Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

Spondylolisthesis merupakan subluksasi tulang belakang yang sering dijumpai pada


individu muda. Ketika subluksasi terjadi secara terpisah karena degenerasi diskus
intervertebralis dan arthritis permukaan sendi pada populasi geriatri (spondylolisthesis
degeneratif), pada orang tua dan dewasa muda, umumnya berasal dari defek tulang pada
arkus laminar (spondilolisis pars interartikularis) pada satu atau lebih vertebra. Keadaan ini
lebih sering terjadi pada tulang vertebra spinalis bawah (85% pada L5-S1; 11,3% pada L4L5; dan 4 % pada semua vertebra lumbalis bagian lainnya), jarang dijumpai pada segmen
vertebra yang lain. 1,2
Defek pada tulang umumnya terjadi pada masa kanak-kanak lanjut. Biasanya akibat
stres fraktur yang terjadi akibat tekanan berlebihan pada arkus laminar vertebra. Tekanan
yang berlebihan tersebut umumnya akibat posisi berdiri keatas ( tidak dijumpai pada anakanak yang tidak bisa berjalan) atau aktivitas atletik yang menggunakan penyangga punggung
(misalnya senam, sepakbola, dan lain sebagainya).1,2,3
Jika celah/keretakan tersebut diketahui segera setelah terjadi, jika tulang belakang/vertebra
berada dalam keadaan immobile, celah/keretakan tersebut dapat mengalami perbaikan dalam
beberapa bulan. Jika diagnosis tertunda, pinggir celah/bagian yang retak tersebut tidak akan
membaik dengan immobilisasi jika terdapatnya resorpsi pinggir celah. Bilamana defek pars
interartikularis terjadi karena fraktur akut akibat trauma hebat (kecelakaan lalu lintas, atau
cedera/trauma hebat lainnya), angka kejadiannya sangat jarang dan biasanya kurang dari 1%
dari kasus spondylolisthesis yang terjadi. 1,2
Spondylolisthesis mengenai 5-6% populasi pria, dan 2-3% wanita. Karena gejala yang
diakibatkan olehnya bervariasi, kelainan tersebut sering ditandai dengan nyeri pada bagian
belakang (low back pain), nyeri pada paha dan tungkai. Sering penderita mengalami perasaan
tidak nyaman dalam bentuk spasme otot, kelemahan, dan ketegangan otot betis (hamstring
muscle). Meskipun demikian, banyak penelitian menyebutkan bahwa terdapat predisposisi
kongenital dalam terjadinya spondilolisthesis dengan prevalensi sekitar 69% pada anggota
keluarga yang terkena. Lebih lanjut, kelainan ini juga berhubungan dengan meningkatnya
insidensi spina bifida sacralis. Banyak penelitian mengindikasikan bahwa pada splastic spine,
stress traumatic berulang pada pars interarticularis akan dapat mengakibatkan kegagalan
struktural. Vertebra L4 dan L5 paling penting pada tulang belakang lumbosacral merupakan

bagian yang paling sering terkena, penanganan dengan memberikan stabilisasi dan mencegah
pergerekan yang tidak dibutuhkan merupakan kunci utama dalam penatalaksanaan kelainan
tersebut. 5
DEFINISI
Dalam istilah yang sederhana, spondylolisthesis menggambarkan suatu pergeseran
vertebra atau pergeseran kolumna vertebralis yang berhubungan dengan vertebra di
bawahnya. Pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1782 oleh ahli obstetric Belgia, Dr.
Herbinaux. Dia melaporkan terdapatnya penonjolan bagian anterior tulang sakrum yang
menyebabkan hambatan jalan lahir pada sebagian kecil pasien. Istilah spondylolisthesis
pertama sekali diterima pada tahun 1854, berasal dari bahasa yunani spondylo untuk
vertebra dan listhesis untuk pergeseran. Pergeseran tersebut sering terjadi pada tulang
vertebra lumbal.2,3,5,10
Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran kedepan satu korpus vertebra bila
dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya terjadi pada pertemuan
lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5 bergeser (slip) diatas S1, akan tetapi hal tersebut
dapat terjadi pada tingkatan yang lebih tinggi. Spondylolisthesis pada cervical sangat jarang
terjadi. Umumnya diklasifikasikan ke dalam lima bentuk: kongenital atau displastik, isthmus,
degeneratif, traumatik, dan patologis. Banyak kasus dapat diterapi secara konservatif.
Meskipun

demikian,

pada

individu

dengan

radikulopati,

klaudikasio

neurogenik,

abnormalitas postural dan cara berjalan yang tidak berhasil dengan penanganan non-operatif,
dan terdapatnya pergeseran yang progresif, pembedahan dianjurkan. Tujuan pembedahan
adalah untuk menstabilkan segmen spinal dan menekan elemen saraf jika dibutuhkan. 2

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi spondylolisthesis sekitar 5% pada umur 5-7 tahun dan meningkat sampai
6-7% pada umur 18 tahun. Prevalensi antara pria dan wanita adalah 2:1. Prevalensi
spondylolisthesis lebih banyak pada orang berkulit putih dibandingkan dengan orang yang
berkulit hitam. Prevalensi pada pria berkulit putih sekitar 6,4%, pria berkulit hitam 2,8%,
wanita

berkulit

putih

2,3%,

dan

wanita

berkulit

hitam

sekitar

1,1%. 1,10

ETIOLOGI
Etiologi spondylolisthesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital tampak pada
spondylolisthesis tipe 1 dan tipe 2. Postur, gravitasi, tekanan rotasional dan stres/tekanan
kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting dalam terjadinya pergeseran tersebut. 2

KLASIFIKASI2,5
Terdapat lima tipe utama spondylolisthesis (Wiltse et al, 1976):
A. Tipe I
Tipe I disebut dengan spondylolisthesis displastik dan terjadi sekunder akibat kelainan
kongenital pada permukaan sakral superior dan permukaan L5 inferior atau keduanya
dengan pergeseran vertebra L5.
B. Tipe II
Tipe II, isthmic atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian isthmus atau pars
interartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis yang bermakna pada individu
dibawah 50 tahun. Jika defeknya pada pars interartikularis tanpa adanya pergeseran
tulang, keadaan ini disebut dengan spondilolisis. Jika satu vertebra mengalami pergeseran
kedepan dari vertebra yang lain, kelainan ini disebut dengan spondylolisthesis.
Tipe II dapat dibagi kedalam tiga subkategori:
Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress spondilolisthesis dan
umumnya diakibatkan oleh mikro fraktiur rekuren yang disebabkan oleh
hipereksetensi. Juga disebut dengan stress fracture pars interarticularis dan paling
sering terjadi pada pria.
Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars interartikularis.
Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA, pars interartikularis masih tetap
intak akan tetapi meregang dimana fraktur mengisinya dengan tulang baru.

Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada bagian pars
interartikularis. Pencitraan radioisotop diperlukan dalam menegakkan diagnosis
kelainan ini.
C. Tipe III
Tipe III merupakan spondylolisthesis degeneratif, dan terjadi sebagai akibat
degenerasi permukaan sendi lumbal. Perubahan pada permukaan sendi tersebut akan
mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke belakang. Tipe spondylolisthesis
ini sering dijumpai pada orang tua. Pada tipe III, spondylolisthesis degeneratif tidak
terdapatnya defek dan pergeseran vertebra tidak melebihi 30%.
D. Tipe IV
Tipe IV disebut dengan spondylolisthesis traumatik, berhubungan dengan
fraktur akut pada elemen posterior (pedikel, lamina atau permukaan/facet)
dibandingkan dengan fraktur pada bagian pars interartikularis.
E. Tipe V
Tipe V disebut dengan spondylolisthesis patologik, terjadi karena kelemahan
struktur tulang sekunder akibat proses penyakit seperti penyakit Pagets, Giant Cell
Tumor, dan tumor atau penyakit tulang lainnya.
PATOFISIOLOGI
Sekitar 5-6% pria dan 2-3% wanita mengalami spondylolisthesis. Pertama
sekali tampak pada individu yang terlibat aktif dengan aktivitas fisik yang berat
seperti angkat besi, senam dan sepak bola. Pria lebih sering menunjukkan gejala
dibandingkan dengan wanita, terutama diakibatkan oleh tingginya aktivitas fisik pada
pria. Meskipun beberapa anak-anak dibawah usia 5 tahun dapat mengalami
spondylolisthesis,

sangat

jarang

anak-anak

tersebut

didiagnosis

dengan

spondylolisthesis. Spondylolisthesis sering terjadi pada anak usia 7-10 tahun.


Peningkatan aktivitas fisik pada masa remaja dan dewasa sepanjang aktivitas seharihari mengakibatkan spondylolisthesis sering dijumpai pada remaja dan dewasa.2,7

Spondylolisthesis dikelompokkan ke dalam lima tipe utama dimana masingmasing mempunyai patologi yang berbeda. Tipe tersebut antara lain tipe displastik,
isthmik, degeneratif, traumatik, dan patologik. Spondylolisthesis displatik merupakan
kelainan kongenital yang terjadi karena malformasi lumbosacral joints dengan
permukaan persendian yang kecil dan inkompeten.
Spondylolisthesis displastik sangat jarang, akan tetapi cenderung berkembang
secara progresif, dan sering berhubungan dengan defisit neurologis berat. Sangat sulit
diterapi karena bagian elemen posterior dan prosesus transversus cenderung
berkembang kurang baik, meninggalkan area permukaan kecil untuk fusi pada bagian
posterolateral.2,3,5
Spondylolisthesis displatik terjadi akibat defek arkus neural pada sacrum
bagian atas atau L5. Pada tipe ini, 95% kasus berhubungan dengan spina bifida
occulta. Terjadi kompresi serabut saraf pada foramen S1, meskipun pergeserannya
(slip) minimal. Spondylolisthesis isthmic merupakan bentuk spondylolisthesis yang
paling sering. Spondylolisthesis isthmic (juga disebut dengan spondylolisthesis
spondilolitik) merupakan kondisi yang paling sering dijumpai dengan angka
prevalensi 5-7%. Fredericson dkk menunjukkan bahwa defek sponsilolistesis biasanya
didapatkan pada usia 6 dan 16 tahun, dan pergeseran tersebut sering terjadi lebih
cepat. Ketika pergeseran terjadi, jarang berkembang progresif, meskipun suatu
penelitian tidak mendapatkan hubungan antara progresifitas pergeseran dengan
terjadinya

gangguan

diskus

intervertebralis

pada

usia

pertengahan.

Telah dianggap bahwa kebanyakan spondylolisthesis isthmik tidak bergejala, akan


tetapi insidensi timbulnya gejala tidak diketahui. Suatu studi/penelitian jangka
panjang yang dilakukan oleh Fredericson dkk yang mempelajari 22 pasien dengan
mempelajari perkembangan pergeseran tulang vertebra pada usia pertengahan,
mendapatkan bahwa banyak diantara pasien tersebut mengalami nyeri punggung,
akan tetapi kebanyakan diantaranya tidak mengalami/tanpa spondylolisthesis isthmik.
Satu pasien menjalani operasi spinal fusion pada tingkat vertebra yang mengalami
pergeseran, akan tetapi penelitian tersebut tidak menunjukkan apakah pergeseran
isthmus merupakan indikasi pembedahan. Secara kasar 90% pergeseran ishmus
merupakan pergeseran tingkat rendah (low grade/kurang dari 50% yang mengalami
pergeseran) dan sekitar 10% bersifat high grade ( lebih dari 50% yang mengalami

pergeseran).2,5
Sistem pembagian/grading untuk spondylolisthesis yang umum dipakai adalah sistem
grading Myerding (1932) untuk menilai beratnya pergeseran. Kategori tersebut
didasarkan pengukuran jarak dari pinggir posterior dari korpus vertebra superior
hingga pinggir posterior korpus vertebra inferior yang terletak berdekatan dengannya
pada

foto

ray

lateral.

Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang korpus vertebra superior total:
-

Grade

adalah

0-25%

Grade

adalah

26-50%

Grade

adalah

51-75%

Grade

adalah

76-100%

- Grade 5 adalah lebih dari 100% 1,4


Faktor biomekanik sangat penting perannya dalam perkembangan spondilolisis menjadi
spondylolisthesis. Tekanan/kekuatan gravitasional dan postural akan menyebabkan tekanan
yang besar pada pars interartikularis. Lordosis lumbal dan tekanan rotasional dipercaya
berperan penting dalam perkembangan defek litik pada pars interartikularis dan kelemahan
pars inerartikularis pada pasien muda. Terdapat hubungan antara tingginya aktivitas selama
masa kanak-kanak dengan timbulnya defek pada pars interartikularis. Faktor genetik juga
berperan penting. Pada tipe degeneratif, instabilitas intersegmental terjadi akibat penyakit
diskus degeneratif atau facet arthropaty. Proses tersebut dikenal dengan spondilosis.
Pergeseran tersebut terjadi akibat spondilosis progresif pada 3 kompleks persendian tersebut.
Umumnya terjadi pada L4-5, dan wanita usia tua yang umumnya terkena. Cabang saraf L5
biasanya tertekan akibat stenosis resesus lateralis sebagai akibat hipertropi ligamen atau
permukaan

sendi.1,2,3

Pada

tipe

traumatik,

banyak

bagian

arkus

neural

yang

terkena/mengalami fraktur akan tetapi tidak pada bagian pars interartikularis, sehingga
menyebabkan subluksasi vertebra yang tidak stabil. Spondylolisthesis patologis terjadi akibat
penyakit yang mengenai tulang, atau berasal dari metastasis atau penyakit metabolik tulang,
yang menyebabkan mineralisasi abnormal, remodeling abnormal serta penipisan bagian
posterior sehingga menyebabkan pergeseran (slippage). Kelainan ini dilaporkan terjadi pada
penyakit Pagets, tuberkulosis tulang, Giant Cell Tumor, dan metastasis tumor. 1,2

II.6 GAMBARAN KLINIS


Gambaran klinis spondylolisthesis sangat bervariasi dan bergantung pada tipe pergeseran dan
usia pasien. Selama masa awal kehidupan, gambaran klinisnya berupa nyeri punggung yang
biasanya menyebar ke paha bagian dalam dan bokong, terutama selama aktivitas tinggi.
Gejala jarang berhubungan dengan derajat pergeseran (slippage), meskipun sangat berkaitan
dengan instabilitas segmental yang terjadi. Pada spondylolisthesis cervical mempunyai gejala
seperti neck pain dengan atau tanpa nyeri pada lengan, dysphagia, brachialgia, flexi lateral
leher

terbatas

dan

nyeri.

Tanda neurologis berhubungan dengan derajat pergeseran dan mengenai sistem sensoris,
motorik dan perubahan refleks akibat dari pergeseran serabut saraf (biasanya S1).
Progresifitas listesis pada individu dewasa muda biasanya terjadi bilateral dan berhubungan
dengan

gambaran

Terbatasnya

klinis/fisik
pergerakan

tulang

Kekakuan
Tidak

dapat

mengfleksikan

panggul

dengan

Pemendekan

badan

jika

terjadi

hamstring

lutut

lumbal

Hiperkifosis

belakang.

otot

Hiperlordosis

berupa:

yang

berekstensi

dan

thorakolumbal.

lumbosacral

junction.

pergeseran

komplit

(spondiloptosis).

Kesulitan

Gambaran
-

Kebanyakan

Sering

klinis

Isthmic

penuh.

berjalan.2
spondylolisthesis,

penderita

spondylolisthesis

terjadi

pada

remaja

tidak

antara

merasakan

dalam

masa

gejala

lain:
apapun.

pertumbuhan.

- Beberapa laporan mengatakan terjadi nyeri punggung saat beraktivitas (onset akut) dan
yang

lainnya

tidak

tampak

gejalanya.

- Rasa nyeri dapat menjalar ke bokong/paha. Nyeri tersebut lebih sering terjadi pada
spondylolisthesis dengan grade yang tinggi. Pada kebanyakan kasus jarang dijumpai deficit
neurologic pada spondylolisthesis grade rendah. Nyeri radikular dapat dijumpai pada
spondylolisthesis grade tinggi. Biasanya berhubungan dengan nyeri yang menyebar di bawah
lutut berupa rasa baal dan tingling sesuai dengan distribusi dermatom yang tampak sebagai
gejala radikulopati karena stenosis foramen vertebralis yang terjadi akibat spondylolisthesis
dan herniasi diskus. Karena lisis yang terjadi terbentuk fibrokartilago yang menyebabkan
terjepitnya

serabut

saraf.

- Spondylolisthesis grade tinggi menimbulkan klaudikasio neurogenik atau gejala akibat

terjepitnya

kauda

equina.

- Rasa nyeri diprovokasi oleh aktivitas seperti aktivitas yang mengakibatkan ekstensi tulang
belakang.
- Pasien spondylolisthesis akut sebaiknya tidak melakukan aktivitas yangmemberikan
tekanan berlebihan pada tulang belakang (seperti berlari, melompat). Posisi duduk dapat
mentoleransi

rasa

Gambaran

klinis

nyeri

spondylolisthesis

tersebut.

degeneratif,

antara

lain:

- Permulaan rasa nyeri kadang-kadang tidak menonjol. Lokasi nyeri sering terasa pada tulang
belakang

bagian

bawah

dan

paha

bagian

belakang.

- Klaudikasio neurogenik mungkin timbul bersama gejala pada extremitas bawah dan
bertambah

buruk

bila

beraktivitas

dan

berkurang

bila

beristirahat.

- Gejala bersifat kronik dan progesif. Walaupun pada beberapa pasien mengalami periode
remisi.
Gambaran klinis spondylolisthesis displastik yaitu gejala timbul seperti isthmic
spondylolisthesis

tetapi

gejala

neurologic

lebih

nyata.

Gambaran klinis spondylolisthesis traumatic yaitu pasien dengan nyeri akut berhubungan
dengan trauma. Bila pergeseran cukup berat dapat mnyebabkan penekanan pada cauda
equine. Mungkin akan terjadi gejala klasik seperti gangguan kandung kemih dan gangguan
pencernaan,

gejala

radikular

dan

klaudikasio

neurogenik.

Gambaran klinis spondylolisthesis patologik mempunyai gejala yang mungkin tidak tampak
dan berhubungan dengan nyeri radikular dan klaudikasio neurogenik.
II.7

DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


radiologis.
a.

Gambaran

klinis

Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena merupakan gejala khas. Umumnya nyeri
yang timbul berhubungan dengan aktivitas. Bila melakukan aktivitas maka nyeri makin
bertambah hebat dan istirahat akan dapat menguranginya. Spasme otot dan kekakuan dalam
pergerakan tulang belakang merupakan ciri spesifik. Gejala neurologis seperti nyeri pada
bokong dan otot hamstring tidak sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti adanya
subluksasi vertebra. Keadaan umum pasien biasanya baik dan masalah tulang belakang
umumnya
b.

tidak

berhubungan

dengan

penyakit

Pemeriksaan

atau

kondisi

lainnya.1,2,9,10
fisik1

Postur pasien biasanya normal, bilamana subluksasio yang terjadi bersifat ringan. Dengan
subluksasi berat, terdapat gangguan bentuk postur. Pergerakan tulang belakang berkurang
karena nyeri dan terdapatnya spasme otot. Penyangga badan kadang-kadang memberikan rasa
nyeri pada pasien, dan nyeri umumnya terletak pada bagian dimana terdapatnya
pergeseran/keretakan, kadang nyeri tampak pada beberapa segmen distal dari level/tingkat
dimana

lesi

mulai

timbul.

Ketika pasien diletakkan pada posisi telungkup (prone) di atas meja pemeriksaan, perasaan
tidak nyaman atau nyeri dapat diidentifikasi ketika palpasi dilakukan secara langsung diatas
defek pada tulang belakang. Nyeri dan kekakuan otot adalah hal yang sering dijumpai.
Pada banyak pasien, lokalisasi nyeri disekitar defek dapat sangat mudah diketahui bila pasien
diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan kaki mereka keatas seperti posisi fetus (fetal
position). Defek dapat diketahui pada posisi tersebut. Fleksi tulang belakang seperti itu
membuat

massa

otot

paraspinal

lebih

tipis

pada

posisi

tersebut.

Pada beberapa pasien, palpasi pada defek tersebut kadang-kadang sulit atau tidak mungkin
dilakukan. Pemeriksaan neurologis terhadap pasien dengan spondylolisthesis biasanya
negatif. Fungsi berkemih dan defekasi biasanya normal, terkecuali pada pasien dengan
sindrom

cauda

equina

yang

berhubungan

dengan

lesi

derajat

tinggi.

c.Pemeriksaan Radiologi1 Radio Pemeriksaan radiologis1


Foto polos vertebra lumbal merupakan modalitas pemeriksaan awal dalam diagnosis
spondilosis atau spondylolisthesis. X ray pada pasien dengan spondylolisthesis harus
dilakukan

pada

posisi

tegak/berdiri.

Film posisi AP, Lateral dan oblique adalah modalitas standar dan posisi lateral persendian
lumbosakral akan melengkapkan pemeriksaan radiologis. Posisi lateral pada lumbosacral
joints, membuat pasien berada dalam posisi fetal, membantu dalam mengidentifikasi defek
pada pars interartikularis, karena defek lebih terbuka pada posisi tersebut dibandingkan bila
pasien berada dalam posisi berdiri. Pada beberapa kasus tertentu studi pencitraan seperti
Bone scan atau CT scan dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Pasien dengan defek pada
pars

interartikularis

sangat

mudah

terlihat

dengan

CT

scan.1,5,7

Bone scan (SPECT scan) bermanfaat dalam diagnosis awal reaksi stress/tekanan pada defek
pars interartikularis yang tidak terlihat baik dengan foto polos. Scan positif menunjukkan
bahwa proses penyembuhan tulang telah dimulai, akan tetapi tidak mengindikasikan bahwa
penyembuhan yang definitif akan terjadi. CT scan dapat menggambarkan abnormalitas pada
tulang dengan baik, akan tetapi MRI sekarang lebih sering digunakan karena selain dapat

mengidentifikasi tulang juga dapat mengidentifikasi jaringan lunak (diskus, kanal, dan
anatomi serabut saraf) lebih baik dibandingkan dengan foto polos. Xylography umumnya
dilakukan

pada

pasien

dengan

spondylolisthesis

II.8

derajat

tinggi.

1,7

PENATALAKSANAAN

Jika seorang dokter menemukan pasien dengan nyeri akibat spondylolithesis maka pertama
kali yang dilakukan terapi nonsurgical. Terapi nonsurgical antara lain dengan tirah baring,
obat antiinflamasi untuk mengurangi edema, analgesik untuk mengontrol nyeri, dan therapy
physical serta olahraga untuk melatih kekuatan dan flexibilitas sehingga dapat beraktivitas
seperti kondisi sebelumnya. Sering dokter menggunakan satu pengobatan atau kombinasi
beberapa jenis pengobatan dalam rencana terapi pada pasien, dengan pemberian analgetik
untuk mengontrol nyeri. Hal tersebut bervariasi dari pemberian ibuprofen hingga
acetaminofen, akan tetapi pada beberapa kasus berat, NSAIDs digunakan untuk mengurangi
pembengkakan dan inflamasi yang dapat terjadi. Jadi terapi untuk spondylolisthesis tingkat
rendah masih bersifat konservatif, dengan istirahat/immobilisasi pasien dan pemberian antiinflamasi secara bersamaan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus, intervensi bedah
mungkin dibutuhkan.2,8
A.

Terapi

Terapi
-

konservatif

Modifikasi

ditujukan
aktivitas,

untuk
bedrest

konservatif

mengurangi
selama

Analgetik
Latihan

dan

gejala

dan

eksaserbasi

(misalnya
terapi

penguatan

juga

termasuk:

akut

berat.
NSAIDs).

dan

peregangan.
Bracing

Angka keberhasilan terapi non-operatif sangat besar, terutama pada pasien muda. Pada pasien
yang lebih tua dengan pergeseran ringan (low grade slip) yang diakibatkan oleh degenerasi
diskus, traksi dapat digunakan dengan beberapa tingkat keberhasilan.2 Salah satu tantangan
adalah dalam terapi pasien dengan nyeri punggung hebat dan menunjukkan gambaran
radiografi abnormal. Pasien tersebut mungkin memiliki penyakit degeneratif pada diskus atau
bahkan pergeseran ringan (low grade slip, <25%), dan biasanya nyeri yang terjadi tidak
sesuai dengan pemeriksaan fisik dan gambaran radiografi. Nyeri punggung merupakan
masalah kesehatan utama dan penyebab disabilitas yang paling sering. Adalah sangat penting
untuk mempertimbangkan faktor tingkah laku dan psikososial yang berperan terhadap
timbulnya

disabilitas

tersebut.2,3

Pasien dengan spondylolisthesis simptomatis pada awalnya diberi perawatan konservatif

yaitu modifikasi aktivitas, intervensi farmakologis dan konsultasi terapi fisik. NSAID yang
dikombinasikan dengan acetaminophen dapat dicoba pada awal terapi. Jika terdapat
keparahan komponen tungkai maka terapi singkat dengan steroid oral seperti Prednison atau
Metilprednisolon dapat dipertimbangkan. Terapi fisik dapat mengevaluasi dan mengetahui
postural dan gerakan kompensasi abnormal seperti hiperlordosis dengan mengkonsentrasikan
pada penguatan abdominal, fleksor panggul dan kekakuan paraspinal lumbal.
Sebagian besar pasien mengalami kekakuan hamstring kronis. Terapi fisik seperti terapi
thermal, stimulasi elektrik dan traksi lumbal dapat membantu dengan spasme otot reaktif
tetapi secara tipikal pada durasi terapi yang pendek ketika dilakukan selama isolasi dan
seharusnya

digabungkan

dengan

latihan

terapetik.

Injeksi steroid epidural, baik interlaminar atau transforaminal dilakukan dengan panduan
fluoroskopik dapat membantu pada nyeri tungkai yang parah. Orthotik lumbosakral mungkin
menguntungkan untuk sebagian pasien tetapi dilakukan secara temporer untuk mencegah
atrofi otot spinal dan kehilangan proprioseptif.5
B.

Terapi

pembedahan

Terapi pembedahan hanya direkomendasikan bagi pasien yang sangat simptomatis (nyeri)
yang tidak berespon dengan perawatan non-bedah dan dimana gejalanya menyebabkan suatu
disabilitas. Rasa nyeri tersebut dapat disebabkan oleh saraf yang terjepit, pergerakan tak
stabil dari vertebra yang retak. Jika gejala dapat secara langsung diketahui akibat dari defek
pada pars interartikularis, dan kemudian diperbaiki secara pembedahan terhadap defek
tersebut, melalui beberapa prosedur pembedahan, akan dapat mengurangi nyeri yang
disebabkan oleh defek tersebut. Tujuan terapi adalah untuk dekompresi elemen neural dan
immobilisasi segmen yang tidak stabil atau segmen kolumna vertebralis. Umumnya
dilakukan dengan eliminasi pergerakan sepanjang permukaan sendi (facets joints) dan diskus
intervertebralis

melalui

arthrodesis

(fusi).2,8

Jika terjadinya subluksasi ringan dan degenerasi diskus yang dapat diidentifikasi dengan
MRI, fusi spinal , biasanya bersamaan dengan instrumentasi spinal merupakan pilihan terapi.
Karena pilihan terapi terbaik untuk beberapa pasien bervariasi diantara beberapa ahli bedah
berpengalaman, konsultasi dengan ahli bedah tersebut merupakan pendekatan terbaik bagi
pasien

yang

simptomatis,

sebagai

second

opinion.5

Pada pasien dengan spondylolisthesis derajat tinggi (high grade spondilolysthesis) dengan
gejala yang menetap dan dengan deformitas spinal/vertebra berat, intervensi pembedahan

dengan berbagai pendekatan mungkin dibutuhkan. Hal tersebut termasuk spinal


instrumentation dan fusi. Usaha untuk meningkatkan alignment spinal/kesejajaran vertebra
didasarkan pada beratnya deformitas spinal pada pasien tersebut dan risiko yang terjadi akibat
penggunan

pendekatan

pembedahan

tersebut.2

Indikasi fusi spinal berbeda antara populasi pediatrik dan populasi dewasa. Pada pasien yang
lebih muda, faktor dibawah ini diketahui berhubungan dengan meningkatnya progresifitas
pergeseran
-

vertebra
Usia

(slip

muda

Listesis

grade

progression):

(<

tinggi

15

(high

Jenis

tahun).

grade

listhesis>30%).

kelamin

perempuan.

Tipe

displastik.

Hipermobilitas

lumbosacral.

Ligamentous

laxity.2

Meskipun demikian banyak pasien muda diterapi dengan immobilisasi atau modifikasi
aktivitas saja, dengan angka keberhasilan yang signifikan. Dengan tidak adanya tingkat
pergeseran yang berat (high grade slip), gejala yang ringan, fusi biasanya tidak diindikasikan
pada

populasi

tersebut.

Sebelum operasi dipertimbangkan pada pasien dewasa dengan spondylolisthesis degeneratif,


tanda neurologis minimal, atau hanya nyeri punggung mekanik (mechanical back pain),
terapi konservatif harus diberikan pertama sekali, dan pertimbangan faktor psikososial dan
sosial
Indikasi

harus
intervensi

bedah

dipertimbangkan.

(fusi)

pada

pasien

dewasa

adalah:

- Tanda neurologis radikulopati (yang tidak berespon dengan terapi konsrvatif),


-

Klaudikasio

Pergeseran

berat

neurogenik.
(high

grade

slip>50%)

- Pergeseran tipe I dan Tipe II, dengan bukti adanya instabilitas, progresifitas listesis, dan
kurang

berespon

dengan

terapi

konservatif.

Spondylolisthesis

traumatik.

Spondylolisthesis

iatrogenik.

Listesis

tipe

III

(degeneratif)

dengan

instabilitas

berat

dan

nyeri

hebat.

- Deformitas postural dan abnormalitas gaya berjalan(gait abnormality).2


A.

Fusi

Terdapat berbagai metode untuk mendapatkan fusi intersegmental pada tulang lumbosacral.

Berbagai

metode

tersebut

antara

lain:

- Posterolateral (intratransversus): umumnya arthrodesis bersamaan dengan penggunaan


autograft crista iliaka atau dengan allograft. Instrumentasi spinal segmental membuat fiksasi
kaku pada segmen fusi dan kemungkinan dilakukannya reduksi segmen dengan listesis
tersebut.
- Lumbar interbody fusion: hal tersebut dapat meningkatkan stabilitas segmen spinal/vertebra
dengan ,menempatkan/meletakkan bone graft untuk kompresi kolumna anterior dan media
dan

meningkatkan

permukaan

fusi

tulang

secara

keseluruhan.

- Memperbaiki pars interartikularis: umumnya dengan menggunakan teknik Scott Wiring


technique

atau

modifikasi

Van

Darm.2

B.

Fiksasi

Meskipun pemakaian/penggunaan instrumentasi spinal pada pasien dengan skeletal immature


dipertimbangkan sebagai pilihan terapi bagi beberapa pasien dengan spondylolisthesis
isthmic, banyak ahli bedah vertebra/spinal yakin bahwa fiksasi kaku tersebut dibutuhkan
untuk mendapatkan fusi solid yang valid. Untuk spondylolisthesis degeneratif, fiksasi
menunjukkan

angka

arthrodesis

solid

yang

C.

tinggi.2,5
Dekompresi

Biasanya digunakan pada spondylolisthesis traumatik atau degeneratif, dekompresi elemen


neural baik sentral maupun perifer, diatas serabut saraf diindikasikan. Dekompresi optimal
biasanya didapatkan melalui laminectomy posterior atau facetectomy total dengan
dekompresi

radikal

serabut

saraf(misalnya

Gill

D.

prosedure).2,5
Reduksi

Beberapa ahli bedah berupaya mengurangi spondylolisthesis untuk meningkatkan alignment


(kesejajaran) sagital dan memperbaiki biomekanik vertebra/spinal. Hal tersebut memiliki
manfaat dalam memperbaiki posisi saat berdiri dan mengurangi tekanan/kekakuan pada
massa fusi posterior sehingga

mengurangi

insidensi nonunion

dan progresifitas

spondylolisthesis.2,5
II.9

DIAGNOSA

BANDING

1.

Spondylolisis

2.
3.
4.
II.10

Hernia
Infeksi
Neoplasma

Nukleus
diskogenik

(osteoma

osteoid,

(diskitis,
kista

aneurisma,

Pulposus
osteomielitis)
kondroblastoma)
PROGNOSIS

Secara umum pasien dengan isthmic spondylolisthesis grade I dan II mempunyai prognosa

yang cukup baik dengan terapi konservatif. Pasien dapat kembali beraktivitas tanpa ada
gejala spondylolisthesis. Latihan fisik diperlukan untuk penderita spondylolisthesis. Pada
pasien spondylolisthesis tanpa defisit neurologik dan dengan garde rendah dengan diberikan
terapi konservatif memberikan hasil yang memuaskan. Terapi konservatif pada kasus
spondylolisthesis ringan keberhasilan mencapai 80%. Terapi pembedahan pada pasien
spondylolisthesis

dengan

nyeri

hebat

memberikan

angka

keberhasilan

85-90%.

Isthmic spondylolisthesis grade III atau lebih mempunyai prognosis bervariasi dan kadangkadang disertai dengan nyeri yang persisten pada tulang belakang. Terapi pembedahan
memberikan perbaikan pada gejala claudicatio dan radikular. Nyeri diskogenik menimbulkan
rasa yang tidak nyaman dan persisten pada lumbal bagian bawah. Pasien spondylolisthesis
degenerative merasakan nyeri bertambah hebat dan menetap yang berasal dari facet joint.
Terapi pembedahan dengan dekompresi memberikan hasil yang memuaskan untuk
mengurangi gejala dari extremitas bagian bawah.

DAFTAR
1.

PUSTAKA

Adam

Perrin.

Lumbosacral

Spondylolisthesis.

Dalam:

http://www.emedicine.com/orthoped/topic560.htm.
2.

Amir

Vokshoor.

Spondylolisthesis,

Spondylolysis,

Spondylosis.

Dalam:

http://www.emedicine.com/Orthopedicsurgery/spine.htm.
3.

Anne

Asher.

Spondylolisthesis.

Dalam:

http://backandneck.about.com/od/conditions/p/spondylolisthes.htm.
4.

Beth

B.

Froose.

Lumbar

Spondylolysis

and

Spondylolisthesis

Dalam:

http://www.emedicine.com/pmr/TOPIC69.htm,
5. Spondylolisthesis.http://en.wikipedia.org/wiki/Spondylolisthesis.
6.

Jonathan

Cluett,

M.D.

Spondylolisthesis.

http://orthopedics.about.com/od/spondylosis/a/spondy.htm.
7. North American Spine Society Public Education Series. Adultisthmic Spondylolistheis.
Dalam: www.spine.org/Documents/spondy_2006.pdf.
8.

North American

Spine

Society. Spondylolysis

and

Spondylolisthesis

Dalam:

http://www.spine.org/Pages/ConsumerHealth/SpineConditionsAndTreatments/CommonProbl
emsCorrectiveActions/DegenerativeConditions/SpondylolysisandSpondylolysthesis.aspx.
9. Sidharta, Priguna. Sakit Pinggang. Dalam: Neurologi klinis Dalam Praktek Umum, cetakan
ke-5,

PT

Dian

Rakyat,

Jakarta,

2004,

hal

202-33.

10. Zubin Irani. Spondylolisthesis. Dalam: http://www.emedicine.com/RADIO/topic651.htm.

Anda mungkin juga menyukai