Anda di halaman 1dari 58

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

a. Deskripsi congenital

Kelainan congenital atau kelainan bawaan adalah kelainan yang

sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik

maupun non genetik. Ilmu yang mempelajari kelainan bawaan disebut

dismorfologi. Kelainan bawaan merupakan salah satu konstributor

terbesar terhadap tingkat kematian dan kesakitan pada usia neonates,

bayi, dan ank-anak (mukti, 2019)

Congenital fisik yang terjadi pada satu atau lebih organ tubuh

tertentu dan memiliki anggota tubuh yang kurang sempurna.

Congenital fisik meliputi kelainan bentuk tangan atau kaki dan terlahir

tanpa tangan atau kaki. Kondisi ini menghambat kegiatan individu

sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot, sehigga

timbul suatu keadaan pada fisik dan tubuh yang tidak dapat

menjalankan tugasnya secara normal (pratiwi & hartosujono, 2014)

b. Etiologi

Faktor penyebab congenital antara lain :

1) Faktor genetik

Gen merupakan faktor utama yang mempengaruhi kelainan

bawaan. Bayi dalam kandungan mungkin mewarisi gen yang

memiliki kelainan (anomaly) ataupun yang terjadi mutasi genetik


pada saat perkembangan janin. Orang tua yang memiliki ikatan

saudara (pernikahan sedarah) dapat meningkatkan terjadinya

kelainan bawaan dan dua kali lipat meningkatkan risiko kematian

neonatal dan anak, gangguan intelektual, disabilitas mental dan

kelainan lainnya

2) Faktor sosial ekonomi dan demografi

Kemiskinan merupakan faktor resiko yang penting.

Diperkirakan 95 % kelainan bawaan terjadi di Negara berkembang

dengan prevalensi multifungsi yang cukup tinggi dan paparan

terhadaap zat/faktor yang menambah resiko terjadinya gangguan

janin, terutama infeksi dan alcohol

3) Faktor lingkungan

Pajanan pada ibu hamil seperti pestisida, obat, alcohol,

tembakau, timbal, merkuri dan bahan psikoaktif lainnya, zat kimia

tertentu, rokok, dan radiasi dapat meningkatkan risiko bayi

mengalami kelainan bawaan. Bekerja maupun tinggal di daerah

pertambangan atau daerah pembuangan limbah juga meningkatkan

risiko terjadi kelainan bawaan.

4) Status gizi

Kurangnya konsumsi iodium dan asam folat pada ibu hamil

meningkatkan risiko bayi dengan neural tube defect. Sedangkan

konsumsi vitamin A yang berlebiha dapat mempengaruhi


perkembangan janin. Obesitas serta diabetes mellitus juga

berhungan dengan beberapa kelainan bawaan (Infodatin, 2018)

c. Patofisiologi

Berdasarkan patofisiologi menurut effendi (2014) kelainan

congenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a) Malformasi

Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh

kegagalan atau ketidaksempuraan dari satu lebih proses

embryogenesis. Beberapa contoh malformasi misalnya bibir

sumbing dengan atau tanpa celah-celah langit, efek penutupan tuba

neural, stenosis pylorus mayor dan minor. Malformasi mayor

adalah suatu keilanan yang apabila tidak dikoreksi dan

menyebabkan gangguan fungsi tubuh serta mengurangi angka

harapan hidup. Sedangkan malformasi monir tidak akan

menyebabkan problem kesehatan yang serius dan mungkin hanya

berpengaruh pada segi kosmetik. Malformasi pada otak, jantung,

ginjal, ektermitas, saluran cerna termasuk malformasi mayor,

sedangkan kalainan daun telinga, lipatan pada kelopak mata,

kelainan pada jari, lekukan pada kulit (dimple, ekstra putting susu

adalah contoh dari malformasi minor)

b) Deformasi

Deformasi terbentuk akibat tekanan mekanik yang

abnormal sehingga mengubah bentuk, ukuran, atau posisi sebagian


dari tubuh yang semula berkembang normal. Misalnya kaki

bengkok, mikrognatia (mandiluba yang kecil). Tekanan ini

disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor

ibu yang seperti primaigravida, panggul sempit, abnormalitas

uterus seperti uterus bikornus, dan kehamilan kembar.

c) Disrupsi

Disrupsi adalah defek morfologik satu bagian tubuh atau

lebih yang disebabkan oleh gangguan pada proses perkembangan

yang mulanya normal. Ini biasanya terjadi sesudah embriogenesis.

Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan

mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan, atau

perlekatan. Misalnya helaian-helaian membrane amnion, yang

disebut pita amnion, dapat terlepas dan melekat ke berbagai bagian

tubuh, termasuk ekstermitas, jari-jari, tengkorak serta muka.

d) Displasia

Patogenesis lain dalam terjadinya congenital adalah

displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan

(kelainan struktur) akibat fungsi atau organisasi sel abnormal,

menegenai satu macam jaringan di seluruh tubuh. Pada sebagian

kecil kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel,

biasanya menegenai kelainan produk enzim atau sintesis protein.

Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu

sendiri abnormal secara intrinsic, efek klinisnya akan menetap atau


semakin memburuk. Hal ini berbeda dengan ketiga mekanisme

pathogenesis yang terdahlu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi

menyebabkan efek dalam kurun waktu yang jelas terjadi pada masa

perkembangan janin yaitu pada 3 bulan pertama kehamilan saat

organ pada tubuh bayi mulai terbentuk, meskipun kelainan yang

ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi penyebabnya

relatif berlangsung singkat. Displasia dapat terus-menerus

menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup. Terjadi sebagian

atau seluruh lengan (ekstermitas atas) atau kaki (ekstermitas

bawah) janin gagal terbentuk sepenuhnya selama kehamilan, maka

disebut amputasi congenital yaitu tidak adanya anggota badan atau

bagian dari anggota badan saat lahir (Effendi, 2014)

Terdapat level amputasi anggota gerak bawah. Dalam hal ini,

yang termasuk dalam level amputasi anggota gerak bawah adalah

transtibial. Berikut ini ada 3 jenis panjang stump dari masing-

masing level amputasi anggota gerak bawah, yaitu :

1) Short stump yaitu panjang stump kurang dari 5 cm atau kurang dari

1/3 proximal dari tulang tibia

2) Medium stump yaitu tulang yang panjangnya 2/3 panjang tungkai

bawah atau tulang tibia

3) Long stump yaitu panjangnya leboh dari 2/3 panjang stump bawah

atau 2/3 distal dari ujung tulang tibia


Gambar level stump (Morvan et al, 2014)

Keterangan gambar

(1) Short stump

(2) Medium stump

(3) Long stump

Bentuk dari stump ada 3 macam yaitu :

1) Bulbous adalah stump yang masih banyak odemanya,

mengembung pada bagian distal

2) Cylindrical adalah stump bentuknya seperti tabung

3) Conical/conus adalah stump yang betuknya kerucut. Bentuknya

paling bagus

Gambar bentuk stump Conical, cylindrical, dan boulbous


d. Deskripsi Anatomi

1. Definisi Anatomi

Anatomi atau ilmu urai mempelajari susunan tubuh dan

hubungan bagian-bagiannya satu sama lain. Anatomi regional

mempelajari letak geografis bagian satu sama lain. Anatomi

regional mempelajari letak geografis bagian tubuh. Setiap region

atau daerah misalnya lengan, tungkai, kepala, dada, dan seterusnya

ternyata terdiri atas sejumlah struktur atau susunan yang umum

didapati pada semua region. Struktur ini meliputi tulang otot, saraf,

pemburuh darah dan seterusnya (Sihite & Rosnelly, 2021)

Sesuai dengan kasus yang diangkat maka penulis

memfokuskan pembahasan pada bagian yang terkait dengan

amputasi congenital transtibial yang meliputi tentang knee joint,

tulang-tulang penyusun dan otot-otot penggeraknya baik dari segi

osteology, arthologi, maupun myology.

a) Definisi Osteology

Ilmu tulang yang mempelajari tentang tulang. Bentuk

tulang menentukan fungsinya. Tulang-tulang dalam tubuh kita

diklasifikasikan berdasarkan bentuknya. Ada yang berbentuk

panjang seperti pipa, misalnya os humerus, os femur

(Ismaryati, et al. 2017)


b) Definisi Arthologi

Arthologi ilmu tentang sendi. Sendi adalah hubungan dua

tulang atau lebih (ismaryati, et al. 2017).

c) Definisi Myology

Myology ilmu yang berhubungan dengan system otot.

Berasal dari Bahasa yunani “myos” yang artinya otot, dan

“logos” yang berarti ilmu. Sering digambarkan dengan istilah

muscle atau musculus (decheline, 2019)

2. Anatomi sesuai dengan deformitas pasien

Berikut penulis akan membahas tentang struktur tulang,

struktur penyusun persendian dengan otot penggeraknya.

a. Tulang-tulang penyusun

Tulang mempunyai fungsi sebagai berikut (1) memberikan

bentuk pada tubuh, (2) memberikan kekuatan pada tubuh, (3)

melindungi organ-organ tubuh bagian dalam, (4) menjadi alat

gerak pasif pada tubuh, (5) tempat melekatkan otot dan

ligament

Susunan tulang pembentuk anggota gerak bawah terdiri

dari os coxae, os femur, os patella, os tibia, os fibula.

1) Os coxae

Merupakan persatuan dari tiga tulang yaitu os ilium

(tulang usus), os ischia (tulang duduk), dan os pubis

(tulang kemaluan). Persatuan ketiga bagian ini pada


daerah acetabulum karena mengandung cairan seperti

cuka (Pudjiastuti, 2017)

Gambar Os coxae (atlas sobbota)

1.Spina iliaca posterior 6.Foramen

superior (SIPS) obturatorium

2.Spina iliaca posterior 7. Tuberculum pubicum

inferior (SIPI)

3. Incisura ishiadicha 8. Acetabulum

4.Crista iliaca 9. Spina iliaca anterior

inferior (SIAI)

5. Tuber ichiadicum 10.Spina iliaca anterior

superior (SIAS)

Keterangan :
2) Os femur

Femur atau tulang paha adalah tulang terberat,

terpanjang, dan terkuat yang terdapat di tubuh manusia

(wattie, dkk.2016). Letak tulang femur ada diantara

tulang pinggul dan lulut dan menjadi penghubung

keduannya banyak otot-otot dan ligament yang melekat

pada tulang femur. Tulang femur melekat ke pinggul

melalui sendi ball and soket, memberikan gerakan dan

sumber untuk mengartikulasikan hip. Adapun bagian-

bagian tulang femur adalah proximal femur dan distal

femur bagian proximal femur posisinya berdekatan

dengan tulang pelvis atau pinggul dan terdiri dari head,

neck, trochanter, mayor dan minor dan juga medial

femur. Sedangkan bagian distal femur merupkan bagian


tulang femur yang yang melekatnya pada tempurung

lutut. Fungsi tulang femur adalah menghungkan tulang

bagian pinggul dan lutut, untuk menyangga badan pada

saat berjalan. Selain ini juga ada fungsi-fungsi tulang

femur lainnya bagi manusia (zakky, 2019)

Gambar Os femur (atlas sobbota)


Keterangan :

1. Caput femur 5. Patella surface

2. Neck femur 6. Lateral condyle

3. Trochanter 7. Trochantor mayor

minor

4. Medial condyle

3) Os patella

Patella adalah tulang berbentuk segitiga dan tebal

yang akan bersendi dengan tulang femur. Fungsinya


adalah membungkus dan melindungi sendi lutut. Patella

termasuk ke dalam tulang sesamoid yang berkembang

dari tendon otot quaduceps femoris. Dataran muka

berbentuk convex. Dataran belakang mempunyai

dataran sendi yang terbagi oleh crista sehingga ada 2

dataran sendi, yaitu facies articularis lateralis yang

melebar dan facies articularis medialis yang sempit

(pudjiastuti, 2017)

Os patella (atlas sobbota)

Keterangan :

1. Base of patella 4. Apex of patella

2. Anterior surface of 5.Articular surface of

patella patella

3. Apex of patella 6. base of patella

4) Os tibia

Terdiri dari 3 bagian yaitu epiphysis proximalis,

diaphysis, dan epiphysis distalis. Epiphysis terdiri fari 2

bulatan yang disebut condylus medialis dan condylus

lateralis. Diaphysis merupakan segitiga dengan basis


menghadap belakang dan apex menghadap ke depan.

Epipysis distalis kearah media membentuk bagian yang

bernama malleolus medialis. Persendian antara os

femur dan os tibia melalui tulang rawan yang disebut

meniscus medialis dan meniscus lateralis, karena tidak

secara langsung bertemu (Pudjiastuti, 2017)

Os tibia (atlas sobotta)

Keterangan :

1.Medial condyle 5. Malleolus medialis

2.Tibia tuberosity 6. Facies lateralis

3.Corput tibiae 7. Lateralis condyle

4.Corput tibiae

5) Os fibula

Terdiri dari 3 bagian yaitu epiphysis proximalis,

diaphysis, dan epiphysis distal. Pada epiphysis

proximalis terdapat bagian yang membulat yang disebut


dengan copitulum fibulae, sedangkan yang menuju

kearah proximal meruncing menjadi apex capitulum

fibulae. Pada diaphysis memiliki 4 crista yaitu crista

lateralis, crista medialis, crista anterior, dan crista

interossa (Pudjiastuti, 2017)

Os fibula (atlas sobotta)

Keterangan :

1. Head of fibula 4. Fossa malleoli lateralis

2. Facies articularis 5. Facies articularis

malle malleoli

3. Collum fibula 6. Apex capitis fibula

b. Sendi-sendi penyusun

Dalam bab ini akan di bahas mengenai persendian pada

anggota gerak bawah yang masih tersisa pada amputasi

transtibial yaitu sendi pianggul (hip joint) dan sendi lutut (knee

joint)
1) Hip Joint

Hip joint atau sendi panggul merupakan jenis sndi

synovial “ball and socket” (bola dengan mangkok), yang

dibetuk oleh caput femoris dengan acetabulum

(Abdurachan,2017. Sendi ini diperkuat oleh (1) ligament

iliofemoral, berperan sebagai penghubung SIAS dan linea

inter trochanterica, serta penghambat gerak ekstensi dan

eksorotasi (2) ligament pubofemoral merupakan penghung

anatara os pubis dan colum femoris (3) ligamenrt

ischiofemoral merupakan ligament penghubung antara

acetabulum dengan os ischii (Pudjiastuti, 2017)

Articulation coxae tampak depan (atlas sobbota)

Keterangan :

1. Ligament ischiofemorale 3. Ligament iliofemorale

2. Ligament pubofemorale

2) Knee Joint

Lutut adalah sendi terbesar yang ada di tubuh yang

merupakan sendi kompleks yang terbentuk dari 3 tulang

(femur, tibia, dan patella), membentuk 2 persendian yaitu


tibiofemoral joint dan patella femoral joint. Stabilitas sendi

lutut didukung oleh ligament yang kuat diantaranya adalah :

a) Terdapat dua ligament yang termasuk ke dalam

cruciatum ligament yaitu anterior cruciatum ligament

(ACL) dan posterior cruciatum ligament (PCL).

Ligament ini bersilang satu sama lain, ACL terletak

pada bagian depan tibia dan lewat bagian belakang,

menempel pada inner surface dari lateral condyle of

femur. Sedangkan PCL menyilang dari arah belakang

tibia dan menempel pada medial condyle of femur

(1) Anterior cruciate ligament

Peran utama dari anterior cruciate ligament adalah

mencegah femur untuk bergerak kearah posterior

dan menghambat translasi anterior dari tibia ketika

gerakan ekstensi dari fleksi. Ligament ini juga

berperan dalam menstabilkan tibia dari gerakan

internal rotasi yang berlebih. ACL bekerja dengan

otot hamstring untuk menstabilkan lutut

(2) Posterior cruciate ligament

Fungsi utama PCL adalah untuk membatasi gerakan

translasi posterior dan internal rotasi dari tibia,

mencegah hyperextension lutut, serta membatasi

translasi anterior dari femur. PCL juga berperan


dalam mengontrol gaya yang ditimbulkan oleh

rotasi menjadi minimal

b) Stabilisator yang lain terdapat di lutut adalah collateral

ligament. Selain berfungsi sebagai stabilisator ligament

ini juga berperan untuk mengoreksi gerakan kedalam

pola yang benar. Collateral ligament dibagi kedalam

medial dan lateral kompleks. Collateral ligament

menempel pada femoral condyles

(1) Medial Collateral Ligament

Ligament utama yang menahan tegangan dari arah

valgus lutut. MCL mengontrol interal rotasi pada

lutut, sehingga rotasi tersebut dapat menurun ketika

melakukan geraka fleksi. MCL juga membatasi

gerakan eksternal rotasi yang berlebihan. MCL akan

merenggang ketika ekstensi dan eksternal rotasi.

Gerakan –gerakan yang dapat memberikan tegangan

pada MCL adalah hip adductor strengthing exercise

dimana tahanan akan diberikan pada distal lutut

sehingga, perlu diperhatikan bahwa, gerakan

adduksi dan internal rotasi akan menyebabkan lutut

dalam posisi valgus yang mana akan menyebabkan

cedera pada MCL

(2) Lateral Collateral Ligament


LCL memiliki peran penting yang berkebalikan

dengan MCL. MCL berperan penting dalam

menahan lutut dari tegangan kearag varus. LCL

berperan dalam mengontrol eksternal rotasi dari

tibia. Gerakan yang dapat memebrikan tegangan

pada LCL adalah pada hip adductor strengthening

exercise dimana tahanan akan diberikan pada distal

dari lutut (Abdurachman, dkk, 2017)

Ligament pada knee joint (teachme anatomy, 2022)

Keterangan :

1. Anterior cruciate 4. Posterior cruciate

ligament ligament

2. Lateral meniscus 5. Medial meniscus

3. lateral collateral ligament 6. medial collateral ligament

c. Otot – otot penyusun

1) Hip Joint
Gerakan otot yang dapat dilakukan pada hip joint, antara

lain (1) fleksi dan ekstensi (2) gerakan abduksi dan adduksi,

(3) eksternal dan internal rotasi. Berikut mengenai otot-

otot penggerak hip joint dapat di lihat pada tabel berikut

Otot – otot penggerak hip joint

Gerakan Nama otot Origo Insersio

M. Psoas Processuss trochanter

major transversus minor

lumbalis,

discus
Fleksi
intervertebrali

s, dan corpus

vertebra dari

TXII-LV

M. Iliacus Fossa iliaca trochanter

minor

M. Rectus Caput rectum: tendo

femoris SIAI; caput quadriceps

reflectum: femoris

tepat di atas
acetablum

M. Sartorius SIAS tendo

quadriceps

femoris

M. tensor Crista iliaca di tractus

fascia latae anatra SIAS iliotibilais

dan tiberculum

iliacum

Ekstensi M. Gluteus Fascia yang Aspek

maximus menutupi posterior dari

gluteus medius, tractus

permukaan iliotibialis

eksternal ilium dan

di belakang tuberositas

linea glutea gluteal dari

posterior, femus bagian

permukaan proximal

sacrum bagian

dorsal, tepi

lateral coccyx,

ligamentum

sacrotuberale

M. Biceps Caput longum: Caput


femoris tuber ishiadica fibulae

bagian

infermedial

Caput brave:

labium

laterale dari

linea aspera

M. Tuber Permukaan

Semimembran ishiadica medial dan

osus bagian posterior dari

superolateral condyles

medialis

tibia

M. Tuber Permukaan

Semitendinosu ischiadica medial dari

s bagian bagian

inferomedial proximal

tibia

M. Gluteus Permukaan Permukaan

medius eksternal dari lateral dari

ilium diantara trochanter

linea glutea major

anterior dan
posterior

M. Gluteus Permukaan Aspectus

minimus eksternal dari anterolateral

Abduktor ilium di antara dari

linea guteal trochanter

inferior dan major

anterior

Adduktor M. Pectineus Linea pectinea Linea obliq

dan tulang (dari dasar

pelvis yang trochanter

berdekatan minor sampe

linea aspera)

M. Gracilis Permukaan Linea aspera

luar dari corpis pada 1/3

ossis pubis tengah

corpus ossis

femoris

M. Adductor Permukaan Permukaan

brevis luar dari posterior dari

corpus ossis femur bagian

pubis dan proximal dan

ramus inferior linea aspera

ossis pubis 1/3 atas


M. Adductor Pars Permukaan

magnus adductors posterior dari

ramus femur bagian

ischiopubica proximal,

linea aspera

dan linea

supracondyl

aris medialis

tuberculum
Pars
adductorium
hamstring/
dan linea
extensors:
supracondyl
tuber
aris
ischiadica

eksternal M. Piriformis Permukaan Sisi medial

rotasi anterior dari dan tepi

sacrum di superior dari

antara trochanter

foramina major femur

sacralis

anteriora

M. Obturator Dinding Sisi medial

internus anterolateral dari

pelvis minor, trochanter


permukaan major femur

profundus dari

membrane

obturatoria

M. Gemellus Permukaan Pada

superior eksternal dari sepanjang

spina permukaan

ischiadica superior

tendo

musculus

obturator

internus dan

pada sisi

medial dari

trochanter

major femur

M. gemellus Bagian atas Pada

inerior dari tuber sepanjang

ischiadica permukaan

inferior

tendo

musculus

obturator
internus dan

pada sisi

medial dari

thochanter

major femur

M. quadratus Aspectus Tuberculum

femoris lateral dari quadratum

ischium tepat pada crista

di anterior dari intertrochant

tuber erica femur

ischiadica

M. Obturator Permukaan Fossa

femoris eksternal dari trochanteric

membrane a

tuber

ischiadica

Internal M. Gluteus Fascies Glutea Trochanter

rotasi minimus Os. ilium mayor

M. Tensor SIAS Tractus ilio

Fascia Latae tibialis

Tabel otot penggerak hip joint (Muqsith, 2017)

2) Knee Joint
Gerakan otot yang dapat dilakukan pada knee joint,

antara lain feksi dan ekstensi. Berikut mengenai otot-otot

pengerak pada knee joint dapat di lihat pada tabel berikut

Otot – otot pengerak knee joint

Gerakan otot origo Insersio

Fleksi M. Biceps Tuberositas Caput fibula

femoris ischiadicum,

membagi

tendon sama

besar dengan

semitendinosus

dan

semimembanos

us

M. Tuberositas Permukaan

semitendinosus ishiadicum, medial dari

membagi superior

tendon sama tibia melalui

besar dengan tendon pes

semitendinosus
dan biceps anserinus

femoris

M. Tuberositas Permukaan

Semimembran ischiadicum, posterior

osus membagi medial

tendon sama condyles

besar dengan tibia

semitendinosus

dan biceps

femoris

Extensi M. Rectus Spina iliaca Tuberositas

femoris anterior tibia

posterior

lekukan

acetabulum

M. vastus Linea Tendon

medialis introchanteria patella dan

dan bagian tuberositas

media linea tibia

aspera

Vastus 2/3 atas bagian Tuberositas

intermedius anterior dan tibialis

permukaan
lateral os

femur

M. Vastus Trochanter Tuberositas

lateralis major dan tibia

permukaan

lateral atas

linea aspera

Tabel otot penggerak knee joint (Pratama, 2019)

e. Deskripsi Ortotik Prostetik

1. Definisi Ortotik Prostetik

Ortotik Prostetik adalah pelayanan kesehatan yang diberikan

oleh ortotis prostetis dalam hal alata bantau kesehatan berupa

ortotis muapun prostetis untuk kesehatan fisik dan psikis

berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan

derajat kesehatan individu, kelompok dan masyarakat yang

diakibatkan oleh adanya gangguan fungsi dan gerak anggota tubuh

dan trunk (batang tubuh) serta hilangnya bagian anggota gerak

tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan/kelainan anatomis,

fisiologi, psikologis dan sosiologis. Ortotis prostetis adalah setiap

orang yang telah lulus program pendidikan ortotik protetik sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Prostesis adalah

alat pengganti anggota gerak tubuh yang dipasangkan diluar tubuh


yang diperuntungkan bagi pasien/klien yang membutuhkan

(Permenkes No. 22, 2013)

2. Jenis – jenis prosthesis

Jenis – jenis prosthesis ada 2 yaitu (1) lower limb prosthesis (2)

upper limb prosthesis. Menurut pembahasan sesuai dengan karya

tulis ilmiah lower limb prosthesis meiliki macam-macam bagian

sesuai dengan level amputasinya, antara lain : a) Hip

disarticulation prosthesis, b) transfemoral prosthesis, c) knee

disarticulation prosthesis, d) transtibial prosthesis, e) ankle

disarticulation prosthesis.

a. Hip disarticulation prosthesis

Hip disarticulation prosthesis merupakan jenis prosthesis

yang digunakan sesuai dengan level amputasi pasien. Antara

lain (a) hip disarticulation (b) hemipelvectomy (c) stump femur

yang pende. Disebabkan oleh penyakit ganas, infeksi atau

gangrene. Amputasi bagian ini mempunyai keuntungan dengan

stump dapat menumpu. Sedangkan kelemahan penggunaan

prosthesis jenis ini memerlukan tenaga yang besar untuk

menggerakannya (Marshall, 2016)


Hip disarticulation prosthesis (Ulger, 2012)

b. Transfemoral prosthesis

Amputasi transfemoral karena ampuntasi ini terjadi di paha

yang melewati tulang femur. Amputasi menyebabkan kelainan

gaya berjalan yang signifikan. Tingkat amputasi meningkat,

tingkat fungsional berkurang, dan karakteristik kelainan gaya

berjalan segera terlihat. Transfemoral prosthesis merupakan

kaki tiruan yang digunakan untuk amputasi atas lutut (Syafitri

dan Rachmat, 2018)


Transfemoral prosthesis (Rachmat, 2018)
c. Knee disarticulation prosthesis

Knee disarticulation merupakan amputasi yang dilakukan

pada knee joint dengan memisahkan tungkai bawah atau tepat

lutut, baik karena tumor, trauma, congenital sejak lahir serta

karena penyakit yang mengharuskan amputasi (Marshall, 2016)

Knee disarticulation prosthesis (orthopedic,lk)


d. Transtibial prosthesis

Transtibial prosthesis adalah hilangnya anggota gerak pada

bagian bawah lutut, tepatnya disepanjang tulang tibia yang

dapat mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk

melakukan aktivitas bervariasi secara fungsional (Rachmat et

al, 2017)

Transtibial (shansmin, 2012)

e. Ankle disarticulation prosthesis


Ankle disarticulation prosthesis merupakan alat pengganti

tungkai bawah dengan keadaan amputasi tepat pada ankle atau

ketiadaan pergelangan kaki baik karena trauma, congenital,

serta penyakit yang mengharuskan amputasi (Darmawan, 2011)

Ankle disarticulation prosthesis (indiamart)


Prosthesis yang sesuai dengan deformitas pasien, maka

prosthesis yang sesuai adalah transtibial prosthesis yang

mempunyai bagian-bagian sebagai berikut :

1. Socket

Socket merupakan bagian dari prosthesis yang digunakan

sebagai tempat stump. Socket didesain untuk mentransfer berat

badan pasien melalui prosthesis ke tanah dengan nyaman.

Socket merupakan penghubung antara stump pasien dengan

shank. Socket terdiri dari dua bgiab yaitu soft socket dan hard

socket. Pada transtibial prosthesis ada 3 tipe socket banyak

digunakan yaitu:

a. Socket PTB (Patellar Tendon Bearing)


Tipe socket ini di desain untuk transtibial amputasi

dengan tumpuan utama terletak di patella tendon. Perlunya

suspensi tambahan dalam penggunaan tipe socket ini.

Meskipun socket memiliki total contact dengan stump,

kekuatan itu memusatkan pada area toleran terhadap

tekanan dan mengurangi gaya pada area yang sensitive

terhadap tekanan. Desain PTB dibuat untuk memanfaatkan

gaya normal pada ligament patella. Ini dilakukan dengan

menambahkan initial flexion socket. Indikasi dari

penggunaan socket PTB adalah untuk pasien dengan

panjang stump dari mid sampai long. Kontraindikasi adanya

ketidakstabilan pada ligament knee dan kontratur fleksi.

Keuntungan mudah dibuat dan mudah dipasang,

kekurangannya perlu suspensi tambahan (Morvan et al,

2014)

Gambar socket PTB (Glesbert, 2012)

b. Socket PTB SC (Patella Tendon Bearing Supracondylar)

Weight bearing terjadi di bawah patella, tepatnya di

patella tendon. Mekanisme suspensi menggunakan system


supracondylar socket suspensi. Indikasi dari penggunaan

PTB SC socket adalah untuk pasien dengan panjang stump

dari long sampai short, pasien yang aktif.

Kontraindikasinya adanya ketidakstabilan A-P knee

ligament. Keuntungan desain kosmetiknya bagus dan

prosthesisnya mudah dipasang, kekuranganya jika pasien

tidak terbiasa dengan socket ini maka mungkin trimline

akan sedikit mengganggu ketika duduk (Morvan et al,

2014)

Gambar socket PTB SC (Glesbert, 2012)

c. Socket PTB SC SP (Patella Tendon Bearing Supracondylar

Suprapatellar)

Dari mekanisme penumpuannya socket PTB SCSP

sama dengan socket PTB dan PTB SC yaitu penmpuan

utama pada patella tendon dan penumpuan pendukung pada

daerah stump yang mampu mendapat penekanan, misalnya

pada medial flare of tibia. Desain ini memberikan stabilitas

ekstra medio lateral dan anterior posterior, memberikan

kontrol gaya berjalan yang luar biasa. Ketika terlalu flexi,


anterior wall yang tinggi mungkin memiliki pengaruh

negatif pada penampilan kosmetik. Indikasi dari

penggunaan PTB SCSP socket adalah stump yang pendek

ada sedikit ketidakstabilan pada knee joint. Kelebihan

menambah medio-lateral dan mampu mengontrol ekstensi

knee. Kelemahan pada saat pasien berlutut tidak nyaman

karena patella tertutup dan kosmetik kurang baik karena

trimline terlihat ketika pasien duduk (Morvan et al, 2014)

Gambar socket PTB SC SP (Glesbert, 2012)

1. Suspensi

Pada transtibial prosthesis, salah satu bagiannya

adalah suspense. Suspensi adalah penggantung, artinya

suspensi berfungsi sebagai penggantung prosthesis agar

tidak lepas jika digunakan saat beraktivitas, misalnya

berjalan. Ketika berjalan maka akan terjadi periode

mangayun atau swing, dan ketika periode swing ini,

fungsi dari suspension yaitu sebagai penggantung antara

prosthesis dengan stump pasien agar tidak terlepas.


Beberapa jenis suspensi pada transtibial prosthesis

antara lain:

a. Supracondylar Cuff Suspension

Supracondylar Cuff suspension adalah

manset sederhana yang berfungsi mengantungkan

prosthesis ke supracondylar. Tipe suspensi ini biasa

digunakan pada transtibial prosthesis dengan tipe

socket PTB. Indikasi penambahan pada suspensi,

kontraindikasi stump dengan ketidakstabilan medio-

lateral dan anterior-posterior, kelebihan mudah

disesuaikan yaitu dengan dilonggarkan atau

dikencangkan dalam pemakaian (Carlo, 2017)

James, 2011

b. Joint dan Thigh Corset Suspension

Kombinasi sambungan logam yang

memanjang dari medial dan permukaan socket yang

dilekatkan pada korset yang dikenakan di sekitar

paha. Kombinasi ini dirancang untuk memberikan


stabilitas maksimum medio lateral dan sebagai

weight bearing pada paha. Indikasi apabila pasien

membutuhkan kestabilan medio-lateral dan

anterior-superior yang maksimal. Kontraindikasi

apabila ada oedema yang kronis pada stump bagian

distal (Morvan et al, 2014)

Joint dan Thigh Corset Suspension (Morvan et al,

2014)

c. Sleeve

Sleeve merupakan tipe suspensi yang

digunakan sebagai suspens utama atau tambahan.

Terbuat dari bahan elastis. Indikasi pergerakan knee

joint yang lebih bebas, kontraindikasi pasien yang

banyak mengerakan lututnya (sleeve akan rusak),

kelebihan simple dalam pemakaian, kosmetiknya

bagus. Kekurangan pemakaian yang lama akan


membuat sleeve suspension kendur (Brunelli et al,

2013)

Sleeve (James, 2011)

2. Shank prosthesis

Shank atau body prosthesis merupakan bagian dari

prosthesis yang menghubungkan body socket prosthesis

dengan foot. Shank memiliki beberapa fungsi (1)

menjaga agar kaki dan socket pada posisi seharusnya,

(2) mentransfer berat badan pasien dari socket ke kaki,

(3) membuat kaki terlihat lebih baik dari segi

kosmestiknya. Shank dibedakan menjadi dua, yaitu

exoskeletal shank dan endoskeletal shank

a. Exoskeletal shank

Terbuat dari busa kaku yang dapat diperluas

atau dilaminasi secara eksternal agar sesuai dengan

kaki pemakainya. Indikasi dari exoskeletal shank ini

yaitu pasien yang sangat aktif. Keuntungan

exoskeletal shank yaitu selain murah, pembuatannya


mudah, pelapisan bagian luar lebih berdaya tahan.

Kekurangan dari shank ini yaitu kemampuan

menopang tubuh lebih kecil dibanding endoskeletal

shank dan apabila alignment ada kesalahan, untuk

melakukan alignment ulang lebih sulit (Wong et al,

2019)

Exsoskeletal shank (Dezembro, 2017)


b. Endoskeletal shank

Endoskeletal shank terdiri dari tube logam

dan plastic yang mengubungkan socket dengan

ankle dan foot. Indikasi dari endoskeletal yaitu

komponennya bisa diganti. Kontraindikasi pasien

yang melakukan aktivitas yang berat. Keuntungan

endoskeletal shank ini yaitu lebih modern, lebih

mampu menopang beban tubuh, lebih kuat.

Kekurangan shank ini yaitu lebih mahal, pembuatan

lebih sulit dan rumit ( prakoso, 2016)


Endoskeletal shank (Dezomro, 2017)

3. Jenis foot

Pada umunya pembuatan transtibial prosthesis jenis

foot memiliki banyak jenis dengan indikasi dan kontra

indikasi dari foot. Setiap pasien memiliki kebutuhan

foot yang berbeda-beda jenis.

a. Solid Ankle Cushion Heel (SACH) Foot

Jenis kaki terdiri dari blok pergelangan kaki

yang kokoh dengan kaki depan yang kaku dan tumit

yang empuk. Umumnya diindikasikan untuk pasien

dengan kemampuan dan atau potensi posisi yang

sangat terbatas. Kontraindikasi aktivitas berat.

Kelebihan dari SACH foot adalah ringan dan sangat

kuat. Kelemahan bantalah karet atau tumit cukup

aus (Stevens et al., 2018)


Sach Foot(Ottobock, 2014)
b. Single axis foot

Jenis kaki artikulasi asli dimana engsel

sederhana meniru fungsi pergelangan kaki dalam

satu kaki bidang gerak. Bumper yang dapat

disesuaikan secara kompresif umumnya digunakan

untuk mengontrol gerakan ini. Umumnya

diindikasikan unuk pasien dengan kemampuan

rawat jalan terbatas dan memberikan gerakan naik

dan turun yang meningkatkan stabilitas lutut.

Kelebihan bumper dapat dikurangi sesuai

kebutuhan. Kelemahan lebih berat daripada SACH

foot (Steven el at., 2018)


Single axis foot (Ottobock, 2014)
c. Multi axis foot

Jenis kaki dimana elemen fleksibel di blok

pergelangan kaki memungkinkan gerakan yang

diredam di seluruh ketiga bidang gerak. Ini

memeberikan peningkatan mobilitas di pergelangan

kaki yang membantu menstabilkan individu pada

permukaan yang tidak rata. Indikasi dari multi axis

foot yaitu medan kasar atau tidak rata. Kelebihan

mudah berjalan pada bidang yang tidak rata.

Kekurangan menambah berat, pemeliharaan sulit

(Staven et al, 2018)

Multi axis foot (Ottobock, 2014)


d. Energy recovery foot

Jenis kaki yang terbuat dari bahan elastis

yang dibelokkan di bawah beban, menyiapkan

energy yang dikembalikan nanti dalam gaya

berjalan ke bentuk aslinya. Umumnya diindikasikan

untuk pasien dengan kemampuan dan atau potensi

posisi melintasi kecepatan dan permukaan yang


bervariasi. Kelebihan heel yang sangat kuat dan

kekurangannya mahal (Staven et al, 2018)

Energy recovery foot (Ottobock, 2014)

f. Deskripsi biomekanik ortotik prostetik

Biomekanik merupakan kombinasi antara disiplin ilmu

mekanika terapan dan ilmu mekanika terapan dan ilmu ilmu biologi dan

fisiologi (hariadi, 2016). Dalam pembahasan ini penulis memfokuskan

bahasan pada pola jalan normal manusia

1. Normal gait

Siklus gait Adalah aktivitas yang terjadi antara satu kaki

menyentuh tanah dan kaki pada sisi yang sama kembali menyentuh

tanah. Satu siklus terdiri dari dua buah fase yaitu, fase stance (pada

salah satu kaki menyentuh tanah) dan fase swing (pada saat salah

satu kaki mengayun atau tidak mengalami kontak dengan tanah).

Umumnya bagian kaki yang menyentuh tanah terlebih dahulu

adalah tumit (Flaviana, dkk, 2016)


(Ariano, dkk, 2013)

a. Stance phase

Stance phase atau fase menumpu, fase ini dimulai saat

salah satu tumit menyentuh tanah dan berakhir saat jari kaki

pada kaki meninggalkan tanah. Pada fase ini terbagi menjadi 4

tahap yaitu : (1) heel strike, (2) foot flat, (3) mid stance, (4) heel

off, dan (5) toe off (Irfan, 2012)

1) Heel strike (Initial contact)

Adalah titik dimana pada satu siklus berjalan

merupakan kontak awal dengan lantai (Irfan, 2012)

2) Foot flat (Loading response)

Sub fase ini adalah periode yang merupakan awalan

double support (menapak dengan kedua kaki) dari initial


contact. Periode loading respon berarti telah mencapai 10%

dari proses satu siklus berjalan (Irfan, 2012)

3) Mid stance

Sub fase ini adalah periode tungkai yang lainnya

meninggalkan lantai dan posisi tubuh tegak lurus dengan

tungkai depan (sedang menampak) (Irfan, 2012)

4) Heel off (Terminal stance)

Sub fase ini adalah periode dimana single support yang

kedua dimana pada tumit tungkai lainnya membentuk

kontak dengan lantai atau fase diana tumit mulai

meninggalkan lantai dan beban berpindah ke tungkai

satunya (Irfan, 2012)

5) Toe off

periode dimana kontak akhir dengan lantai pada jari

kaki atau fase dimana ketika jari-jari kaki mulai

meninggalkan lantai dan untuk memulai gerakan swing

phase (Irfan, 2012)

b. Swing Phase (fase mengayun) adalah periode dimana kaki

dalam keadaan tidak kontak dengan lantai. Dapat pula di

definisikan sebagai periode dimana semua bagian salah satu

kaki bergerak kedepan. Fase ini terdiri dari 3 fase yaitu (1)

acceleration, (2) mid swing, (3) deceleration

1) Acceleration (Pre swing)


Sub fase ini adalah perode dimana merupakan akhir dari

double support dan merupakan initial contact bagi tungkai

kontra lateral serta toe off (Irfan, 2012)

2) Mid swing

Sub fase ini adalah periode dimana merupakan awalan

ayunan setelah jari kaki meninggalkan lantai atau fase

terjadi ketika seluruh kaki terangkat ke atas dan langsung

memulai garis berat tubuh serta kaki pada posisi normal

(Irfan, 2012)

3) Deceleration (Terminal swing)

Sub fase ini adalah periode dimana merupakan akhir

fase mengayun dimana pada tungkai mulai persiapan untuk

initial contact untuk langkah periode selanjutnya (Irfan,

2012)

2. Biomekanik transtibial prosthesis

Prosthetic alignment

Alignement pada prosthesis berpengaruh pada ukuran dan

distribusi gaya dari socket terhadap stump. Ketika tidak

memunginkan untuk menghindari tekanan pada area sensitive,

maka socket harus dibentuk supaya meminimalisir tekanan.

Saat alignment yang harus di cek ialah :


- Saat alignment TT menempatkan foot ke lateral, socket

cenderung memyebabkan rotasi socket yang kemudian

memberikan tekanan pada bagian distal medial.

- Saat alignment TT menempatkan foot ke medial, cenderung

menyebabkan tekanan socket pada medial proximal dan

distal lateral

- Saat alignment TT menempatkan foot ke posterior,

cenderung menyebabkan rotasi socket yang kemudian

memberi tekanan pada bagian distal anterior dan posterior

proximal pada stump

- Saat alignment TT menempatkan foot ke anterior,

cenderung menyebabkan tekanan pada bagian distal

proximal pada stump dan bagian anterior proximal stump

(Morvan et al, 2014)

Penempatan foot ke lateral dan foot jauh ke posterior


(Morvan et al, 2014)

3. Gait deviasi pada transtibial prosthesis

a. Excessive knee flexion


Knee fleksi bergerak ke depan secara berlebihan selama

stance phase dan pasien mengalami sensasi “risiko jatuh ke

depan” disetiap langkah. Penyebab prosthesis ini adalah (1)

dorsi fleksi berlebihan atau heel cushion berlebihan, (2) socket

dipasang terlalu jauh ke depan pada kaki, (3) socket tidak pas,

(4) prosthesis terlalu panjang, (5) suspensi tidak memadai.

Penyebab dari sisi pasien adalah (1) posisi knee dan hip tetap

fleksi, (2) sakit karena socketnya, (3) hip extensi terlalu lemah

(Morvan et al, 2014)

Excessive knee flexion (morvan et al, 2014)

b. Delayed atau not enough knee fleksi

Knee joint tetap dalam ekstensi selama bagian akhir dari

fase berdiri dan pasien mengalami sensari berjalan “menanjak“.

Penyebab prosthesis ini adalah (1) suspensi tidak memamadai,

(2) plantar fleksi yang berlebihan. Penyebab dari sisi pasien ini

adalah (1) masalah dengan gerakan pada pelvis dan hip, (2)

kekakuan pada knee joint (Morvan et al, 2014)


Delayed atau not enough knee fleksi (Morvan et al, 2017)
c. Lateral shift atau lateral thrust of the knee

Gaya berjalan dengan genu varum. Momen varus

berlebihan. Penyebab prosthesis ini adalah (1) medial- lateral

socket terlalu lebar, (2) alignment yang tidak sesuai, (3) posisi

kaki terlalu jauh ke medial, (4) socket terlalu banyak abduksi

(Morvan et al, 2014)

Lateral shift atau lateral thrust of the knee (Morvan et al, 2014)
A. Teori Pelaksanaan Ortotik Protetik

a. Assessment

Assessment adalah proses pengambilan informasi dari pasien atau

narasumber oleh seorang ortotis prostetis yang meliputi subjective

assessment dan objective assessment

1. Subjective assessment
Subjective assessment adalah pemeriksaan yang dilakukan

terhadap pasien dengan melakukan wawancara antara tenaga medis

dengan pasien, dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu aouto

anamnesis merupakan wawancara yang dilakukan bersama pasien,

dan hetero anamnesis adalah wawancara yang dilakukan dengan

orang lain yang dianggap memahami kondisi pasien tersebut

(permenkes, 2013)

2. Objective assessment

Objective assessment adalah proses pengambilan data dengan

cara memeriksa fisik secara langsung guna mengetahui keadaan

fisik yang sesungguhnya. Dengan memeriksa fisik pasien secara

langsung seorang ortotis prostetis dapat menentukan prescription

alat yang akan digunakan (Permenkes RI, Nomor 27 Tahun 2015).

Pemeriksaan objective meliputi : Kondisi deformitas pasien

(inspeksi, palpasi), pemeriksaan ROM (Range Of Motion),

pemeriksaan MMT (Manual Muscle Testing), Sensation, Stabilitas

Joint, pemeriksaan khusus (Thomat Test)

(1) Pemeriksaan inspeksi

Pemeriksaan inpeksi yaitu pemeriksaan yang dilakukan

dengan cara melihat bagian tubuh secara visual (Sutejo &

Purwandhono, 2016)

(2) Pemeriksaan palpasi


Pemeriksaan palpasi yaitu pemeriksaan dilakukan dengan

cara melakukan sentuhan dan tekanan pada bagian tubuh yang

terkena deformitas guna menentukan material yang akan

diaplikasikan dan penegak diagnosa (Permenkes RI, No 27

tahun 2015)

(3) Pemeriksaan ROM

Range of Motion (ROM) merupakan luas gerak yang dapat

dilakukan oleh sendi pada salah satu dari potongan tubuh

(sagittal, transversal, dan frontal). ROM memiliki pengertian

lain yaitu latihan gerakan sendi yang mememungkin terjadinya

kontraksi dan pergerakan otot, dimana posisi pasien

menggerakan masing-masing sesuai dengan gerakan normal

baik secara aktif maupun pasif (Utomo, 2013)

No Joint Gerakan ROM Normal

1 HIP Fleksi 120°

Ekstensi 30°

Abduksi 45°

Adduksi 30°

2 Knee Fleksi 130°

Ekstensi 0-10°

Tabel batas normal ROM (Salam, 2019)

(4) Pemeriksaan MMT


MMT (Mascle Manual Testing) merupakan pemeriksaan

yang dilakukan untuk mengetahui kekuatan otot (Putri &

Wulandari, 2018)

Pemeriksaan ini pada a) hip fleksi,b) hip esktensi, c)hip

abduksi, d) hip adduksi, e) knee fleksi dan f) knee ekstensi.

Berikut adalah data tentang Oxford scale

Nilai otot Keterangan

0 (Zero) Tidak ada gerakan, tidak ada kontarksi

1 (Trace) Tidak ada gerakan, ada kontraksi

2 (Poor) Full ROM, tanpa melawan gravitasi

3 (Fair) Full ROM, melawan gravitasi, tanpa tahanan

4 (Good) Full ROM, melawa gravitasi, tahanan sedang

5 (Normal) Full ROM, melawan gravitasi, tahanan maximal

Tabel penilaian kekuatan otot oxford scale

(5) Pemeriksaan sensasi

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengetahui fungsi

sensorik pada area stump side, pemeriksaan dilakukan dengan

cara memberikan rangsangan atau meraba menggunakan

bolpoint untuk memberikan sensasi rasa nyeri degan

memberikan sentuhan ujung bolpoint yang tumpul dan tajam.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengetahui fungsi sensorik

pada area stump side. Pasien diminta untu mengatakan tajam


atau tumpul ketika merasakan objek masing-masing (Rayner &

Smale, 2017)

(6) Pemeriksaan stabilitas joint (joint stability)

Stabilitas sendi pada knee joint dilakukan dengan cara

valgus test, varus test, anterior drawer test dam posterior

drawer test

a) Valgus test dan varus test

Test valgus dan varus merupakan gerakan ke sisi

luar/samping (lateral), sedangkan dalam/tengah (medial),

yang bertujuan untuk mengetahui kelainan pada ligament

collateral lateral dan collateral medial (Anggoro, 2019)

Valg
us dan varus test pada knee joint (Arifin& Sakti, 2016)
b) Anterior posterior drawer test

Test ini dibentuk dengan lutut di fleksikan pada

sudut 90 derat dan kaki keadaan netral. Daya digunakan ke

dalam arah posterior pada proximal tibia tanpa ada

perubahan. Bila terdapat drawer posterior positif maka

dapat diindikasikan terjadi kerusakan pada cruciate

posterior (Priyonadi)
Posterior dan anterior test pada knee joint (Cohen et al,
2020)
c) Pemeriksaan khusus (Thomas test)

Merupakan pemeriksaan khusus yang dilakukan untuk

memeriksa apakah terjadi fleksi kontraktur pada stump

pasien (Vigotsky, 2016). Hasil Thomas test :

(1) Jika amputasi lurus atau menempel pada meja, berarti

stump normal (tidak ada kontarktur atau negatif)

(2) Jika ampuatasi tidak bisa menempel atau terangkat pada

meja, berarti terjadi kontaktur (positif)

b. Measurement dan casting prosthesis

1. Measurement

Measurement adalah pengambilan ukuran dari pasien

sebagai pedoman utama dalam proses pembuatan prosthesis

(Permenkes No. 27 Tahun 2015).

Pengukuran pada ampute side meliputi: (1) panjang stump

dapat diukur mulai dari patella tendon sampai dengan end of

stump, (2) pengukuran circumference interval panjang stump, (3)

pengukuran circumference patella tendon, (3) pengukuran diameter

medial lateral epicondyle, (4) pengukuran diameter supracondylar,


(5) diameter anterior posterior antara patella tendon dan popliteal

area

Pengukuran sound side meliputi : (1) Panjang sound side

dari patella tendon-floor (2) circumference dari bagian gastroc

yang terbesar dan yang terkecil, (3) pengukuran panjang foot

2. Casting

Casting adalah pengambilan cetakan stump pasien yang

nantinya akan menghasilkan negative cast (Rachmat &

Meiwijayasmin, 2019)

Teknik casting POP menggunakan teknik wrap (roll),

penekanan dilakukan pada patella tendon dan popliteal area untuk

mendapatkan positif cast dengan posisi tungkai knee fleksi 5°

(Mehmood, et al, 2018)

c. Rectifikasi

1. Filling negatif cast

Filling negatif cast adalah pencampuran adonan dari gypsum

powder dan air yang bertujuan untuk menghasilkan positif cast

(Rachmat & Meiwijayasmi, 2019)


2. Cast rectifikasi

Rectifikasi merupakan proses pengurangan dan penambahan

pada area tertentu di positif cast agar saat pembuatan prosthesis

dapat fit dengan tungkai pasin yang mengalami deformitas (Syafitri

& Rachmat 2018)

Area yang dikurangi pada transtibial prosthesis PTB SC antara

lain : (a) area patella tendon, (b) area supracondylar, (c) area lateral

tibia flare, (d) area medial tibia flare, (e)area popliteal area. Area

penambahan pada transtibial antara lain : (a) apex fibular, (b) tibial

crest, (c) distal crest, (4) popliteal area

d. Fabrikasi

Fabrikasi merupakan proses pembuatan socket, baik hard socket

maupun soft socket (Syafitri & Rachmat, 2018)

e. Assembly

Assembly adalah hubungan antara socket dan komponen lain yang

dilakukan tanpa adanya pasien sehingga menjadi satu kesatuan yang

utuh. Perakitan komponen – komponen hingga menjadi sebuah

prosthesis yang akan difittingkan dan diberikan kepada pasien

(Courtney, 2016)

Bench alignment posisi foot 5° eksternal rotasi, posisi socket

apabila dilihat dari pandangan lateral yaitu 5° fleksi, sedangkan dari

pandangan anterior posisi socket medium yaitu 5° netral (Morvan et al,

2014)
(M

orvan, et al, 2014)

f. Fitting prosthesis

Fitting adalah pengepasan prosthesis pada pasien yang meliputi

static alignment dan dynamic alignment

1. Static alignment

Static alignment adalah proses yang dilakukan ketika

prosthesis dipasangkan ke pasien, saat pasien duduk dan berdiri

(Rachmat & Priangi, 2019)

2. Dynamic alignment

Dynamic alignment adalah proses yang dilakukan setelah

static alignment selesai atau mengeanalisis pola jalan pasien saat

menggunakan prosthesis (Rachmat & Priangi, 2019)

g. Finishing dan edukasi

Finishing merupakan suatu proses penyelesaian prosthesis dalam

segi estetika, penyempurnaan alat ganti yang dibuat berdasarkan

analisis pada proses fitting, kenyamanan pemakaian dan efek

psikologis terhadap pemakainya (Rachmat & Priangi, 2019)


Edukasi adalah pemberian saran dan penjelasan kepada pasien

tenatng cara berjalan menggunakan prosthesis dengan benar dan cara

merawat stump (Rachmat & Priangi, 2019)

B. Keaslian Penulisan

1. Karya Tulis Ilmiah oleh Nira Wulan Safitri Tahun 2018 dengan judul

Penatalaksanaan Amptasi Tungkai Kiri Akibat Congenital dengan

menggunakan Transtibial Prosthesis Patella Tendon bearing

Supracondylar Suspension. Hasilnya yang di dapatkan yaitu pada saat

dilakukan dynamic alignment terdapat gait deviasi lateral trust of knee

disebabkan karena ketika bech alignment pemasangan socket terlalu

mengarah ke abduksi

2. Karya Tulis Ilmiah oleh Laras Tri Yuliana Tahun 2021 dengan judul

Penatalaksanaan Pasien Congenital Transtibial Amputation Tungkai

Kanan menggunakan Transtibial Prosthesis PTB-SC. Hasil yang di

dapatkan yaitu pada saat dynamic alignment tidak ditemukan gait

deviasi karena pasien baru berjalan menggunakan bantuan kruk

(axilla), saat prosthesis dilepas tidak ditemukan tanda kemerahan atau

bengkak pada stump pasien

Anda mungkin juga menyukai