Anda di halaman 1dari 10

1

DDH (Developmental Dislocation of the Hip)


Definisi
DDH juga diistilahkan sebagai Developmental displasia of the Hip. Dahulu lebih
populer dengan nama CDH (Congenital Dislocation of the Hip) atau yang dalam bahasa
Indonesia adalah Dislokasi Panggul Kongenital. DDH merupakan kelainan kongenital
dimana terjadi dislokasi pada panggul karena acetabulum dan caput femur tidak berada
pada tempat seharusnya.
Epidemiologi
o
Bilateral > unilateral
o

Perempuan > laki-laki = 8 : 1

Kejadian meningkat pada :


o

Ada riwayat keluarga

Kebiasaan membedung bayi

Sertaan dari kelainan kongenital lain, seperti : Congenital Muscular


Torticolis dan Congenital Metatarsus Adductus.

Etiologi
Etiologi pasti idiopatik (belum diketahui)
Faktor resiko :
o

Genetik kelemahan ligamen

Lingkungan
Intrauterin

o
o

Desakan : kembar, oligohidramnion


Desakan dapat membuat caput femur janin yang masih belum terfiksasi
dengan baik lepas dari acetabulum.

Hormon relaksin

Relaksin merupakan hormon yang muncul saat partus untuk melemaskan


tulang panggul agar mempermudah proses kelahiran.
Partus

o
o

Kesalahan dalam penolongan partus

Bayi dengan interpretasi bokong


Pasca Partus

Kebiasaan membedung

Bedung dengan sangat erat sampai membuat kaki anak yang seharusnya
fleksi menjadi ekstensi dapat membuat kemungkinan timbulnya DDH lebih
tinggi.
Manifestasi Klinis
o

Kaki bayi panjang sebelah

Terdapat lipatan paha yang asimetris

Kalau sudah bisa berjalan, jalannya tidak seimbang

Diagnosis
o

Anamnesa usia, faktor resiko, onset gejala

Pemeriksaan Fisik
o

Tes Barlow suatu manuver yang bertujuan untuk menguji DDH


dengan usaha mengeluarkan kaput femur dari acetabulum dengan melakukan
adduksi kaki bayi dan ibu jari pemeriksa

diletakkan dilipatan paha.

Positif bila saat mengeluarkan kaput femur, teraba kaputnya oleh ibu jari
pemeriksa dan ada bunyi 'klik'.
o

Tes Ortolani suatu manuver uji DDH dengan memasukkan kaput


femur ke acetabulum dengan melakukan abduksi pada kaki bayi (gerakan ke
lateral).
Positif bila

Ada bunyi klik saat trokanter mayor ditekan ke dalam dan terasa

caput yang tadi keluar saat tes Barlow masuk ke acetabulum.


Sudut abduksi < 60 derajat (suspek DDH). Normalnya, sudut

abduksi = 65 sampai 80 derajat.


Tanda Galeazzi Fleksikan femur, dekatkan antara yang kiri dan kanan,

lihat apakah lututnya sama panjang atau tidak. Bila tidak sama panjang
positif.
Tes Tradelenberg anak disuruh berdiri 1 kaki secara bergantian. Saat

berdiri pada kaki yang DDH (+), akan terlihat :


Otot panggul abduktor (menjauhi garis tubuh). Normalnya, otot

panggul akan mempertahankan posisinya tetap lurus.


Pemeriksaan Penunjang
USG digunakan untuk usia < 6 bulan karena penulangan belum sempurna

(tulang masih dalam bentuk tulang rawan), jadi kalau diperiksa dengan rontgen
hasilnya akan radiolucent.
Rontgen untuk usia > 6 bulan. Digunakan untuk mendiagnosis dislokasi dan

selanjutnya untuk pemantauan pengobatan.


Tatalaksana
Dibagi berdasar usia. Semakin muda usia anak, semakin mudah tatalaksananya.
0-3 bulan

o
o

Pemakaian popok double untuk menyangga femur tetap fleksi

o Penggunaan Pavlik Harness


Setelah 3-4 bulan, cek radiografi dan PF. Kalau membai, penggunaan
popok double dan Pavlik Harness dapat dihentikan.
o 3-8 bulan
o Dilakukan traksi beberapa minggu
o Subcutaneus adductor tenotomy

o Setelah itu cek radiografi untuk melihat posisi, bila sudah pas, maka
fiksasi dengan spica (diganti setiap 2 bulan) sampai hasil radiografi baik.
o 8 bulan - 5 tahun
o Dilakukan subcutaneus adductor tenotomy
o Open reduksi fiksasi dengan spica
o >5 tahun
o Operasi penggantian sendi (merupakan jenis tatalaksana protesis). Tidak
dilakukan lagi perbaikan karena dislokasi sudah terlalu lama dan
posisinya sudah jauh dari seharusnya. Kalau dilakukan penarikan paksa
ligamen dan otot, takutnya akan merusak pembuluh darah dan saraf
(tidak dapat ditarik).
Komplikasi
1. Lesi N. Ischiadicus
2. Nekrosis avaskuler terjadi 1 - 2 tahun pasca trauma
3. Artrosis degeneratif
Komplikasi dapat berupa komplikasi dini yaitu kerusakan nervus skiatik,
kerusakan pada kaput femur, kerusakan pada pembuluh darah, dan fraktur diafisis
femur. Komplikasi lanjut dapat berupa nekrosis avaskuler, miositis osifikans,
osteoartritis.
Prognosis
Semakin muda usia bayi ditatalaksana, semakin baik prognosisnya.

Genu Recurvatum
Definisi
Dislokasi adalah suatu keadaan dimana permukaan sendi tulang yang membentuk
sendi tak lagi dalam hubungan anatomis (Brunner & Suddarth, 2002). Dislokasi lutut
kongenital/ hiperekstensi lutut (genu recurvatum) adalah suatu kondisi lepasnya sendi
lutut dan memberikan manifestasi kelainan adanya hiperekstensi yang berlebihan pada
sendi lutut ( Zairin noor Helmi, 2013).
Dislokasi kongenital atau subluksasi lutut adalah suatu penyakit yang relatif
jarang, dengan menghilangnya persendian normal antara femur dan tibia. Frekuensi
kejadiannya sebanding antara anak laki-laki dan anak perempuan (Rudolf abraham,
2006).
Genu Recurvatum (Back Knee) adalah penyakit kongenital dan Cacat
perkembangan atau keabnormal posisi intra-uterin( Dikutip dari Text Book: Marlyn J.
Wongs Nursing Care of Infant and children: Page 419).
Etiologi
Adapun etiologi dari genu rekurvatum , meliputi:
1. Kongenital
Kongenital merupakan kejadian yang terjadi saat lahir atau sebelum lahir merujuk pada
kondisi yang ditemukan saat lahir tanpa memandang penyebabnya
2. Idiopatik
Idiopatik adalah Sesuatu yang terjadi tanpa diketahui penyebabnya, timbul sendiri .

3. Faktor predisposisi :
1) Artritis reumatoid
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat
sistemik, progresif, cenderung kronis yang dapat menyerang berbagai sitem
organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan
penyambung difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak diketahui sebabnya.
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronis yang paling sering ditemukan
pada sendi. Artritis reumatoid diduga karena faktor autoimmun dan
infeksi( Muttaqin Arif. 2008). Pasa artritis reumatoid, ligamen dapat juga terlalu
terlentang setelah terjadi sinovitis atau peradangan pada membran sinovial,
jaringan yang melapisi dan melindungi sendi yang kronis/ berulang. Dengan
longgarnya ligamen sendi lutut maka akan terjadi hiperekstensi sendi lutut.
2)

Hipotonia rakitis
Hypotonia adalah penurunan tonus otot rangka (Dorland. 2011). Rakitis

adalah pelunakan tulang pada anak-anak karena kekurangan atau gangguan


metabolisme vitamin D, magnesium, fosfor atau kalsium, berpotensi
menyebabkan patah tulang dan kelainan bentuk. Rakitis adalah salah satu
penyakit anak yang paling sering di banyak negara berkembang. (Dorland.
2011).
3)

Poliomielitis
Polimyelitis adalah penyakit virus aku yang biasanya disebabkan oleh

poliovirus dan ditandai dengan gejala klinik demam, nyeri tenggorokan, nyeri
kepal, muntah, serta sering disertai kekauan leher dan punggung, dapat terjadi
gangguan sistem saraf pusat , kaku kuduk, pleositosis dalam cairan
serebrospinalis dan kadang kelumpuhan, selanjutnya dapat terjadi atrofi pada
sekelompok otot yang berakhir dengan kontraksi dan deformitas permalitis
(Dorland. 2011). Pada kondisi yang lemah akibat dari poliomelitis ini akan
memaksa lutut untuk hiperekstensi (genu rekurmvatum).

Patofisiologi
Ligamentum yang longgar dapat mengakibatkan hiperekstensi. Normalnya,
dengan sendi yang kendur secara merata, orang cenderung dengan lutut kebelakang,
traksi yang lama, terutama pada suatu kerangka atau mempertahankan lutut
berhiperekstensi dalam gips, dapat merentangkan ligamentum secara berlebihan,
sehingga menyebabkan deformitas hiperekstensi yang permanen. Ligamentum juga
dapat menjadi terlalu terlentang setelah terjadinya sinovitis yang kronis atau berulang
( terutama pada rhumatoid arthtritis), hipotonia rakitis lemas otot pada poliomielitis,
atau ketidakpekaan pada penyakit charcot. Penyebab lain recurvatum adalah cedera
lempeng pertumbuhan dan fraktur yang mengalami malunion.
Recurvatum lutut juga bisa terjadi akibat dipaksa berhiperekstensi. Pada tingkat
sedang, keadaan ini bahkan dapat menolong(misalnya untuk menstabilkan lutut yang
ekstensornya lemah). Namun, jika berlebihan atau berlangsung lama, dapat
menimbulkan deformitas yang permanen. Jika dilakukan koreksi tulang, maka lutut
harus dibiarkan berhiperekstensi untuk mempertahankan mekanisme stabilisasinya. Jika
tenaga kuadriseps buruk, maka pasien dapat membutuhkan suatu kaliper. Hiperekstensi
paralitik yang hebat dapat diterapi dengan mengikaatkan patela ke dataran tibia, diman
patela berfungsi sebagai suatu blok tulang (Apley, 1995).
Adanya perubahan struktur dari lutut memberikan dimanifestasikan dengan adanya
deformitas pada lutut, perubahan gaya berdiri dan berjalan, perubahan tumbuh kembang
dan dampak psikologis pada orang tua. Semua hal tersebut di tambah dengan intervensi
medis badah perbaikan berimplikasi pada dibutuhkannya pemenuhan informasi pra
operatif.
Manifestasi klinis
1.

Terjadinya deformitas

2.

Nyeri pada saat terjadi pengubahan posisi lutut

3.

Lutut tidak bisa melakukan fleksi

Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan foto polos
2) Pemeriksaan sinar-X, diperlukan untuk membedakan dislokasi dan subluksasi.

Penatalaksanaan
1) Konservatif
Penataklasanaan konservatif dilakukan paada kondisi awal kelahiran. Intervensi yang
dapat dilakukan, meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.

Manipulasi dengan fleksi yang dilanjutkan dengan pemasangan gips

sirkular dan meningkatkan fleksi secara bertahap setiap 2 minggu dan dilakukan
selama 8 minggu.
b.

Pemasangan pavlik harness selama 2-3 bulan

Pavlik Harness, yaitu sebuah alat berbentuk M yang dikenalkan oleh Arnold
Pavlik, ahli bedah ortopedi berkebangsaan Ceznia, tahun 1950 Alat ini
membantu mendorong femur masuk ke dalam acetabulum. Alat ini umumnya
dipasang selama 3 sampai 9 bulan dan tidak boleh dibuka. Orang tua akan
mengalami kesulitan dalam memandikan dan mengganti popok karena alat ini
tidak boleh dibuka. Tingkat keberhasilan alat ini mencapai 90%.
c.

Manipulasi traksi kulit secara posisi prone 45-60 derajat dan fleksi 100

derajatTraksi adalah penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh. Ini


dicapai dengan memberi beban yang cukup untuk mengatasi penarikan
otot.Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk
menangani kerusakan ataugangguan pada tulang dan otot.
2) Pembedahan

Intervensi bedah dilakukan dengan reporsisi perbaikan agar lutut mampu


melakukan fleksi. Bedah rekonstruksi dilakukan dengan koreksi posisi dan
dipertahankan dengan K-wire serta gips spalk dalam posisi fleksi selama 6-8 minggu.

Dislokasi Patela Kongenital


Dislokasi patela merupakan suatu kondisi kelainan kongenital dengan lepasnya sendi
pada patela dari tempatnya yang normal.
Patofisiologi
Lutut adalah suatu engsel yang kompleks yang sangat bergantung pada
ligamentumnya untuk stabilitas mediolateral, anteroposterior, dan rotasional. Beberapa
fakor struktur anatomis akibat kondisi kongenital memberikan manifestasi dislokasi
patela, misalnya sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.
5.

Kekenduran ligamentum generalisata


Kurang berkembangnya kondilus lateral femur dan meratanya alur interkondilus
Gangguan perkembangan patela yang mungkin terlalu tinggi atau terlalu kecil
Deformitas valgus pada lutut
Defek otot primer

Pengkajian Fokus
Look Secara klinis adanya dislokasi patela memberikan perubahan atau deformitas
pada sendi lutut. Anak atau bayi biasanya meringis atau menjadi rewel apabila
dilakukan perubahan posis lututnya.
Feel

Adanya nyeri tekan (tenderness) pada lutut.

Move Terjadi penurunan kemampuan sendi lutut dalam melakukan pergerakan dengan
tanda yang khas yaitu sendi lutut tidak bisa melakukan ekstensi.

10

Penatalaksanaan
Terapi idealnya adalah bedah perbaikan dengan operasi pada struktur medial
yang sobek. Patela yang telah direduksi kemudian dipasang gips. Terapi kemudian harus
difokuskan pada penguatan kuadriseps (terutama vastus medialis). Sementara anak
tumbuh dan berkembang biasanya mekanisme ekstensor sering menjadi lebih stabil.

DAFTAR PUSTAKA
Dorland newman. 2011. Kamus saku kedokteran Dorland. Edisi:28. Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Nanda Internasional. Jakarta : EGC
Helmi, Zairin Noor. 2013. Buku ajar gangguan muskuloskeletal. Jakarta : Salemba
Medika
Laura M.Criddle. 2005. Sheeys Manual or emergency care. Edition: Sixth. St.Louis:
Mosby Elsevier
Marlyn J Hockenberry.2008. Wongs Nursing Care of infants and Children. St.Louis:
Mosby Elsevier
Muttaqin, Arif. 2011. Buku saku gangguan muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif & Kumala sari. 2009. Asuhan keperawatan perioperatif.Jakarta :
Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2011. Anatomi fisiologi. Jakarta : EGC
Moorhead, Sue. Marion Johnson. DKK. 2001. Nursing OutcomesClassification (NOC) :
St. Louis : Mosby
Moorhead, Sue. Marion Johnson. DKK. 2001. Nursing Intervention Classification
(NIC) : St. Louis : Mosby
SKM, Suratun. Heryati. 2006. Klien gangguan sistem muskuloskeletal.Jakarta : EGC
Rasjad Chairuddin, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga, Jakarta:
PT.Yarsif Watampone (Anggota IKAPI).
Wim de Jong, Syamsuhidajat, R. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi dua. Penerbit Buku
Kedoktern EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai