterior. Disekitar sumbu memanjang lambung melakukan putaran
90 searah jarum jam. Selama perputaran ini bagian dinding belakang
lambung tumbuh lebih cepat dari bagian depannya. Hal ini mengakibatkan
pembentukan curvatura mayor dan curvatura minor.
Ujung cephalic dan kaudal lambung pada mulanya terletak digaris depan.
Selama pertumbuhan, bagian kaudal atau bagian pilorus bergerak kekanan
dan keatas, dan bagian cephalic atau bagian kardia kekiri dan
kebawah.Dengan ini sumbu panjang lambung berjalan dari kiri dan kanan
bawah. Pada tingkat perkembangan ini, lambung terikat pada dinding dorsal
dan ventral tubuh melalui mesogastrium dorsale dan ventrale.
Perputaran disekitar sumbu memanjang menarik mesogastrium dorsale
kekiri. Dengan demikian membantu pembentukan bursa omentalis, yaitu
kantong peritonium dibelakang lambung

Gambar 6 . Perputaran lambung 90 dan pembentukan kurvatura mayor dan


minor.
b.Kelainan Kongenital
- Stenosis Hipertrofi Pylorus Kongenital
Disebabkan oleh otot-otot yang melingkar pada daerah pylorus
menebal sehingga terjadi penyempitan kanal pylorus oleh kompresi
lipatan-lipatan longitudinal dari mukosa dan pemanjangan pylorus.
Akibatnya perjalanan makanan menjadi tersumbat sehingga anak muntah
hebat dan proyektil.5,6,7
Patologi pylorus hipertropik stenosis kongenital adalah adanya
gangguan koordinasi antara kontraksi antrum dan relaksasi pylorus,
duodenum sehingga terjadi degenerasi atau immaturitas sel-sel
gangglion sejak trimester 3 kehamilan sehingga terjadi kontraksi
berulang-ulang yang akhirnya terjadi hipertropik otot dan dilatasi
lambung.5,6,7
Gambaran klinik pylorus hipertrofi stenosis kongenital antara lain
muntah non bilious dan menyemprot (terkadang muntahan bilious dan
berdarah karena iritasi mukosa gaster), sebelum muntah kelihatan
gelombang peristaltik dibawah rusuk kiri menuju kanan perlahan-lahan
melalui pertengahan garis umbilikus dan epigastrium, dehidrasi berat
akibat gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa,
konstipasi dan anak rewel dan sering menangis, kadang disertai ikterus.
Pemeriksaan fisis bisa ditemukan Darm contour & Darm steifung di
abdomen atas, serta teraba tumor di epigastrium atau hipokondrium
dextra.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran gejala klinik,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yaitu X-ray dan USG.
Pemeriksaan penunjang seperti X-ray dapat ditemukan distensi
dan obstruksi dengan gelembung udara pada daerah fundus, tampak
gambaran one bubble appearance (satu gelembung udara akibat
pelebaran lambung). Foto barium enema (kontras barium dengan posisi
posterior dan lateral) tampak dilatasi lambung, adanya perlambatan aliran
barium sehingga terbentuk umbrella like appearance, bila lumen sudah
terisi penuh akan tampak bayangan string sign. Pada USG ditemukan:
tebal dinding pylorus 4,80,6 mm, panjang saluran 133 mm dan
panjang otot 213 mm.
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan stenosis hipertrofi
pilorus adalah mengatasi dehidrasi dan gangguan elektrolit karena
muntah, serta diberikan nutrisi parenteral. Tindakan pembedahan dengan
laparatomi yaitu piloromiotomi.
Teknik Ramstedt pyloromiotomi
Pasien diposisikan secara supine dan dilakukan intubasi
endotrakeal. Sebelumnya pasien telah dipasang NGT.
Secara hati-hati abdomen dipalpasi untuk menentukan letak
pyloric tumor.
Selanjutnya dinding perut bagian atas diinsisi sepanjang kira-kira
3 cm, mulai dari sudut lateral sarung rektus pada pinggir iga
hingga turun ke garis tengah.
Kulit dan lapisan anterior diinsisi dengan pisau bedah, sementara
lapisan otot dipisahkan menggunakan elektro-kauter.
Sarung otot rektus dibelah secara vertikal, sementara peritoneum
dan fasia diinsisi secara transversal.
Setelah insisi, pilorus dicari dan dibawa secara perlahan ke
permukaan perut. Pilorus dipegang dengan tangan kiri dan insisi
dilakukan pada daerah yang miskin pembuluh darah atau relatif
avaskular, mulai dari lapisan serosa hingga lebih dalam lagi
untuk memisahkan otot sirkular dan longitudinal pylorus.
Pemisahan ini menggunakan alat yang tumpul, biasanya dengan
menggunakan gagang pisau bedah, supaya tidak sampai merobek
lapisan mukosa. Sekarang ini sudah ada klem khusus untuk
memegang pilorus, yaitu klem Benzon. Selaput lendir (mukosa)
akan menonjol ke tempat insisi tumor. Insisi diteruskan ke arah
proksimal yaitu ke arah lambung sejauh 1 cm dan diteruskan ke
distal sampai daerah pertemuan pilorus dan duodenum (pyloro-
duodenal junction). Di bagian ini perlu perhatian khusus, karena
dinding duodenum sangat tipis, sehingga mudah robek secara
tidak sengaja Resiko perforasi tertinggi terdapat di tempat ini
Untuk mengidentifikasikan tempat pertemuan ini digunakan
forsep yang tumpul. Untuk menilai cidera dari mukosa pylorus,
gaster dikembangkan dengan memasukkan udara lewat NGT,
bila terjadi kebocoran ditandai dengan keluarnya cairan empedu.
Sebelum pylorus dikembalikan, diperiksa apakah masih ada
perdarahn yang selanjutnya ditangani dengan electrocauter.
Setelah piloromiotomi, tanpa melakukan penjahitan kembali,
lambung dimasukkan kembali ke rongga abdomen. Rongga
abdomen lalau ditutup dan kulit dijahit secara subcuticular
3. Duodenum
a. Embriogenesis
Duodenum dibentuk dari bagian akhir usus depan dan bagian sefalik
usus tengah. Ketika lambung berputar, duodenum mengambil bentuk
melengkung seperti huruf C dan memutar ke kanan. Perputaran ini
bersama dengan tumbuhnya kaput pankreas menyebabkan duodenum
membelok dari posisi tengahnya yang semula ke arah kiri rongga
abdomen.
Duodenum dan kaput pankreas ditekan ke dinding dorsal badan, dan
permukaan kanan mesoduodenum dorsal menyatu dengan peritoneum
yang ada di dekatnya. Kedua lapisan tersebut selanjutnya menghilang dan
duodenum serta kaput pnkreas menjadi terfiksasi di posisi retroperitoneal.
Mesoduodenum dorsal menghilang sama sekali kecuali di daerah
pilorus lambung, dengan sebagian kecil duodenum (tutup duodenum) yang
tetap intraperitonial. 2,3

Gambar 7. Embriogenesis duodenum

Selama bulan ke dua, lumen duodenum tersumbat oleh ploriferasi sel


dan dindingnya. Akan tetapi, lumen ini akan mengalami rekanalisasi
sesudah bulan kedua. Usus depan akan disuplai oleh pembuluh darah yang
berasal dari arteri sefalika dan usus tengah oleh arteri mesenterika
superior, sehingga duodenum akan disuplai oleh kedua pembuluh darah
tersebut.
b. Kelainan kongenital
- Atresia Duodenum
Duodenum yang tidak berkembang dengan baik dapat
menyebabkan atresia duodenum. Duodenum bisa mengalami
penyempitan secara komplit sehingga menghalangi jalannya makanan
dari lambung menuju usus untuk mengalami proses absorpsi. Apabila
penyempitan usus terjadi secara parsial, maka kondisi ini disebut
duodenal stenosis.
Gambar 8. Atresia duodenum

Atresia duodenum sering ditemukan bersamaan dengan


malformasi pada neonatus lainnya, yang menunjukkan kemungkinan
bahwa anomali ini disebabkan karena gangguan yang dialami pada awal
kehamilan. Pada atresia duodenum, juga diduga disebabkan karena
kegagalan proses rekanalisasi. Pada sepertiga pasien dengan atresia
duodenal menderita pula trisomi 21 (sindrom down). Setengah neonatus
yang menderita atresia atau stenosis duodenum lahir prematur.
Hidramnion terjadi pada sekitar 40% kasus obstruksi duodenum.
Penyebab atresia duodenum karena faktor intrinsik dan ekstinsik.
Faktor intrinsik yang diduga menyebabkan terjadinya anomali ini karena
kegagalan rekanalisasi lumen usus. Duodenum dibentuk dari bagian
akhir foregut dan bagian sefalik midgut. Selama minggu ke 5-6 lumen
tersumbat oleh proliferasi sel dindingnya dan segera mengalami
rekanalisasi pada minggu ke 8-10. Kegagalan rekanalisasi ini disebut
dengan atresia duodenum. 4,7,8
Perkembangan duodenum terjadi karena proses ploriferasi
endoderm yang tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi
ploriferasinya atau disebabkan kegagalan rekanalisasi epitelial
(kegagalan proses vakuolisasi). Banyak penelitian yang menunjukkan
bahwa epitel duodenum berploriferasi dalam usia kehamilan 30-60 hari
ataupada kehamilan minggu ke 5 atau minggu ke 6, kemudian akan
menyumbat lumen duodenum secara sempurna. Kemudian akan terjadi
proses vakuolisasi. Pada proses ini sel akan mengalami proses apoptosis
yang timbul pada lumen duodenum. Apoptosis akan menyebabkan
terjadinya degenerasi sel epitel, kejadian ini terjadi pada minggu ke 11
kehamilan. Proses ini mengakibatkan terjadinya rekanalisasi pada lumen
duodenum. Apabila proses ini mengalami kegagalan, maka lumen
duodenum akan mengalami penyempitan.
Kondisi gangguan perkembangan struktur pankreas berkaitan
sebagai faktor ekstrinsik penyebab atresia duodenum. Pankreas anular
merupakan jaringan pankreatik yang mengelilingi sekeliling duodenum,
terutama duodenum bagian desenden. Kondisi ini mengakibatkan
gangguan perkembangan duodenum.
Manifestasi klinik pasien dengan atresia duodenal yaitu memiliki
gejala obstruksi usus. Gejala akan Nampak dalam 24 jam setelah
kelahiran. Muntah yang terus menerus ditemukan pada 85% kasus,
muntah akan berwarna kehijauan karena muntah mengandung cairan
empedu (biliosa), pada 15% kasus, muntah yang timbul yaitu non biliosa
apabila atresia terjadi pada proksimal dari ampula vateri. Biasanya akan
memiliki mekonium yang jumlahnya lebih sedikit, konsistensi kering,
dan berwarna abu-abu dibandingkan mekonium normal. Anak juga akan
mengalami aspirasi gastrik dengan ukuran lebih dari 30 ml, anak normal
biasanya aspirasi gastrik berukuran 5 ml. akibat aspirasi gastric anak
akan mengalami gangguan jalan napas. Pada beberapa kasus anak akan
mengalami demam karena pasien mengalami dehidrasi.
Pada pemeriksaan fisis ditemukan distensi abdomen. Jika obstruksi
di duodenum, distensi hanya terbatas pada epigastrium. Distensi tidak
nampak sampai neonatus berusia 24-48 jam, tergantung pada jumlah
susu yang dikonsumsi neonatus dan muntah yang dapat menyebabkan
traktus alimentary menjadi kosong. Pada beberapa neonatus, distensi
bisa sangat besar setelah hari ke tiga sampai hari ke empat, kondisi ini
terjadi karena ruptur lambung atau usus sehingga cairan berpindah ke
kavum peritoneal. Neonatus bisanya memiliki gejala khas perut yang
berbentuk skafoid. Saat auskultasi, terdengar gelombang peristaltik yang
melewati epigastrium dari kiri ke kanan atau gelombang peristaltik
duodenum pada kuadran kanan atas.
Pemeriksaan penunjang dilakukan saat prenatal maupun saat
postnatal. Diagnosis saat prenatal yaitu dengan menggunakan
ultrasonografi. Dapat dievaluasi adanya polihidramnion dengan melihat
adanya struktur yang terisi dua cairan dengan gambaran double bubble
pada 44% kasus. Atresia duodenum dapat dideteksi antara bulan 7 dan 8
kehamilan. Pemeriksaan postnatal dilakukan dengan pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan laboratorium
dengan memeriksa serum, darah lengkap, dan fungsi ginjal pasien.
Adanya gangguan elektrolit berupa alkalosis metabolik dengan
hipokalemia dan hipokloremia akibat muntah yang lama. Gangguan
elektrolit ini harus dikoreksi terlebih dahulu sebelum operasi.
Pemeriksaan roentgen yaitu dengan plain abdominal X-ray. Akan
tampak gambaran double-bubble sign tanpa gas pada distal dari usus.
Pada sisi kiri proksimal dari usus Nampak gambaran lambung yang
berisi cairan dan udara dan terdapat dilatasi dari duodenum proksimal
pada garis tengah agak kekanan. 3,5,6,7

Gambar 9. Gambaran double bubble pada foto polos rontgen dan USG
Terapi pada pasien atresia duodenum meliputi preoperatif,
intaoperatif serta postoperatif.
1) Preoperatif: resusitasi cairan yaitu dengan melakukan koreksi
terhadap keseimbangan cairan dan gangguan elektrolit serta
melakukan kompresi pada gastrik. Pemasangan orogastrik tube dan
menjaga hidrasi IV. Sebaiknya neonatus dirawat didalam inkubator.
2) Intraoperatif: prosedur yang banyak dipakai adalah laparaskopi
maupun open duodenoduodenostomi. Dilakukan insisi secara
transversal pada kuadran kanan atas pada supraumbilikal, untuk
membuka abdomen maka diperlukan insisi pada kulit secara
transversal, dimulai kurang lebih 2 cm diatas umbilikus dari garis
tengah dan meluas kurang lebih 5 cm ke kuadran kanan atas. Setelah
kita menggeser kolon ascending dan transversum ke kiri, kemudian
kita akan melihat duodenal yang mengalami obstruksi. Teknik
laparaskopi dilakukan dengan memposisikan pasien dalam keadaan
supinasi, kemudian akan diinsersikan dua insrumen. Satu pada
kuadran kanan bayi, dan satu pada mid epigastrik kanan. Duodenum
di mobilisasi dan diidentifikasi regio yang mengalami obstruksi.
kemudian dilakukan diamond shape anastomosis.
3) Postoperatif: infus intravena tetap dilanjutkan. Pasien menggunakan
transanastomotic tube pada jejunum, dan pasien sudah dapat mulai
menyusui setelah 48 jam pasca operasi.
Teknik duodenoduodenostomi
4. Hati dan kandung empedu
a. Embriogenesis
Pada pertengahan minggu ke-3, primodium hati tampak sebagai
pertumbuhan epitel endoderm pada ujung distal usus depan. Pertumbuhan
ini dikenal sebagai divertikulum hepatis atau tunas hati, terbentuk dari sel-
sel yang berproliferasi dengan cepat dan menembus septum transversum,
yaitu lempeng mesoderm antara rongga perikardium dan tangkai kantung
kuning telur. 2,3

Gambar 10. Embriologi Hepar

Sementara sel hati terus menembus septum transversum, hubungan


antara divertikulum hepatis dan usus depan (duodenum) menyempit,
sehingga membentuk saluran empedu. Sebuah tonjolan kecil ke arah ventral
terbentuk dari saluran empedu ini, dan pertumbuhan ini menghasilkan
kantung empedu dan duktus sistikus. Pada perkembangan selanjutnya, epitel
korda hati saling berbelit dengan vena vitellina dan vena umbilikalis,
membentuk sinusoid-sinusoid hati. Korda hati berdiferensiasi menjadi
parenkim dan membentuk jaringan yang melapisi duktus biliaris. Sel-sel
hemopoetik, sel Kupffer, dan sel-sel jaringan penyambung berasal dari
mesoderm septum transversum.2,3
Pada minggu ke-12, empedu dibentuk oleh sel-sel hati. Sementara itu, oleh
karena kandung empedu dan duktus sistikus telah berkembang dan duktus
sistikus telah bersatu dengan duktus saluran pencernaan. Sebagai akibatnya,
isinya menjadi berwarna hijau gelap. Karena perubahan kedudukan
duodenum, muara duktus koledokus berangsur-angsur bergeser dari
posisinya semula di depan menjadi di belakang, dan sebagai akibatnya,
duktus koledokus didapati berjalan menyilang di belakang duodenum. 2,3

Gambar 11. Pergeseran duktus koledokus seiring perubahan kedudukan


duodenum

b. Kelainan Kongenital
- Atresia Saluran empedu (Biliaris)
Saluran empedu yang tidak terbentuk atau tidak berkembang
secara normal disebut atresia bilier. Kelainan ini tidak diketahui
etiologinya. Agaknya kelainan ini berhubungan dengan kolangiohepatis
intrauteri yang mungkin disebabkan oleh virus. Terjadi pada satu dari
15.000 kelahiran. Angka kejadian penyakit ini, di Asia Timur hampir
sepuluh kali lipat dari kejadian di Negara barat. Kelainan ini mungkin
bukan suatu malformasi karena organ lain yang berasal dari daerah
embrionik yang sama,seperti hati,duodenum, dan pankreas tidak
mengalami kelainan.
Terdapat dua jenis atresia saluran empedu yaitu ekstrahepatik dan
intrahepatik. Bentuk ekstrahepatik lebih jarang dibandingkan dengan
intrahepatik yaitu hanya sekitar seperlima dari jumlah atresia saluran
empedu ekstrahepatik. Gejala klinis dan patologik atresia saluran empedu
ekstrahepatik, bergantung pada proses berawalnya penyakit, apakah jenis
embrional atau jenis perinatal. Perbedaan patofisiologi utama antara jenis
embrional dan perinatal adalah saat mulainya kerusakan saluran empedu
yang progresif. Jenis embrional atau fetal dijumpai pada sepertiga
penderita. Proses perubahan saluran empedu berawal sejak masa
intrauteri dan berlangsung hingga saat bayi lahir. Pada jenis ini tidak
ditemukan masa bebas ikterus setelah periode ikterus neonatorum
fisiologik (2 minggu pertama kelahiran). Pada pembedahan tidak
ditemukan sisa saluran empedu di dalam ligamentum hepatoduodenale.
Dapat dijumpai kelainan bawaan seperti malrotasi usus atau pancreas
ektopik. Jenis kedua adalah jenis perinatal yang dijumpai pada dua
pertiga penderita. Ikterus muncul kembali secara progresif setelah ikterus
fisiologik hilang beberapa waktu. Pada saat pembedahan, dapat
ditemukan sisa saluran empedu di dalam ligamentum hepatoduodenale
tanpa adanya malformasi organ lain yang berdekatan.
Ada tiga jenis atresia saluran empedu yaitu:
Tipe I, atresia dari duktus biliaris komunis
Tipe II, atresia dari duktus hepatikus
Tipe III, obstruksi atau sumbatan dari saluran empedu makin ke hulu
pada jaringan hati yaitu saluran pada porta hepatis dan diatas porta
hepatis. Kebanyakan pasien atresia saluran empedu masuk dalam
tipe III yaitu sebanyak 90%.
Gambar 12. Atresia Bilier: (A) obliterasi komplit duktus ekstrahepatik,
(B) menetapnya percabangan biliaris distal dengan obliterasi proksimal,
(C) Obliterasi distal dengan kista biliaris hilus

Gambaran klinis neonatus yang menderita ikterus obstruksi


intrahepatik maupun ekstrahepatik, menunjukkan ikterus, urin berwarna
kuning gelap, tinja berwarna dempul (akolik) dan hepatomegali. Apabila
penyakit berlanjut akan timbul sirosis hepatis dengan hipertensi portal
yang menyebabkan perdarahan varises esophagus dan kegagalan fungsi
hati. Bayi dapat meninggal karena gagal hati, perdarahan varises,
koagulopati atau infeksi sekunder.
Atresia saluran empedu harus di diagnosis secara cepat dan tepat
agar terapi dekompresi berhasil dengan baik. Perbedaan gejala klinis
kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik ialah warna tinja, berat badan,
umur, saat awal tinja berwarna dempul, dan hepatomegali. Bayi yang
menderita kolestasis ekstrahepatik umumnya menunjukkan tinja yang
lebih muda, berat badan lebih besar, dan konsistensi hati yan teraba
normal.
Pemeriksaan penunjang antara lain: pemeriksaan dengan
ultrasonografi dapat ditemukan kelainan kongenital penyebab kolestasis
ekstrahepatik yaitu penyakit Caroli, berupa dilatasi kistik saluran
empedu. Pemeriksaan lain ialah dilakukan dengan aspirasi cairan
duodenum melalui pipa lambung yang dimasukkan sampe ke duodenum.
Diagnosis atresia disokong apabila tidak ada empedu pada cairan
duodenum. Pemeriksaan kemampuan hati untuk memproduksi empedu
serta mengekskresikannya ke saluran empedu sampai tercurah ke dalam
duodenum dapat dipantau dengan skintigrafi radioisotop hepatobilier.
Apabila isotop terlihat diekskresi ke dalam duodenum, berarti yang
terjadi adalah kolestasis intrahepatik, bukan kolestasis ekstrahepatik.
Pemeriksaan pelengkap adalah biopsi hati perkutan.
Apabila gejala klinis, skintigrafi hepatobilier, atau biopsi hati
menyokon kearah diagnosis obstruksi empedu ekstrahepatik, atau atresia
saluran empedu, maka langkah selanjutnya adalah laparatomi eksplorasi.
Saat laparatomi, dilakukan kolangiografi serta biopsy hati.
Penampilan makroskopik hati dan saluran empedu saat pembedahan
sangat berguna untuk menegakkan diagnosis. Hati biasanya berwarna
cokelat kehijauan dan noduler. Kandung empedu biasanya mengecil
karena kolaps, dan pada 75% penderita tidak ditemukan lumen yang
jelas. Temuan diatas umumnya cukup untuk dilakukan portoenterostomi.
Bila semua pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan
diagnosis atresia bilier hasilnya meragukan, maka Fitzgerald
menganjurkan laparatomi eksplorasi pada keadaan sebagai berikut:
Bila feses tetap akolik dengan bilirubin direk> 4 mg/dl atau terus
meningkat, meskipun telah diberikan fenobarbital atau telah
dilakukan uji prednison selama 5 hari.
Gamma-GT meningkat > 5 kali (normal
Tidak ada defisiensi alfa-1 antitripsin
Pada sintigrafi hepatobilier tidak ditemukan ekskresi ke usus.
Setelah diagnosis atresia bilier ditegakkan, maka segera dilakukan
intervensi bedah portoenterostomi terhadap atresia bilier yang correctable
yaitu tipe I dan II. Pada atresia bilier yang non-correctable terlebih dahulu
dilakukan laparatomi eksplorasi untuk menentukan patensi duktus bilier
yang ada di daerah hilus hati dengan bantuan frozen section. Bila masih
ada duktus bilier yang paten, maka dilakukan operasi Kasai. Tetapi
meskipun tidak ada duktus bilier yang paten, tetap dikerjakan operasi
Kasai dengan tujuan untuk menyelamatkan penderita (tujuan jangka
pendek) dan bila mungkin untuk persiapan transplantasi hati (tujuan
jangka panjang). Ada peneliti yang menyatakan adanya kasus-kasus
atresia bilier tipe III dengan keberhasilan hidup > 10 tahun setelah
menjalani operasi Kasai. 9
Di negara maju dilakukan transplantasi hati terhadap penderita:
- Atresia bilier tipe III
- Yang telah mengalami sirosis
- Kualitas hidup buruk, dengan proses tumbuh kembang yang sangat
terhambat
- Pasca operasi portoenterostomi yang tidak berhasil memperbaiki
aliran empedu 9

Gambar. Type 4: hepatic portoenterostomy (Kasais procedure). 9

Komplikasi pascabedah adalah kolangitis berulang yang timbul


pada 30-60% penderita yang dapat hidup lama. Kolangitis umumnya
mulai timbul pada 6-9 bulan setelah dibuat anastomosis. Pengobatan
kolangitis dengan pemberian antibiotik selama dua minggu.
Kemungkinan untuk hidup 5 tahun setelah portoenterostomi rata-rata
40%. Keberhasilan transplantasi hati setelah satu tahun berkisar 65-80%.
3,6
5. Pankreas
a. Embriogenesis
Pankreas dibentuk oleh dua tunas yang berasal dari lapisan
endoderm duodenum yaitu tunas pankreas dorsal terletak di dalam
mesenterium dorsal dan tunas pankreas ventral terletak di dekat duktus
koledokus.
Ketika duodenum berputar ke kanan dan membentuk huruf C,
tunas pankreas ventral bermigrasi ke dorsal dengan cara serupa dengan
bergesernya muara duktus koledokus. Akhirnya, tunas pankreas ventral
tepat berada di bawah dan di belakang tunas pankreas dorsal. Parenkim dan
susunan saluran dalam tunas pankreas dorsal dan ventral bersatu.

Gambar 13. Pergeseran tunas pancreas ventral ke arah dorsal

b. Kelainan Kongenital
- Pankreas Anulare
Disebabkan oleh kelainan pada perkembangan bakal pancreas
sehingga tonjolan ventral dan dorsal melingkari duodenum bagian kedua
akibat tidak lengkapnya pergeseran bagian ventral. Keadaan ini
menyebabkan obstruksi duodenum dalam derajat tertentu dan juga
kadang disertai atresia duodenum.
Penyakit ini sering pada mulanya tidak menimbulkan gejala dan
baru ditemukan pada usia dewasa. Gejala klinis berupa tanda obstruksi
akut dan nyeri perut berulang. Mual dan muntah yang berwarna hijau.
Gejala ini dapat timbul pada semua umur, tetapi sepertiga pasien berusia
di bawah satu tahun.
Diagnosis dibuat dengan pencitraan yang menunjukkan obstruksi
duodenum total atau sebagian dan dinding lateral kanan duodenum
terlipat. Operasi pintas untuk mengatasi obstruksi duodenum merupakan
cara penanganan baku. 6,7
- Pankreas heterotropik
Disebut juga pancreas aberans atau pancreas asesorik. Jaringan
pancreas dapat ditemukan pada hampir sepanjang saluran cerna, paling
sering di lambung dan di divertikulum meckel. Biasanya berbentuk nodul
kuning di submukosa, yang besarnya 0,2-4,0 cm. keluhan ini sering sulit
dibedakan dengan leiomioma atau tukak peptic di lambung atau
duodenum. Komplikasi yang mungkin terjadi ialah tukak, perdarahan,
atau obstruksi usus akibat besarnya tumor atau intususepsi dengan
benjolan pancreas aberans yang menjadi pencetusnya. Penanganannya
perlu dilakukan eksisi tumor atau segmen usus. 3,6

III. Embriologi dan Kelainan kongenital usus tengah (Midgut)


a) Embriogenesis
Pada minggu ke-5, usus tengah menggantung pada dinding dorsal
abdomen dorsal oleh sebuah mesentrium pendek dan berhubungan dengan
kantung kuning telur melalui duktus vitelinus atau tangkai kuning telur. Pada
orang dewasa, usus tengah dimulai tepat di sebelah distal muara dukus
biliaris ke dalam duodenum dan berahkir di antara dua pertiga proksimal
kolon transversum dan sepertiga distalnya. Seluruh panjang usus tengah
diperdarahi oleh arteri mesentrika superior.
Gambar 14. Embriologi Usus Tengah

Perkembangan usus tengah ditandai dengan pemanjangan cepat usus


dan mesentriumnya sehingga terbentuk gelung usus primer. Di bagian
puncaknya, saluran usus ini tetap berhubungan langsung dengan kantong
kuning telur melalui duktus vitelinus yang sempit. Bagian kranial dari
lengkung berkembang menjadi bagian distal duodenum, jejunum, dan
sebagian ileum. Sedangkan bagian kaudal menjadi bagian bawah ileum,
sekum, apendiks, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon
transversum.

b) Kelainan Kongenital
1. Atresia usus
Disebabkan oleh kegagalan rekanalisasi pada waktu janin berusia
6-7 minggu. Atresia usus dapat juga disebabkan aliran darah local pada
sebagian dinding usus akibat desakan, invaginasi, volsulus, jepitan, atau
perforasi usus pada masa janin. Daerah usus yang paling sering
mengalami atresia adalah usus halus.
Angka kejadian atresia atau stenosis merupakan 16-30%
penyebab obstruksi usus pada masa neonatus. Lebih dari 80% bayi yang
lahir dengan obstruksi usus akan terlihat buncit. Bila obstruksinya tinggi,
maka perut yang buncit terbatas di bagian atas. Pada palpasi buncit ini
tidak tegang, kecuali bila ada perforasi.
Gejala klinis pada atresia yeyunal ialah muntah hijau beberapa
jam post persalinan, distensi abdomen bagian atas yang akan menghilang
setelah muntah. Gejala klinis atresia ileum mirip obstruksi saluran cerna
bagian bawah, muntah hijau lebih lambat terjadi, buncit abdomen
menyeluruh, mekonium tidak keluar, mekonium keluar sedikit berbutir-
butir, kering, warna terang (hijau muda).
Diagnosis dini ditegakkan secepatnya untuk mencegah
komplikasi pneumonia aspirasi, dehidrasi, atau perforasi. Pada foto polos
abdomen gambaran udara yang tampak dapat dijadikan patokan untuk
mencari letak obstruksi. Terlihat satu gelombang udara menandakan
bahwa terjadi atresia di pilorus, yang terjadi. Dua gelombang udara
merupakan tanda khas atresia setinggi duodenum. Tiga gelembung
biasanya ditemukan pada atresia yeyunum. Beberapa gelombang pendek
biasanya terdapat pada atresia ileum. Bila gelombang udara cukup banyak
sampai di rongga pelvis, sangat mungkin terdapat suatu atresia rectum atau
anus yang perlu dibedakan dengan penyakit hirschprung. Penyempitan
yang menetap pada salah satu segmen usus hanya dapat di diagnosis
dengan foto barium per os.
Penyambungan usus kembali mutlak diperlukan untuk
mempertahankan pasase makanan yaitu dengan melakukan laparatomi dari
ujung ke ujung. Untuk menilai apakah masih terdapat atresia usus di
segmen distal, dilakukan bilasan air garam kearah distal.
Tipe atresia jejuno-ileal

.
The anastomosis is either end-to-end or end-to-back (Denis-Browne method);
2. Malrotasi usus
Malrotasi adalah rotasi usus inkomplit selama perkembangan
janin. Usus mulai dengan bentuk seperti pipa lurus dari lambung sampai ke
rektum. Usus tengah (duodenum distal sampai ke kolon midtransversum)
mulai memanjang dan menonjol secara progresif ke arah tali pusat sampai
semuanya keluar dari batas-batas rongga perut.
Ketika usus yang sedang berkembang tersebut berputar di dalam
dan luar rongga perut, arteria mesenterika superior yang memasok darah
kebagian usus ini berperan sebagai sumbu. Duodenum, pada saat masuk
kembali ke dalam rongga perut, pindah ke daerah ligamentum treitz, dan
kolon yang menyertainya diarahkan ke quadran kiri atas. Sekum
selanjutnya berputar berlawanan jarum jam di dalam rongga perut dan
terletak di quadran kanan bawah. Duodenum menjadi terfiksasi pada
dinding perut posterior sebelum kolon terputar sempurna.
Setelah rotasi, kolon kanan dan kiri serta akar mesenterium
menjadi terfiksasi pada perut posterior. Perlekatan ini memberikan dasar
penyokong yang luas terhadap arteri mesenterika dan mesenterika
superior, sehingga tertekuknya akar mesenterium dan penyusutan pasokan
vaskuler. Rotasi abdomen dan perlekatan ini sudah selesai sempurna pada
umur kehamilan 3 bulan 2
Nonrotasi terjadi bila usus gagal berputar setelah kembali
kerongga perut. Bagian pertama dan kedua duodenum berada pada posisi
normalnya, tetapi bagian duodenum, jejunum, dan ileum lainnya
menempati sisi kanan perut, sedangkan kolon terletak di sisi kiri. Malrotasi
dan nonrotasi sering disertai dengan heterotaksia abdomen dan anomali
sindrom malformasi jantung bawaan asplenia-polisplenia.

Malrotasi yang paling sering adalah kegagalan sekum untuk


pindah ke kuadran kanan bawah. Lokasi malrotasi sekum biasanya adalah
pada daerah subhepatik. Gagalnya sekum berotasi dengan baik sering
disertai dengan kegagalan pembentukan pelekatan dasar normal yang lebar
ke dinding posterior perut. Mesenterium, termasuk arteria mesenterika
superior, tertambat dengan tangkai yang kecil, yang dapat terpuntir,
sehingga dapat menyebabkan
volvulus usus tengah.

Gambar 15. Malrotasi dan volvulus


Gejala kliniknya umumnya berupa gangguan pasase usus halus.
Bila timbul tanda obstruksi, muntah hijau dan perut kembung segera
setelah lahir, dapat dipikirkan gangguan pasase usus halus. Gambaran
klinis obstruksi usus yang hilang timbul mungkin dimulai pada masa bayi
dan berlangsung sampai umur dewasa.
Foto polos abdomen dapat memperlihatkan dua gelembung yang
mencolok jika malrotasi menyebabkan obstruksi tepat terjadi di bagian
ketiga duodenum. Bila malrotasi terjadi di usus tengah, gambarannya
biasanya berupa satu dua bayangan gelembung kecil. Foto kontras kadang
diperlukan untuk menentukan tempat sumbatan. Foto kontras per enema
dapat membantu untuk menemukan obstruksi setinggi sekum bila terjadi
malrotasi usus halus.
Bila jelas obstruksi usus yang lengkap, parsial maupun berulang,
baru dilakukan tindak bedah yang berupa laparatomi untuk
mengembalikan usus agar tidak terputar dan arteri mesenterika superior
agar tidak terjepit. Sebaiknya jangan berusaha mengembalikan anatomi
usus ke anatomi normal.

3. Divertikel Meckel
Divertikulum meckel adalah divertikulum yang sering ditemukan
di usus halus dan berasal dari bagian intraabdomen duktus vitelinus.
Biasanya penyakit ini disebut alat dan penyakit serba dua yaitu
terdapat pada 2% populasi, dua kali lebih banyak pada laik-laki,
ditemukan dua kaki (60 cm) dari katup ileosaecal (valvula bauhini),
ukurannya panjang dua inci dan lebar dua cm, didalamnya mungkin
terdapat dua jenis jaringan heterotropik yaitu mukosa lambung dan
jaringan pankreas, gejala pada pasien muncul pada usia dua tahun, dua
penyakit yang dapat timbul di dalamnya yaitu diverticulitis dan tukak
peptik, dua penyulit dapat terjadi yaitu perforasi pada diverticulitis akut
atau tukak peptik dan perdarahan tukak peptik..
Gambar 16. Divertikulum meckel

Divertikulum meckel sendiri tidak menunjukkan tanda dan gejala.


Setelah terjadi diverticulitis, timbul keluhan dan tanda yang mirip sekali
dengan apendisitis akut, walaupun letak nyerinya berbeda. Perforasi
disertai dengan peritonistis yang dapat meluas sampai menjadi
peritonitis purulenta generalisata, sama seperti yang terjadi pada
apendisitis perforate.
Pengobatan diverticulitis akut sama dengan pengelolaaan
apendisitis akut yaitu divertikulektomi segera setelah diagnosis
ditegakkan untuk mencegah terjadinya perforasi. Bila pada laparatomi
atas sangkaan apendisitis akut ternyata ditemukan apendiks tanpa
kelainan sehingga harus disimpulkan adanya apendiks sana (sehat),
ileum harus diteliti sepanjang kira-kira satu meter kearah oral untuk
mencari kemungkinan adanya diverticulitis akut.
Komplikasi kedua pada divertikulum meckel ialah perdarahan
massif yang berasal dari tukak peptik di mukosanya. Umumnya
penderita tidak sadar akan bahaya tukak ini karena tidak bergejala dan
tidak menyebabkan nyeri.3,6
Gambar 17. Divertikulektomi

Obstruksi usus dapat berasal dari divertikulum meckel karena dua


sebab yaitu invaginasi dan hernia interna akibat kelok usus mengait
dibelakang divertikulum dan pitanya ke umbilikus. Sering didapatkan
jaringan pancreas aberans dan atau mukosa lambung di dalam
divertikulum meckel.
Pada divertikulum meckel mungkin masih ada sisa duktus
omfalomesenterikus sebagai pita dari ujung divertikulum ke umbilikus.
Pita ini dapat menyebabkan volvulus usus halus sehingga terjadi ileus
obstruktif yang memerlukan tindakan bedah darurat. Ileus obstruktif juga
disebabkan oleh invaginasi divertikulum ke dalam lumen ileum.
Divertikulum yang seharusnya menonjol keluar malah terbalik masuk
dan menonjol ke dalam lumen usus, sehingga menjadikan invaginasi
atau intususeptum.

4. Penyakit Hirschsprung
Obstruksi usus distal pada neonatus karena tidak mempunyai
ganglion pleksus parasimpatis sehingga bagian usus yang bersangkutan
tidak dapat mengembang (sempit dan statis) disebut sebagai penyakit
Hirschsprung. Penyakit ini disebut penyakit megakolon kongenitum dan
merupakan kelainan yang tersering dijumpai sebagai penyebab obstruksi
usus pada neonatus.
Pada penyakit ini, bagian kolon yang paling distal sampai pada
bagian usus yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai
ganglion parasimpatik intramural. Masalah utama gangguan inervasi
usus pada segmen anal termasuk sphingter internus ke arah proksimal.
Inervasi kolon oleh saraf ekstrinsik dan intrinsik. Saraf ekstrinsik yaitu
saraf simpatis yaitu medulla spinalis. Sedangkan saraf intrinsic adalah
saraf parasimpatis yaitu ganglion pleksus submukosa meissner dan
ganglion pleksus myenterik auerbach.
Bagian kolon aganglionik tidak dapat mengembang sehingga tetap
sempit dan menyebabkan terganggunya defekasi. Akibatnya, kolon
proksimal yang normal akan melebar oleh tinja yang tertimbun dan
membentuk megakolon.

Gambar 18. Penyakit Hirschprung

Pada morbus Hirscprung segmen pendek, daerah aganglionik


meliputi rectum sampai sigmoid. Jenis ini disebut hirschprung klasik.
Daerah aganglionik yang meluas lebih tinggi dari sigmoid disebut
hirschprung segmen panjang. Aganglionis yang mengenai seluruh kolon
disebut kolon aganglionik total, dan bila mengenai seluruh kolon dan
hampir seluruh usus halus disebut agangglionis universal.
Gejala utamanya berupa gangguan defekasi, yang dapat mulai
timbul 24 jam pertama setelah kelahiran. Dapat pula timbul pada umur
beberapa minggu atau baru menarik perhatian orangtuanya setelah umur
beberapa bulan. Trias klasik gambaran klinik neonatus ialah mekonium
keluar terlambat, yaitu lebih dari 24 jam pertama, muntah hijau dan perut
membuncit seluruhnya. Kadang-kadang ada gejala obstipasi kronik
diselingi oleh diare berat dengan feses yang berbau dan berwarna khas
akibat timbulnya penyulit berupa enterokolitis. Enterokolitis disebabkan
oleh bakteri yang tumbuh berlebihan pada daerah kolon yang iskemik
akibat distensi dinding yang berlebihan. Enterokolitis dapat timbul
sebelum tindakan operasi atau bahkan berlanjut setelah operasi definitif.
Pada pemeriksaan colok dubur terasa ujung jari terjepit lumen
rectum yang sempit. Waktu timbulnya gejala klinis, baik yang dini
waktu neonatus atau yang lambat setelah umur beberapa bulan, tidak
berhungan dengan panjang pendeknya segmen agangglionik.
Diagnosis dari penyakit ini diperoleh dari anamnesis perjalanan
penyakit khas dan gambaran klinis perut membuncit seluruhnya
merupakan kunci diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat
membantu menegakkan diagnosis ialah pemeriksaan radiologik dengan
barium enema. Hasilnya akan terlihat gambaran klasik seperti daerah
transisi dari lumen sempit ke daerah yang melebar. Pada foto 24 jam
kemudian, terlihat retensi barium dan gambaran mikrokolon pada
Hirschprung segmen panjang. Pemeriksaan biopsi hisap rectum dapat
digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas yaitu tidak adanya
sel ganglion parasimpatis di lapisan muskularis mukosa, dan adanya
serabut saraf yang menebal. Pada pemeriksaan histokimia ditemukan
aktivitas kolinesterase meningkat.3,7,10
Gambar 19. Gambaran foto polos abdomen penyakit Hirschprung

Prinsip penanganan adalah mengatasi obstruksi, mencegah


terjadinya enterokolitis, membuang segmen aganglionik, dan
mengembalikan kontinuitas usus. Untuk mencegah gejala obstipasi dan
mencegah enterokolitis, dapat dilakukan bilasan kolon dengan cairan
garam faali. Cara ini efektif pada segmen aganglionik yang pendek.
Tujuan yang sama juga dapat dicapai dengan tindakan kolostomi pada
daerah yang ganglionik.
Tindakan bedah dilakukan dengan membuang segmen
agangglionik dan mengembalikan kontinuitas usus dapat dikerjakan satu
tahap atau dua tahap. Langkah ini disebut operasi definitive yang
dikerjakan bila berat badan bayi sudah cukup (> 9 kg). Pada waktu itu,
megakolon bisa saja surut dan mencapai ukuran normal. Pada operasi
definitive dapat dipakai cara Swenson, Duhamel, Soave atau modifikasi
dari teknik ini. Tindakan bedah menurut Swenson terdiri dari
Rektosigmoidektomi seluas bagian rektosigmoid aganglionik dengan
anastomosis koloanal. Pada cara Duhamel dan Soave, bagian distal
rectum tidak dikeluarkan sebab merupakan fase operasi yang susah
dikerjakan. Anastomosis periananal dibuat secara tarik terobos (pull
thought).
Prognosis pada pasien baik jika gejala obstruksi segera diatasi.
Penyulit pasca bedah seperti kebocoran anastomosis atau striktur
anastomosis umumnya dapat diatasi.

5. Gastroschisis dan Omphalocele


Omfalokel adalah keadaan protrusi usus keluar abdomen yang
mempunyai kantong, dindingnya tipis terdiri atas lapisan peritoneum
dan lapisan amnion Bila usus keluar dari titik lemah di lateral
umbilikus, baik di sisi kanan atau kiri, usus akan berada diluar rongga
perut tanpa dibungkus peritoneum dan amnion disebut gastroskisis.
Gastroskisis disebabkan oleh insufisiensi vaskular selama pembentukan
dinding abdomen anterior.
Pada usia 10 minggu akan terjadi pengembangan lumen abdomen
sehingga usus dari ekstraperitoneum akan masuk ke rongga perut, bila
proses ini terhambat, akan terbentuk kantong di pangkal umbilikus yang
berisis usus, lambung dan kadang hati. Sesuai teori ini, salah satu faktor
risiko gastroskisis adalah paparan terhadap zat-zat yang dapat
menyebabkan insufisiensi vaskular selama trimester pertama kehamilan
seperti obat-obatan vasoaktif, asap rokok, narkoba, dan toksin
lingkungan lainnya. Faktor risiko lainnya termasuk usia ibu muda,
status sosioekonomi rendah, ANC yang kurang baik, serta primigravida.
Gastroskisis seringkali disertai atresia intestinal, yang juga
berhubungan dengan insufisiensi vaskular, ataupun malrotasi.
Omfalokel disebabkan oleh gangguan penutupan lipatan pada usia
kehamilan 3-4 minggu. Sesuai dengan etiologinya, omfalokel seringkali
disertai kelainan kongenital lainnya, terutama pada midline . 3,6,10
Diagnosis dapat dilakukan pada masa prenatal. Defek dinding abdomen
dapat terdiagnosis selama pemeriksaan ANC melalui USG pada
trimester kedua atau ketiga (sensitivitas 60-75%, spesifisitas 95%).
Gastroskisis dapat terdiagnosis pada USG mulai minggu ke-12
kehamilan, akan terlihat hernia free-floating tanpa kantong dengan
insersi korda umbilikalis yang normal. Visera seringkali edema dan
tebal sehingga terlihat gambaran hiperekogenik berbentuk seperti
kembang kol atau terdapat tepi yang kasar. Gambaran ini dapat
dibedakan dengan omfalokel, dimana terlihat hernia terbungkus
kantong dengan korda umbilikalis pada bagian puncak kantong. Pada
bayi baru lahir yang menderita omfalokel akan tampak kantong yang
berisis usus dengan atau tanpa hati di garis tengan, sedangkan yang
menderita gastroskisis, tampak usus berada diluar rongga perut tanpa
kantong. 3,6,10
Gambar 20. Tampilan klinis bayi dengan A. Gastroskisis dan B. omfalokel.

Tatalaksananya bergantung pada besarnya kantong, luasnya cacat


dinding perut dan ada tidaknya hati di dalam kantong akan menentukan
cara pengelolaan. Bila kantong omfalokel kecil, maka dapat dilakukan
operasi satu tahap. Dinding kantong dibuang, isi kantong dimasukkan
ke dalam rongga perut, kemudian lubang ditutup dengan peritoneum,
fasia, dan kulit. Jika omfalokel terlalu besar dan rongga perut terlalu
kecil, maka isi kantong tidak dapat dimasukkan ke dalam perut
sehingga jika dipaksakan karena regangan pada dinding perut,
diafragma akan terdorong keatas sehingga terjadi gangguan napas.
Peninggian tekanan intraabdominal mengakibatkan penekanan terhadap
vena cava inferior sehingga dapat timbul sindrom kompartemen
abdomen. 3
Tindakan yang dapat dilakukan ialah melindungi kantong
omfalokel dengan cairan antiseptik (yodium) dan menutupnya dengan
kain dakron agar tidak tercemar. Dengan demikian ada kesempatan
untuk terjadi epitelisasi dari tepi sehingga seluruh kantong tertutup
epitel dan terbentuk hernia ventralis yang besar. Epitelisasi terjadi
sekita 3-4 bulan. Selanjutnya koreksi hernia ventralis tersebut dapat
dikerjakan setelah anak berusia 5-10 bulan. 3
Pada gastroskisis, operasi koreksi untuk menempatkan usus ke
dalam rongga perut dan menutupi lubang harus dikerjakan secepat
mungkin karena tidak ada perlindungan terhadap infeksi. Jika ditunda,
operasi akan semakin susah dilakukan karena usus mengalami udema.3
Komplikasi dini berupa infeksi pada kantong yang telanjang.
Kelainan kongenital dinding perut ini mungkin disertai kelainan bawaan
lain yang memperburuk prognosis. 3

IV. Embriologi dan kelainan kongenital usus belakang (Hindgut)


1. Perkembangan embriologi
Usus belakang membentuk sepertiga distal kolon transversum,
kolon desendens, sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani. Selain itu
endoderm usus belakang ini juga membentuk lapisan dalam kandung
kemih dan uretra. Bagian akhir usus belakang bermuara ke dalam kloaka
yaitu suatu rongga yang dilapisi oleh endoderm yang bertemu langsung
dengan ektoderm permukaan. Daerah pertemuan ini disebut membran
kloaka.
Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu
Septum urorektal, pada sudut antara allantois dengan usus belakang.
Sekat ini tumbuh ke arah kaudal membagi kloaka menjadi: sinus
urogenitalis primitif pada bagian anterior dan kanalis anorektalis pada
bagian posterior. Pada minggu ke-7 septum urorektal mencapai membran
kloaka dan membentuk korpus perinealis. Membran kloaka kemudian
terbagi menjadi: 2
a. Membrana Urogenitalis (pada bagian depan).
b. Membrana analis (pada bagian belakang)
Gambar 21. Perkembangan akhir usus belakang

2. Kelainan kongenital
a. Malformasi anorektal
Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan,
fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan
bawaan anus, umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter dan otot
dasar panggul.
Gambar 22. Malformasi anorectal

Kelainan bawaan rectum terjadi karena adanya gangguan


pemisahan kloaka rectum dan sinus urogenitalia sehingga biasanya
disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang
memisahkannya. Dalam hal ini, terjadi fistel antara saluran kemih dan
saluran genital. Pada kelainan rectum yang tinggi, sfingter interna tidak
ada, sedangkan sfingter eksterna mengalami hipoplasia.
Anomali dibagi menjadi supralevator dan translevator. Pada
kelainan rendah (distal), rectum menembus otot levator anus sehingga
jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm. Kelainan
intermedia, rectum mencapai tingkat otot levator anus, tetapi tidak
menembusnya. Kelainan supralevator yang disebut kelainan tinggi, (atau
proksimal) tidak mencapai tingkat otot levator anus, dengan jarak antara
ujung buntu rektum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.
Kelainan rendah dapat merupakan stenosis anus yang hanya
membutuhkan dilatasi membrane atau merupakan membrane anus tipis
yang mudah dibuka setelah anak lahir. Kelainan tinggi biasanya disertai
dengan fistel ke saluran kencing atau ke saluran genitalia. Untuk
menentukan golongan malformasi dipakai invertogram, yang dapat
dibuat setelah udara yang ditelan oleh bayi mencapai rectum. 3.,11
Invertogram adalah teknik pengambilan foto untuk menilai jarak
punting distal rektum terhadap tanda timah atau logam lain pada tempat
bakal anus di kulit peritoneum. Sewaktu foto diambil, bayi diletakkan
terbalik (kepala di bawah) atau tidur telungkup, dengan sinar horizontal
diarahkan ke trokanter mayor. Selanjutnya diukur jarak dari ujung udara
yang ada di ujung distal rektum ke tanda logam perineum. Biasanya
dipakai klasifikasi Wingspread sebagai penggolongan anatomi. 3,11
Neonatus perempuan memerlukan penanganan khusus karena
sering didapati adanya fistel ke vestibulum atau vagina (80-90%). 3,11
Kelompok I. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari
vagina. Evakuasi feses menjadi tidak lancer sehingga cepat
dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel berada di
vulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya
minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan
makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan saat penderita dalam
keadaan optimal. Bila terdapat kloaka tidak terdapat pemisahan
antara traktus urinarius, traktus genitalis dan jalan cerna. Evakuasi
fese umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan
kolostomi. Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada
pemeriksaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm.
tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan
kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram; jika udara >1 cm
di kulit, perlu segera dilakukan kolostomi.3
Kelompok II. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara
vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang
buntu ada di posteriornya. Sehingga umumnya menimbulkan
obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang
seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar
sehingga biasanya harus dilakukan terapi definitif. Bila tidak ada
fistel, dan pada invertogram udara < 1 cm dari kulit, dapat segera
dilakukan pembedahan definitif. Dalam hal ini evakuasi tidak ada
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. 3

Pemeriksaan khusus pada laki-laki. Perlu diperhatikan


adanya fistel atau kenormalan bentuk perineum dan ada tidaknya
butir mekonium di urin. Dapat dibuat kelompok dengan atau tanpa
fistel urin dan fistel perineum.
Kelompok I. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari
orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra atau ke
vesika urunaria. Untuk menentukan letak fistel adalah dengan
memasang kateter urin. Bila kateter jernih bererti fistel terdapat di
uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin
mengandung mekonium berarti fistel ke vesika urinaria. Bila
evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera.
Pada atresia rektum tindakannya sama seperti peremouan yaitu
dibuatkan kolostomi. Jika tidak ada fistel dan udara > 1 cm dari kulit
pada invertogram, perlu segera dilakukan kolostomi. 3
Kelompok II. Fistel perineum sama dengan pada wanita. Lubangnya
terletak anterior dari letak anus normal. Pada membrane anal
biasanya tampak mekonium di bawah selaput. Bila tidak terjadi
evakuasi feses, sebaiknya dilakukan terapi definitive secepat
mungkin. Pada stenosis anus dilakukan tindakan definitif. Bila tidak
ada fistel dan udara < 1 cm dari kulit pada invertogram, perlu
dilakukan pertolongan bedah. 3

Prinsip pengobatan operatif pada malformasi anorektal dengan


tindakan bedah yang disebutkan diseksi postero sagital atau plastik
anorektal posterosagital. Kolostomi merupakan perlindungan sementara.
Ada dua tempat kolostomi yang dianjurkan dipakai pada neonatus dan
bayi yaitu transversokolostomi (kolostomi di kolon transversum) dan
sigmoidostomi (kolostomi di sigmoid). Bentuk kolostomi yang mudah
dan aman adalah stoma laras ganda (Double barrel).
Teknik operatif definitif (Posterior Sagital Ano-Rekto-Plasti).
Prinsip operasi:
Bayi diletakkan tengkurap
Sayatan dilakukan diperineum pada garis tengah, mulai dari ujung
koksigeus sampai batas anterior marka anus.
Tetap bekerja digaris tengah untuk mencegah merusak saraf.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mial L, Rudolf M, Levene M. Paediatrics at at glance, Genital


abnormalities. Blackwill science; 2005
2. Sadler W.T. Langmans Medical embryology. Eight editions. 2008
3. Sjamsuhidayat R. Buku Ajar Bedah. Edisi revisi. EGC; Jakarta: 2010
4. World health organization. Buku saku pelayanan kesehatan anak di Rumah
Sakit. Ikatan Dokter Anak Indonesia; Jakarta: 2008
5. Budi S. atresia esophagus, stenosis pylorus hipertropik, dan hirschprung
disease. Bagian pediatric Universitas Hasanuddin; Makassar; 2012.
6. Tomlinson C. Congenital malformation of the gastrointestinal tract. 2009.
Avalaible from URL:
http://www.aboutkidshealth.ca/en/resourcecentres/prematurebabies/aboutpre
maturebabies/feedingandnutrition/pages/congenital-malformations-of-the-
gastrointestinal-tract.aspx
7. Gupta K, Guglani B. Imaging of congenital anomalies of the gastrointestinal
tract. Department of Radiodiagnosis, All India Institute of Medical Sciences;
New Delhi, India: 2005.
8. Brunicardi C. Schwartzs principle of surgery. Ninth edition. Mc Graw Hill
Professional; United State. 2010
9. Moritz M.Z . Operative Pediatric Surgery, Mc. Grow Hill Professional;
United State: 2003
10. Nurmantu F, Wirawan A. Diverticulum meckel dan kelainan bawaan pada
umbilikus. Bagian ilmu bedah fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin;
Makassar: 2012.
11. The Universitas of California. Anorectal Malformation. Pediatric
surgery.San Fransisco: 2015

Anda mungkin juga menyukai