Anda di halaman 1dari 54

REFERAT KEPANITERAAN KLINIK

ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I RADEN SAID SUKANTO
PERIODE 24 JANUARI – 31 MARET 2012

GENU VARUM

Pembimbing:
dr. Sigit Wedhanto, Sp.OT

Disusun oleh:
Faustine Bagya Rahardja (07120070069)

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan


“Genu Varum dan Valgum

2012

Hlm 2
Genu Varum dan Valgum

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas
penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Adapun maksud dan
tujuan penulis dalam menyusun referat ini adalah untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam program Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit
Bhayangkara Tk. I Raden Said Sukanto.
Referat yang berjudul “Genu Varum dan Valgum” berisi tentang
deformitas varus dan valgus, genu varum dan genu valgum, dan secara khusus
membahas penyakit blount mulai dari definisi, klasifikasi, epidemiologi, etiologi,
patogenesis/ patofisiologi, manifestasi klinis (anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang), diagnosis, tata laksana, komplikasi, dan prognosis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Sigit Wedhanto, Sp.OT yang
telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian referat ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
berkontribusi dalam penyelesaian referat ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
referat ini. Oleh karena itu, saran yang membangun diharapkan oleh penulis.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Selamat membaca dan semoga
referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, Maret 2012

Penulis

Hlm 2
Genu Varum dan Valgum

BAB I. PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Deformitas varus merujuk kepada angulasi abnormal dari suatu ekstremitas. 1
Deformitas angulasi tersebut dapat terjadi pada sendi, atau pada tulang di dekat
sendi, namun dapat juga terjadi pada tangkai tulang.1
Genu varum merupakan kekhawatiran umum pada tahun-tahun awal
kehidupan.2 Genu varum adalah angulasi tulang dimana segmen distal dari sendi
lutut menuju garis tengah.3 Untuk mayoritas anak, masalah ini merupakan variasi
normal (fisiologis), dan membaik secara spontan.2 Sebagian lainnya, akan
mengalami masalah kosmetik ataupun fungsi yang memerlukan penyangga
(brace) dan tindakan pembedahan.2 Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang baik dapat membantu mengevaluasi masalah
tersebut.
Pada anak, penyakit blount merupakan penyebab utama genu varum
patologis.2 Penyakit blount (tibia vara atau osteokondrosis deformans tibia)
merupakan gangguan pertumbuhan yang relatif jarang terjadi, ditandai dengan
gangguan osifikasi aspek medial dari fisis tibia proksimal.1,4 Deformitas yang
terjadi secara berkelanjutan ini memiliki manifestasi berupa angulasi varus,
prokurvatum (konveksitas anterior), dan torsi interna dari tibia, juga dapat disertai
dengan pemendekan ekstremitas pada kasus unilateral.5 Hal ini dapat berkibat
pada deformitas berkelanjutan dengan deviasi gaya berjalan (gait), diskrepansi
panjang ekstremitas, dan artritis dini sendi lutut.5
Penyakit blount pertama kali dideskripsikan oleh Erlacher dan McCurdy
pada tahun 1922. Kemudian, pada tahun 1935, Blount mengidentifikasi tanda
klinis, radiologis, dan patologis penyakit ini dalam literatur, yang selanjutnya
diberi nama penyakit blount.4,6
Gangguan ini diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu onset awal
dan onset lanjut.3,4 Onset awal disebut juga infantile type (terjadi pada usia kurang
dari 4 tahun). Onset lanjut selanjutnya dibagi menjadi dua, yaitu juvenile type

Hlm 1
Genu Varum dan Valgum

(terjadi pada usia 4-10 tahun) dan adolescence type (terjadi pada usia lebih dari 10
tahun).4
Penyakit Blount lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan
laki-laki, dengan predisposisi pada anak berkulit hitam, obesitas, dan anak-anak
keturunan Skandinavian.1,5 Gangguan ini bermanifestasi pada usia 2 tahun pada
infantile type, dan setelah usia 8 tahun pada juvenile dan adolescence type.1,3
Infantile type terjadi 5 kali lebih sering dibandingkan tipe lainnya.7
Penyakit blount diduga terjadi akibat kombinasi antara kompresi yang
berlebihan dan pembentukan tulang endokondral yang terganggu.4 Displasia lokal
dari bagian medial epifisis tibia proksimal mendasari kelainan ini.1 Kombinasi
antara berhentinya pertumbuhan bagian medial fisis dan pertumbuhan normal
pada bagian lateral mengakibatkan kelainan yang berkelanjutan.1
Manifestasi penyakit blount bergantung kepada onset. Pada tahap awal,
penyakit blount tidak menimbulkan gejala.1 Pemeriksaan mengungkap adanya
kelainan angulasi varus, yang lebih tampak jelas jika terjadi secara unilateral. 1
Secara radiologis, tampak osifikasi defektif pada bagian medial epifisis tibia
proksimal, tampakan “paruh (beak)” pada metafisis, dan retardasi pertumbuhan
longitudinal bagian medial tibia.1,8
Penatalaksaan pada tahap awal penyakit blount pada anak yang berusia
lebih muda ditujukan untuk mencegah progresi deformitas varus. 1 Pada tahap ini,
bidai malam (night splint) dapat membantu memperbaiki kelainan.1,8 Pada anak
yang berusia lebih tua, deformitas varus tetap berkembang walaupun dengan
pembidaian.1 Hal ini hanya dapat diperbaiki dengan tindakan operatif osteotomi
tibia, yang dilakukan berulang selama masa pertumbuhan.1,8

Hlm 2
Genu Varum dan Valgum

BAB II
PEMBAHASAN

DEFINISI
Varus adalah angulasi yang mengikuti pola lingkaran imaginer dimana pasien
berada.1
 Cubitus varus adalah berkurangnya sudut lipat siku (carrying angle).
 Coxa vara adalah berkurangnya sudut leher-tangkai femoral (<130°).
 Genu varum atau bow leg (kaki O) adalah kondisi dimana lutut
berjauhan saat kaki disatukan.
 Heel varus adalah berkurangnya sudut antara aksis kaki dengan tumit,
seperti pada posisi inversi.
 Talipes equinovarus adalah deformitas inversi dari kaki, biasa disertai
dengan equinus (deformitas fleksi plantar) dari sendi pergelangan kaki
(sering ditemukan pada kelainan kongenital clubfoot).
 Metatarsus varus atau metatarsus aduktus (istilah yang lebih tepat)
adalah deformitas aduktus dari bagian kaki depan (forefoot) terhadap
bagian kaki belakang (hind foot).
 Hallux varus adalah deformitas aduksi ibu jari kaki melalui sendi
metatarsofalangeal.

Hlm 3
Genu Varum dan Valgum

Gambar 1. Deformitas varus


(Sumber: Salter R. Textbook of Disorders and Injuries of the Muskuloskeletal System.
Edisi ketiga)

Genu varum adalah angulasi tulang dimana segmen distal dari sendi lutut menuju
garis tengah.3

Gambar 2. Genu varum


(Sumber: Sass P, Hassan G. Lower Extremity Abnormalities in Children. American
Family Physician 2003; 68(3): 461-468)

Hlm 4
Genu Varum dan Valgum

ANATOMI SENDI LUTUT


Sendi lutut merupakan sendi sinovial terbesar pada tubuh. Sendi lutut terdiri dari:
 Artikulasi antara femur dan tibia, merupakan sendi penahan beban
(weightbearing joint)
 Artikulasi antara patella dan femur

Gambar 3. Sendi lutut (kapsul sendi tidak ditampilkan)


(Sumber: Drake R, Vogl W, Mitchell A. Gray’s Anatomy for Students; 2005)
Permukaan Artikular
Permukaan artikular dari tulang pembentuk sendi lutut dilapisi oleh kartilago
hialin. Permukaan utama yang terlibat adalah:
 Kedua kondilus femoralis
 Aspek superior dari kondilus tibialis

Hlm 5
Genu Varum dan Valgum

Gambar 4. Permukaan artikular sendi lutut. A. Ekstensi B. Fleksi C. Tampak depan (fleksi)
(Sumber: Drake R, Vogl W, Mitchell A. Gray’s Anatomy for Students; 2005)

Meniskus
Ada dua meniskus, yang merupakan fibrokartilago berbentuk C, pada sendi lutut,
satu pada sisi medial (meniskus medialis) dan lainnya pada sisi lateral (meniskus
lateralis). Keduanya melekat pada faset regio interkondilar dari plateau tibia.

Gambar 5.Meniskus sendi lutut

Hlm 6
Genu Varum dan Valgum

(Sumber: Drake R, Vogl W, Mitchell A. Gray’s Anatomy for Students; 2005)

Membran Sinovial
Membran sinovial dari sendi lutut melekat pada tepi permukaan artikular dan tepi
luar superior dan inferior dari meniskus. Pada bagian posterior, membran sinovial
memisahkan membran fibrosa kapsul sendi pada tiap sisi ligamen krusiatum
posterior dan melingkari kedua ligamentum yang memisahkan mereka dari rongga
sendi. Pada bagian anterior, membran sinovial terpisah dari ligament patellar oleh
bantalan lemak infrapatellar (infrapatellar fat pad).

Gambar 6. Membran sinovial dan bursa sendi lutut


(Sumber: Drake R, Vogl W, Mitchell A. Gray’s Anatomy for Students; 2005)
Membran Fibrosa
Membran fibrosa dari sendi lutut sangat luas, sebagian terbentuk dan diperkuat
oleh tendon dari otot sekelilingnya. Secara umum, membran fibrosa menutupi
rongga sendi dan regio interkondiler:
 Pada sisi medial dari sendi lutut, membran fibrosa bergabung dengan
ligamen kolateral tibia dan berikatan dengan permukaan internal ke
meniskus media.

Hlm 7
Genu Varum dan Valgum

 Pada sisi lateral, permukaan eksternal dari membran fibrosa dipisahkan


oleh celah dari ligamen kolateral fibula dan permukaan internal dari
membran fibrosa tidak menempel pada meniskus lateral.
 Pada sisi anterior, membran fibrosa menempel pada margin patela dan
diperkuat oleh perluasan tendon dari otot vastus lateralis dan vastus
medialis, yang akan bergabung dengan tendon quadricep femoris pada
bagian atas dan ligamen patela pada bagian bawah.

Gambar 7. Membran fibrosa kapsul sendi lutut A. Tampakan anterior B. Tampakan posterior
(Sumber: Drake R, Vogl W, Mitchell A. Gray’s Anatomy for Students; 2005)

Ligamentum
Ligamen mayor yang berhubungan dengan sendi lutut adalah ligamen patela,
ligamen kolateral tibia (medial) dan fibula (lateral), dan ligamen krusiatum
anterior dan posterior.

Hlm 8
Genu Varum dan Valgum

Gambar 8. Ligamen kolateral sendi lutut A. Tampakan lateral B. Tampakan medial


(Sumber: Drake R, Vogl W, Mitchell A. Gray’s Anatomy for Students; 2005)

Peredaran Darah dan Inervasi


Peredaran darah ke sendi lutut terutama oleh cabang desenden dan genikular dari
arteri femoral, popliteal, dan femoral sirkumfleks lateral pada paha (tungkai atas)
dan arteri fibularis sirkumfleksa dan cabang recurrent dari arteri tibialis anterior
pada tungkai bawah. Pembuluh darah ini membentuk jarinagan anastomosis di
sekitar sendi. Sendi lutut dipersarafi oleh cabang dari saraf obturator, femoral,
tibia, dan fibularis komunis.

Hlm 9
Genu Varum dan Valgum

Gambar 9. Perdarahan sendi lutut


(Sumber: Drake R, Vogl W, Mitchell A. Gray’s Anatomy for Students; 2005)

FISIOLOGI PERTUMBUHAN DAN REMODELLING TULANG1


Proses Pertumbuhan Tulang
Tulang memanjang oleh suatu proses (meliputi osifikasi endokondral) dan
melebar oleh proses lainnya (meliputi osifikasi intramembranosa).
Proses pertambahan panjang tulang terjadi oleh karena pertumbuhan
interstisial pada kartilago diikuti dengan osifikasi endokondral. Oleh karena itu,
ada 2 tempat yang memungkinkan untuk pertumbuhan kartilaginosa ini, yaitu
kartilago artikular dan kartilago lempeng epifisis.

Hlm 10
Genu Varum dan Valgum

Gambar 10. Pertumbuhan tulang pada masa kanak-kanak


(Sumber: Salter R. Textbook of Disorders and Injuries of the Muskuloskeletal System.
Edisi ketiga; 1999)

Kartilago artikular
Kartilago artikular pada tulang panjang merupakan satu-satunya lempeng
pertumbuhan untuk epifisis, sedangkan pada tulang pendek, kartilago artikular
merupakan satu-satunya lempeng pertumbuhan untuk seluruh tulang.

Kartilago lempeng epifisis


Lempeng epifisis merupakan lempeng pertumbuhan untuk metafisis dan diafisis
pada tulang panjang. Pada tempat pertumbuhan ini, keseimbangan konstan dijaga
antara 2 proses berikut (1) pertumbuhan interstisial dari sel-sel kartilago pada
lempeng pertumbuhan (2) kalsifikasi, kematian dan penggantian pada permukaan
metafisis oleh tulang melalui proses osifikasi endokondral. Empat zona pada
lempeng epifisis dapat dibedakan, sebagai berikut:

Hlm 11
Genu Varum dan Valgum

 The zone of resting cartilage melekatkan lempeng epifisis kepada epifisis,


terdiri dari kondrosit imatur, juga pembuluh darah yang rapuh, yang
berpenetrasi dari epifisis dan memberikan nutrisi bagi seluruh lempeng
 The zone of young proliferating cartilage merupakan tempat pertumbuhan
interstisial dari sel kartilago yang paling aktif, yang tersusun secara
vertikal.
 The zone of maturing cartilage terjadi pembesaran secara progresif dan
maturasi dari sel kartilago saat mencapai metafisis. Kondrosit ini memiliki
glikogen dalam sitoplasma dan memproduksi fosfatase untuk proses
kalsifikasi matriks di sekitarnya.
 The zone of calcifying cartilage tipis dan kondrositnya telah mati sebagai
akibat kalsifikasi matriks.

Gambar 11. Histologi dari lempemg epifisis


(Sumber: Salter R. Textbook of Disorders and Injuries of the Muskuloskeletal System.
Edisi ketiga; 1999)

Hlm 12
Genu Varum dan Valgum

Proses pertambahan lebar tulang terjadi oleh karena pertumbuhan aposisional dari
osteoblas pada bagian dalam periosteum, melalui proses osifikasi
intramembranosa. Secara bersamaan, rongga medulla dari tulang juga semakin
membesar melalui resorpsi osteoklas.
Proses Remodelling Tulang
Ketika tulang bertumbuh secara longitudinal, daerah metafisis yang sedang aktif
mengalami remodelling secara berkelanjutan. Hal ini dapat terjadi akibat deposisi
tulang oleh osteoblas bersamaan dengan resorpsi tulang oleh osteoklas pada sisi
yang berlawanan.
Selain itu, proses remodelling tulang dapat terjadi akibat stress fisik.
Tulang terdisposisi pada bagian yang mendapat stress fisik, dan teresoprsi pada
bagian yang kurang mendapat stress fisik. Fenomena ini dikenal dengan nama
Hukum Wolf.

EPIDEMIOLOGI
Genu varum fisiologis sering terjadi, biasanya terjadi pada anak-anak berusia <2
tahun.2,10 Secara kontras, varus patologis, yang dapat terjadi akibat berbagai
kondisi, lebih jarang terjadi, khususnya dengan semakin bertambahnya usia. 10
Penyebab tersering genu varum patologis adalah penyakit blount, riketsia, dan
displasia skeletal.10
Walaupun polio sebagian besar sudah tereradikasi, penyakit infeksi lain
dan trauma yang tidak ditangani dengan baik (atau tidak ditangani sama sekali)
menyebabkan kerusakan fiseal menjadi penyebab tersering dari deformitas klinis
berkelanjutan yang dapat menyebabkan kelumpuhan.10,11

ETIOLOGI
Genu varum dapat merupakan kondisi fisiologis normal ataupun patologis.2,12

Genu Varum Fisiologis2,12


Genu varum fisiologis dijelaskan oleh Selenius dan Vankka. Mereka mempelajari
perkembangan sudut tibiofemoral pada tahun 1480 pada anak normal. Sudut

Hlm 13
Genu Varum dan Valgum

tibiofemoral pada tahun pertama kehidupan adalah varus 15°. Sejak anak berusia
18 bulan, sudut tersebut meningkat menjadi netral, dan ekstremitas bawah tampak
lurus.

Genu Varum Patologis


Pada anak, penyakit blount merupakan penyebab utama genu varum patologis.2
Namun begitu, pada anak tersebut harus dievaluasi kemungkinan penyebab
lainnya seperti, displasia metafisis, osteokondromatosis, hemihipertofi, hemimelia
fibula atau tibia, displasia epifisis multipel, osteokondrodistrofi, akondroplasia,
displasia fibrosa.2,12,13 Trauma atau infeksi pada fisis atau epifisis dan fraktur
metafisis juga dapat berakibat pada deformitas varus.2,12 Kondisi yang melunakkan
tulang seperti riketsia dapat menyebabkan deformitas varus atau valgus,
bergantung kepada penjajaran anak pada awitan dari kondisi. 2,12,13 Gangguan
metabolik seperti riketsia mengganggu seluruh lempeng epifisis, sedangkan
Blount’s disease menggangu hanya aspek medial dari tibia proksimal.2

PATOGENESIS/ PATOFISIOLOGI
Alignment normal artinya adalah panjang ekstremitas bagian bawah sama (satu
dengan lainnya) dan aksis mekanik (pusat gravitasi) membagi lutut ke dalam 2
bagian sama besar ketika pasien berdiri dengan patella menghadap ke depan. 10
Posisi ini memberikan tekanan yang relatif seimbang pada kompartemen medial
dan lateral.10

Hlm 14
Genu Varum dan Valgum

Gambar 12. Pembagian kuadran sendi lutut


(Sumber: Stevens P. Pediatrics Genu Varum [Online]. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1355974-overview)

Genu Varum10
Pada anak berusia kurang dari 2 tahun, genu varum fisiologis sering terjadi,
namun dapat membaik dengan sendirinya (self-limited) dan tidak berbahaya. Pada
anak yang lebih tua dengan varus patologis, dengan lutut bergeser ke lateral, aksis
mekanik jatuh pada kuadran dalam sendi lutut; pada kasus yang lebih buruk, aksis
tersebut bahkan tidak berpotongan pada lutut. Sebagai akibatnya, kondilus
femoral medial dan plateau medial dari tibia mendapat beban patologis. Efek
Heuter-Volkmann akan menekan fisis dan bagian kartilaginosa struktur ini dan
menghambat osifikasi normal dari epifisis.

Hlm 15
Genu Varum dan Valgum

Gambar 13. Deviasi aksis mekanik pada genu varum


(Sumber: Stevens P. Pediatrics Genu Varum [Online]. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1355974-overview)

EVALUASI KLINIS
Anamnesis
Evaluasi klinis genu varum dan genu valgum dimulai dengan wawancara medis
(anamnesis). Seringkali pasien mengeluhkan adanya nyeri lutut.11 Riwayat
penyakit keluarga dan deskripsi mengenai awitan dan perjalanan penyakit dari
deformitas, penting dalam menentukan etiologi.2,7 Riwayat keluarga penting untuk
mengetahui adanya penyakit yang diturunkan seperti sindrom marfan, osteogensis
imprefekta, dan sebagainya.7,11 Seorang anak yang asimptomatik atau dengan
perjalanan penyakit yang cepat perlu dicurigai adanya kondisi yang lebih serius
seperti gangguan neurologis, kelainan kongenital, tumor, atau infeksi.2

Pemeriksaan Fisik
Bayi yang normal biasanya berdiri dengan kedua kaki terpisah, dan lemak
subkutan dapat menutupi angulasi varus fisiologis awal. 10 Torsi tibia interna
seringkali ada bersama dengan genu varum fisiologis, dan menambah tampakan
genu varum ketika berdiri atau berjalan.8,10

Hlm 16
Genu Varum dan Valgum

Dalam melakukan pemeriksaan fisik, pakaian harus dilepaskan, sehingga


kedua ekstremitas bawah dapat dievaluasi dengan baik. 3 Penilaian dilakukan baik
dalam posisi berdiri, berjalan, ataupun berbaring terlentang (supine) pada meja
pemeriksaan. Pada posisi berdiri, besarnya angulasi dari lutut dapat dinilai dengan
dua cara:3,10
 Sudut femoral-tibial: sudut diantara paha dengan tungkai bawah
 Pengukuran jarak antara penanda tulang: jarak interkondilar (genu
varum) jarak antara kondilus femoral medial pada lutut.
Anak harus diperhatikan cara berjalannya, dengan perhatian tertuju pada lutut
ketika fase melangkah untuk menentukan adanya pembentukan sudut ke lateral
(lateral thrust) atau medial (medial thrust).2 Anak dengan varus fisiologis pada
lutut umumnya tidak terjadi pembentukan sudut. Namun begitu, pada kondisi
patologis, pembentukan sudut biasanya menunjukkan kelemahan ligamen-ligamen
lutut.2 Kelemahan ligamen meningkatkan potensi untuk bertambahnya keparahan
deformitas.2 Pada posisi prone/ supine, dapat dinilai rotasi pinggul interna dan
eksterna (torsi femoral) dan aksis paha-kaki (torsi tibia).10
Pada pemeriksaan fisik, diperiksa juga adanya diskrepansi panjang
ekstremitas, dengan pengukuran true length dan apparent length.7

Pemeriksaan Penunjang12
Untuk genu varum, dilakukan radiografi Anteroposterior (AP) pinggul hingga
pergelangan kaki (full length) posisi berdiri. Aksis mekanis dan anatomis dari
ekstremitas bagian bawah diukur. Pada anak dengan genu varum, sudut metafisis-
diafisis juga diukur.
Ketika melakukan pemeriksaan radiologis foto AP untuk mengukur sudut
tibiofemoral, tungkai bawah harus berada pada posisi netral.

Hlm 17
Genu Varum dan Valgum

TATA LAKSANA2,12,15,16
Genu varum fisiologis biasanya akan membaik secara spontan dan
penatalaksanaan hanya berupa observasi. Informasikan kepada orang tua pasien
perkembangan yang diharapkan dan komunikasian penemuan dan rekomendasi
kepada dokter keluarga. Observasi berkelanjutan dapat dilakukan dengan
pemeriksaan anak secara berkala. Jika alignment tulang tidak sesuai dengan yang
diharapkan, anak dapat kembali direevaluasi.
Anak dengan kondisi yang tidak sesuai dengan pola fisiologis harus
dievaluasi lebih lanjut. Penatalaksaan terdiri dari menetapkan kausa dasar dan
rencana tatalaksana. Setelah diagnosis diputuskan, penatalaksaan terdiri dari
observasi dengan pemeriksaan klinis dan radiografi berulang, orthosis, dan
berbagai tindakan bedah, seperti realignment osteotomy, hemiepiphyseodesis, dan
lainnya.

Hlm 18
Genu Varum dan Valgum

PENYAKIT BLOUNT
DEFINISI
Penyakit Blount (tibia vara atau osteokondrosis deformans tibia) adalah suatu
kondisi perkembangan, yang ditandai dengan gangguan osifikasi endokondral
pada bagian medial fisis (lempeng epifisis) tibia proksimal sehingga
mengakibatkan deformitas multiplanar dari ekstremitas bawah.5 Deformitas yang
terjadi secara berkelanjutan ini memiliki manifestasi berupa angulasi varus,
prokurvatum (konveksitas anterior), dan torsi interna dari tibia, juga dapat disertai
dengan pemendekan ekstremitas pada kasus unilateral.5
Istilah tibia vara dirasakan kurang tepat karena memiliki implikasi hanya
terjadi kelainan pada plana frontal.5 Istilah osteokondrosis deformans juga kurang
tepat karena menggambarkan kelainan dimana pusat osifikasi primer maupun
sekunder terjadi avaskular nekrosis (sebagai penyebab terhentinya osifikasi), yang
mana tidak ditemukan pada penyakit blount.4

KLASIFIKASI
Secara klinis, penyakit Blount diklasifikasikan berdasarkan onset terjadinya
deformitas menjadi:5
 Onset awal atau infantile type (onset pada usia <4 tahun)
 Onset lanjut, dibagi menjadi dua, yaitu:
o Juvenile type (onset pada usia 4-10 tahun)
o Adolescence type (onset pada usia >10 tahun)

Hlm 19
Genu Varum dan Valgum

Gambar 14. Penyakit blount onset awal


(Sumber: Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009;
91-A(7): 1758-76)

Gambar 15. Penyakit blount onset lanjut

Hlm 20
Genu Varum dan Valgum

(Sumber: Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009;
91-A(7): 1758-76)
Penyakit Blount lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan
laki-laki, dengan predisposisi pada anak berkulit hitam, obesitas, dan anak-anak
keturunan Skandinavian.1,5
Penyakit Blount umumnya bermanifestasi pada usia 2 tahun pada infantile
type, dan setelah usia 8 tahun pada juvenile dan adolescence type.1,3 Infantile type
terjadi 5 kali lebih sering dibandingkan tipe lainnya.7

ETIOLOGI
Saat ini, etiologi dari penyakit blount masih belum diketahui dan mungkin
multifaktorial.5 Faktor genetik, humoral, biomekanik, dan lingkungan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fisis.4,5 Manifestasi klinis dari
kedua bentuk penyakit blount menunjukkan adanya alterasi dari pertumbuhan dan
perkembangan normal dari anak-anak yang memiliki predisposisi secara genetik
melalui cara yang berbeda namun terkait.
Salah satu faktor perkembangan yang berkontribusi pada terjadinya
penyakit blount adalah biomekanikal yang berlebihan pada fisis tibia proksimal
akibat varus stasik dan berat badan berlebih. 4,5 Selain itu, berjalan terlalu dini
(kurang dari 1 tahun) juga berimplikasi pada terjadinya penyakit blount infantile
type.5 Meskipun proses yang sama mungkin berimplikasi pada terjadinya penyakit
blount adolescence type, namun pada tipe ini tidak harus diawali dengan varus
statik. Variasi pola jalan dinamis akibat melebarnya lingkar panggul/ paha
berimplikasi utama terhadap terjadinya penyakit blount adolescence type.4

PATOGENESIS/ PATOFISIOLOGI
Patogenesis dari kelainan tibia proksimal berkaitan dengan kompresi yang
berlebihan sehingga menyebabkan inihibisi pertumbuhan, seperti yang dijelaskan
oleh Prinsip Heuter-Volkmann.5,17 Tekanan yang berlebih pada bagian medial dari
epifisis kartilago tibia proksimal menyebabkan gangguan struktur dan fungsi
kondrosit, serta menghambat osifikasi dari epifisis. 4,5 Obesitas menyebabkan

Hlm 21
Genu Varum dan Valgum

peningkatan kompresi terutama di bagian medial sendi lutut pada anak dengan
genu varum.5 Dengan menggunakan elemen analisis, Cook, dkk menghitung
beban pada lempeng pertumbuhan tibia proksimal selama posisi berdiri pada satu
kaki, dan mencatat bahwa, pada anak berusia 5 tahun dengan obesitas, kekuatan
kompresi pada angulasi varus 10° melebihi kekuatan yang diperlukan untuk
menghambat pertumbuhan.5 Diez, dkk meneliti hubungan antara berat tubuh
dengan deformitas angular pada anak berusia 15 tahun dengan penyakit blount.
Mereka menemukan korelasi yang signifikan antara berat badan dengan sudut
tibiofemoral (r=0.75) dan mencatat hubungan yang kuat antara berat badan
dengan deformitas varus pada sembilan anak dengan obesitas yang diperiksa
secara terpisah.5
Menggunakan analsis gaya berjalan (gait), Gushue, dkk mempelajari efek
obesitas pada masa kanak-kanak dengan biomekanika sendi lutut tiga dimensi.5
Dibandingkan dengan anak dengan berat badan normal, anak-anak dengan berat
badan berlebih menunjukkan puncak abduksi lutut interna, selama awal posisi
berdiri, yang lebih tinggi. Sabharwal, dkk melaporkan hubungan linear antara
besarnya obesitas dengan deformitas radiografis biplanar pada anak dengan
penyakit blount onset awal dan pada pasien dengan body mass index (BMI) > 40
kg/m tanpa memandang usia terjadinya penyakit blount. Meskipun memiliki BMI
lebih rendah, anak dengan penyakit blount onset awal memiliki kelainan varus
dan prokurvatum dari tibia proksimal yang lebih berat daripada remaja dengan
penyakit blount.5 Wenger, dkk mengemukakan bahwa lempeng pertumbuhan tibia
proksimal merespon secara berbeda pada berbagai stadium maturitas tulang,
dengan peningkatan kelenturan pada epifisis yang belum terosifikasi pada apsien
yang lebih muda menyebabkan inhibisi pertumbuhan lebih daripada remaja.5
Davids dkk, meneliti deviasi gaya berjalan dan hubungannya dengan
meningkatnya lingkar panggul/ paha pada obesitas remaja.5 Anak obesitas dengan
paha yang besar memiliki kesulitan dalam melakukan adduksi pinggul secara
adekuat, dan hal ini berakibat pada “fat-thigh gait” dengan posisi varus pada lutut,
sehingga meningkatkan tekanan pada bagian medial fisis tibia proksimal. Konsep
ini mendukung penelitian bahwa kelainan varus yang telah ada sebelumnya tidak

Hlm 22
Genu Varum dan Valgum

diperlukan untuk menginisiasi perubahan patologis pada pasien dengan penyakit


blount onset lanjut.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis penyakit blount berbeda tergantung kepada onset. Pada onset
awal (infantile type), anak mulai berjalan, biasanya pada usia 9-10 bulan. Pada
onset tersebut, membedakan penyakit blount dengan genu varum fisiologis
tidaklah mudah.
Genu varum fisiologis adalah deformitas torsional yang muncul akibat
posisi in utero.4 Kapsul panggul posterior yang sempit menyebabkan rotasi
eksterna paha pada sendi panggul.4 Ketika dikombinasikan dengan torsi interna
tibia, menghasilkan gambaran deformitas varus.4 Deformitas fisiologis ini
biasanya menghilang pada usia 2 tahun. Berbeda dengan genu varum fisiologis,
penyakit blount infantile type dapat berkembang menjadi deformitas yang lebih
buruk.4
Bentuk infantil ini lebih sering terjadi pada perempuan, berkulit hitam, dan
dengan obesitas.4 Bentuk ini lebih sering terjadi secara bilateral pada 60%
kasus.4,17 Bentuk ini berkaitan dengan paruh metafisis yang lebih menonjol, torsi
interna tibia, dan diskrepansi panjang kaki.4,17 Tonjolan metafisis, atau paruh dapat
diraba pada aspek medial dari kondilus tibia proksimal.4 Pasien biasanya tidak
mengeluhkan adanya nyeri.4 Namun begitu, kelainan dari ekstremitas bawahnya
tampak jelas terlihat.
Berbeda dengan penyakit blount onset awal, pasien dengan penyakit
blount onset lanjut biasanya mengeluhkan nyeri pada sisi medial lutut.4 Pasien ini
biasanya memiliki berat badan berlebih atau obesitas. 4 Biasanya terjadi unilateral
pada 80% kasus, kaki yang bersangkutan seringkali lebih pendek dibandingkan
kaki yang normal sebesar 2-4 cm.4,17 Derajat deformitas varus biasanya tidak
separah pasien dengan bentuk infantil dan biasanya tidak lebih dari 20°.4

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak membantu dalam menegakkan diagnosis.4

Hlm 23
Genu Varum dan Valgum

Radiografi
Radiografi sendi lutut penting dalam mengevaluasi dan menentukan derajat
keparahan deformitas penyakit blount. Radiografi anteroposterior dalam posisi
berdiri dari kedua ekstremitas dan radiografi lateral dari ekstremitas yang terlibat,
umumnya digunakan.4,5

Plain radiograph
Perubahan klasik di tibia proksimal pada penyakit blount onset awal meliputi
angulasi varus dari metafisis, pelebaran dan iregularitas dari aspek medial
lempeng pertumbuhan, ceruk medial dan osifikasi irregular pada epifisis, dan
bentuk paruh (beak) pada bagian medial epifisis.5
Langenskiold mendeskripsikan 6 stadium radiografis perubahan epifisis
dan metafisis tibia proksimal pada anak dengan penyakit blount onset awal. 5,7,17
Pada stadium I terjadi osifikasi metafisis ireguler disertai dengan protrusi dari
metafisis medial. Pada stadium II, III, dan IV terjadi progresi dari depresi ringan
dari metafisis medial menjadi depresi berat (step-off). Pada stadium V depresi
pada sisi medial dari tibia proksimal menjadi lebih tajam dan terbentuk cleft yang
memisahkan kondilus medialis dan lateralis dari tibia. Pada stadium VI terbentuk
bony bridge yang melewati lempeng pertumbuhan.

Hlm 24
Genu Varum dan Valgum

Gambar 16. Diagram 6 stadium perubahan radiografis pada penyakit blount onset awal
menurut Langenskiold
(Sumber: Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009; 91-
A(7): 1758-76)

Selain klasifikasi Langenskiold, ada parameter radiografi lain, seperti sudut


metafisis-diafisis, dan kontribusi relatif deformitas varus oleh femur dan tibia
yang dapat membantu membedakan genu varum fisiologis dengan penyakit blount
onset awal pada anak berusia kurang dari 2 tahun.5

Hlm 25
Genu Varum dan Valgum

Gambar 17. Indeks radiografis dalam mengevaluasi genu varum pada bayi dan anak
(sudut tibiofemoral)
(Sumber: Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009; 91-
A(7): 1758-76)

Namun begitu, tidak ada dari penanda radiografi ini yang dapat digunakan secara
terpisah dan pemeriksaan klinis dan radiografi berulang penting untuk
menegakkan diagnosis.5 Radiografi anteroposterior posisi berdiri seluruh panjang
kaki (standing full-length radiograph/ teleoroentgenogram) dengan patella di
depan, penting untuk menganalisis secara lebih rinci pada alignment sisi frontal.5
Lebih sulit dalam membuat radiografi untuk pasien dengan obesitas karena
visualisasi yang buruk dari rincian tulang dan kecenderungan teknisi radiologis
untuk memposisikan tungkai bawah dengan kaki ke depan, bukan patella yang
didepan. Ketika anak masi muda dan patella belum mengalami osifikasi
sempurna, berguna untuk meletakkan penanda metal di tengah patella untuk

Hlm 26
Genu Varum dan Valgum

mengkonfirmasi posisi lutut di depan. Terlebih lagi, tidak lebih dari 60% bagian
fibula proximal yang boleh terlihat melewati tibia pada roentgent anteroposterior
dengan lutut sebagai titik tengah, tanpa memandang usia pasien.
Walaupun mirip dengan tibia vara, penyakit Blount dapat melibatkan
penyebab lain deviasi axis medial yang berasal dari femur bagian distal dan
deformitas intraartikuler yang menyebabkan malalignment varus dinamis.
Radiografi dapat memberikan penilaian detil terhadap deviasi axis mekanik dan
orientasi sudut sendi, yang penting untuk menentukan tempat koreksi deformitas
Tidak seperti kasus anak dengan penyakit Blount onset awal, diperkirakan
sepertiga deformitas varus pada remaja dengan penyakit onset lanjut dapat
disebabkan oleh femur bagian distal.19
Deformitas prokurvatum bagian proksimal dari tibia biasanya tampak
dengan radiografi lateral dengan panjang penuh, dengan femur distal dan tibia
pada sisi sagital dalam batas normal. Oleh karena itu, untuk menghindari
defomitas iatrogenik dan untuk mendapatkan koreksi yang sempurna, evaluasi
yang menyeluruh dari deformitas multiplanar adalah penting sebelum memulai
tata laksana operatif. Scanogram dan evaluasi bone age berguna untuk
mengevaluasi diskrepansi panjang ekstremitas sekarang dan selanjutnya.

Hlm 27
Genu Varum dan Valgum

Gambar 18. Defomitas Prokurvatum


(Sumber: Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009;
91-A(7): 1758-76)
Advanced Imaging5
Plain radiograph dapat menimbulkan overestimasi dari depresi plateau medial
pada penyakit blount onset awal. Arthrogram intraoperatif membantu untuk
menilai permukaan artikular secara lebih teliti dan untuk mengevaluasi instabilitas
dinamik sendi lutut. Arthrografi lutut biasanya dilakukan bersama dengan sesi
anestesi untuk melakukan prosedur operasi definitif, seperti osteotomi tibia
proksimal. MRI juga dapat menilai perubahan intraartikular seperti depresi
posteromedial dari plateau tibia dan hipertrofi dari meniskus medial pada anak
dengan penyakit blount onset awal. Fat-supressed and proton weight MRI berguna
dalam mendeteksi iregularitas lempeng pertumbuhan dan pembentukan physeal
bar awal. Meskipun advanced imaging tidak secara rutin diindikasikan untuk
pasien dengan penyakit blount onset lanjut, perubahan dari epifisis dan fisis
femoral distal diobservasi dengan MRI pada remaja. CT scan, khususnya dengan
rekonstruksi 3 dimensi, juga berguna dalam perencanaan preoperative anak
dengan penyakit blount onset awal dengan deformitas berulang. Meskipun
advanced imaging memberikan informasi yang lebih rinci dibandingkan plain
radiograph, biaya tambahan, pajanan radiasi, dan perlunya sedasi dan anesthesia
general pada beberapa modalitas, harus dipertimbangkan.

Hlm 28
Genu Varum dan Valgum

Gambar 19. Arthrogram intraoperatif lutut kanan saat menjalani osteotomi tibia proksimal
(Sumber: Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009; 91-
A(7): 1758-76)

Gambar 20. MRI T1 lutut kanan


(Sumber: Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009; 91-
A(7): 1758-76)

DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit blount ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit (anamnesis),
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, terutama radiografi.

Diagnosis diferensial untuk penyakit blount adalah:17


 Genu varum fisiologis. Biasanya kondisi ini hilang dengan sendirinya
(self-limited). Ditandai dengan kelengkungan ringan dari femur dan tibia
yang pada umumnya membaik pada usia 18-24 bulan.
 Genu varum kongenital. Angulasi dapat terjadi pada bagian tengah tibia
dengan femur distal dan tibia proksimal tampak normal.
 Riketsia. Terlihat gambaran radiologis tipikal seperti fraying, splaying, dan
cupping pada ujung metafisis, disertai dengan gangguan biokimia.

Hlm 29
Genu Varum dan Valgum

 Osteomyelitis. Gangguan lempeng pertumbuhan sekunder dari infeksi.


 Kondrodisplasia metafisis. Gangguan metafisis multipel terlihat seperti
riketsia pada gambaran radiologi, tanpa terdapat gangguan pada
pemeriksaan biokimia serum.
 Deformitas traumatik. Adanya riwayat trauma yang mencederai lempeng
pertumbuhan dari tibia proksimal.

TATA LAKSANA5,19,20,21,22
Tatalaksana penyakit blount disesuaikan untuk setiap pasien dengan
mempertimbangkan berbagai faktor, seperti: usia, beratnya deformitas,
diskrepansi panjang ekstremitas, faktor psikososial, serta pengetahuan dan
pengalaman dokter bedah. Dengan dasar hasil pemeriksaan fisik dan radiografi,
kelainan yang ada saat ini dan kelainan yang diantisipasi didata. Pilihan
penatalaksaannya meliputi: observasi dengan pemeriksaan klinis dan radiografi
berulang, orthosis, dan berbagai tindakan bedah, seperti realignment osteotomy,
lateral hemiepiphyseodesis, dan guided growth di sekitar lutut, distraksi fisis tibia
proksimal asimetris bertahap, reseksi physeal bar, dan elevasi tibial plateau.

Tabel 1. Rekomendasi tata laksana penyakit blount onset awal

Hlm 30
Genu Varum dan Valgum

(Sumber: Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009; 91-
A(7): 1758-76)

Tabel 2. Rekomendasi tata laksana penyakit blount onset lanjut


(Sumber: Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009; 91-
A(7): 1758-76)

Orthosis
Beberapa penulis melaporkan hasil yang memuaskan dengan penggunaan orthosis
knee-ankle-foot dengan sisi medial tegak dan engsel droplock untuk
membebaskan kompartemen lutut pada anak berusia kurang dari 36 bulan dengan
stadium awal (Langenskiold stadium I atau II). Faktor resiko yang berkontribusi
kepada kegagalan penggunaan penyangga meliputi obesitas dengan berat-badan
lebih dari 90 persentil, tonjolan varus (varus thrust), usia lebih dari 3 tahun pada
saat inisiasi penggunaan penyangga, keterlibatan ekstremitas bilateral, dan
Langenskiold III atau lebih. Selain itu, sulitnya membedakan genu varum
fisiologis dengan penyakit blount ringan dan hal tentang kepatuhan dalam
menggunakan penyangga, praktek dalam memberikan orthosis long leg untuk
anak dengan obesitas yang memiliki kemungkinan menderita penyakit blount

Hlm 31
Genu Varum dan Valgum

onset awal, berdasarkan alasan fisiologis, tidak dibenarkan dengan pengawasan


ilmiah yang cukup untuk merekomendasi pengunaannya secara rutin. Penelitian di
Jepang, Shinohara, dkk, melibatkan 29 pasien (46 ekstremitas) dengan penyakit
blount onset awal. Penyakit sembuh tanpa pengobatan, pada 22 ekstremitas
dengan langenskiold stadium I dan 18 dari 24 ekstremitas dengan langenskiold
stadium II-III. Oleh karena tingginya angka kesuksesan koreksi spontan, peneliti
mempertanyakan manfaat peyangga dalam tata laksana pasien muda, termasuk
pasien dengan temuan radiografi stadium sedang.

Gambar 21. Knee-ankle-foot Orthosis


(sumber: http://www.medscape.com)

Tata Laksana Operatif


Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, tata laksana operatif harus
disesuaikan untuk setiap individu dengan dasar analisis komprehensif dari
deformitas ekstremitas, besar pertumbuhan yang tersisa, status psikososial pasien,

Hlm 32
Genu Varum dan Valgum

dan kemampuan dokter bedah untuk melakukan tindakan dengan rencana yang
baik, presisi, dan aman.

Hemiepiphyseodesis
Beberapa peneliti seri kasus retrospekstif melaporkan hemiepifiseodesis pada
aspek lateral tibia bagian proksimal dan/atau bagian distal femur, dengan hasil
campuran. Oleh karena hemiepifiseodesis bergantung kepada pertumbuhan dari
sisa bagian sehat fisis untuk koreksi angular, dengan aspek medial fisis yang tidak
baik, hasil dari realignment tidak dapat diprediksi seperti pada penyakit lain.
Pada suatu penelitian retrospektif, hemiepifiseodesis dilakukan untuk
mengkoreksi kelainan angular lutut dengan berbagai penyebab, Castaneda, dkk,
melaporkan perbaikan pada 3 pasien dengan penyakit blount dibandingkan dengan
19 pasien dengan penyakit lainnya. Pada penelitian retrospektif pada 26 anak (33
ekstremitas) dengan penyakit blount onset lanjut, Park dkk, melaporkan temuan
pada radiografi posisi berdiri setelah prosedur hemiepiphyseal stapling pada 19
tibia proksimal dan 14 kombinasi tibia proksimal dan distal femoral, yang
dilakukan pada saat pasien berusia rata-rata 11,8 tahun. Dengan rata-rata 3,8 tahun
postoperatif, radiografi menunjukkan restorasi aksis mekanik menjadi di setengah
sentral lutut pada 20 (61%) dari 33 ekstremitas. Kejadian yang tidak diharapkan
berupa diskrepansi panjang ekstremitas residual > 3 cm (4 pasien), lepas dari
staple (5 ekstremitas), overkoreksi valgus (2 ekstremitas), dan neuropraxia
preoneal sementara (1 ekstremitas).
Para peneliti merekomendasikan hemiepiphyseal stapling pada anak
kurang dari 10 tahun, dengan aksis mekanik preoperatif dari ekstremitas bawah
berada dalam setengah medial sendi lutut dari kompartemen medial (varus ringan)
atau medial dari sendi lutut namun dengan lebar tidak lebih lebar dari
kompartemen medial (varus sedang). Westberry, dkk, melakukan lateral
hemiepiphyseodesis pada 23 pasien (7 dengan onset awal dan 16 dengan onset
lanjut penyakit blount) dan menemukan bahwa koreksi lebih dapat diprediksi

Hlm 33
Genu Varum dan Valgum

dengan angulasi varus preoperasi yang lebih ringan. Akhir-akhir ini, McIntosh,
dkk, menunjukkan pengalaman mereka dengan hemiepiphyseodesis pada 29
pasien (64 ekstremitas) dengan penyakit blount onset lanjut. Dengan rata-rata 3,3
tahun postoperatif, 66% pasien memiliki deviasi aksis mekanik residual (> 40
mm).
Faktor-faktor yang berkaitan dengan kegagalan dengan lateral
hemiepiphyseodesis meliputi indeks massa rubuh > 40 kg/m 2, berat > 100 kg,
deviasi aksis mekanik preoperatif > 60 mm, dan sudut tibia proksimal sisi medial
< 76.

Hlm 34
Genu Varum dan Valgum

Gambar 22. Hemiepiphyseal stapling


(Sumber: Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009; 91-
A(7): 1758-76)

Guided Growth
Stevens mempopulerkan konsep pertumbuhan terarah dengan penggunaan non-
locking titanium plate dengan screws yang ditempatkan ekstraperiosteal melewati

Hlm 35
Genu Varum dan Valgum

lempeng pertumbuhan cembung. Plate ekstraperiosteal dengan 2 screws, satu di


metafisis dan yang lainnya di epifisis, berfungsi sebagai engsel fokal di sekitar
fisis.

Gambar 23. Guided growth


(Sumber: Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009; 91-
A(7): 1758-76)

Setelah aksis mekanik dari ekstremitas telah kembali normal atau sedikit
teroverkoreksi, implant tersebut dapat dikeluarkan, dengan antisipasi kembalinya

Hlm 36
Genu Varum dan Valgum

kecepatan tumbuh pada fisis yang bersangkutan. Pada penelitian yang dilakukan
oleh pembuat implan pada 34 pasien yang telah dipasangkan tension band-plate
untuk mengkoreksi 65 deformitas oleh berbagai kondisi patologis (dengan 5
pasien mendaerita penyakit blount), dua pasien yang dilaporkan tidak mengalami
koreksi yang tidak sempurna, memiliki diagnosis penyakit blount onset lanjut.
Terlebih lagi, satu pasien yang dilaporkan gagal (screw kendur) merupakan pasien
dengan penyakit blount. Dalam presentasinya akhir-akhir ini, Schoerlucke, dkk,
melaporkan 5 dari 10 pasien mereka dengan penyakit blount onset lanjut,
memerlukan revisi tension band-plate karena kegagalan alat. Rata-rata indeks
massa tubuh dari pasien dengan kegagalan alat adalah 37 kg/m, dibandingkan
dengan 26 kg/m yang tidak mengalami kegagagalan. Schoerlucke, dkk,
merekomendasikan penggunaan implant yang lebih kuat pada pasien dengan
indeks massa tubuh > 31 kg/m. Meskipun hemiepiphyseodesis dan sistem
pertumbuhan terarah relatif aman, dengan tingkat morbiditas yang rendah , dan
memungkinkan mobilisasi postoperative cepat, intervensi ini tidak diperuntukkan
untuk pemendekan ekstremitas, dan memerlukan seleksi pasien yang tepat, dan
follow up yang ketat. Ketika memungkinkan untuk memperbaiki deformitas
multiplanar dengan penempatan secara strategis dari staple atau plate melalui
lempeng pertumbuhan, Sabhara menyampaikan bahwa tidak ada laporan
parameter deformitas sagittal dan aksial setelah penggunaan hemiepiphyseodesis
dan sistem pertumbuhan terarah sebagai tata laksana penyakit blount. Saat ini,
hemiepiphyseodesis dan sistem pertumbuhan terarah digunakan untuk remaja
dengan penyakit blount onset lanjut dengan deformitas varus > 15°, dengan sisa
waktu pertumbuhan paling sedikit 2 tahun, dan tidak mengalami pemendekan
ekstremitas > 1 cm.
Walaupun desain non-locking plate yang saat ini popular menampilkan
peningkatan teknis dibandingkan staple, mungkin penggunaan screws dengan
diameter yang lebih besar, material implant yang lebih kuat, non-cannulated
screws, dan dua plates yang berdekatan pada remaja dengan berat badan berlebih
dapat mengurangi kegagalan implant pada populasi ini. Apakah prinsip

Hlm 37
Genu Varum dan Valgum

pertumbuhan terarah dapat diaplikasikan dengan aman dan efektif pada anak yang
lebih muda dengan penyakit blount, investigasi lebih lanjut diperlukan.

Osteotomi Metafisis Tibia Proksimal


Koreksi Akut dengan Teknik Konvensional
Koreksi akut deformitas angular dan rotational pada penyakit blount dapat
dilakukan dengan osteotomi metafisis tibia proksimal. Berbagai macam teknik
yang ada, meliputi closing wedge, opening wedge, dome, serrated, dan inclined
osteotomy. Selain itu, berbagai metode fiksasi eksternal dilaporkan, meliputi cast
immobilization, smooth pins and wires, interfragmentary screw, plates and screws,
and external fixators. Beberapa peneliti melaporkan penggunaan fiksator ekstrena
monolateral dan sirkular untuk menjaga koreksi akut deformitas dengan potensi
mengalami pemanjangan bertahap pada lokasi osteotomi, dengan diskrepansi
panjang kaki sebesar 1,5 cm. Secara keseluruhan, pemilihan teknik osteotomi dan
metode fiksasi harus didasarkan pada beberapa faktor, meliputi usia pasien dan
habitus tubuh, besarnya deformitas, adanya deformitas plana sagital dan axial,
pengetahuan dan pengalaman dokter bedah dalam melakukan realignment akut
ekstremitas bawah secara aman.
Tanpa memandang tipe osteotomi dan alat fiksasi, ada kemungkinan
terjadi trauma neurologis dan sindroma kompartemen dengan koreksi akut.
Fasiotomi kompartemen anterior profilaksis dan insersi drain harus
dipertimbangkan untuk pasien dengan penyakit blount yang menjalani koreksi
akut. Selain itu, tatalaksana postoperative dengan pemeriksaan fisik berkala juga
disarankan. Namun begitu, meskipun telah dilakukan upaya-upaya tersebut,
sepertiga pasien dapat mengalami trauma neurologis sementara atau permanen,
yang biasanya terjadi kelemahan dari otot ekstensor hallucis longus.
Meskipun ada beberapa laporan yang mendukung hasil jangka pendek dari
koreksi akut deformitas tibia pada pasien dengan penyakit blount, kebanyakan
dari penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, seperti inklusi pasien dengan
penyakit blount onset awal dan lanjut bersama dengan etiologi lain, pengukuran
ekstremitas intraoperatif dan post-operatif yang kurang konsisten, terciptanya

Hlm 38
Genu Varum dan Valgum

deformitas translational iatrogenik, kurangnya kriteria untuk mendefinisikan


rekurensi deformitas, dan pemeriksaan lanjut (follow up).

Eksternal Fiksasi dengan Koreksi Bertahap


Koreksi bertahap dengan osteogenesis distraksi tampaknya menjadi sarana yang
aman dan dapat diandalkan dalam mengobati cacat multiplanar, termasuk
diskrepansi panjang ekstremitas, bahkan pada pasien dengan obesitas. Prevalensi
cedera neurovaskular, sindrom kompartemen, dan kehilangan koreksi setelah
koreksi bertahap dari deformitas pada pasien dengan penyakit Blount secara
substansial lebih rendah dibandingkan dengan yang dilakukan koreksi deformitas
akut. Fixator external rata-rata dipasang selama 12 sampai dengan 18 minggu.
Berkurangnya angka terjadinya cedera neurovaskular akut pada laporan
distraksi osteogenesis pada pasien dengan penyakit Blount mungkin berhubungan
dengan menghindari traksi intraoperatif akut pada struktur neurovaskular. De
Pablos, dkk, melakukan osteotomi perkutan dengan progressive opening wedge
correction menggunakan Wagner monolateral fixator yang telah dimodifikasi
pada sepuluh pasien (dua puluh tibiae) dengan penyakit Blount onset lanjut.
Kecuali satu kasus undercorrection, tidak ditemukan adanya komplikasi mayor.
Coogan, dkk, meninjau pengalaman mereka terhadap koreksi bertahap (gradual
correction) dengan penggunaan fixator eksternal melingkar pada delapan remaja
yang mengalami obesitas (dua belas tibia) dengan penyakit onset lanjut. Satu
kasus konsolidasi dini diperlukan osteotomi ulang. Stanitski, dkk, melaporkan
penggunaan eksternal fixator Ilizarov melingkar (circular) dengan koreksi
bertahap pada tujuh belas remaja obesitas (dua puluh lima tibia) dengan penyakit
Blount onset lanjut. Meskipun terdapat satu kasus delayed union dan konsolidasi
prematur, didapatkan alignment normal pada semua pasien. Alekberov, dkk,
melaporkan penggunaan fixator Ilizarov pada empat puluh lima pasien (enam
puluh sembilan tibiae) dengan penyakit Blount onset awal atau lanjut. Parameter
deformitas frontal dan rotasional terkoreksi pada kebanyakan pasien, dengan
enam tibia membutuhkan osteotomi ulang untuk pengobatan deformitas sisa.

Hlm 39
Genu Varum dan Valgum

Gordon, dkk, menganjurkan perawatan yang komprehensif untuk penyakit


Blount onset lanjut, termasuk koreksi deformitas anatomi femur distal dan tibia
proksimal dan distal. Mereka meninjau hasil pada lima belas remaja obesitas
(sembilan belas anggota gerak) yang menjalani osteotomi diikuti oleh koreksi
bertahap dari deformitas tibia proksimal dengan penggunaan eksternal fixator
melingkar (circular). Tiga belas ekstremitas yang terkait varus femoralis distal
dan juga menjalani baik hemiepiphyseal stapling atau koreksi akut dengan plate
fixation, dan sebelas ekstremitas yang menjalani koreksi simultan deformitas
valgus distal tibia. Pada rata-rata lima tahun setelah pengobatan, didapatkan
koreksi deformitas yang memuaskan dan alignment bidang frontal dipertahankan
pada semua pasien.
Dengan diperkenalkannya Taylor Spatial Frame dan kemampuan untuk
melakukan koreksi deformitas sixaxis berdasarkan jadwal yang dibentuk
komputer, klinisi terlatih memiliki kesempatan memperbaiki deformitas
multiplanar dengan akurasi yang lebih baik. Feldman, dkk, melaporkan sembilan
belas pasien obesitas (dua puluh dua tibiae), termasuk enam anak (delapan tibiae)
dengan penyakit Blount onset awal dan tiga belas remaja (empat belas tibiae)
dengan penyakit Blount onset lanjut. Berdasarkan pengukuran radiografi dari
sumbu mekanis, dua puluh satu (95%) dari dua puluh dua tibiae dianggap
terkoreksi dengan alignment normal dan diskrepansi panjang anggota gerak <0,5
cm.
Masalah penggunaan koreksi akut atau bertahap pada pasien dengan
deformitas sudut dan diskrepansi panjang anggota gerak tubuh telah diperiksa
baru-baru ini. Matsubara, dkk, meninjau kasus dari dua puluh delapan pasien (tiga
puluh empat anggota gerak tubuh) dengan deformitas anggota gerak tubuh bawah
dan diskrepansi anggota gerak tubuh berhubungan dengan banyak etiologi. Indeks
distraksi (jumlah hari penggunaan fixator eksternal per sentimeter diperoleh) dan
total durasi fiksasi eksternal secara substansial lebih sedikit untuk anggota tubuh
yang diobati dengan koreksi bertahap dari deformitas dan diskrepansi anggota
badan dibanding mereka yang deformitas anggota tubuh diobati dengan koreksi
akut diikuti oleh pemanjangan bertahap meskipun besaran deformitas

Hlm 40
Genu Varum dan Valgum

pretreatment yang serupa dan terdapat shortening dalam dua kelompok. Feldman
dkk, membandingkan keakuratan dari koreksi akut dan koreksi bertahap pada tiga
puluh dua pasien (tiga puluh dua tibiae) dengan penyakit Blount. Meskipun
terdapat kemiripan rentang usia dan besaran deformitas tibia pra operasi pada
kedua kelompok, empat belas pasien yang telah menjalani koreksi deformitas akut
menggunakan fiksator monolateral menghasilkan penyimpangan sumbu mekanis
residual, angulasi plana sagittal, deformitas translasional, dan diskrepansi panjang
anggita tubuh lebih besar dari pada delapan belas pasien yang telah menjalani
koreksi bertahan dengan fixator melingkar. Tidak ditemukan adanya cedera
neurovaskular atau sindrom kompartemen tercatat pada kedua kelompok,
meskipun terdapat delayed union pada satu pasien dengan koreksi akut.
Para penulis menyimpulkan bahwa koreksi bertahap adalah metode yang
lebih tepat untuk mengoreksi deformitas multiplanar pada pasien dengan penyakit
Blount. Namun demikian, apakah koreksi deformitas sagital dan rotasional terkait
selain malalignment varus akan menyebabkan hasil jangka panjang yang lebih
baik masih belum diketahui. Dengan teknik penyisipan yang tepat, desain
setengah pin yang semakin diperbaiki, dan penggunaan lapisan hidroksiapatit,
prevalensi infeksi pin-site mungkin bisa diturunkan, meskipun tidak sepenuhnya
dihindari. Masalah-masalah lain seperti dampak psikososial menggunakan fixator
eksternal dan kekhawatiran tentang tampilan kosmetik situs pin harus
didiskusikan dengan keluarga sebelum operasi. Namun, pembahasan rinci subjek
ini adalah di luar lingkup review saat ini.

Hlm 41
Genu Varum dan Valgum

Gambar 24. Taylor Spatial Frame


(Sumber:http://www.nationalreviewofmedicine.com/)

Gambar 25. Proximal Ring Fixator


(Sumber: Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009; 91-
A(7): 1758-76)

Distraksi Physeal Asimetris


De pablos dan Franzreb menggunakan distraksi physeal asimetrus menggunakan
monolateral fixator Wagner yang telah dimodifikasi pada dua belas remaja dengan
penyakit Blount onset lanjut bilateral. Dua setengah pin 6 mm ditempatkan pada
epifisis proximal tibia dan dua pin ditempatkan ke dalam diafisis; hal ini diikuti
dengan distraksi bertahap tanpa osteotomi fibula dengan kecepatan 1.5 mm/ hari
dengan waktu pemasanagan dua hari. Wedge correction dengan pembukaan
medial pada tempat defomitas didapatkan re-alignment dari tibia pada semua
kasus, dengan rerata perbaikan sudut deformitas varus sebanyak 13°.Pertumbuhan
lempeng tibia proximal menutup setelah dilakukan distraksi pada semua pasien

Hlm 42
Genu Varum dan Valgum

remaja. Tidak didapatkan laporan dari septic arthritis atau cedera neurovaskular,
dan pengobatan dapat ditoleransi dengan baik. Namun, teknik ini kurang
mendapatkan popularitas, mungkin karena pertimbangan terhadapa septic
arthritis, nyeri ketika dilakukan distraksi, dan penutupan prematur dari lepeng
pertumbuhan proximal tibia.

Elevasi Plateau Medial


Pada stadium lanjut penyakit blount onset awal, tibia dapat mengalami transalasi
lateral dengan kondilus femoral medial terdepresi posteromedial, menghasilkan
tonjolan varus pada fase kuda-kuda dari proses berjalan. Pemeriksaan fisik
biasanya menunjukkan peningkatan instabilitas varus pada fleksi lutut 20°,
dibandingkan dengan instabilitas pada ekstensi penuh, dan ini disebabkan oleh
laksitas ligament kolateral medial. Elevasi dari plateau tibia direkomendasikan
untuk beberapa anak berusia lebih dari 6 tahun dengan penyakit blount onset awal
stadium lanjut (langenskiold stadium V atau VI) dan depresi posterior substansial
dari plateau tibia medial.

Gambar 26. Pencitraan flouroskopik intraoperatif dari teknik elevasi tibia plateau
medial
(Sumber: Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009; 91-
A(7): 1758-76)

Hlm 43
Genu Varum dan Valgum

Pencitraan yang lebih modern seperti arthrografi, MRI, dan CT 3 dimensi dapat
membantu rencana preoperasi. Sabhara, dkk, telah menggambarkan baik
osteotomi intraepifisial atau transepifisial, pada kartilago artikular pada cekungan
interkondilar dengan insersi cangkok tulang untuk mendukung kenaikan plateau
tibia. Perhatian untuk mengkoreksi depresi bagian posterior secara simultan.
Penting untuk melakukan epifisiodesis tibia proksimal lateral dan fibula pada
waktu yang sama untuk mencegah deformitas ulang. Namun begitu, epifisiodesis
dapat berakibat pada perubahan panjang ekstremitas pada anak yang berusia lebih
muda. Pemendekan mungkin diatasi dengan epipfisiodesis kontralateral pada saat
yang tepat, atau pemanjangan metafisis tibia, khususnya jika ada deformitas
metafisis tibia. Osteotomi metafisis dengan atau tanpa pemanjangan, dapat
dilakukan saat elevasi plateau atau secara bertahap.

KOMPLIKASI
Penyakit blount berakibat pada deformitas berkelanjutan dengan deviasi gaya
berjalan (gait), diskrepansi panjang ekstremitas, dan artritis dini sendi lutut.3
Ingvarsson, dkk, meneliti 49 pasien (86 lutut) dengan penyakit blount onset awal;
38 lutut tidak memiliki riwayat bedah sebelumnya. Pada usia rata-rata 38 tahun,
11 (13%) lutut megalami arthritis, 9 diantaranya mengalami arthritis ringan. Dari
11 lutut dengan arthritis, 2 diantaranya diatasi secara non-operatif dan sisa 9
lainnya diatasi secara operatif. Penelitian lainnya, Zayer melaporkan 86 pasien
(113 lutut) dengan penyakit blount (onset awal dan lanjut). Tidak ada pasien
berusia <30 tahun yang mengalami arthritis pada pemeriksaan radiologis, namun
arthritis dicatat pada 11 (41%) dari 27 lutut pada pasien yang berusia lebih tua.
Meskipun meningkatnya deformitas varus berkaitan dengan perubahan arthritis
pada pasien yang berusia lebih tua, hubungan yang konstan antara defomitas varus
dan keparahan osteoarthritis tidak dapat ditetapkan. 3 Penelitian lain dari
Ingvarsson dkk, melaporkan 23 pasien (27 lutut) dengan penyakit blount onset
lanjut; 9 lutut diatasi secara non-operatif. Pada pemeriksaan lanjut (follow up)
jangka panjang, pada usia rata-rata 47 tahun, 15 (65%) pasien tidak melaporkan
adanya gejala gangguan pada lutut. Radiografi posisi berdiri seluruh panjang kaki

Hlm 44
Genu Varum dan Valgum

(standing full-length radiograph) pada 18 pasien, ditemukan arthritis ringan–


sedang pada 9 lutut. Meskipun arthritis lebih sering terjadi pada pasien non-
operatif (4 dari 9 pasien) dibandingkan dengan pasien yang ditatalaksana secara
operatif (5 dari 14 pasien), dengan penelitian retrospektif dan jumlah sampel yang
kecil di kedua kelompok, rekomendasi untuk tindakan operatif tidak dapat dibuat.
Hofmann, dkk, meneliti 12 pasien (19 ekstremitas) dengan penyakit blount
onset awal yang ditatalaksana dengan osteotomi tibia proksimal. Pada usia rata-
rata 22,4 tahun, dengan 2,5 operasi per ekstremitas, 4 operasi per pasien, 12 lutut
asimptomatik dan 8 lainnya mengalami arthritis degeneratif. Munculnya gejala
pada awal masa dewasa dan deformitas berulang berkorelasi kuat dengan stadium
langenskiold lanjut (>IV) pada saat tata laksana.
Komplikasi yang berkaitan dengan penatalaksanaan penyakit blount
meliputi loss alignment, malalignment, gangguan vaskular, fraktur patologis, dan
infeksi luka. 2

Gambar 27. Kemungkinan deformitas berulang post-koreksi bertahap dengan fiksator


ekstrena walau dengan hasil klinis yang memuaskan

Hlm 45
Genu Varum dan Valgum

(Sumber: Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery
2009; 91-A(7): 1758-76)

PROGNOSIS
Berdasarkan pemeriksaan lanjut (follow up) jangka panjang pada penyakit blount
infantile type, Doyle, dkk menemukan bahwa hasil akhir penyakit blount
bergantung pada usia pasien dan keparahan deformitas pada saat intervensi. 2
Penelitian dari 26 tibia yang dilakukan koreksi osteotomi valgus, didapatkan
rekurensi pada 4 dari 11 anak yang menjalani pembedahan pada usia <4 tahun
dibandingkan dengan 9 dari 15 anak yang dilakukan pembedahan pada usia yang
lebih tua. Selain itu, deformitas dengan stadium langenskiold <III saat dilakukan
pembedahan, memiliki hasil akhir yang lebih baik. Prognosis penyakit blount
infantile type harus dibedakan dengan juvenile/ adolescence type. Penyakit blount
yang tidak diatasi dapat terus berkembang.2 Literatur mengemukakan regresi
parsial atau komplit mungkin terjadi pada stadium I-IV, namun begitu, Stadium V-
VI tidak menunjukkan regresi.2
Beberapa penulis melaporkan angka rekurensi >50% setelah dilakukan
osteotomi valgus pada anak dengan penyakit blount onset awal, dengan hasil yang
lebih baik jika koreksi dilakukan sebelum anak berusia 4 tahun. 3 Loder dan
Johnston mencatat prevalensi hasil yang lebih buruk dan deformitas berulang
post-osteotomi valgus meningkat dengan semakin tingginya stadium langenskiold,
usia yang lebih tua saat dilakukan osteotomi, dan kurangnya overkoreksi valgus
post-operatif. Pada rata-rata 6 tahun 7 bulan post-operatif, 18 (55%) dari 33 tibia
mengalami rekurensi, dengan kepuasan pada 6 dari 8 tibia yang ditatalaksana
secara operatif sebelum pasien berusia 4 tahun dan pada 14 dari 25 tibia yang di
operasi saat dewasa. Berdasarkan temuan mereka, peneliti merekomendasikan
overkoreksi valgus 5°-10°.
Schoenecker, dkk, meneliti 27 pasien (44 tibia) dengan penyakit blount
onset awal yang ditatalaksana dengan osteotomi tibial valgus dan mencatata angka
kepuasan pada 19 (83%) dari 23 tibia yang dilakukan osteotomi saat anak berusia

Hlm 46
Genu Varum dan Valgum

kurang dari 5 tahun, dibandingkan dengan 8 (38%) dari 21 tibia yang dilakukan
pada anak yang berusia >5 tahun.
Chotigavanichaya, dkk, meneliti hasil dari osteotomi tibial valgus pada 71
pasien (74 tibia) dengan penyakit blount. Selain kesamaan dari stadium
langenskiold, deformitas varus pre-operatif, dan koreksi operatif, angka rekurensi
pada anak yang dilakukan osteotomi sebelum berusia 4 tahun (12 dari 26; 46%)
lebih rendah dari anak yang melakukan prosedur ini pada usia yang lebih tua (42
dari 48; 88%).
Pada penelitian retrospektif hasil koreksi pada 25 pasien dengan penyakit
blount onset awal, Ferriter dan Saphiro mencatat tingginya angka rekurensi
deformitas, membutuhkan 1-4 osteotomi tambahan, pada 21 (57%) dari 37 tibia.
Para peneliti mencatat obesitas masif (berat badan lebih dari 97 persentil), stadium
langenskiold ≥III, dan usia lebih dari 4,5 tahun saat tindakan operatif, sebagai
faktor resiko potensial terjadinya rekurensi post-osteotomi valgus pada anak-anak
tersebut.

Hlm 47
Genu Varum dan Valgum

BAB IV. PENUTUP


KESIMPULAN
 Deformitas varus merujuk kepada angulasi abnormal dari suatu
ekstremitas. Deformitas angulasi tersebut dapat terjadi pada sendi, atau
pada tulang di dekat sendi, namun dapat juga terjadi pada tangkai tulang.
 Varus adalah angulasi yang mengikuti pola lingkaran imaginer dimana
pasien berada, sedangkan valgus adalah angulasi yang tidak mengikuti
pola lingkaran imaginer dimana pasien berada.
 Genu varum adalah angulasi tulang dimana segmen distal dari sendi lutut
menuju garis tengah, sedangkan genu valgum adalah angulasi tulang
dimana segmen distal dari sendi lutut menjauhi garis tengah.
 Genu varum dapat merupakan variasi normal (fisiologis) dan membaik
secara spontan. Sebagian lainnya, merupakan kondisi patologis yang
memerlukan penyangga (brace) dan tindakan pembedahan.
 Penyakit blount (tibia vara atau osteokondrosis deformans tibia)
merupakan gangguan pertumbuhan yang relatif jarang terjadi, ditandai
dengan gangguan osifikasi aspek medial dari fisis tibia proksimal.
 Penyakit blount secara klinis diklasifikasikan menjadi, yaitu onset awal
dan onset lanjut. Onset awal disebut juga infantile type. Onset lanjut
selanjutnya dibagi menjadi dua, yaitu juvenile type dan adolescence type.
 Dari epidemiologi yang ada, penyakit blount lebih sering terjadi pada anak
perempuan dibandingkan laki-laki, dengan predisposisi pada anak berkulit
hitam, obesitas, dan anak-anak keturunan Skandinavian. Gangguan ini
bermanifestasi pada usia 2 tahun pada infantile type, dan setelah usia 8
tahun pada juvenile dan adolescence type. Infantile type terjadi 5 kali lebih
sering dibandingkan tipe lainnya.
 Etiologi dari penyakit blount saat ini masih belum diketahui dan mungkin
multifaktorial. Faktor genetik, humoral, biomekanik, dan lingkungan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fisis.
 Penyakit blount diduga terjadi akibat kombinasi antara kompresi yang
berlebihan dan pembentukan tulang endokondral yang terganggu, sehingga
pertumbuhan bagian medial fisis terhenti dengan pertumbuhan normal
pada bagian lateral, mengakibatkan kelainan yang berkelanjutan.

Hlm 48
Genu Varum dan Valgum

 Manifestasi klinis penyakit blount berbeda tergantung kepada onset,


berupa angulasi varus, prokurvatum (konveksitas anterior), dan torsi
interna dari tibia, juga dapat disertai dengan pemendekan ekstremitas pada
kasus unilateral.
 Pemeriksaan penunjang untuk penyakit blount yang terpenting adalah
radiografi.
 Diagnosis penyakit blount ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit
(anamnesis), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, terutama
radiografi.
 Pilihan penatalaksaannya penyakit blount meliputi observasi dengan
pemeriksaan klinis dan radiografi berulang, orthosis, dan berbagai
tindakan bedah, seperti realignment osteotomy, lateral
hemiepiphyseodesis, dan guided growth di sekitar lutut, distraksi fisis tibia
proksimal asimetris bertahap, reseksi physeal bar, dan elevasi tibial
plateau. Untuk penyakit blount onset awal, osteotomi tibia proksimal
valgus sebelum usia 4 tahun direkomendasikan sebagai pilihan tatalaksana
operatif, sedangkan untuk onset lanjut,osteotomi tibia proksimal dengan
koreksi bertahap menjadi pilihan.
 Komplikasi penyakit blount berupa deformitas berkelanjutan dengan
deviasi gaya berjalan (gait), diskrepansi panjang ekstremitas, dan artritis
dini sendi lutut.
 Prognosis penyakit blount bergantung kepada usia dan keparahan
deformitas saat dilakukan intervensi.

Hlm 49
Genu Varum dan Valgum

DAFTAR PUSTAKA

[1] Salter R. Textbook of Disorders and Injuries of the Muskuloskeletal System.


Edisi ketiga. USA: Lippincott Williams and Wilkins; 1999.
[2] Hensinger R. Angular Deformities of The Lower Limbs in Children. The Iowa
Orthopaedic Journal 2007; 9: 16-24.
[3] Swiontkowski M, Stovits S. Manual of Orthopaedics. Edisi Keenam. USA:
Lippincott Williams and Wilkins; 2001.
[4] DeOrio M. Blount Disease [Online]. [Diunduh tanggal 14 Februari 2012].
Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1250420-overview
[5] Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009;
91-A(7): 1758-76.
[6] Bateson E. The Relationship between Blount’s Disease and Bow Legs. British
Journal of Radiology 1968; 41: 107-14.
[7] Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apley’s System of Orthopaedics and
Fractures. Edisi kedelapan. USA: Arnold; 2001.
[8] Skinner H. Current Diagnosis and Treatment: Orthopaedics. USA: The
McGraw-Hill Companies, Inc.; 2006.
[9] Drake R, Vogl W, Mitchell A. Gray’s Anatomy for Students. USA: Elsevier,
Inc.; 2005.
[10] Stevens P. Pediatrics Genu Varum [Online]. [Diunduh tanggal 12 Februari
2012]. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1355974-
overview
[11] Stevens P. Pediatrics Genu Valgum [Online]. [Diunduh tanggal 12 Februari
2012]. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1259772-
overview
[12] Cheema F, Grissom L, Harcke T. Radiographic Characteristics of Lower-
Extremity Bowing in Children. RadioGraphics 2003; 23(4): 871-880.
[13] Sass P, Hassan G. Lower Extremity Abnormalities in Children. American
Family Physician 2003; 68(3): 461-468.
[14] Tuten R, Keeler K, Gabos P, Zionts L, Mackenzie W, Delaware W. Post
Traumatic Tibia Valga in Children. Journal of Bone and Joint Surgery 1999;
81(A): 799-810.
[15] Wheeless C. Genu Valgum [Online]. [Diunduh tanggal 12 Februari 2012].
Diunduh dari http://www.wheelessonline.com/ortho/genu_valgum

Hlm 50
Genu Varum dan Valgum

[16] Wheeless C. Genu Varum [Online]. [Diunduh tanggal 12 Februari 2012].


Diunduh dari http://www.wheelessonline.com/ortho/genu_valgum
[17] Taksande A, Kumar A, Vilhekar K, Chaurasiya S. Infantile Blount Disease:
A Case Report. Malaysian Family Physician 2009; 4(1): 30-2.
[18] Giwa O, Anetor J, Alonge T, Agbedana E. Biochemical Observations in
Blount’s Disease (Infantile Tibia Vara). Journal of the National Medical
Association 2004: 96(9): 1203-7.
[19] Aird J, Hogg A, Rollinson P. Femoral Torsion in Patients with Blount’s
Disease: A Previously Unrecognized Component. The Journal of Bone and
Joint Surgery 2009; 91-B: 1388-93.
[20] Hofmann A, Jones R, Herring J. Blount’s Disease after Skeletal Maturity.
The Journal of Bone and Joint Surgery 1982; 64-A: 1004-9.
[21] Medbo I. Tibia Vara (Osteochondrosis Deformans Tibiae or Blount’s
Disease): Treatment and Follow Up Examination. Acta Orthopaedica
Scandinavica 1964; 34: 323-36.
[22] Wheeless C. Blounts Disease [Online]. [Diunduh tanggal 14 Februari
2012]. Diunduh dari http://www.wheelessonline.com/ortho/blounts_disease

Hlm 51

Anda mungkin juga menyukai