bagian yang paling sering terkena, penanganan dengan memberikan stabilisasi dan mencegah
pergerekan yang tidak dibutuhkan merupakan kunci utama dalam penatalaksanaan kelainan
tersebut. 5
DEFINISI
Dalam istilah yang sederhana, spondylolisthesis menggambarkan suatu pergeseran
vertebra atau pergeseran kolumna vertebralis yang berhubungan dengan vertebra di
bawahnya. Pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1782 oleh ahli obstetric Belgia, Dr.
Herbinaux. Dia melaporkan terdapatnya penonjolan bagian anterior tulang sakrum yang
menyebabkan hambatan jalan lahir pada sebagian kecil pasien. Istilah spondylolisthesis
pertama sekali diterima pada tahun 1854, berasal dari bahasa yunani spondylo untuk
vertebra dan listhesis untuk pergeseran. Pergeseran tersebut sering terjadi pada tulang
vertebra lumbal.2,3,5,10
Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran kedepan satu korpus vertebra bila
dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya terjadi pada pertemuan
lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5 bergeser (slip) diatas S1, akan tetapi hal tersebut
dapat terjadi pada tingkatan yang lebih tinggi. Spondylolisthesis pada cervical sangat jarang
terjadi. Umumnya diklasifikasikan ke dalam lima bentuk: kongenital atau displastik, isthmus,
degeneratif, traumatik, dan patologis. Banyak kasus dapat diterapi secara konservatif.
Meskipun
demikian,
pada
individu
dengan
radikulopati,
klaudikasio
neurogenik,
abnormalitas postural dan cara berjalan yang tidak berhasil dengan penanganan non-operatif,
dan terdapatnya pergeseran yang progresif, pembedahan dianjurkan. Tujuan pembedahan
adalah untuk menstabilkan segmen spinal dan menekan elemen saraf jika dibutuhkan. 2
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi spondylolisthesis sekitar 5% pada umur 5-7 tahun dan meningkat sampai
6-7% pada umur 18 tahun. Prevalensi antara pria dan wanita adalah 2:1. Prevalensi
spondylolisthesis lebih banyak pada orang berkulit putih dibandingkan dengan orang yang
berkulit hitam. Prevalensi pada pria berkulit putih sekitar 6,4%, pria berkulit hitam 2,8%,
wanita
berkulit
putih
2,3%,
dan
wanita
berkulit
hitam
sekitar
1,1%. 1,10
ETIOLOGI
Etiologi spondylolisthesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital tampak pada
spondylolisthesis tipe 1 dan tipe 2. Postur, gravitasi, tekanan rotasional dan stres/tekanan
kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting dalam terjadinya pergeseran tersebut. 2
KLASIFIKASI2,5
Terdapat lima tipe utama spondylolisthesis (Wiltse et al, 1976):
A. Tipe I
Tipe I disebut dengan spondylolisthesis displastik dan terjadi sekunder akibat kelainan
kongenital pada permukaan sakral superior dan permukaan L5 inferior atau keduanya
dengan pergeseran vertebra L5.
B. Tipe II
Tipe II, isthmic atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian isthmus atau pars
interartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis yang bermakna pada individu
dibawah 50 tahun. Jika defeknya pada pars interartikularis tanpa adanya pergeseran
tulang, keadaan ini disebut dengan spondilolisis. Jika satu vertebra mengalami pergeseran
kedepan dari vertebra yang lain, kelainan ini disebut dengan spondylolisthesis.
Tipe II dapat dibagi kedalam tiga subkategori:
Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress spondilolisthesis dan
umumnya diakibatkan oleh mikro fraktiur rekuren yang disebabkan oleh
hipereksetensi. Juga disebut dengan stress fracture pars interarticularis dan paling
sering terjadi pada pria.
Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars interartikularis.
Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA, pars interartikularis masih tetap
intak akan tetapi meregang dimana fraktur mengisinya dengan tulang baru.
Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada bagian pars
interartikularis. Pencitraan radioisotop diperlukan dalam menegakkan diagnosis
kelainan ini.
C. Tipe III
Tipe III merupakan spondylolisthesis degeneratif, dan terjadi sebagai akibat
degenerasi permukaan sendi lumbal. Perubahan pada permukaan sendi tersebut akan
mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke belakang. Tipe spondylolisthesis
ini sering dijumpai pada orang tua. Pada tipe III, spondylolisthesis degeneratif tidak
terdapatnya defek dan pergeseran vertebra tidak melebihi 30%.
D. Tipe IV
Tipe IV disebut dengan spondylolisthesis traumatik, berhubungan dengan
fraktur akut pada elemen posterior (pedikel, lamina atau permukaan/facet)
dibandingkan dengan fraktur pada bagian pars interartikularis.
E. Tipe V
Tipe V disebut dengan spondylolisthesis patologik, terjadi karena kelemahan
struktur tulang sekunder akibat proses penyakit seperti penyakit Pagets, Giant Cell
Tumor, dan tumor atau penyakit tulang lainnya.
PATOFISIOLOGI
Sekitar 5-6% pria dan 2-3% wanita mengalami spondylolisthesis. Pertama
sekali tampak pada individu yang terlibat aktif dengan aktivitas fisik yang berat
seperti angkat besi, senam dan sepak bola. Pria lebih sering menunjukkan gejala
dibandingkan dengan wanita, terutama diakibatkan oleh tingginya aktivitas fisik pada
pria. Meskipun beberapa anak-anak dibawah usia 5 tahun dapat mengalami
spondylolisthesis,
sangat
jarang
anak-anak
tersebut
didiagnosis
dengan
Spondylolisthesis dikelompokkan ke dalam lima tipe utama dimana masingmasing mempunyai patologi yang berbeda. Tipe tersebut antara lain tipe displastik,
isthmik, degeneratif, traumatik, dan patologik. Spondylolisthesis displatik merupakan
kelainan kongenital yang terjadi karena malformasi lumbosacral joints dengan
permukaan persendian yang kecil dan inkompeten.
Spondylolisthesis displastik sangat jarang, akan tetapi cenderung berkembang
secara progresif, dan sering berhubungan dengan defisit neurologis berat. Sangat sulit
diterapi karena bagian elemen posterior dan prosesus transversus cenderung
berkembang kurang baik, meninggalkan area permukaan kecil untuk fusi pada bagian
posterolateral.2,3,5
Spondylolisthesis displatik terjadi akibat defek arkus neural pada sacrum
bagian atas atau L5. Pada tipe ini, 95% kasus berhubungan dengan spina bifida
occulta. Terjadi kompresi serabut saraf pada foramen S1, meskipun pergeserannya
(slip) minimal. Spondylolisthesis isthmic merupakan bentuk spondylolisthesis yang
paling sering. Spondylolisthesis isthmic (juga disebut dengan spondylolisthesis
spondilolitik) merupakan kondisi yang paling sering dijumpai dengan angka
prevalensi 5-7%. Fredericson dkk menunjukkan bahwa defek sponsilolistesis biasanya
didapatkan pada usia 6 dan 16 tahun, dan pergeseran tersebut sering terjadi lebih
cepat. Ketika pergeseran terjadi, jarang berkembang progresif, meskipun suatu
penelitian tidak mendapatkan hubungan antara progresifitas pergeseran dengan
terjadinya
gangguan
diskus
intervertebralis
pada
usia
pertengahan.
pergeseran).2,5
Sistem pembagian/grading untuk spondylolisthesis yang umum dipakai adalah sistem
grading Myerding (1932) untuk menilai beratnya pergeseran. Kategori tersebut
didasarkan pengukuran jarak dari pinggir posterior dari korpus vertebra superior
hingga pinggir posterior korpus vertebra inferior yang terletak berdekatan dengannya
pada
foto
ray
lateral.
Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang korpus vertebra superior total:
-
Grade
adalah
0-25%
Grade
adalah
26-50%
Grade
adalah
51-75%
Grade
adalah
76-100%
sendi.1,2,3
Pada
tipe
traumatik,
banyak
bagian
arkus
neural
yang
terkena/mengalami fraktur akan tetapi tidak pada bagian pars interartikularis, sehingga
menyebabkan subluksasi vertebra yang tidak stabil. Spondylolisthesis patologis terjadi akibat
penyakit yang mengenai tulang, atau berasal dari metastasis atau penyakit metabolik tulang,
yang menyebabkan mineralisasi abnormal, remodeling abnormal serta penipisan bagian
posterior sehingga menyebabkan pergeseran (slippage). Kelainan ini dilaporkan terjadi pada
penyakit Pagets, tuberkulosis tulang, Giant Cell Tumor, dan metastasis tumor. 1,2
terbatas
dan
nyeri.
Tanda neurologis berhubungan dengan derajat pergeseran dan mengenai sistem sensoris,
motorik dan perubahan refleks akibat dari pergeseran serabut saraf (biasanya S1).
Progresifitas listesis pada individu dewasa muda biasanya terjadi bilateral dan berhubungan
dengan
gambaran
Terbatasnya
klinis/fisik
pergerakan
tulang
Kekakuan
Tidak
dapat
mengfleksikan
panggul
dengan
Pemendekan
badan
jika
terjadi
hamstring
lutut
lumbal
Hiperkifosis
belakang.
otot
Hiperlordosis
berupa:
yang
berekstensi
dan
thorakolumbal.
lumbosacral
junction.
pergeseran
komplit
(spondiloptosis).
Kesulitan
Gambaran
-
Kebanyakan
Sering
klinis
Isthmic
penuh.
berjalan.2
spondylolisthesis,
penderita
spondylolisthesis
terjadi
pada
remaja
tidak
antara
merasakan
dalam
masa
gejala
lain:
apapun.
pertumbuhan.
- Beberapa laporan mengatakan terjadi nyeri punggung saat beraktivitas (onset akut) dan
yang
lainnya
tidak
tampak
gejalanya.
- Rasa nyeri dapat menjalar ke bokong/paha. Nyeri tersebut lebih sering terjadi pada
spondylolisthesis dengan grade yang tinggi. Pada kebanyakan kasus jarang dijumpai deficit
neurologic pada spondylolisthesis grade rendah. Nyeri radikular dapat dijumpai pada
spondylolisthesis grade tinggi. Biasanya berhubungan dengan nyeri yang menyebar di bawah
lutut berupa rasa baal dan tingling sesuai dengan distribusi dermatom yang tampak sebagai
gejala radikulopati karena stenosis foramen vertebralis yang terjadi akibat spondylolisthesis
dan herniasi diskus. Karena lisis yang terjadi terbentuk fibrokartilago yang menyebabkan
terjepitnya
serabut
saraf.
terjepitnya
kauda
equina.
- Rasa nyeri diprovokasi oleh aktivitas seperti aktivitas yang mengakibatkan ekstensi tulang
belakang.
- Pasien spondylolisthesis akut sebaiknya tidak melakukan aktivitas yangmemberikan
tekanan berlebihan pada tulang belakang (seperti berlari, melompat). Posisi duduk dapat
mentoleransi
rasa
Gambaran
klinis
nyeri
spondylolisthesis
tersebut.
degeneratif,
antara
lain:
- Permulaan rasa nyeri kadang-kadang tidak menonjol. Lokasi nyeri sering terasa pada tulang
belakang
bagian
bawah
dan
paha
bagian
belakang.
- Klaudikasio neurogenik mungkin timbul bersama gejala pada extremitas bawah dan
bertambah
buruk
bila
beraktivitas
dan
berkurang
bila
beristirahat.
- Gejala bersifat kronik dan progesif. Walaupun pada beberapa pasien mengalami periode
remisi.
Gambaran klinis spondylolisthesis displastik yaitu gejala timbul seperti isthmic
spondylolisthesis
tetapi
gejala
neurologic
lebih
nyata.
Gambaran klinis spondylolisthesis traumatic yaitu pasien dengan nyeri akut berhubungan
dengan trauma. Bila pergeseran cukup berat dapat mnyebabkan penekanan pada cauda
equine. Mungkin akan terjadi gejala klasik seperti gangguan kandung kemih dan gangguan
pencernaan,
gejala
radikular
dan
klaudikasio
neurogenik.
Gambaran klinis spondylolisthesis patologik mempunyai gejala yang mungkin tidak tampak
dan berhubungan dengan nyeri radikular dan klaudikasio neurogenik.
II.7
DIAGNOSA
Gambaran
klinis
Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena merupakan gejala khas. Umumnya nyeri
yang timbul berhubungan dengan aktivitas. Bila melakukan aktivitas maka nyeri makin
bertambah hebat dan istirahat akan dapat menguranginya. Spasme otot dan kekakuan dalam
pergerakan tulang belakang merupakan ciri spesifik. Gejala neurologis seperti nyeri pada
bokong dan otot hamstring tidak sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti adanya
subluksasi vertebra. Keadaan umum pasien biasanya baik dan masalah tulang belakang
umumnya
b.
tidak
berhubungan
dengan
penyakit
Pemeriksaan
atau
kondisi
lainnya.1,2,9,10
fisik1
Postur pasien biasanya normal, bilamana subluksasio yang terjadi bersifat ringan. Dengan
subluksasi berat, terdapat gangguan bentuk postur. Pergerakan tulang belakang berkurang
karena nyeri dan terdapatnya spasme otot. Penyangga badan kadang-kadang memberikan rasa
nyeri pada pasien, dan nyeri umumnya terletak pada bagian dimana terdapatnya
pergeseran/keretakan, kadang nyeri tampak pada beberapa segmen distal dari level/tingkat
dimana
lesi
mulai
timbul.
Ketika pasien diletakkan pada posisi telungkup (prone) di atas meja pemeriksaan, perasaan
tidak nyaman atau nyeri dapat diidentifikasi ketika palpasi dilakukan secara langsung diatas
defek pada tulang belakang. Nyeri dan kekakuan otot adalah hal yang sering dijumpai.
Pada banyak pasien, lokalisasi nyeri disekitar defek dapat sangat mudah diketahui bila pasien
diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan kaki mereka keatas seperti posisi fetus (fetal
position). Defek dapat diketahui pada posisi tersebut. Fleksi tulang belakang seperti itu
membuat
massa
otot
paraspinal
lebih
tipis
pada
posisi
tersebut.
Pada beberapa pasien, palpasi pada defek tersebut kadang-kadang sulit atau tidak mungkin
dilakukan. Pemeriksaan neurologis terhadap pasien dengan spondylolisthesis biasanya
negatif. Fungsi berkemih dan defekasi biasanya normal, terkecuali pada pasien dengan
sindrom
cauda
equina
yang
berhubungan
dengan
lesi
derajat
tinggi.
pada
posisi
tegak/berdiri.
Film posisi AP, Lateral dan oblique adalah modalitas standar dan posisi lateral persendian
lumbosakral akan melengkapkan pemeriksaan radiologis. Posisi lateral pada lumbosacral
joints, membuat pasien berada dalam posisi fetal, membantu dalam mengidentifikasi defek
pada pars interartikularis, karena defek lebih terbuka pada posisi tersebut dibandingkan bila
pasien berada dalam posisi berdiri. Pada beberapa kasus tertentu studi pencitraan seperti
Bone scan atau CT scan dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Pasien dengan defek pada
pars
interartikularis
sangat
mudah
terlihat
dengan
CT
scan.1,5,7
Bone scan (SPECT scan) bermanfaat dalam diagnosis awal reaksi stress/tekanan pada defek
pars interartikularis yang tidak terlihat baik dengan foto polos. Scan positif menunjukkan
bahwa proses penyembuhan tulang telah dimulai, akan tetapi tidak mengindikasikan bahwa
penyembuhan yang definitif akan terjadi. CT scan dapat menggambarkan abnormalitas pada
tulang dengan baik, akan tetapi MRI sekarang lebih sering digunakan karena selain dapat
mengidentifikasi tulang juga dapat mengidentifikasi jaringan lunak (diskus, kanal, dan
anatomi serabut saraf) lebih baik dibandingkan dengan foto polos. Xylography umumnya
dilakukan
pada
pasien
dengan
spondylolisthesis
II.8
derajat
tinggi.
1,7
PENATALAKSANAAN
Jika seorang dokter menemukan pasien dengan nyeri akibat spondylolithesis maka pertama
kali yang dilakukan terapi nonsurgical. Terapi nonsurgical antara lain dengan tirah baring,
obat antiinflamasi untuk mengurangi edema, analgesik untuk mengontrol nyeri, dan therapy
physical serta olahraga untuk melatih kekuatan dan flexibilitas sehingga dapat beraktivitas
seperti kondisi sebelumnya. Sering dokter menggunakan satu pengobatan atau kombinasi
beberapa jenis pengobatan dalam rencana terapi pada pasien, dengan pemberian analgetik
untuk mengontrol nyeri. Hal tersebut bervariasi dari pemberian ibuprofen hingga
acetaminofen, akan tetapi pada beberapa kasus berat, NSAIDs digunakan untuk mengurangi
pembengkakan dan inflamasi yang dapat terjadi. Jadi terapi untuk spondylolisthesis tingkat
rendah masih bersifat konservatif, dengan istirahat/immobilisasi pasien dan pemberian antiinflamasi secara bersamaan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus, intervensi bedah
mungkin dibutuhkan.2,8
A.
Terapi
Terapi
-
konservatif
Modifikasi
ditujukan
aktivitas,
untuk
bedrest
konservatif
mengurangi
selama
Analgetik
Latihan
dan
gejala
dan
eksaserbasi
(misalnya
terapi
penguatan
juga
termasuk:
akut
berat.
NSAIDs).
dan
peregangan.
Bracing
Angka keberhasilan terapi non-operatif sangat besar, terutama pada pasien muda. Pada pasien
yang lebih tua dengan pergeseran ringan (low grade slip) yang diakibatkan oleh degenerasi
diskus, traksi dapat digunakan dengan beberapa tingkat keberhasilan.2 Salah satu tantangan
adalah dalam terapi pasien dengan nyeri punggung hebat dan menunjukkan gambaran
radiografi abnormal. Pasien tersebut mungkin memiliki penyakit degeneratif pada diskus atau
bahkan pergeseran ringan (low grade slip, <25%), dan biasanya nyeri yang terjadi tidak
sesuai dengan pemeriksaan fisik dan gambaran radiografi. Nyeri punggung merupakan
masalah kesehatan utama dan penyebab disabilitas yang paling sering. Adalah sangat penting
untuk mempertimbangkan faktor tingkah laku dan psikososial yang berperan terhadap
timbulnya
disabilitas
tersebut.2,3
yaitu modifikasi aktivitas, intervensi farmakologis dan konsultasi terapi fisik. NSAID yang
dikombinasikan dengan acetaminophen dapat dicoba pada awal terapi. Jika terdapat
keparahan komponen tungkai maka terapi singkat dengan steroid oral seperti Prednison atau
Metilprednisolon dapat dipertimbangkan. Terapi fisik dapat mengevaluasi dan mengetahui
postural dan gerakan kompensasi abnormal seperti hiperlordosis dengan mengkonsentrasikan
pada penguatan abdominal, fleksor panggul dan kekakuan paraspinal lumbal.
Sebagian besar pasien mengalami kekakuan hamstring kronis. Terapi fisik seperti terapi
thermal, stimulasi elektrik dan traksi lumbal dapat membantu dengan spasme otot reaktif
tetapi secara tipikal pada durasi terapi yang pendek ketika dilakukan selama isolasi dan
seharusnya
digabungkan
dengan
latihan
terapetik.
Injeksi steroid epidural, baik interlaminar atau transforaminal dilakukan dengan panduan
fluoroskopik dapat membantu pada nyeri tungkai yang parah. Orthotik lumbosakral mungkin
menguntungkan untuk sebagian pasien tetapi dilakukan secara temporer untuk mencegah
atrofi otot spinal dan kehilangan proprioseptif.5
B.
Terapi
pembedahan
Terapi pembedahan hanya direkomendasikan bagi pasien yang sangat simptomatis (nyeri)
yang tidak berespon dengan perawatan non-bedah dan dimana gejalanya menyebabkan suatu
disabilitas. Rasa nyeri tersebut dapat disebabkan oleh saraf yang terjepit, pergerakan tak
stabil dari vertebra yang retak. Jika gejala dapat secara langsung diketahui akibat dari defek
pada pars interartikularis, dan kemudian diperbaiki secara pembedahan terhadap defek
tersebut, melalui beberapa prosedur pembedahan, akan dapat mengurangi nyeri yang
disebabkan oleh defek tersebut. Tujuan terapi adalah untuk dekompresi elemen neural dan
immobilisasi segmen yang tidak stabil atau segmen kolumna vertebralis. Umumnya
dilakukan dengan eliminasi pergerakan sepanjang permukaan sendi (facets joints) dan diskus
intervertebralis
melalui
arthrodesis
(fusi).2,8
Jika terjadinya subluksasi ringan dan degenerasi diskus yang dapat diidentifikasi dengan
MRI, fusi spinal , biasanya bersamaan dengan instrumentasi spinal merupakan pilihan terapi.
Karena pilihan terapi terbaik untuk beberapa pasien bervariasi diantara beberapa ahli bedah
berpengalaman, konsultasi dengan ahli bedah tersebut merupakan pendekatan terbaik bagi
pasien
yang
simptomatis,
sebagai
second
opinion.5
Pada pasien dengan spondylolisthesis derajat tinggi (high grade spondilolysthesis) dengan
gejala yang menetap dan dengan deformitas spinal/vertebra berat, intervensi pembedahan
pendekatan
pembedahan
tersebut.2
Indikasi fusi spinal berbeda antara populasi pediatrik dan populasi dewasa. Pada pasien yang
lebih muda, faktor dibawah ini diketahui berhubungan dengan meningkatnya progresifitas
pergeseran
-
vertebra
Usia
(slip
muda
Listesis
grade
progression):
(<
tinggi
15
(high
Jenis
tahun).
grade
listhesis>30%).
kelamin
perempuan.
Tipe
displastik.
Hipermobilitas
lumbosacral.
Ligamentous
laxity.2
Meskipun demikian banyak pasien muda diterapi dengan immobilisasi atau modifikasi
aktivitas saja, dengan angka keberhasilan yang signifikan. Dengan tidak adanya tingkat
pergeseran yang berat (high grade slip), gejala yang ringan, fusi biasanya tidak diindikasikan
pada
populasi
tersebut.
harus
intervensi
bedah
dipertimbangkan.
(fusi)
pada
pasien
dewasa
adalah:
Klaudikasio
Pergeseran
berat
neurogenik.
(high
grade
slip>50%)
- Pergeseran tipe I dan Tipe II, dengan bukti adanya instabilitas, progresifitas listesis, dan
kurang
berespon
dengan
terapi
konservatif.
Spondylolisthesis
traumatik.
Spondylolisthesis
iatrogenik.
Listesis
tipe
III
(degeneratif)
dengan
instabilitas
berat
dan
nyeri
hebat.
Fusi
Terdapat berbagai metode untuk mendapatkan fusi intersegmental pada tulang lumbosacral.
Berbagai
metode
tersebut
antara
lain:
meningkatkan
permukaan
fusi
tulang
secara
keseluruhan.
atau
modifikasi
Van
Darm.2
B.
Fiksasi
angka
arthrodesis
solid
yang
C.
tinggi.2,5
Dekompresi
radikal
serabut
saraf(misalnya
Gill
D.
prosedure).2,5
Reduksi
mengurangi
insidensi nonunion
dan progresifitas
spondylolisthesis.2,5
II.9
DIAGNOSA
BANDING
1.
Spondylolisis
2.
3.
4.
II.10
Hernia
Infeksi
Neoplasma
Nukleus
diskogenik
(osteoma
osteoid,
(diskitis,
kista
aneurisma,
Pulposus
osteomielitis)
kondroblastoma)
PROGNOSIS
Secara umum pasien dengan isthmic spondylolisthesis grade I dan II mempunyai prognosa
yang cukup baik dengan terapi konservatif. Pasien dapat kembali beraktivitas tanpa ada
gejala spondylolisthesis. Latihan fisik diperlukan untuk penderita spondylolisthesis. Pada
pasien spondylolisthesis tanpa defisit neurologik dan dengan garde rendah dengan diberikan
terapi konservatif memberikan hasil yang memuaskan. Terapi konservatif pada kasus
spondylolisthesis ringan keberhasilan mencapai 80%. Terapi pembedahan pada pasien
spondylolisthesis
dengan
nyeri
hebat
memberikan
angka
keberhasilan
85-90%.
Isthmic spondylolisthesis grade III atau lebih mempunyai prognosis bervariasi dan kadangkadang disertai dengan nyeri yang persisten pada tulang belakang. Terapi pembedahan
memberikan perbaikan pada gejala claudicatio dan radikular. Nyeri diskogenik menimbulkan
rasa yang tidak nyaman dan persisten pada lumbal bagian bawah. Pasien spondylolisthesis
degenerative merasakan nyeri bertambah hebat dan menetap yang berasal dari facet joint.
Terapi pembedahan dengan dekompresi memberikan hasil yang memuaskan untuk
mengurangi gejala dari extremitas bagian bawah.
DAFTAR
1.
PUSTAKA
Adam
Perrin.
Lumbosacral
Spondylolisthesis.
Dalam:
http://www.emedicine.com/orthoped/topic560.htm.
2.
Amir
Vokshoor.
Spondylolisthesis,
Spondylolysis,
Spondylosis.
Dalam:
http://www.emedicine.com/Orthopedicsurgery/spine.htm.
3.
Anne
Asher.
Spondylolisthesis.
Dalam:
http://backandneck.about.com/od/conditions/p/spondylolisthes.htm.
4.
Beth
B.
Froose.
Lumbar
Spondylolysis
and
Spondylolisthesis
Dalam:
http://www.emedicine.com/pmr/TOPIC69.htm,
5. Spondylolisthesis.http://en.wikipedia.org/wiki/Spondylolisthesis.
6.
Jonathan
Cluett,
M.D.
Spondylolisthesis.
http://orthopedics.about.com/od/spondylosis/a/spondy.htm.
7. North American Spine Society Public Education Series. Adultisthmic Spondylolistheis.
Dalam: www.spine.org/Documents/spondy_2006.pdf.
8.
North American
Spine
Society. Spondylolysis
and
Spondylolisthesis
Dalam:
http://www.spine.org/Pages/ConsumerHealth/SpineConditionsAndTreatments/CommonProbl
emsCorrectiveActions/DegenerativeConditions/SpondylolysisandSpondylolysthesis.aspx.
9. Sidharta, Priguna. Sakit Pinggang. Dalam: Neurologi klinis Dalam Praktek Umum, cetakan
ke-5,
PT
Dian
Rakyat,
Jakarta,
2004,
hal
202-33.