Etiologi
Etiologi pasti idiopatik (belum diketahui)
Faktor resiko :
o
Lingkungan
Intrauterin
o
o
Hormon relaksin
o
o
Kebiasaan membedung
Bedung dengan sangat erat sampai membuat kaki anak yang seharusnya
fleksi menjadi ekstensi dapat membuat kemungkinan timbulnya DDH lebih
tinggi.
Manifestasi Klinis
o
Diagnosis
o
Pemeriksaan Fisik
o
Positif bila saat mengeluarkan kaput femur, teraba kaputnya oleh ibu jari
pemeriksa dan ada bunyi 'klik'.
o
Ada bunyi klik saat trokanter mayor ditekan ke dalam dan terasa
lihat apakah lututnya sama panjang atau tidak. Bila tidak sama panjang
positif.
Tes Tradelenberg anak disuruh berdiri 1 kaki secara bergantian. Saat
(tulang masih dalam bentuk tulang rawan), jadi kalau diperiksa dengan rontgen
hasilnya akan radiolucent.
Rontgen untuk usia > 6 bulan. Digunakan untuk mendiagnosis dislokasi dan
o
o
o Setelah itu cek radiografi untuk melihat posisi, bila sudah pas, maka
fiksasi dengan spica (diganti setiap 2 bulan) sampai hasil radiografi baik.
o 8 bulan - 5 tahun
o Dilakukan subcutaneus adductor tenotomy
o Open reduksi fiksasi dengan spica
o >5 tahun
o Operasi penggantian sendi (merupakan jenis tatalaksana protesis). Tidak
dilakukan lagi perbaikan karena dislokasi sudah terlalu lama dan
posisinya sudah jauh dari seharusnya. Kalau dilakukan penarikan paksa
ligamen dan otot, takutnya akan merusak pembuluh darah dan saraf
(tidak dapat ditarik).
Komplikasi
1. Lesi N. Ischiadicus
2. Nekrosis avaskuler terjadi 1 - 2 tahun pasca trauma
3. Artrosis degeneratif
Komplikasi dapat berupa komplikasi dini yaitu kerusakan nervus skiatik,
kerusakan pada kaput femur, kerusakan pada pembuluh darah, dan fraktur diafisis
femur. Komplikasi lanjut dapat berupa nekrosis avaskuler, miositis osifikans,
osteoartritis.
Prognosis
Semakin muda usia bayi ditatalaksana, semakin baik prognosisnya.
Genu Recurvatum
Definisi
Dislokasi adalah suatu keadaan dimana permukaan sendi tulang yang membentuk
sendi tak lagi dalam hubungan anatomis (Brunner & Suddarth, 2002). Dislokasi lutut
kongenital/ hiperekstensi lutut (genu recurvatum) adalah suatu kondisi lepasnya sendi
lutut dan memberikan manifestasi kelainan adanya hiperekstensi yang berlebihan pada
sendi lutut ( Zairin noor Helmi, 2013).
Dislokasi kongenital atau subluksasi lutut adalah suatu penyakit yang relatif
jarang, dengan menghilangnya persendian normal antara femur dan tibia. Frekuensi
kejadiannya sebanding antara anak laki-laki dan anak perempuan (Rudolf abraham,
2006).
Genu Recurvatum (Back Knee) adalah penyakit kongenital dan Cacat
perkembangan atau keabnormal posisi intra-uterin( Dikutip dari Text Book: Marlyn J.
Wongs Nursing Care of Infant and children: Page 419).
Etiologi
Adapun etiologi dari genu rekurvatum , meliputi:
1. Kongenital
Kongenital merupakan kejadian yang terjadi saat lahir atau sebelum lahir merujuk pada
kondisi yang ditemukan saat lahir tanpa memandang penyebabnya
2. Idiopatik
Idiopatik adalah Sesuatu yang terjadi tanpa diketahui penyebabnya, timbul sendiri .
3. Faktor predisposisi :
1) Artritis reumatoid
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat
sistemik, progresif, cenderung kronis yang dapat menyerang berbagai sitem
organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan
penyambung difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak diketahui sebabnya.
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronis yang paling sering ditemukan
pada sendi. Artritis reumatoid diduga karena faktor autoimmun dan
infeksi( Muttaqin Arif. 2008). Pasa artritis reumatoid, ligamen dapat juga terlalu
terlentang setelah terjadi sinovitis atau peradangan pada membran sinovial,
jaringan yang melapisi dan melindungi sendi yang kronis/ berulang. Dengan
longgarnya ligamen sendi lutut maka akan terjadi hiperekstensi sendi lutut.
2)
Hipotonia rakitis
Hypotonia adalah penurunan tonus otot rangka (Dorland. 2011). Rakitis
Poliomielitis
Polimyelitis adalah penyakit virus aku yang biasanya disebabkan oleh
poliovirus dan ditandai dengan gejala klinik demam, nyeri tenggorokan, nyeri
kepal, muntah, serta sering disertai kekauan leher dan punggung, dapat terjadi
gangguan sistem saraf pusat , kaku kuduk, pleositosis dalam cairan
serebrospinalis dan kadang kelumpuhan, selanjutnya dapat terjadi atrofi pada
sekelompok otot yang berakhir dengan kontraksi dan deformitas permalitis
(Dorland. 2011). Pada kondisi yang lemah akibat dari poliomelitis ini akan
memaksa lutut untuk hiperekstensi (genu rekurmvatum).
Patofisiologi
Ligamentum yang longgar dapat mengakibatkan hiperekstensi. Normalnya,
dengan sendi yang kendur secara merata, orang cenderung dengan lutut kebelakang,
traksi yang lama, terutama pada suatu kerangka atau mempertahankan lutut
berhiperekstensi dalam gips, dapat merentangkan ligamentum secara berlebihan,
sehingga menyebabkan deformitas hiperekstensi yang permanen. Ligamentum juga
dapat menjadi terlalu terlentang setelah terjadinya sinovitis yang kronis atau berulang
( terutama pada rhumatoid arthtritis), hipotonia rakitis lemas otot pada poliomielitis,
atau ketidakpekaan pada penyakit charcot. Penyebab lain recurvatum adalah cedera
lempeng pertumbuhan dan fraktur yang mengalami malunion.
Recurvatum lutut juga bisa terjadi akibat dipaksa berhiperekstensi. Pada tingkat
sedang, keadaan ini bahkan dapat menolong(misalnya untuk menstabilkan lutut yang
ekstensornya lemah). Namun, jika berlebihan atau berlangsung lama, dapat
menimbulkan deformitas yang permanen. Jika dilakukan koreksi tulang, maka lutut
harus dibiarkan berhiperekstensi untuk mempertahankan mekanisme stabilisasinya. Jika
tenaga kuadriseps buruk, maka pasien dapat membutuhkan suatu kaliper. Hiperekstensi
paralitik yang hebat dapat diterapi dengan mengikaatkan patela ke dataran tibia, diman
patela berfungsi sebagai suatu blok tulang (Apley, 1995).
Adanya perubahan struktur dari lutut memberikan dimanifestasikan dengan adanya
deformitas pada lutut, perubahan gaya berdiri dan berjalan, perubahan tumbuh kembang
dan dampak psikologis pada orang tua. Semua hal tersebut di tambah dengan intervensi
medis badah perbaikan berimplikasi pada dibutuhkannya pemenuhan informasi pra
operatif.
Manifestasi klinis
1.
Terjadinya deformitas
2.
3.
Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan foto polos
2) Pemeriksaan sinar-X, diperlukan untuk membedakan dislokasi dan subluksasi.
Penatalaksanaan
1) Konservatif
Penataklasanaan konservatif dilakukan paada kondisi awal kelahiran. Intervensi yang
dapat dilakukan, meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.
sirkular dan meningkatkan fleksi secara bertahap setiap 2 minggu dan dilakukan
selama 8 minggu.
b.
Pavlik Harness, yaitu sebuah alat berbentuk M yang dikenalkan oleh Arnold
Pavlik, ahli bedah ortopedi berkebangsaan Ceznia, tahun 1950 Alat ini
membantu mendorong femur masuk ke dalam acetabulum. Alat ini umumnya
dipasang selama 3 sampai 9 bulan dan tidak boleh dibuka. Orang tua akan
mengalami kesulitan dalam memandikan dan mengganti popok karena alat ini
tidak boleh dibuka. Tingkat keberhasilan alat ini mencapai 90%.
c.
Manipulasi traksi kulit secara posisi prone 45-60 derajat dan fleksi 100
Pengkajian Fokus
Look Secara klinis adanya dislokasi patela memberikan perubahan atau deformitas
pada sendi lutut. Anak atau bayi biasanya meringis atau menjadi rewel apabila
dilakukan perubahan posis lututnya.
Feel
Move Terjadi penurunan kemampuan sendi lutut dalam melakukan pergerakan dengan
tanda yang khas yaitu sendi lutut tidak bisa melakukan ekstensi.
10
Penatalaksanaan
Terapi idealnya adalah bedah perbaikan dengan operasi pada struktur medial
yang sobek. Patela yang telah direduksi kemudian dipasang gips. Terapi kemudian harus
difokuskan pada penguatan kuadriseps (terutama vastus medialis). Sementara anak
tumbuh dan berkembang biasanya mekanisme ekstensor sering menjadi lebih stabil.
DAFTAR PUSTAKA
Dorland newman. 2011. Kamus saku kedokteran Dorland. Edisi:28. Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Nanda Internasional. Jakarta : EGC
Helmi, Zairin Noor. 2013. Buku ajar gangguan muskuloskeletal. Jakarta : Salemba
Medika
Laura M.Criddle. 2005. Sheeys Manual or emergency care. Edition: Sixth. St.Louis:
Mosby Elsevier
Marlyn J Hockenberry.2008. Wongs Nursing Care of infants and Children. St.Louis:
Mosby Elsevier
Muttaqin, Arif. 2011. Buku saku gangguan muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif & Kumala sari. 2009. Asuhan keperawatan perioperatif.Jakarta :
Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2011. Anatomi fisiologi. Jakarta : EGC
Moorhead, Sue. Marion Johnson. DKK. 2001. Nursing OutcomesClassification (NOC) :
St. Louis : Mosby
Moorhead, Sue. Marion Johnson. DKK. 2001. Nursing Intervention Classification
(NIC) : St. Louis : Mosby
SKM, Suratun. Heryati. 2006. Klien gangguan sistem muskuloskeletal.Jakarta : EGC
Rasjad Chairuddin, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga, Jakarta:
PT.Yarsif Watampone (Anggota IKAPI).
Wim de Jong, Syamsuhidajat, R. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi dua. Penerbit Buku
Kedoktern EGC. Jakarta