PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2
Facet Joint adalah persendian kecil yang menghubungkan tulang vertebra
dengan yang lainnya. Sendi faset merupakan sendi diartrosis yang membolehkan
tulang belakang bergerak. Oleh karena kelenturan dari kapsul sendi, tulang
belakang mampu bergerak dalam batas wajar dengan arah yang berbeda-beda.4
Akar saraf yang berhubungan dengan tiap segmen dipisahkan dari kantong
dura setinggi ruang intervertebra lalu melintasi recessus lateralis dan keluar dari
canalis spinalis satu tingkat dibawahnya melalui foramina intervertebralis. Di tiap-
tiap titik ini dapat terjadi penekanan. 4
3
Gambar 1.1 Gambar Vertebra Dan Medulla Spinalis (Hansen T, 2002)
Terdapat lima tipe utama spondylolisthesis antara lain : Tipe I disebut dengan
spondylolisthesis displastik (kongenital) dan terjadi akibat kelainan kongenital.
Tipe II, yaitu tipe isthmic atau spondilolitik, keadaan terjadi berhubungan dengan
spondilolisis. Tipe III, merupakan spondylolisthesis degeneratif, dan terjadi
4
sebagai akibat degenerasi permukaan sendi lumbal. Perubahan pada permukaan
sendi tersebut akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke
belakang. Tipe spondylolisthesis ini sering dijumpai pada orang tua. Tipe IV,
spondylolisthesis traumatik, berhubungan dengan fraktur akut pada elemen
posterior (pedikel, lamina atau permukaan/facet) dibandingkan dengan fraktur
pada bagian pars interartikularis. Tipe V, spondylolisthesis patologik, terjadi
karena kelemahan struktur tulang sekunder akibat proses penyakit seperti tumor
atau penyakit tulang lainnya.4
5
2.4. Etiologi dan Klasifikasi Spondilolisthesis
Etiologi spondylolisthesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital
tampak pada spondylolisthesis tipe 1 dan tipe 2, dan postur, gravitasi, tekanan
rotasional dan stres/tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting
dalam terjadinya pergeseran tersebut.6
6
c. Tipe III, merupakan spondylolisthesis degeneratif, dan terjadi sebagai
akibat degenerasi permukaan sendi lumbal. Perubahan pada permukaan
sendi tersebut akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke
belakang. Tipe spondylolisthesis ini sering dijumpai pada orang tua. Pada
tipe III, spondylolisthesis degeneratif pergeseran vertebra tidak melebihi
30%.
7
Gambar 1.3. Gambar Tipe Spondilolistheis (Tallarico RA,2015)
8
Presentasi klinis dapat bermacam-macam , tergantung pada jenis
pergeseran dan usia pasien. Nyeri punggung (back pain) pada regio yang
terkena merupakan gejala khas. Umumnya nyeri yang timbul berhubungan
dengan aktivitas. Aktivitas membuat nyeri makin bertambah buruk dan
istirahat akan dapat menguranginya. Spasme otot dan kekakuan dalam
pergerakan tulang belakang merupakan ciri spesifik. Gejala neurologis
seperti nyeri pada bokong dan otot hamstring tidak sering terjadi kecuali
jika terdapatnya bukti adanya subluksasi vertebra. Keadaan umum pasien
biasanya baik dan masalah tulang belakang umumnya tidak berhubungan
dengan penyakit atau kondisi lainnya.
1. Cervical
2. Thoracal
- Terjadi hanya pada jenis spondylolisthesis traumatic
- Spondylolisthesis pada level ini dengan dekompresi saraf
spinal mempengaruhi otot dada atas, otot abdominal, dan otot
punggung atas.
9
- Paraparese atau paraplegia
- Nyeri pada vertebra thoracal atau nyeri pada daerah lesi
3. Lumbal
- Paling sering terjadi pada semua jenis spondylolisthesis
- Nyeri pinggang atau nyeri pada lesi
- Spondylolisthesis pada level ini dengan dekompresi saraf
spinal mempengaruhi control berkemih dan control defekasi
- Paraparese atau paraplegia
- Kebas pada kaki
- Kesemutan
4. Sacral
- Nyeri pada pinggul atau nyeri pada lesi
- Spondylolisthesis pada level ini dengan dekompresi saraf
spinal Paraparese atau paraplegia
- Kebas dan kesemutan pada daerah kaki bagian dorsal
B. Pemeriksaan Fisik
Postur pasien biasanya normal, bilamana subluksasio yang terjadi
bersifat ringan. Dengan subluksasi berat, terdapat gangguan bentuk postur,
pergerakan tulang belakang karena nyeri dan terdapatnya spasme otot.
Penyangga badan kadang-kadang memberikan rasa nyeri pada pasien, dan
nyeri umumnya terletak pada bagian dimana terdapatnya pergeseran atau
keretakan, kadang nyeri tampak pada beberapa segmen distal dari level/
tingkat dimana lesi mulai timbul.
Ketika pasien diletakkan pada posisi telungkup (prone) di atas
meja pemeriksaan, perasaan tidak nyaman atau nyeri dapat diindentifikasi
ketika palpasi dilakukan secara langsung diatas defek pada tulang
belakang. Nyeri dan kekakuan otot adalah hal yang sering dijumpai. Pada
banyak pasien, lokalisasi nyeri di sekitar defek dapat sangat mudah
diketahui bila pasien diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan kaki
10
mereka ke atas seperti posisi (fetal position). Defek dapat diketahui pada
posisi tersebut.
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto polos vetebra lumbal merupaka modalitas pemeriksaan awal dalam
diagnosis. Film posisi AP , lateral dan oblique adalah modalitas standar
dan posisi lateral persendian lumbosacral akan melengkapkan pemeriksaan
radiologis. Posisi lateral pada lumbosacral joints, membuat pasien berada
dalam posisi fetal, membantu dalam mengindentifikasi defek pada pars
interartikularis, karena defek lebih terbuka pada posisi tersebut
dibandingkan bila pasien berada dalam posisi berdiri.\
b. Computed Tomography (CT scan)
CT scan dengan potongan 1 mm, koronal ataupun sagital, dapat
memberikan gambaran yang lebih baik dari spondilolisthesis. CT scan
juga dapat membantu menegakkan penyebab spondilolitiasis yang lebih
serius.
c. Magnetic resonance imaging (MRI)
MRI dapat memperihatkan adanya edema pada lesi yang akut, MRI juga
dapat menentukan adanya komresi saraf spinal akibat stenosis dari kanalis
sentaralis.
d. EMG
EMG dapat mengindentifikasi radikulopati lainnya atau poliradikulopati
(stenosis), yang dapat timbul pada spondilolisthesis.
11
4. Derajat IV diantara 76-100%
5. Derajat V, atau spondylolisthesis terjadi ketika vertebra telah terlepas dari
tempatnya.
6. Derajat VI, post operasi
12
Bracing
Operatif6
Indikasi Operasi :
Pasien dengan defisist neurologi
Nyeri yang menggangu aktivitas
Pergeseran tipe I dan Tipe II, dengan bukti adanya instabilitas,
progresifitas listesis, dan kurang berespon dengan terapi
konservatif.
Pergeresan >50%
Spondylolisthesis traumatic
13
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Usia : 44 Tahun
Agama : Islam
Anamnesa
Kedua kaki lemah dan tidak dapat digerakkan sejak 1 minggu SMRS,
lemahnya muncul tiba – tiba saat bangun tidur. Awalnya 1 hari sebelum pasien
mengeluhkan lemah pada kedua kaki, pasien mengangkat pupuk, kemudian pasien
14
mengeluhkan nyeri hebat pada pinggangnya menjalar ke paha, dan paha terasa
kebas, kemudian keesokan harinya pada saat bangun, pasien kekamar mandi, kaki
sudah mulai lemah, bisa berjalan tapi dengan menopang tubuh kedinding,
kemudian Pasien tidur dengan posisi duduk, 3 jam kemudian kedua kaki pasien
tidak dapat lagi digerakkan sampai sekarang, hanya dapat ditekuk dengan bantuan
tangan.
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Diare dan ISPA (-), HT(-), DM(-)
Riwayat Pengobatan: -
Status Present:
GCS : E4M6V5 ( Kompos Mentis) ;TD: 130/90 mmHg ;HR: 80 x/I; RR: 20 x/I;
T: 36,7 0C
Mata: Konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik(-), pupil isokor 3mm/3mm, reflex
cahaya (+/+), reflex kornea (+/+).
Thoraks :
Abdomen :
15
Abdomen: Soepel, nyeri tekan : (+), (-), Timpani (+), Bising usus : (+) normal
Status Neurologis
Kepala
Bentuk : Ovale
Simetris : (+)
Nervus Cranialis
Pemeriksaan Kanan Kiri
N. Olfactorius
Subjektif +N +N
Objektif Teh +N +N
Objektif kopi +N +N
N. Optikus
Tajam Penglihatan +N +N
Lapangan Pandangan +N +N
Melihat warna +N +N
N. Occulomotorius
16
Pergerakan bola mata +N +N
Strabismus +N +N
Reflex cahaya +N +N
Diameter pupil 3 mm 3 mm
Diploplia - -
N. Trochlearis
N. Trigeminus
Membuka mulut +N +N
Mengunyah +N +N
Menggigit +N +N
Reflex kernig +N +N
Sensibilitas muka +N +N
N. Abducens
Mengerut dahi +N +N
17
Menutup mata +N +N
Memperlihatkan gigi +N +N
Bersiul - -
Perasaan lidah +N +N
Perasaan muka +N +N
Dahi +N +N
Pipi +N +N
Dagu +N +N
+N +N
N. Vestibulocothlearis
Mendengarkan suara + N +N
gesek
N. Glosopharingeus
Posisi Uvula +N +N
Fungsi menelan +N +N
N. Accesorius
Mengangkat bahu - -
Memalingkan kepala +N +N
N. Hipoglossus
18
Menjulurkan lidah +N +N
Atrofi lidah +N +N
artikulasi +N +N
Tremor Lidah +N +N
Leher
Pergerakan : (+)
Tanda Meningeal
Burdzinski I : (-)
Burdzinski II : (-)
Burdzinski IV : (-)
a. Motorik
19
Kanan Kiri
Motorik
Pergerakan N N
Tonus N N
Tropic N N
Refleks
Fisiologi
Biseps +N +N
Triseps +N +N
Patologi - -
Hoffman - -
Tromner
Sensibilitas
Sensibilitas taktil
+N +N
Sensibilitas nyeri
+N +N
Sensibilitas suhu
+N +N
Kanan Kiri
Motorik
Pergerakan ↓ ↓
20
Kekuatan 2-2-2-2-2 2-2-2-2-2
Tonus ↓ ↓
Refleks
Fisiologi
Patella - -
Archiless - -
Patologis
Babinsky - -
Chaddock - -
Clonus kaki - -
Clonus patella -
Sensibilitas
Sensibilitas taktil
+↓ +↓
Sensibilitas nyeri
Sensibilitas suhu +↓ +↓
+↓ +↓
Refleks
Kanan Kiri
21
Refleks Kulit
Perut atas
+N +N
Perut tengah
Perut bawah +N +N
+N +N
Otonom
BAK : Normal
Fungsi Luhur :
Bahasa : Normal
Memori : Normal
Orientasi : Normal
Pemeriksaan Penunjang :
HB : 15,1 g/dl ( L)
HT : 44,7 % ( L)
22
KGDS : 82,54 mg/dl
Radiologi
Foto Thoraks :
Foto Lumbosacral
Kesan :
TERAPI :
- IV Plug
- IV Mecobalamin 1 Ampul/24 Jam
- IV Ranithidin 1 Amp/ 12 Jam
- IV Devamethasone 1 Amp/6 Jam
- IM Neurobion 5000mg/24 Jam
23
BAB IV
KESIMPULAN
24
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan radiologis. Penatalaksanaan spondylolisthesis dibagi menjadi terapi
konservatif dan terapi bedah.
DAFTAR PUSTAKA
25
7. Randall JD. Acute spinal cord injury, part I&II: pathophysiologic
mechanisms, clinical neuropharmacology.Clin. Neuropharmacol. 2016 ;
Vol. 24:254–64.
8. Wahjoepramono EJ. Medula spinalis dan tulang belakang. Jakarta:
Suburmitra Grafi stama; 2017
9. Tallarico RA, Madom IA, Palumbo MA. Spondylolysis and
spondylolisthesis in the athlete. Sports Med Arthrosc. 2015;16(1):32–8
26