Anda di halaman 1dari 17

KELAINAN PERKEMBANGAN EMBRIO

Disusun oleh :

Kelompok 8: Irma Abellia Agus Tiwi (2110801007)


Desvita Alfadila (2120801024)

Pembimbing :

Novin Teristiandi, M.S

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga dengan semangat yang ada penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Kelainan Perkembangan Embrio”. Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya. Penulis
menyadari karya tulis ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Semoga
dengan selesai nya makalah ini dapat menambah ilmu kita khususnya dalam hal
memahami macam-macam kelainan pada embrio serta penyebabnya.

Palembang, 29-03-2023

penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Embriogenesis adalah proses pembentukan organ dari tahap embrio
sampai menjadi organ yang dapat berfungsi. Embriogenesis normal
merupakan proses yang sangat kompleks. Dalam kehidupan di alam,
tidak ada satupun makhluk hidup yang sempurna, sering terlihat
kekurangan atau kecacatan. Kekurangan tersebut secara umum dapat
disebut kelainan. Kelainan sejak lahir atau cacat lahir dikarenakan proses
terjadinya pada masa perkembangan embrio mengalami ketidaknormalan
karena berbagai macam faktor genetik maupun non genetik.
Setiap proses yang mengganggu embrio dapat menyebabkan
gangguan bentuk (cacat). Setiap proses yang mengganggu janin dapat
berakibat pertumbuhan organ yang salah misalnya otak, jantung atau
seluruh janin. Kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam prose
embriogenesis dapat menyebabkan terjadinya malformasi pada jaringan
atau organ. Sifat dari kelainan yang timbul tergantung pada jaringan yang
terkena, penyimpangan, mekanisme, perkembangan, dan waktu saat
terjadinya.
Teratogenik merupakan perkembangan tidak normal pada embrio
dan penyebab cacat bawaan atau kelainan waktu lahir. Kelainan ini
diketahui penyebab utama morbiditas serta mortalitas pada bayi baru
lahir. Kelainan yang ditimbulkan seperti kelainan bentuk (malformasi)
dan gangguan pertumbuhan. Pada umumnya efek teratogenik disebabkan
oleh obat-obatan yang digunakan wanita hamil dapat melewati plasenta
serta memberikan pemaparan pada embrio dan janin yang tumbuh.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa macam-macam kelainan perkembangan embrio?
2. Apa saja faktor penyebab kelainan perkembangan embrio?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui macam-macam kelainan perkembangan embrio.
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab kelainan perkembangan embrio.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Macam-macam Kelainan Perkembangan Embrio
Setiap proses yang mengganggu embrio dapat menyebabkan gangguan
bentuk atau kematian. Setiap proses yang menggangu janin dapat berakibat
pertumbuhan organ yang salah misalnya otak, jantung atau seluruh janin.
1. Patogenesis
Menurut Effendi (2014) mengklasifikasikan kelainan kongenital
berdasarkan patogenesis, yakni sebagai berikut.
a. Malformasi
Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh
kegagalan atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses
embriogenesis. Perkembangan awal dari suatu jaringan atau organ
tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga
menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap.
Beberapa contoh malformasi misalnya bibir sumbing dengan atau
tanpa celah langit-langit, defek penutupan tuba neural, stenosis
pylorus, spina bifida, dan defek sekat jantung Malformasi dapat
digolongkan menjadi malformasi mayor dan minor.
b. Deformasi
Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi
abnormal bagian tubuh yang disebabkan oleh gaya mekanik
sesudah pembentukan normal terjadi, misalnya kaki bengkok atau
mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan
oleh keterbatasan ruang dalam uterus atau pun faktor ibu yang lain
seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti
uterus bikornus, kehamilan kembar.
c. Disrupsi
Disrupsi adalah defek morfologik satu bagian tubuh atau lebih
yang disebabkan oleh gangguan pada proses perkembangan yang
mulanya normal. Ini biasanya terjadi sesudah embriogenesis.
Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan
mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau
perlekatan. Misalnya helaian-helaian membrane amnion, yang
disebut pita amnion, dapat terlepas dan melekat ke berbagai bagian
tubuh, termasuk ekstrimitas, jari-jari, tengkorak, serta muka.
d. Displasia
Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan
kongenital adalah displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan
kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi atau organisasi sel
abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh.
Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di
dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis
protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena
jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsik, efek klinisnya
menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga patogenesis
terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek
dalam kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan yang
ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi penyebabnya
relatif berlangsung singkat. Displasia dapat terus-menerus
menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup.
2. Kelainan Kongenital Sistem Saraf Pusat
Kelainan kongenital menggambarkan defek morfogonesis pada
organ maupun sistem organ pada kehidupan awal fetus. Istilah kelainan
kongenital seharusnya mengikat pada defek struktural saat bayi dilahirkan.
Kelainan kongenital dapat terjadi sejak awal pertumbuhan primordial
(dipengaruhi oleh faktor-faktor intrinsik) atau terjadi kemudian selama
pertumbuhan (dipengaruhi oleh faktorfaktor ekstrinsik) (Rodeck, 2001).
Menurut European Registration of Congenital Anomalies (2010),
kelainan bawaan sistem saraf mayor didefinisikan sebagai berikut:
a. Neural Tube Defects (NTD)
Defek neural tube disini yang dimaksud adalah karena kegagalan
pembentukan mesoderm dan neurorectoderm. Defek embriologi primer
pada semua defek neural tube adalah kegagalan penutupan neural tube,
mempengaruhi neural dan struktur kutaneus ectodermal. Hal ini terjadi
pada hari ke 17 - 30 kehamilan. Selama kehamilan , otak, tulang
belakang manusia bermula dari sel yang datar, yang kemudian
membentuk silinder yang disebut neural tube. Jika bagian tersebut
gagal menutup atau terdapat daerah yang terbuka yang disebut cacat
neural tube terbuka. Daerah yang terbuka itu kemungkinan 80%
terpapar atau 20% tertutup tulang atau kulit. 90% dari kasus yang
terjadi bukanlah faktor genetik / keturunan tetapi sebagian besar terjadi
dari kombinasi faktor lingkungan dan gen dari kedua orang tuanya
(Sadler,2000).
NTD terjadi karena kesalahan induksi oleh korda spinalis yang
terletak dibawahnya atau karena pengaruh faktor-faktor lingkungan
yang bersifat teratogen bagi sel-sel neuroepitel. Hipertermia, asam
valproat, dan hipervitaminosis vitamin A juga merupakan faktor
predisposisi terjadinya NTD. Sekitar 80% bayi yang lahir dengan
bentuk defek ini masih dapat hidup selama periode baru dilahirkan,
tetapi mayoritas terbesar (85%) dari bayi-bayi yang berhasil hidup akan
memiliki kecacatan yang sedang atau berat seumur hidup mereka
(Wim, 1997).
b. Anensefalus
Bayi yang lahir dengan anensefalus ditandai dengan tidak
terbentuknya kubah tengkorak, sehingga otak yang mengalami
malformasi menjadi terpapar. Kemudian, jaringan ini mengalami
degenerasi dan meninggalkan massa jaringan nekrotik. Namun batang
otak pada bayi dengan anensefalus tetap utuh. Keadaan ini terjadi
akibat gagalnya penutupan bagian sefalik dari tuba neuralis.
Anensefalus merupakan cacat lethal yang menimbulkan kematian janin

di dalam rahim atau kematian segera sesudah bayi dilahirkan


(Sadler,2000).
c. Ensefalokel
Ensefalokel merupakan defek pada kranium yang biasanya terjadi
pada daerah oksipital. Pada daerah ini, meningen beserta bagian dari
korteks serebri atau batang otak atau serebelum menonjol keluar dan
ditutupi oleh kulit. Gejala dari ensefalokel, antara lain berupa
kelumpuhan keempat anggota gerak, gangguan perkembangan,
gangguan penglihatan, keterbelakangan mental dan pertumbuhan,
ataksia serta kejang. Ensefalokel seringkali disertai denga kelainan
kraniofasial atau kelainan otak lainnya (Sadler,2000).
d. Meningokel
Meningokel adalah kelainan kongenital berupa penonjolan selaput
otak dan cairan otak lewat defek (lubang) pada tulang kepala. Bila
sebagian jaringan otak ikut menonjol, disebut meningoensefalokel atau
ensefalokel. Kelainan ini merupakan bagian dari gangguan yang
dinamakan defek tabung saraf (neural tube defects, NTD’s). Secara
embriologis ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan sebab
kegagalan penutupan tabung saraf. Yang banyak dianut para peneliti
adalah teori gangguan neurulasi, yaitu tetap bertahannya perlekatan
antara ektoderm neural (saraf) dengan ektoderm permukaan (epidermis)
pada garis tengah sewaktu proses organogenesis di awal kehamilan,
sehingga terjadi hambatan migrasi sel-sel mesoderm pembentuk tulang
di tempat adesi dua lapisan ektoderm itu. Keadaan ini menyebabkan di
daerah itu tidak ada pembentukan tulang sehingga timbul defek. Teori
ini disebut teori ‘non-separasi’ dari Sternberg (Hoving, 1993).
3. Kelainan yang Berasal Gangguan Gastrulasi
Kelainan yang terpenting pada kelainan yang berasal dari gangguan
gastrulasi adalah malformasi split cord. Malformasi ini diklasifikasikan
menjadi diastematomyelia yaitu malformasi pada medulla spinalis yang
terpisah menjadi 2 dan dyplomyelia yang menggambarkan duplikasi
komplit dari medulla spinalis dimana setiap sisi memiliki 2 pasang ventral
dan dorsal nerve roots. Split Chord malformasi (SCM), juga disebut
diastematomyelia, adalah anomali tulang belakang yang langka dan
merujuk kepada Divisi sagital dari sumsum tulang ke dalam 2 hemicords
simetris atau asimetri. SCM adalah anomali di mana tali terbagi atas
sebagian dari panjangnya untuk membentuk neural tube ganda.
diastematomyelia adalah pemisahan bawaan dari setiap bagian dari
sumsum tulang belakang. SCM tipe I berisi dua hemicords yang masing-
masing berbaring dalam kantung dural dan keduanya dipisahkan oleh garis
tengah manset dura yang mengelilingi tulang. SCM tipe II berisi dia
hemicord yang berbaring dalam satu kantung dural (Pang, 1995).
4. Kelainan Akibat Gangguan Neurilasi Sekunder
Kelainan pada neurilasi sekunder biasanya diduga hanya berupa
malformasi pada kulit penutup, sedangkan malformasi yang utama yaitu
pemendekan fillum terminale dan myelocystocele terminal. Embryologi
pemendekan fillum terminale sebenarnya belum terlalu jelas. Penebalan
dari fillum terminal seringkali diinfiltrasi oleh jaringan adiposa. Terminal
myelocystocele merupakan suatu kelainan yang jarang dimana canalis
sentralis dari medulla spinalis bagian kaudal yang menjadi dilatasi dan
berisi CSF atau glial. Malformasi dari organ yang lain sering ditemukan
termasuk ekstrophy cloacal, anus imperforate (Saldar, 2001).
5. Kelainan Kongenital yang Lain
Selain klasifikasi kelainan kongenital di atas, ada beberapa kelainan
kongenital lainnya. Di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Labiopalatoskisis (Celah Bibir dan Langit-langit)
Labiopalatokisis adalah kelainanan kongenital pada bibir dan langit-
langit yang dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan yang
disebabkan oleh kegagalan atau penyatuan struktur fasial embrionik
yang tidak lengkap. Kelainan ini cenderung bersifat diturunkan
(hereditary), tetapi dapat terjadi akibat faktor non-genetik. Bibir
sumbing merupakan suatu gangguan pada pertumbuhan wajah sejak
embrio umur minggu ke kempat (Loho, 2013).

Gambar. Labiopalatoskisis (Loho, 2013)


b. Hidrosefalus
Menurut Apriyanto (2013) kata hidrosefalus diambil dari ahasa
Yunani yaitu Hydro yang berarti air, dan cephalus yang berarti epala.
Secara umum hidrosefalus dapat didefinisikan sebagai suatu gangguan
pembentukan, aliran, maupun penyerapan dari cairan serebrospinal
pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga dapat diartikan sebagai
gangguan hidrodinamik cairan serebrospinal. Hidrosefalus adalah
kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intracranial yang
meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel dan dapat diakibatkan
oleh gangguan reabsorpsi LCS (hidrisefalus komunikans) atau
diakibatkan oleh obstruksi aliran LCS melalui ventrikel dan masuk ke
dalam rongga subaraknoid (hidrosefalus non komunikans).
Hidrosefalus dapat timbul sebagai hidrosefalus kongenital dapat terlihat
sebagai pembesaran kepala segera setelah bayi lahir, atau terlihat
sebagai ukuran kepala normal tetapi tumbuh cepat sekali pada ulan
pertama setelah lahir.
c. Omfalokel
Omfalakel adalah kelainan yang berupa protusi isi rongga perut ke
luar dinding perut sekitar umbilicus, benjolan terbungkus dalam suatu
kantong. Omfalokel terjadi akibat hambatan kembalinya usus ke rongga
perut dari posisi ekstra-abdominal di daerah umbilicus yang terjadi
dalam minggu keenam sampai ke sepuluh kehidupan janin. Terkadang
kelainan ini bersamaan dengan terjadinya kelainan ongenital lain,
misalnya sindrom down. Pada omfalokel yang kecil, umumnya isi
kantong terdiri atas usus saja sedangkan pada yang besar dapat pula
berisi hati atau limpa (Darussalam,2103).

Gambar. Omfalokel (Darussalam dan Thaib, 2013)


d. Hernia Umbilikalis
Hernia umbilikalis berbeda dengan omfalokel, yaitu kulit dan
jaringan subkutis menutupi benjolan herniasi pada defek tersebut, pada
otot rektus abdominis ditemukan adanya celah. Hernia umbilikalis
bukanlah kelainan kongenital yang memerlukan tindakan dini, kecuali
bila hiatus hernia cukup lebar dan lebih dari 5 cm. hernia umbilikalis
yang kecil tidak memerlukan penatalaksanaan khusus, umumnya akan
menutuo sendiri dalam beberapa bulan sampai 3 tahun (Faradilla dan
Israr, 2009).
Gambar. Hernia Umbilikalis (Faradilla dan Israr, 2009)

B. Faktor-faktor penyebab kelainan perkembangan


1. Faktor lingkungan
Menurut Sadler (2000) agen-agen infektif yang dapat menyebabkan
kelainan perkembangan pada embrio adalah sebegai berikut.
a. Virus herpes
Biasanya infeksi dipindahkan menjelang saat kelahiran, dan
kelainan-kelainan adalah mikrosefali, mikroftalmus, dysplasia retina,
pembengkakan hati dan limpa, dan kebelakangan jiwa. Gejala
penyakit ini baru berkembang pada minggu pertama kehidupan. Ciri-
ciri penyakit virus ini adalah reaksi-reaksi peradangan.
b. Varisela (cacar air)
Sekitar 20% kesempatan kelainan kongenital yang terjadi kalau
ibu terinfeksi varisela pada trimaster pertama kehamilan. Cacatnya
antara lain hypoplasia tungkai, keterbelakangan jiwa, dan atrofi otot.

c. HIV
Virus ini menyebabkan penyakit imunodefiensi akuista (AIDS) dan
bisa ditularkan kepada janin. Virus ini bukan merupakan teratogen
besar, meskipun telah dikaitkan dengan mikrosefali, keterbelakangan
jiwa, dan wajah yang abnormal.
d. Toksoplasmosis Infeksi parasit protozoa Toxoplasma gondii pada ibu,
yang didapatkan dari daging yang kurang matang, binatang peliharaan
(kucing), dan tanah yang tercemar oleh tinja yang menimbulkan cacat
kongenital. Anak yang terserang dapat mengalami kalsifikasi otak,
hidrosefalus, atau keterbelakangan jiwa. Khorioretinitis, mikroftalmos
dan cacat mata lainnya.
e. Radiasi Efek radiasi dapat menimbulkan mikrosefali, cacat tengkorak,
spina bifida, kebutaan, celah palatum, dan cacat anggota badan lain
(ex: karena pengobatan wanita hamil dengan sinar x atau radium dosis
tinggi). Sifat kelainannya tergantung pada dosis radiasi dan tingkat
perkembangan janin saat pemaparan radiasi.
f. Zat-zat kimia Peranan penggunaan zat–zat kima dan obat-obatan
farmasi dalam menimbulkan masalah kelainan ini sangat luas, relatif
sedikit saja dari sekian banyak obat-obatan yang digunakan selama
kehamilan benar benar diketahui bersifat teratogenik. Contoh yaitu tali
talidomid, sejenis pil anti muntah dan obat tidur, cacat yang
ditimbulkan adalah tidak terbentuknya atau kelanan yang nyata pada
tulang panjang, atresia usus dan kelainan-kelainan jantung. obat lain
yang berbahaya adalah aminopterin merupakan suatu antagonis asam
folat, cacat yang ditimbulkan adalah anensefali, meningokel,
hidrosefalus dan bibir sumbing. Dan juga asam valproate menimbulkan
cacat tuba neuralis dan jantung, cacat kraniofasial, dan tungkai
(sindrom trimetadion).
Gambar. A. Amelia unilateral, B. Meromalia. Tangan menempel dibatang tubuh
melalui sebuah tulang yang tidak beraturan. Kedua bayi ini dilahirkan oleh
ibu yang minum thalidomide Sumber: (Sadler, 2000).

C. Faktor Kromosom Dan Genetic


Menurut Hardisman (2014) kecacatan lahir akibat kelainan gen atau
kromosom dapat disebabkan oleh dua hal, pertama adanya bawaan sifat atau
kelainan dari salah satu atau kedua orang tua. Kedua adanya kelainan akibat
perubahan materi pembawa sifat (mutasi) yang tidak normal pada gen atau
kromosom saat setelah terjadinya konsepsi. Kelainan akibat adanya mutasi
abnormal adalah akibat terjadinya gangguan informasi pada pembentukan
protein pada pembelahan sel dalam pertumbuhan. Gangguan tersrbut dapat
berupa terhambatnya informasi genetic atau berlebihnya informasi yang
diberikan, sehingga menghasilkan sel dengan gen yang berbeda. Pada
sebagian besar proses mutasi menimbulkan gangguan atau kecacatan individu
yang akan dilahirkan. Mutasi dapat terjadi pada tingkat gen atau pun pada
kromosom. Kelainan kromosom bisa merupakan kelainan jumlah atau
kelainan susunan dan merupakan penyebab penting malforasi kongenital dan
abortus. Beberapa contoh kelainan bawaan akibat adanya mutasi gen adalah:
1. kelainan yang bersifat autosom dominan missal Marfan’s sindrom dan
kelainan neurofibromatosis,
2. kelainan yang bersifat autosom resesif, missal hemokromatosis, fibrosa
sistika, dan sickle cell anemia,
3. kelainan yang terikat kromosom X Duchenne’s muscular dystrophy,
hemofili A dan B, dan buta warna.
Menurut Sadler (2000) beberapa contoh malformasi kongenital
akibat kelainan jumlah kromosom antara lain sebagai berikut:
1. Trisomi 21 (sindrom down)
Sindrom down biasanya disebabkan oleh adanya satu kopi ekstra
kromosom 21 (trisomi 21). Secara klinis, ciri-ciri penderita sindrom down
antara lain keterbelakangan pertumbuhan , kelainan kraniofasial, termasuk
mata miring keatas , wajah mendatar, dan telinga kecil, cacat jantung dan
hipoternia (Sadler, 2000).

Gambar. Anak penderita sindrom down Sumber: (Sadler, 2000).


2. Trisomi 18
Penderita susunan kromosom ini memperlihatkan ciri-ciri antara
lain keterbelakngan jiwa, cacat jantung kongenital, telinga yang letaknya
rendah dan fleksi jari-jari dan tangan. Selain itu, penderita seringkali
memperlihatkan rahang kecil (mikronagtia), anomaly ginjal, jari jari yang
saling melekat dan malformasi susunan rangka. Bayi ini umumnya
meninggal pada usia dua bulan (Sadler, 2000).

Gambar. Anak penderita trisomi 18. Bagian kepala belakang menonjol, bibir
sumbing, mikronagtia, telinga letak rendah, dan satu atau beberapa jari
dalam posisi fleksi (Sadler, 2000).

3. Trisomi 13
Kelainan sindrom ini adalah keterbelakangan jiwa, cacat jantung
kongenital, tuli, bibir sumbing dan palatoskisis, dan cacat-cacat mata
misalnya mikroftalmia, anoftalmia, dan koloboma. Pada umumnya bayi-
bayi ini meninggal menjelang usia 3 bulan (Sadler, 2000).

Gambar. A. Anak penderita trisomi 13-15. Bibir sumbing, celah langit-angit, dahi landau, dan
mikroftalmia. B. Seringkali sindrom ini disertai dengan polidaktili (Sadler, 2000).

4. Sindrom klinefelter
Gambaran klinis, yang hanya ditemukan pada pria dan biasanya
diketahui saat pubertas, adalah kemandulan, atrofi testis, hialinasi tubuli
seminiferi, dan kebanyakan mengalami ginekomastia. Penyebab paling
sering adalah tidak berpisahnya anggota pasangan homolog xx. Kadang-
kadang penderita sindrom ini mempunyai 48 kromosom, yakni 44 otosom
dan 4 kromosom seks XXXY (Sadler, 2000).
5. Sindrom turner
Sindrom turner yang ditemukan pada wanita ditandai dengan tidak
adanya ovarium (disgenesis gonad) dan tubuh yang pendek. Kelainan lain
yang sering ditemukan adalah leher berselaput, limfedema anggota badan,
cacat rangka, dan dada lebar dengan puting susu lebar (Sadler, 2000).
Gambar. Anak penderita sindrom Turner. Ciri-ciri utamanya adalah leher berselaput,
tubuh pendek, dada lebar, dan tidak terjadi maturasi seksual (Sadler, 2000).

6. Sindrom tripel x
Penderita sindrom tripel x selalu infatil, dengan menstruasi yang
sedikit sekali dan sedikit keterbelakangan jiwa. Mempunyai dua badan
kromatin seks didalam selnya (Sadler, 2000).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa diambil dari makalah tentang kelainan
perkembangan embrio ini adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital diklasifikasikan sebagai
malformasi, deformasi, disrupsi dan displasia. Neural Tube Defects
(NTD) dapat dibagi menjadi Anensefalus, Ensefalokel, Meningokel,
Spina bifida. Selain itu juga terdapat kelainan yang berasal dari
gangguan gastrulasi, kelainan akibat gangguan neurulasi sekunder dan
kelainan yang berasal dari gangguan perkembangan Post Neurulasi.
Beberapa kelainan kongenital yang lain adalah Labiopalatoskisis,
hidrosefalus, omfalokel dan hernia umbilikalis.
2. Faktor penyebab kelainan perkembangan terbagi menjadi faktor
lingkungan, di antaranya disebabkan arena virus herpes, varisela, HIV,
Toksoplasmosis, Radiasi dan Zat kimia. Selain faktor lingkungan, juga
dipengaruhi oleh faktor kromosom dan genetic.
B. Saran
Mempelajari mengenai Kelainan Perkembangan Embrio
seharusnya bisa membuka wawasan kita terutama para akademisi untuk
mengetahui dan mempelajarinya, sehingga dapat menjadi bekal penelitian
lebih lanjut khususnya untuk menangani kelainan perkembangan embrio.
DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, Agung, R.P. dan Sari, F. 2013. Hidrosefalus Pada Anak. JMJ, 1(1):61
—67.

Effendi, S.H. 2014. Penanganan Bayi dengan Kelainan Kongenital dan Konseling
Genetik. Simposium Building Golden Generation Dies Natalis ke-57
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Bandung, 20-21 September
2014.

Etster AD, Branch CL. Transalar Sphenoidal Encephaloceles: Clinical and


Radiologic Findings. Radiology 1989; 170:245-247.

Faradilla, N. dan israr, Y.A. 2009. Hernia. Riau: Universitas Riau.

Hoving EW. Frontoethmoidal Encephalocele, a Study of Their Pathogenesis.


[Disertasi]. Groningen: Rijk Universiteit. 1993.

Loho, J.N. 2013. Prevalensi Labioschisis di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou


Manado Periode Januari 2011 – Oktober 2012. Jurnal e-Biomedik (eBM),
1(1):396-401.

Pang D, Dias MS, Ahab-Barmada M. Split cord malformation. I. A unified theory


of embryogenesis for double spinal cord malformations. Neurosurgery
1992;31:451–80.

Rodeck Harif. 2001. Transsphenoidal and Transethmoidal Encephaloceles.


Radiology I 968; 90:442-453.

Sadler Haridsman. 2000. Pengantar Kesehatan Reproduksi Seksual Dan


Embriologi. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Anda mungkin juga menyukai