Disusun Oleh:
ADITYA FEBRIANSYAH PUTRA S.Ked
N 111 15 014
Pembimbing Klinik:
dr. Alfreth Langitan Sp.B, FINACS, FICS
I. Kelainan Bawaan
a) Definisi
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada
sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik.
Ilmu yang mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi. 3,5
Setiap proses yang mengganggu embrio dapat menyebabkan
gangguan bentuk atau kematian. Setiap proses yang menggangu janin dapat
berakibat pertumbuhan organ yang salah misalnya otak, jantung atau
seluruh janin. Kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam proses
embriogenesis dapat menyebabkan terjadinya malformasi pada jaringan
atau organ.5,6
b) Patofisiologi
Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan
sebagai berikut 6:
Malformasi
Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan
atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis.
Perkembangan awal dari suatu jaringan atau organ tersebut
berhenti, melambat atau menyimpang sehingga menyebabkan
terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Beberapa contoh
malformasi misalnya bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-
langit, defek penutupan tuba neural, stenosis pylorus, spina bifida,
dan defek sekat jantung.
Malformasi dapat digolongkan menjadi malformasi mayor dan
minor. Malformasi mayor adalah suatu kelainan yang apabila tidak
dikoreksi akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh serta
mengurangi angka harapan hidup. Sedangkan malformasi minor
tidak akan menyebabkan problem kesehatan yang serius dan
mungkin hanya berpengaruh pada segi kosmetik. Malformasi pada
otak, jantung, ginjal, ekstremitas, saluran cerna termasuk
malformasi mayor, sedangkan kelainan daun telinga, lipatan pada
kelopak mata, kelainan pada jari, lekukan pada kulit (dimple),
ekstra putting susu adalah contoh dari malformasi minor.
Deformasi
Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi
abnormal bagian tubuh yang disebabkan oleh gaya mekanik
sesudah pembentukan normal terjadi, misalnya kaki bengkok atau
mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan
oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain
seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti
uterus bikornus, kehamilan kembar.
Disrupsi
Disrupsi adalah defek morfologik satu bagian tubuh atau lebih
yang disebabkan oleh gangguan pada proses perkembangan yang
mulanya normal. Ini biasanya terjadi sesudah embriogenesis.
Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan
mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau
perlekatan. Misalnya helaian-helaian membran amnion, yang
disebut pita amnion, dapat terlepas dan melekat ke berbagai bagian
tubuh, termasuk ekstrimitas, jari-jari, tengkorak, serta muka.
Displasia
Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital
adalah displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan
(kelainan struktur) akibat fungsi atau organisasi sel abnormal,
mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh. Sebagian kecil
dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel,
biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein.
Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu
sendiri abnormal secara intrinsik, efek klinisnya menetap atau
semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga patogenesis terdahulu.
Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek dalam
kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya
mungkin berlangsung lama, tetapi penyebabnya relatif berlangsung
singkat. Displasia dapat terus-menerus menimbulkan perubahan
kelainan seumur hidup.
b. Kelainan Kongenital
- Atresia Esofagus dan fistel trakeoesogus
Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan perkembangan jaringan
pemisah antara trakea dan esofagus yang dibentuk selama minggu keempat
sampai keenam kehidupan janin. Kelainan ini relatif sering ditemukan,
sekitar satu dari 3000 kelahiran. Septum trakeoesofageal tumbuh pada
tempat lipatan longitudinal tabung laringotrakea dan bagian dorsal
(esofagus), penghentian dari proses ini akan menyebabkan terjadinya
trakeoesofageal fistula. Karena cairan yang ditelan oleh janin tidak dapat
masuk ke saluran cerna, tidak terjadi absorpsi cairan amnion di dalam
uterus sehingga ibu biasanya menderita hidramnion. Atresia esofagus
mungkin disertai kelainan jantung (20%), atresia rektum/anus (12%),
kelainan tulang belakang dan kelahiran prematur.1,7,8
Klasifikasi atresia esofagus yang paling sering digunakan ialah
klasifikasi Gross of Boston. 1,3,8
Gambar 4. Klasifikasi Gross of Boston. A. atresia tanpa fistel, B. Fistel
proksimal, C. Fistel distal, D. Fistel proksimal dan distal, E. Fistel tanpa atresia.
Pada tipe A dan C, terjadi refluks ludah dan minuman dari esofagus
yang buntu sehingga cairan masuk ke jalan napas. Pada tipe B dan D ludah
dan minuman langsung masuk ke jalan napas melalui fistel proksimal. Pada
tipe C dan D, terjadi refluks cairan lambung ke jalan napas. Tipe E
mungkin mirip tipe D, pada tipe E, ludah, minuman dan cairan lambung
masuk ke jalan napas melalui satu fistel yang sama. 1,3,8
Gambaran klinis pada atresia esofagus antara lain: bila pada bayi baru
lahir yang mulut dan tenggorokannya telah dibersihkan dengan baik, timbul
napas mengorok atau terlihat gelembung udara bercampur lendir putih pada
lubang hidung dan mulut beberapa jam kemudian. Hal ini terjadi karena
regurgitasi air ludah atau minuman pertama. Perlu dilakukan pemeriksaan
keutuhan lumen esofagus dengan memasukkan kateter kecil melalui hidung
ke dalam esofagus. Jika kateter tertahan setelah masuk 10-12 cm dari
lubang hidung, diagnosis atresia esofagus dapat ditegakkan. Diagnosis
harus ditegakkan sebelum bayi diberi minum karena bila telah diberi
minum, apalagi minum susu, maka akan timbul kegawatan akibat aspirasi
susu ke dalam paru. Bayi akan batuk-batuk dan timbul sianosis. Gejala
pneumonia karena regurgitasi air ludah dan minuman dari esofagus yang
buntu dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas, Perut
kembung karena udara melalui fistel masuk ke lambung dan usus, oliguri
karena tidak ada cairan yang masuk. Jarang sebagai kelainan kongenital
tunggal biasanya disertai juga dengan kelainan bawaan yang lain yaitu:
vertebra defect, anorectal malformation, cardiac defect, trakeoesofageal
fistula, renal anomali, radial displasia, dan limb defect yang disebut
1,7,8
sindrom VACTER atau VACTERL.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan
radiologi dada dan perut untuk menentukan adanya fistel distal (tipe C, D
dan E). dilakukan dengan memasukkan kateter melalui hidung dan
esofagus. Pada foto akan terlihat selang kateter yang mungkin melengkung
keatas dan lambung berisi udara. ,7,8
Penatalaksanaan
Perawatan pada bayi atresia esophagus antara lain 1,7,8:
- Pada bayi BBLR (berat badan lahir rendah), dimasukkan ke dalam
inkubator. Penderita dengan fistula: ditidurkan dengan kepala lebih
tinggi, sedang bayi tanpa fistula: letak kepala lebih rendah terhadap
perutnya.
- Pada bayi dengan atresia esophagus, ditanggulangi dengan cara bayi
diletakkan setengah duduk dan dimasukkan kateter melalui hidung ke
esophagus yang buntu. Setiap 10 menit, lendir dan ludah diisap melalui
kateter untuk mencegah refluks dan aspirasi.
- Atresia esophagus dengan fistula merupakan emergency gastrotomy
untuk mencegah perforasi lambung, untuk mengeluarkan udara dan
untuk memberikan susu.
- Infus intravena untuk memberi cairan dan elektrolit selama pemberian
minum melalui gastrotomi tidak mencukupi. Kesempatan untuk
memberikan cairan susu ke dalam lambung jika keadaan umum stabil
dan fistel telah ditiadakan dengan pembedahan.
Pembedahan dapat dilakukan satu tahap atau dua tahap, bergantung
pada tipe atresia dan penyulitnya. Pembedahan biasanya dilakukan dengan
membuat stoma pada esophagus sebelah proksimal gastrostomi. Penutupan
fistel, anastomosis esophagus, atau interposisi kolon dilakukan kemudian
hari pada saat bayi berumur satu tahun. 7,8
Prognosis Atresia esofagus dibedakan menurut klasifikasi.
Klasifikasi menurut Waterston, ditentukan oleh berat badan lahir, beratnya
pneumonia aspirasi dan kelainan bawaan yang lain. Keberhasilan
pembedahan tergantung dari beberapa faktor risiko, antara lain berat badan
lahir bayi, ada tidaknya komplikasi pneumonia dan kelainan kongenital
lain yang menyertai. Janin yang didiagnosis menderita atresia esofagus
sejak masa pranatal memiliki prognosis yang lebih buruk, dengan angka
mortalitas sebesar 75% dibanding dengan yang tidak yaitu 21%.1,7,8
2. Lambung
a. Embriogenesis
Pertumbuhan lambung mulai pada minggu ke-4 sebagai suatu pelebaran
usus depan yang berbentuk kumparan. Minggu-minggu berikutnya
kedudukannya sangat berubah akibat perbedaan kecepatan pertumbuhan pada
berbagai dindingnya dan perubahan kedudukan disekitarnya. Perubahan
kedudukan lambung karena ia berputar sekitar sumbu memanjang dan sumbu
antero posterior. Disekitar sumbu memanjang lambung melakukan putaran
90 searah jarum jam. Selama perputaran ini bagian dinding belakang
lambung tumbuh lebih cepat dari bagian depannya. Hal ini mengakibatkan
pembentukan curvatura mayor dan curvatura minor.
Ujung cephalic dan kaudal lambung pada mulanya terletak digaris depan.
Selama pertumbuhan, bagian kaudal atau bagian pilorus bergerak kekanan
dan keatas, dan bagian cephalic atau bagian kardia kekiri dan
kebawah.Dengan ini sumbu panjang lambung berjalan dari kiri dan kanan
bawah. Pada tingkat perkembangan ini, lambung terikat pada dinding dorsal
dan ventral tubuh melalui mesogastrium dorsale dan ventrale.
Perputaran disekitar sumbu memanjang menarik mesogastrium dorsale
kekiri. Dengan demikian membantu pembentukan bursa omentalis, yaitu
kantong peritonium dibelakang lambung
Gambar 9. Gambaran double bubble pada foto polos rontgen dan USG
Terapi pada pasien atresia duodenum meliputi preoperatif,
intaoperatif serta postoperatif.
1) Preoperatif: resusitasi cairan yaitu dengan melakukan koreksi
terhadap keseimbangan cairan dan gangguan elektrolit serta
melakukan kompresi pada gastrik. Pemasangan orogastrik tube dan
menjaga hidrasi IV. Sebaiknya neonatus dirawat didalam inkubator.
2) Intraoperatif: prosedur yang banyak dipakai adalah laparaskopi
maupun open duodenoduodenostomi. Dilakukan insisi secara
transversal pada kuadran kanan atas pada supraumbilikal, untuk
membuka abdomen maka diperlukan insisi pada kulit secara
transversal, dimulai kurang lebih 2 cm diatas umbilikus dari garis
tengah dan meluas kurang lebih 5 cm ke kuadran kanan atas. Setelah
kita menggeser kolon ascending dan transversum ke kiri, kemudian
kita akan melihat duodenal yang mengalami obstruksi. Teknik
laparaskopi dilakukan dengan memposisikan pasien dalam keadaan
supinasi, kemudian akan diinsersikan dua insrumen. Satu pada
kuadran kanan bayi, dan satu pada mid epigastrik kanan. Duodenum
di mobilisasi dan diidentifikasi regio yang mengalami obstruksi.
kemudian dilakukan diamond shape anastomosis.
3) Postoperatif: infus intravena tetap dilanjutkan. Pasien menggunakan
transanastomotic tube pada jejunum, dan pasien sudah dapat mulai
menyusui setelah 48 jam pasca operasi.
Teknik duodenoduodenostomi
4. Hati dan kandung empedu
a. Embriogenesis
Pada pertengahan minggu ke-3, primodium hati tampak sebagai
pertumbuhan epitel endoderm pada ujung distal usus depan. Pertumbuhan
ini dikenal sebagai divertikulum hepatis atau tunas hati, terbentuk dari sel-
sel yang berproliferasi dengan cepat dan menembus septum transversum,
yaitu lempeng mesoderm antara rongga perikardium dan tangkai kantung
kuning telur. 2,3
b. Kelainan Kongenital
- Atresia Saluran empedu (Biliaris)
Saluran empedu yang tidak terbentuk atau tidak berkembang
secara normal disebut atresia bilier. Kelainan ini tidak diketahui
etiologinya. Agaknya kelainan ini berhubungan dengan kolangiohepatis
intrauteri yang mungkin disebabkan oleh virus. Terjadi pada satu dari
15.000 kelahiran. Angka kejadian penyakit ini, di Asia Timur hampir
sepuluh kali lipat dari kejadian di Negara barat. Kelainan ini mungkin
bukan suatu malformasi karena organ lain yang berasal dari daerah
embrionik yang sama,seperti hati,duodenum, dan pankreas tidak
mengalami kelainan.
Terdapat dua jenis atresia saluran empedu yaitu ekstrahepatik dan
intrahepatik. Bentuk ekstrahepatik lebih jarang dibandingkan dengan
intrahepatik yaitu hanya sekitar seperlima dari jumlah atresia saluran
empedu ekstrahepatik. Gejala klinis dan patologik atresia saluran empedu
ekstrahepatik, bergantung pada proses berawalnya penyakit, apakah jenis
embrional atau jenis perinatal. Perbedaan patofisiologi utama antara jenis
embrional dan perinatal adalah saat mulainya kerusakan saluran empedu
yang progresif. Jenis embrional atau fetal dijumpai pada sepertiga
penderita. Proses perubahan saluran empedu berawal sejak masa
intrauteri dan berlangsung hingga saat bayi lahir. Pada jenis ini tidak
ditemukan masa bebas ikterus setelah periode ikterus neonatorum
fisiologik (2 minggu pertama kelahiran). Pada pembedahan tidak
ditemukan sisa saluran empedu di dalam ligamentum hepatoduodenale.
Dapat dijumpai kelainan bawaan seperti malrotasi usus atau pancreas
ektopik. Jenis kedua adalah jenis perinatal yang dijumpai pada dua
pertiga penderita. Ikterus muncul kembali secara progresif setelah ikterus
fisiologik hilang beberapa waktu. Pada saat pembedahan, dapat
ditemukan sisa saluran empedu di dalam ligamentum hepatoduodenale
tanpa adanya malformasi organ lain yang berdekatan.
Ada tiga jenis atresia saluran empedu yaitu:
Tipe I, atresia dari duktus biliaris komunis
Tipe II, atresia dari duktus hepatikus
Tipe III, obstruksi atau sumbatan dari saluran empedu makin ke hulu
pada jaringan hati yaitu saluran pada porta hepatis dan diatas porta
hepatis. Kebanyakan pasien atresia saluran empedu masuk dalam
tipe III yaitu sebanyak 90%.
Gambar 12. Atresia Bilier: (A) obliterasi komplit duktus ekstrahepatik,
(B) menetapnya percabangan biliaris distal dengan obliterasi proksimal,
(C) Obliterasi distal dengan kista biliaris hilus
b. Kelainan Kongenital
- Pankreas Anulare
Disebabkan oleh kelainan pada perkembangan bakal pancreas
sehingga tonjolan ventral dan dorsal melingkari duodenum bagian kedua
akibat tidak lengkapnya pergeseran bagian ventral. Keadaan ini
menyebabkan obstruksi duodenum dalam derajat tertentu dan juga
kadang disertai atresia duodenum.
Penyakit ini sering pada mulanya tidak menimbulkan gejala dan
baru ditemukan pada usia dewasa. Gejala klinis berupa tanda obstruksi
akut dan nyeri perut berulang. Mual dan muntah yang berwarna hijau.
Gejala ini dapat timbul pada semua umur, tetapi sepertiga pasien berusia
di bawah satu tahun.
Diagnosis dibuat dengan pencitraan yang menunjukkan obstruksi
duodenum total atau sebagian dan dinding lateral kanan duodenum
terlipat. Operasi pintas untuk mengatasi obstruksi duodenum merupakan
cara penanganan baku. 6,7
- Pankreas heterotropik
Disebut juga pancreas aberans atau pancreas asesorik. Jaringan
pancreas dapat ditemukan pada hampir sepanjang saluran cerna, paling
sering di lambung dan di divertikulum meckel. Biasanya berbentuk nodul
kuning di submukosa, yang besarnya 0,2-4,0 cm. keluhan ini sering sulit
dibedakan dengan leiomioma atau tukak peptic di lambung atau
duodenum. Komplikasi yang mungkin terjadi ialah tukak, perdarahan,
atau obstruksi usus akibat besarnya tumor atau intususepsi dengan
benjolan pancreas aberans yang menjadi pencetusnya. Penanganannya
perlu dilakukan eksisi tumor atau segmen usus. 3,6
b) Kelainan Kongenital
1. Atresia usus
Disebabkan oleh kegagalan rekanalisasi pada waktu janin berusia
6-7 minggu. Atresia usus dapat juga disebabkan aliran darah local pada
sebagian dinding usus akibat desakan, invaginasi, volsulus, jepitan, atau
perforasi usus pada masa janin. Daerah usus yang paling sering
mengalami atresia adalah usus halus.
Angka kejadian atresia atau stenosis merupakan 16-30%
penyebab obstruksi usus pada masa neonatus. Lebih dari 80% bayi yang
lahir dengan obstruksi usus akan terlihat buncit. Bila obstruksinya tinggi,
maka perut yang buncit terbatas di bagian atas. Pada palpasi buncit ini
tidak tegang, kecuali bila ada perforasi.
Gejala klinis pada atresia yeyunal ialah muntah hijau beberapa
jam post persalinan, distensi abdomen bagian atas yang akan menghilang
setelah muntah. Gejala klinis atresia ileum mirip obstruksi saluran cerna
bagian bawah, muntah hijau lebih lambat terjadi, buncit abdomen
menyeluruh, mekonium tidak keluar, mekonium keluar sedikit berbutir-
butir, kering, warna terang (hijau muda).
Diagnosis dini ditegakkan secepatnya untuk mencegah
komplikasi pneumonia aspirasi, dehidrasi, atau perforasi. Pada foto polos
abdomen gambaran udara yang tampak dapat dijadikan patokan untuk
mencari letak obstruksi. Terlihat satu gelombang udara menandakan
bahwa terjadi atresia di pilorus, yang terjadi. Dua gelombang udara
merupakan tanda khas atresia setinggi duodenum. Tiga gelembung
biasanya ditemukan pada atresia yeyunum. Beberapa gelombang pendek
biasanya terdapat pada atresia ileum. Bila gelombang udara cukup banyak
sampai di rongga pelvis, sangat mungkin terdapat suatu atresia rectum atau
anus yang perlu dibedakan dengan penyakit hirschprung. Penyempitan
yang menetap pada salah satu segmen usus hanya dapat di diagnosis
dengan foto barium per os.
Penyambungan usus kembali mutlak diperlukan untuk
mempertahankan pasase makanan yaitu dengan melakukan laparatomi dari
ujung ke ujung. Untuk menilai apakah masih terdapat atresia usus di
segmen distal, dilakukan bilasan air garam kearah distal.
Tipe atresia jejuno-ileal
.
The anastomosis is either end-to-end or end-to-back (Denis-Browne method);
2. Malrotasi usus
Malrotasi adalah rotasi usus inkomplit selama perkembangan
janin. Usus mulai dengan bentuk seperti pipa lurus dari lambung sampai ke
rektum. Usus tengah (duodenum distal sampai ke kolon midtransversum)
mulai memanjang dan menonjol secara progresif ke arah tali pusat sampai
semuanya keluar dari batas-batas rongga perut.
Ketika usus yang sedang berkembang tersebut berputar di dalam
dan luar rongga perut, arteria mesenterika superior yang memasok darah
kebagian usus ini berperan sebagai sumbu. Duodenum, pada saat masuk
kembali ke dalam rongga perut, pindah ke daerah ligamentum treitz, dan
kolon yang menyertainya diarahkan ke quadran kiri atas. Sekum
selanjutnya berputar berlawanan jarum jam di dalam rongga perut dan
terletak di quadran kanan bawah. Duodenum menjadi terfiksasi pada
dinding perut posterior sebelum kolon terputar sempurna.
Setelah rotasi, kolon kanan dan kiri serta akar mesenterium
menjadi terfiksasi pada perut posterior. Perlekatan ini memberikan dasar
penyokong yang luas terhadap arteri mesenterika dan mesenterika
superior, sehingga tertekuknya akar mesenterium dan penyusutan pasokan
vaskuler. Rotasi abdomen dan perlekatan ini sudah selesai sempurna pada
umur kehamilan 3 bulan 2
Nonrotasi terjadi bila usus gagal berputar setelah kembali
kerongga perut. Bagian pertama dan kedua duodenum berada pada posisi
normalnya, tetapi bagian duodenum, jejunum, dan ileum lainnya
menempati sisi kanan perut, sedangkan kolon terletak di sisi kiri. Malrotasi
dan nonrotasi sering disertai dengan heterotaksia abdomen dan anomali
sindrom malformasi jantung bawaan asplenia-polisplenia.
3. Divertikel Meckel
Divertikulum meckel adalah divertikulum yang sering ditemukan
di usus halus dan berasal dari bagian intraabdomen duktus vitelinus.
Biasanya penyakit ini disebut alat dan penyakit serba dua yaitu
terdapat pada 2% populasi, dua kali lebih banyak pada laik-laki,
ditemukan dua kaki (60 cm) dari katup ileosaecal (valvula bauhini),
ukurannya panjang dua inci dan lebar dua cm, didalamnya mungkin
terdapat dua jenis jaringan heterotropik yaitu mukosa lambung dan
jaringan pankreas, gejala pada pasien muncul pada usia dua tahun, dua
penyakit yang dapat timbul di dalamnya yaitu diverticulitis dan tukak
peptik, dua penyulit dapat terjadi yaitu perforasi pada diverticulitis akut
atau tukak peptik dan perdarahan tukak peptik..
Gambar 16. Divertikulum meckel
4. Penyakit Hirschsprung
Obstruksi usus distal pada neonatus karena tidak mempunyai
ganglion pleksus parasimpatis sehingga bagian usus yang bersangkutan
tidak dapat mengembang (sempit dan statis) disebut sebagai penyakit
Hirschsprung. Penyakit ini disebut penyakit megakolon kongenitum dan
merupakan kelainan yang tersering dijumpai sebagai penyebab obstruksi
usus pada neonatus.
Pada penyakit ini, bagian kolon yang paling distal sampai pada
bagian usus yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai
ganglion parasimpatik intramural. Masalah utama gangguan inervasi
usus pada segmen anal termasuk sphingter internus ke arah proksimal.
Inervasi kolon oleh saraf ekstrinsik dan intrinsik. Saraf ekstrinsik yaitu
saraf simpatis yaitu medulla spinalis. Sedangkan saraf intrinsic adalah
saraf parasimpatis yaitu ganglion pleksus submukosa meissner dan
ganglion pleksus myenterik auerbach.
Bagian kolon aganglionik tidak dapat mengembang sehingga tetap
sempit dan menyebabkan terganggunya defekasi. Akibatnya, kolon
proksimal yang normal akan melebar oleh tinja yang tertimbun dan
membentuk megakolon.
2. Kelainan kongenital
a. Malformasi anorektal
Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan,
fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan
bawaan anus, umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter dan otot
dasar panggul.
Gambar 22. Malformasi anorectal