MAKALAH
Disusun oleh:
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul Kelainan Perkembangan Embrio Dan Faktor Penyebab Kelainan
Perkembangan Embrio dengan sebaik mungkin.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1) Ibu Dra. Nursasi Handayani, M.Si, selaku dosen pembimbng mata kuliah
Struktur Perkembangan Hewan II Universitas Negeri Malang yang telah
membimbing penulis,
2) Kedua orang tua penulis yang memberikan dukungan materi dan moril,
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui macam-macam kelainan perkembangan embrio
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab kelainan perkembangan embrio
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1 Patogenesis
Disrupsi adalah defek morfologik satu bagian tubuh atau lebih yang disebabkan
oleh gangguan pada proses perkembangan yang mulanya normal. Ini biasanya
terjadi sesudah embriogenesis. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan
oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau
perlekatan.Disrupsi mengakibatkan perubahan morfologi struktur organ setelah
pembentukannya. Penyebabnya adalah proses-proses yang merusak, seperti
kecelakan pada pembuluh darah yang menyebabkan atresia usus dan misalnya
helaian-helaian membrane amnion, yang disebut pita amnion, dapat terlepas dan
melekat ke berbagai bagian tubuh, termasuk ekstrimitas, jari-jari, tengkorak, serta
muka.
4) Displasia
Pada stadium dini pembentukan lempeng neural terbentuk celah neural yang
kemudian membentuk tuba neuralis. Tuba neuralis inilah yang kemudian
menjadi jaringan otak dan medula spinalis. Proses penutupan tuba neuralis ini
berlangsung selama minggu ketiga hingga keempat kehidupan embrio dan
biasanya sebelum wanita mengetahui kehamilannya (sadler, 2000). Proses
neuralisasi mulai pada garis tengah dorsal dan berlanjut ke arah sefal dan
kaudal. Penutupan yang paling akhir terjadi pada ujung posterior yaitu pada
hari ke-28 (Lorenzo et al, 1999). Tepi lateral pelat neural membentuk lipatan
neural yang bersatu kearah dorsal membentuk tuba neuralis
7
(Josefa et al,2000).
1) Anensefalus
Bayi dengan anencephaly yang lahir dengan keadaan hidup akan segera
mati. Insiden anencephaly menunjukkan pola multifaktor gen, dengan
interaksi beberapa faktor genetik dan lingkungan. Gen yang spesifik
menyebabkan cacat pada tabung syaraf yang masih belum dapat di
identifikasi. Salah satunya seperti gen metilena tetrahydrofolate reduktase
yang telah menunjukkan adanya hubungan dengan munculnya Neural Tube
Defects (Kurtoglu et al, 2004).
Anencephaly dapat didiagnosis saat masa prenatal dengan tingkat
kepastian yang tinggi. Skrining awal untuk anencephaly dan Cacat tabung
saraf lain dapat dilakukan oleh pengujian dengan serum Alfa-fetoprotein pada
trimester kedua kehamilan dan ultrasonografi pada trimester ketiga kehamilan
(Kasai et al, 1982).
Dalam janin pria berumur 28 minggu, terlihat adanya cacat pada bagian
kranial. Janin menunjukkan tidak adanya sebagian besar kulit kepala dan
tengkorak, juga cacat yang memanjang ke vertebra serviks. Jaringan otak dan
sumsum tulang belakang di daerah serviks terkena bagian eksterior(Gambar
3) (Rashmi et al, 2011).
Pada spina bifida dijumpai kegagalan pada penutupan arkus vertebra dan
lamina posterior pada satu atau beberapa level. Adanya bagian yang terbuka
pada vertebra, yang mengelilingi dan melindungi korda spinalis, terjadi akibat
jaringan yang membentuk pipa neural tidak menutup atau tidak tertutup secara
sempurna (Jamous,2012). Tidak ada kelainan medulla spinalis maupun
meninges. Keadaan ini ditandai oleh tonjolan meningen saja (meningokel)
atau tonjolan meningen bersama jaringan saraf (myelomeningokel)
(Sadler,2000).
Meningokel terbentuk saat meninges berherniasi melalui defek pada
lengkung vertebra posterior. Sebagian besar meningokel tertutup dengan baik
dengan kulit dan tidak mengancam penderita. Myelomeningokel merupakan
bentuk disrafisme spinal terberat. 75% kasus myelomeningokel terjadi pada
daerah lumbosakral. Luas dan tingkat defisit neurologis tergantung pada lokasi
myelomeningokel (Sadler,2000).
Gejala spina bifida bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada
korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala
ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lain mengalami kelumpuhan pada
daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis (Wim,1997).
Kelainan yang terpenting pada kelainan yang berasal dari gangguan gastrulasi
adalah malformasi split cord.Malformasi ini diklasifikasikan menjadi
diastematomyelia yaitu malformasi pada medulla spinalis yang terpisah menjadi 2
dan dyplomyelia yang menggambarkan duplikasi komplit dari medulla spinalis
dimana setiap sisi memiliki 2 pasang ventral dan dorsal nerve roots. Malformasi
split cord ini seringkali didapatkan berhubungan dengan beberapa anomali
termasuk kombinasi spina bifida yaitu hemimyelomeningocele,
myelomeningocele, cervical myelomeningocele, neuroenteric cyst. Neuroenteric
cyst adalah suatu kelainan yang jarang, dimana kanalis neuroenteric tetap ada.
Kelainan ini biasanya terjadi dalam minggu ke-3 masa embryogenesis. Seringkali
ditemukan pada fossa posterior (Cerebellopontine angle, in anterior midline
sampai ke brainstem, cisterna magna), kelainan ini juga ditemukan pada
supratentorial lebih jarang lagi, dimana hanya ditemukan 15 kasus selama tahun
2004. Lokasi tersering dari neuroenteric cyst ini adalah upper thoracal dan lower
cervical (Sedighah et al, 2007).
2) Hidrosefalus
Sekitar 20% kesempatan kelainan kongenital yang terjadi kalau ibu terinfeksi
varisela pada trimaster pertama kehamilan. Cacatnya antara lain hypoplasia
tungkai, keterbelakangan jiwa, dan atrofi otot.
3) HIV
Infeksi parasit protozoa Toxoplasma gondii pada ibu, yang didapatkan dari
daging yang kurang matang, binatang peliharaan (kucing), dan tanah yang
tercemar oleh tinja yang menimbulkan cacat kongenital. Anak yang terserang
dapat mengalami kalsifikasi otak, hidrosefalus, atau keterbelakangan jiwa.
Khorioretinitis, mikroftalmos dan cacat mata lainnya.
5) Radiasi
sebuah tulang yang tidak beraturan. Kedua bayi ini dilahirkan oleh ibu yang minum
talidomide
Senyawa lain yang dapat merusak mudigah atau janin. Yang paling menonjol
adalah propiltiourasil dan kalium jodida (pembesaran kelenjar gondok) dan
keterbelakangan jiwa, streptomisin (tuli), sulfonamide (kernikterus), antidepresan
imipramine (cacat anggota badan), tetrasiklin (kelainan tulang dan gigi),
amfetamin (celah pada mulut dan kelainan jantung), dan kinin (tuli).
Beberapa Teratogen dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan :
1. Thalidomide
Substansi zat ini terdapat pada berbagai obat penenang. Toksisitas jenis zat
ini positif bagi embrio yang baru berkembang. Dosis teratogenik adalah 18 mg /
kg berat badan dan dalam pemakaian 3 hari berturut-turut. Masa paling kritis yang
terpengaruh adalah pada umur kehamilan 35 - 50 hari (35 - 50 hari setelah periode
menstruasi terakhir, atau pada saat usia embrio 21 - 36 hari).
Pengaruh : Anomali anggota-anggota badan (kaki dan tangan), kecacatan daun
telinga, kelainan jantung, kelainan sistem digesti dan sistem urogenitalia.
Pengaruh terhadap perkembangan mental tidak begitu nyata.
2. Berbagai hormon
Testosteron, pengaruhnya pada perkembangan embrio perempuan adalah
terjadinya female masculinization. Akibat seperti ini juga bisa terjadi dari
pemakaian Norethindrone. Stilbestrol dan Clomiphene, juga akan berakibat
sama bila pemakaian pada awal masa kehamilan. Pada pemakaian Prostaglandin
F-a pada dosis 25 mg/kg berat badan yang diberikan secara intra amniotic akan
mengakibatkan aborsi / keguguran.
3. Pemakaian Tolbutamide, 15 - 30 mg / kg berat badan pada hari ke 1 - 6 setelah
siklus menstruasi terakhir, akan mengakibatkan infertilitas atau tidak terjadinya
kehamilan. Sedangkan pemakaian pada hari ke 22 - 44 setelah siklus menstruasi
terakhir akan mengakibatkan keguguran embrio.
4. Pemakaian Acetyl salicylic acid (Asam asetil salisilat) pada awal kehamilan
juga akan menyebabkan terjadinya cacat kelahiran, berupa tidak sempurnanya
pembentukan rangka dan alat dalam.
5. Penggunaan Phenillalanine dan Cyclohexylamine, akan menyebabkan
kecacatan mental (retardasi mental) pada fetus yang dikandung ibu yang
bersangkutan.
Sindrom down biasanya disebabkan oleh adanya satu kopi ekstra kromosom
21 (trisomi 21). Secara klinis, ciri-ciri penderita sindrom down antara lain
keterbelakangan pertumbuhan , kelainan kraniofasial, termasuk mata miring
keatas , wajah mendatar, dan telinga kecil, cacat jantung dan hipotonia.
2) Trisomi 18
Gambar 12. A. Anak penderita trisomi 13-15. Bibir sumbing, celah langit-angit, dahi landau, dan
mikroftalmia. B. Seringkali sindrom ini disertai dengan polidaktili
Sumber: (Sadler, 2000)
4) Sindrom klinefelter
Gambaran klinis, yang hanya ditemukan pada pria dan biasanya diketahui saat
pubertas, adalah kemandulan, atrofi testis, hialinasi tubuli seminiferi, dan
kebanyakan mengalami ginekomastia. Penyebab paling sering adalah tidak
berpisahnya anggota pasangan homolog xx. Kadang-kadang penderita sindrom ini
mempunyai 48 kromosom, yakni 44 otosom dan 4 kromosom seks (XXXY)
5) Sindrom turner
Sindrom turner yang ditemukan pada wanita ditandai dengan tidak adanya
ovarium (disgenesis gonad) dan tubuh yang pendek. Kelainan lain yang sering
ditemukan adalah leher berselaput, limfedema anggota badan, cacat rangka, dan
dada lebar dengan puting susu lebar.
Gambar 13. Anak penderita sindrom Turner. Ciri-ciri utamanya adalah leher berselaput, tubuh
pendek, dada lebar, dan tidak terjadi maturasi seksual.
Sumber: (Sadler, 2000)
6) Sindrom tripel x
Penderita sindrom tripel x selalu infatil, dengan menstruasi yang sedikit sekali
dan sedikit keterbelakangan jiwa. Mempunyai dua badan kromatin seks didalam
selnya (Sadler, 2000)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Apriyanto, Agung, R.P. dan Sari, F. 2013. Hidrosefalus Pada Anak. JMJ, 1(1):61
67.
Deopujari Rashmi, Mangalgiri Ashutosh, Longia Asha Dixit , G.S. 2011. Neural
Tube Defect Spectrum - Study of Craniorachischisis. Peoples Journal of
Scientific Research. Vol. 4(1)
Dias MS. Pang D. 1995. Split Cord Malformations. Neurosurg Clin North Am
1995:6:339-358.
Effendi, S.H. 2014. Penanganan Bayi dengan Kelainan Kongenital dan Konseling
Genetik. Simposium Building Golden Generation Dies Natalis ke-57
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Bandung, 20-21 September
2014.
Frosch MP, Anthony DC, Girolami UD. The central nervous system. In: Kumar V,
Abbas AK, Fausto N, editors. Robbins and Cotran, Pathological Basis of
Disease. 7th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Elsevier; 2004. p. 1353-4.
Martinez-Lage JF, Poza M, Sola M, Soler CL, Montalvo CG, et al. The Child with
a Cephalocele: Etiology, Neuroimaging, and Outcome. Childs Nerv. Syst;
1996; 12: 540-550.