PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Blount disease merupakan penyebab utama genu varum patologis pada
anak.2 Blount disease (tibia vara atau osteokondrosis deformans tibia) merupakan
gangguan pertumbuhan yang relatif jarang terjadi, ditandai dengan gangguan
osifikasi aspek medial dari epifisis tibia proksimal. 1,2 Deformitas yang terjadi
secara berkelanjutan ini memiliki manifestasi berupa angulasi varus, prokurvatum
(konveksitas anterior), dan torsi interna dari tibia, juga dapat disertai dengan
pemendekan ekstremitas pada kasus unilateral. Hal ini dapat berakibat pada
deformitas berkelanjutan dengan deviasi gaya berjalan (gait), diskrepansi panjang
ekstremitas, dan artritis dini sendi lutut.3
Blount disease pertama kali dideskripsikan oleh Erlacher dan McCurdy
pada tahun 1922. Kemudian, pada tahun 1935, Blount mengidentifikasi tanda
klinis, radiologis, dan patologis penyakit ini dalam literatur, yang selanjutnya
diberi nama Blount disease.2,4
Blount disease lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan
laki-laki, dengan predisposisi pada anak berkulit hitam, obesitas, dan anak-anak
keturunan Skandinavian.1,5 Gangguan ini bermanifestasi pada usia 2 tahun pada
infantile type, dan setelah usia 8 tahun pada juvenile dan adolescence type.
Infantile type terjadi 5 kali lebih sering dibandingkan tipe lainnya.6
Blount disease diduga terjadi akibat kombinasi antara kompresi yang
berlebihan dan pembentukan tulang endokondral yang terganggu.2 Displasia lokal
dari bagian medial epifisis tibia proksimal mendasari kelainan ini. Kombinasi
antara berhentinya pertumbuhan bagian medial epifisis dan pertumbuhan normal
pada bagian lateral mengakibatkan kelainan yang berkelanjutan.1
Manifestasi Blount disease bergantung kepada onset. Pada tahap awal,
Blount disease tidak menimbulkan gejala. Pemeriksaan mengungkap adanya
kelainan angulasi varus, yang lebih tampak jelas jika terjadi secara unilateral.
Penatalaksaan pada tahap awal Blount disease pada anak yang berusia
lebih muda ditujukan untuk mencegah progresi deformitas varus. Pada tahap ini,
bidai malam (night splint) dapat membantu memperbaiki kelainan. Pada anak
yang berusia lebih tua, deformitas varus tetap berkembang walaupun dengan
pembidaian. Hal ini hanya dapat diperbaiki dengan tindakan operatif osteotomi
tibia, yang dilakukan berulang selama masa pertumbuhan.1,7
ANATOMI FISIOLOGI
Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan berfungsi
menyangga berat badan. Tibia bersendi dengan condylus femoris dan caput fibula
di atas, serta dengan talus dan ujung distal fibula di bawah. Tibia mempunyai
ujung atas yang melebar dan ujung bawah yang lebih kecil, serta sebuah corpus.
Pada ujung atas terdapat condylus lateralis dan medialis (kadang-kaadang disebut
plateau tibia lateral dan medial), yang bersendi dengan condylus lateralis dan
medialis femoris dan dipisahkan oleh meniscus lateralis dan medialis. Permukaan
atas facies articulares condylorum tibia terbagi atas area intercondylus anterior
dan posterior, di antara kedua area ini terdapat eminentia intercondylus.
Pada aspek lateral condyles lateralis terdapat facies articularis fibularis
circularis yang kecil, dan bersendi dengan caput fibula. Pada aspek posterior
condylus medialis terdapat insertion m.semimembranosus.
Corpus tibia berbentuk segitiga pada potongan melintangnya dan
mempunyai tiga margin dan tiga facies. Margin anterior dan medial, serta facies
medialis diantaranya terletak subkutan. Margo anterior menonjol dan membentuk
tulang kering. Pada pertemuan antara margo anterior dan ujung atas tibia terdapat
tuberositas, yang merupakan tempat lekat ligamentum patella. Margo anterior di
bawah membulat dan melanjutkan diri sebagai malleolus medialis. Margo lateral
atau marggo interosseus memberikan tempat perlekatan untuk membrane
interossea. Fascies posterior dan corpus tibia menunjukkan linea oblique yang
disebut linea musculi solei, untuk tempat m.soleus.1
Kartilago artikular
Kartilago artikular pada tulang panjang merupakan satu-satunya lempeng
pertumbuhan untuk epifisis, sedangkan pada tulang pendek, kartilago artikular
merupakan satu-satunya lempeng pertumbuhan untuk seluruh tulang.
Kartilago lempeng epifisis
Lempeng epifisis merupakan lempeng pertumbuhan untuk metafisis dan
diafisis pada tulang panjang. Pada tempat pertumbuhan ini, keseimbangan konstan
dijaga antara 2 proses berikut (1) pertumbuhan interstisial dari sel-sel kartilago
pada lempeng pertumbuhan (2) kalsifikasi, kematian dan penggantian pada
permukaan metafisis oleh tulang melalui proses osifikasi endokondral.
Empat
The zone of resting cartilage pada zona ini terdapat lapisan germinal yang
merupakan daerah intertisial, yang melekat pada epifisis dengan sel-sel
lapisan proliferasi.
The zone of maturing cartilage pada zona ini terdapat lapisan hipertrofi,
kalsifikasi dan degenerasi yang merupakan daerah tulang rawan yang
mengalami maturasi.
The zone of calcifying cartilage merupakan daerah yang tipis dengan selsel kondrosit yang telah mati sebagai akibat kalsifikasi matriks.
pertumbuhan
memanjang
tulang,
maka
daerah
metafisis
remodelling tulang dapat terjadi akibat stress fisik. Tulang terdisposisi pada
bagian yang mendapat stress fisik, dan teresoprsi pada bagian yang kurang
mendapat stress fisik. Fenomena ini dikenal dengan nama Hukum Wolf. 1
BAB II
BLOUNT DISEASE
DEFINISI
Blount disease (tibia vara atau osteokondrosis deformans tibia) adalah
suatu kondisi perkembangan, yang ditandai dengan gangguan osifikasi
endokondral pada bagian medial fisis (lempeng epifisis) tibia proksimal sehingga
mengakibatkan deformitas multiplanar dari ekstremitas bawah. Deformitas yang
terjadi secara berkelanjutan ini memiliki manifestasi berupa angulasi varus,
prokurvatum (konveksitas anterior), dan torsi interna dari tibia, juga dapat disertai
dengan pemendekan ekstremitas pada kasus unilateral.3
Istilah tibia vara dirasakan kurang tepat karena memiliki implikasi hanya
terjadi kelainan pada plana frontal.3 Istilah osteokondrosis deformans juga kurang
tepat karena menggambarkan kelainan dimana pusat osifikasi primer maupun
sekunder terjadi avaskular nekrosis (sebagai penyebab terhentinya osifikasi), yang
mana tidak ditemukan pada Blount disease.2
KLASIFIKASI
Secara klinis, Blount disease diklasifikasikan berdasarkan onset terjadinya
deformitas menjadi:3
Onset awal atau infantile type (onset pada usia <4 tahun)
Onset lanjut, dibagi menjadi dua, yaitu:
o Juvenile type (onset pada usia 4-10 tahun)
o Adolescence type (onset pada usia >10 tahun)
EPIDEMIOLOGI
Blount disease relatif jarang terjadi di dunia, namun umum terjadi di
Jamaika, Pulau Indian Barat, dan Trinidad. Blount disease juga umum dijumpai
pada Negara Skandinavia, Finlandia, dan Norwegia.4
Blount disease lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan
laki-laki, dengan predisposisi pada anak berkulit hitam, obesitas, dan anak-anak
keturunan Skandinavian.1,3 Umumnya bermanifestasi pada usia 2 tahun pada
10
infantile type, dan setelah usia 8 tahun pada juvenile dan adolescence type.1,5
Infantile type terjadi 5 kali lebih sering dibandingkan tipe lainnya.6
ETIOLOGI
Saat ini, etiologi dari Blount disease masih belum diketahui dan mungkin
multifaktorial.
Faktor
genetik,
humoral,
biomekanik,
dan
lingkungan
peningkatan kompresi terutama di bagian medial sendi lutut pada anak dengan
genu varum. Dengan menggunakan elemen analisis, Cook, dkk menghitung beban
pada lempeng pertumbuhan tibia proksimal selama posisi berdiri pada satu kaki,
dan mencatat bahwa, pada anak berusia 5 tahun dengan obesitas, kekuatan
kompresi pada angulasi varus 10 melebihi kekuatan yang diperlukan untuk
menghambat pertumbuhan. Diez, dkk meneliti hubungan antara berat tubuh
dengan deformitas angular pada anak berusia 15 tahun dengan Blount disease.
Mereka menemukan korelasi yang signifikan antara berat badan dengan sudut
tibiofemoral (r=0.75) dan mencatat hubungan yang kuat antara berat badan
dengan deformitas varus pada sembilan anak dengan obesitas yang diperiksa
secara terpisah.3
Menggunakan analisis gaya berjalan (gait), Gushue, dkk mempelajari efek
obesitas pada masa kanak-kanak dengan biomekanika sendi lutut tiga dimensi.
Dibandingkan dengan anak dengan berat badan normal, anak-anak dengan berat
badan berlebih menunjukkan puncak abduksi lutut interna, selama awal posisi
berdiri, yang lebih tinggi. Sabharwal, dkk melaporkan hubungan linear antara
besarnya obesitas dengan deformitas radiografis biplanar pada anak dengan
Blount disease onset awal dan pada pasien dengan body mass index (BMI) > 40
kg/m tanpa memandang usia terjadinya Blount disease. Meskipun memiliki BMI
lebih rendah, anak dengan Blount disease onset awal memiliki kelainan varus dan
prokurvatum dari tibia proksimal yang lebih berat daripada remaja dengan Blount
disease. Wenger, dkk mengemukakan bahwa lempeng pertumbuhan tibia
proksimal merespon secara berbeda pada berbagai stadium maturitas tulang,
dengan peningkatan kelenturan pada epifisis yang belum terosifikasi pada pasien
yang lebih muda menyebabkan inhibisi pertumbuhan lebih daripada remaja.3
Davids dkk, meneliti deviasi gaya berjalan dan hubungannya dengan
meningkatnya lingkar panggul/ paha pada obesitas remaja.3 Anak obesitas dengan
paha yang besar memiliki kesulitan dalam melakukan adduksi pinggul secara
adekuat, dan hal ini berakibat pada fat-thigh gait dengan posisi varus pada lutut,
sehingga meningkatkan tekanan pada bagian medial fisis tibia proksimal. Konsep
ini mendukung penelitian bahwa kelainan varus yang telah ada sebelumnya tidak
12
akhir-akhir
ini
menunjukkan
bahwa
obesitas
remaja
menurunkan isi mineral tulang hingga pada tingkat yang dapat diprediksi dengan
dasar berat badan. Penelitian biokimia yang dilakukan Giwa, dkk pada anak
dengan Blount disease mengungkapkan adanya hipokalsemia dan hipofosfatemia
ringan, serta peningkatan aktivitas alkaline fosfatase (seperti yang terjadi pada
ricketsia). Selain itu, serum cooper dan zinc juga menurun 32% dan 48% dibawah
rata-rata subjek kontrol.9 Faktor-faktor tersebut selanjutnya memberikan
predisposisi anak-anak obesitas dengan Blount disease untuk menderita kelainan
progresif dengan bertambahnya berat badan.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis Blount disease berbeda tergantung kepada onset. Pada
onset awal (infantile type), anak mulai berjalan, biasanya pada usia 9-10 bulan.
Pada onset tersebut, membedakan Blount disease dengan genu varum fisiologis
tidaklah mudah.
Genu varum fisiologis adalah deformitas torsional yang muncul akibat
posisi in utero. Kapsul panggul posterior yang sempit menyebabkan rotasi
eksterna paha pada sendi panggul. Ketika dikombinasikan dengan torsi interna
tibia, menghasilkan gambaran deformitas varus. Deformitas fisiologis ini biasanya
menghilang pada usia 2 tahun. Berbeda dengan genu varum fisiologis, Blount
disease infantile type dapat berkembang menjadi deformitas yang lebih buruk.2
Bentuk infantil ini lebih sering terjadi pada perempuan, berkulit hitam, dan
obesitas.4 Bentuk ini lebih sering terjadi secara bilateral pada 60% kasus. Bentuk
ini berkaitan dengan paruh metafisis yang lebih menonjol, torsi interna tibia, dan
diskrepansi panjang kaki.2,8 Tonjolan metafisis, atau paruh dapat diraba pada aspek
medial dari kondilus tibia proksimal. Pasien biasanya tidak mengeluhkan adanya
nyeri.2 Namun begitu, kelainan dari ekstremitas bawahnya tampak jelas terlihat.
Berbeda dengan Blount disease onset awal, pasien dengan Blount disease
onset lanjut biasanya mengeluhkan nyeri pada sisi medial lutut. Pasien ini
13
biasanya memiliki berat badan berlebih atau obesitas. Biasanya terjadi unilateral
pada 80% kasus, kaki yang bersangkutan seringkali lebih pendek dibandingkan
kaki yang normal sebesar 2-4 cm. 8 Derajat deformitas varus biasanya tidak
separah pasien dengan bentuk infantil dan biasanya tidak lebih dari 20.2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak membantu dalam menegakkan diagnosis.2
Radiografi
Radiografi sendi lutut penting dalam mengevaluasi dan menentukan
derajat keparahan deformitas. Radiografi anteroposterior dalam posisi berdiri dari
kedua ekstremitas dan radiografi lateral dari ekstremitas yang terlibat, umumnya
digunakan.2,3
Plain radiograph
Perubahan klasik di tibia proksimal pada Blount disease onset awal
meliputi angulasi varus dari metafisis, pelebaran dan iregularitas dari aspek
medial lempeng pertumbuhan, ceruk medial dan osifikasi irregular pada epifisis,
dan bentuk paruh (beak) pada bagian medial epifisis.3
Langenskiold mendeskripsikan 6 stadium radiografis perubahan epifisis
dan metafisis tibia proksimal pada anak dengan Blount disease onset awal:3,6,8
Stadium I
Stadium V
Stadium VI
: terbentuk
bony
bridge
yang
melewati
lempeng
pertumbuhan.
14
Gambar 5. Diagram 6 stadium perubahan radiografis pada Blount disease onset awal
menurut Langenskiold
(Sumber: Sabharwal S. Blount disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009;
91-A(7): 1758-76)
15
Gambar 6. Indeks radiografis dalam mengevaluasi genu varum pada bayi dan anak
(sudut tibiofemoral)
(Sumber: Sabharwal S. Blount disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009;
91-A(7): 1758-76)
DIAGNOSIS
Diagnosis Blount disease ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit
(anamnesis), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, terutama radiografi.
Diagnosis diferensial untuk Blount disease adalah:8
TATA LAKSANA
Tatalaksana Blount disease disesuaikan untuk setiap pasien dengan
mempertimbangkan
berbagai
faktor,
seperti:
usia,
beratnya
deformitas,
17
memiliki
sudut metaphyseal-diaphyseal
lebih
besar dari
14. Indikasi mutlak untuk operasi adalah depresi tibialis dataran tinggi
(Langenskold tahap IV), dan kelemahan ligamen lutut.12
Osteotomi merupakan tindakan bedah yang paling sering digunakan. 13
Osteotomi adalah operasi bedah dimana tulang dipotong untuk memperpendek,
memperpanjang, atau mengubah keselarasannya.
18
Gambar 8. Osteotomy
(Sumber: Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009; 91A(7): 1758-76)
19
Pada
membungkuk
beberapa
lebih
pasien
pendek
dengan
dari
sisi
Blount
disease
normal. Operasi
adolesence,
kaki
sederhana
untuk
memperbaiki sudut yang cacat tidak selalu memungkinkan. Dalam kasus seperti
ini perangkat fiksasi eksternal digunakan untuk menyediakan traksi bagi
memperpanjang kaki dan mengoreksi deformitas secara bertahap. Operasi ini
disebut osteogenesis distraksi. Frame ini memberikan stabilitas pada pasien dan
memperbaiki weight bearing. Fiksasi eksternal telah memberikan hasil yang
menjanjikan pada Blount disease remaja.
20
21
KOMPLIKASI
Blount disease berakibat pada deformitas berkelanjutan dengan deviasi
gaya berjalan (gait), diskrepansi panjang ekstremitas, dan artritis dini sendi lutut.5
Ingvarsson, dkk, meneliti 49 pasien (86 lutut) dengan Blount disease onset awal;
38 lutut tidak memiliki riwayat bedah sebelumnya. Pada usia rata-rata 38 tahun,
11 (13%) lutut megalami arthritis, 9 diantaranya mengalami arthritis ringan. Dari
11 lutut dengan arthritis, 2 diantaranya diatasi secara non-operatif dan sisa 9
lainnya diatasi secara operatif.
Komplikasi yang berkaitan dengan penatalaksanaan Blount disease
meliputi loss alignment, malalignment, gangguan vaskular, fraktur patologis, dan
infeksi luka.14
22
(Sumber: Sabharwal S. Blount disease. The Journal of Bone and Joint Surgery
2009; 91-A(7): 1758-76)
PROGNOSIS
Berdasarkan pemeriksaan lanjut (follow up) jangka panjang pada Blount
disease infantile type, Doyle, dkk menemukan bahwa hasil akhir Blount disease
bergantung pada usia pasien dan keparahan deformitas pada saat intervensi. 14 Dari
hasil penelitian didapatkan rekurensi pada anak yang menjalani osteotomi pada
usia <4 tahun dibandingkan dengan 9 dari 15 anak yang dilakukan pembedahan
pada usia yang lebih tua. Selain itu, deformitas dengan stadium langenskiold <III
saat dilakukan pembedahan, memiliki hasil akhir yang lebih baik. Blount disease
yang tidak diatasi dapat terus berkembang. Literatur mengemukakan regresi
parsial atau komplit mungkin terjadi pada stadium I-IV, namun begitu, Stadium VVI tidak menunjukkan regresi.2
Beberapa penulis melaporkan angka rekurensi >50% setelah dilakukan
osteotomi valgus pada anak dengan Blount disease onset awal, dengan hasil yang
lebih baik jika koreksi dilakukan sebelum anak berusia 4 tahun. 5 Pada anak yang
berusia lebih tua, deformitas varus tetap berkembang walaupun dengan
23
pembidaian.1 Hal ini hanya dapat diperbaiki dengan tindakan operatif osteotomi
tibia, yang dilakukan berulang selama masa pertumbuhan.1,7
24
BAB III
KESIMPULAN
Blount disease (tibia vara atau osteokondrosis deformans tibia) merupakan
gangguan pertumbuhan yang relatif jarang terjadi, ditandai dengan gangguan
osifikasi aspek medial dari fisis tibia proksimal. Secara klinis diklasifikasikan
menjadi onset awal dan onset lanjut. Onset awal disebut juga infantile type. Onset
lanjut selanjutnya dibagi menjadi dua, yaitu juvenile type dan adolescence type.
Dari epidemiologi, Blount disease lebih sering terjadi pada anak perempuan
dibandingkan laki-laki, dengan predisposisi pada anak berkulit hitam, obesitas,
dan anak-anak keturunan Skandinavian. Gangguan ini bermanifestasi pada usia 2
tahun pada infantile type, dan setelah usia 8 tahun pada juvenile dan adolescence
type. Infantile type terjadi 5 kali lebih sering dibandingkan tipe lainnya.
Etiologi dari Blount disease saat ini masih belum diketahui dan mungkin
multifaktorial.
Faktor
genetik,
humoral,
biomekanik,
dan
lingkungan
25
Prognosis Blount disease bergantung kepada usia dan keparahan deformitas saat
dilakukan intervensi.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Salter R. Textbook of Disorders and Injuries of the Muskuloskeletal System.
Edisi ketiga. USA: Lippincott Williams and Wilkins; 1999.
2. DeOrio M. Blount disease [Online]. [Diunduh tanggal 14 Februari 2012].
Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1250420-overview
3. Sabharwal S. Blount disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009; 91A(7): 1758-76.
4. Bateson E. The Relationship between Blounts Disease and Bow Legs. British
Journal of Radiology 1968; 41: 107-14.
5. Swiontkowski M, Stovits S. Manual of Orthopaedics. Edisi Keenam. USA:
Lippincott Williams and Wilkins; 2001.
6. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apleys System of Orthopaedics and
Fractures. Edisi kedelapan. USA: Arnold; 2001.
7. Skinner H. Current Diagnosis and Treatment: Orthopaedics. USA: The
McGraw-Hill Companies, Inc.; 2006.
8. Taksande A, Kumar A, Vilhekar K, Chaurasiya S. Infantile Blount disease: A
Case Report. Malaysian Family Physician 2009; 4(1): 30-2.
9. Bradway JK, Klassen RA, Peterson HA. Blount disease: a review of the
English literature. J Pediatr Orthop. Jul-Aug 1987;7(4):472-80.
10. Doyle BS, Volk AG, Smith CF. Infantile Blount disease: long-term follow-up
of surgically treated patients at skeletal maturity. J Pediatr Orthop. Jul-Aug
1996;16(4):469-76.
11. Schoenecker P, Rich M Margareth . The Lower extremity: infantile blount
disease. Lovell&Winters pediatrics.6th edition.2006;1158-1200.
12. Tachdjian MO, ed. The foot and leg: tibia vara. In: Pediatric Orthopedics. Vol
4. Philadelphia:. WB Saunders Co;1990:2835-50.
13. Behrman, Richard E, et al. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15. Jakarta : EGC.
2000
14. Hensinger R. Angular Deformities of The Lower Limbs in Children. The Iowa
Orthopaedic Journal 2007; 9: 16-24.
27