Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Spondylolisthesis adalah kondisi tulang belakang yang salah satu ruasnya


bergeser ke depan atau belakang dari ruas dibawahnya. Spondylolisthesis dapat
menyebabkan kelainan struktur tulang belakang, penekanan pada nerve roots, dan
kerusakan pada facet joint. Hal ini jarang terjadi pada pasien dengan usia dibawah
50 tahun dan pergeseran paling sering terjadi pada L4-L5.6

Presentasi klinis dapat bermacam-macam , tergantung pada jenis


pergeseran dan usia pasien. Selama tahun-tahun awal kehidupan, presentasi klinis
dapat berupa nyeri punggung bawah ringan yang sesekali dirasakan pada panggul
dan paha posterior, terutama saat beraktivitas. Gejala jarang berkolerasi dengan
tingkat pergeseran, meskipun mereka disebabkan ketidakstbilan segmental. Tanda
neurologis sringkali berkolerasi dengan derajat spondilolisthesis dan melibatkan
motorik, sensorik, dan perubahan refleks yang sesuai dengan kompresi saraf.2

Spondylolisthesis paling sering terjadi pada tulang belakang lumbal bagian


bawah tetapi juga dapat terjadi pada tulang belakang leher dan thoraks namun
jarang, kecuali karena trauma. Spondilolistesis degeneratif terutama terjadi pada
orang dewasa dan lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dengan
peningkatan risiko pada orang gemuk.6

Spondylolisthesis derajat I menyumbang 75% dari semua kasus.


Spondylolisthesis paling sering terjadi pada level L5-S1 dengan translasi anterior
dari corpus vertebral L5 pada corpus vertebra S1. Tingkat L4-5 adalah lokasi
paling umum kedua untuk spondylolisthesis.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang


memungkinkan untuk bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis, meliputi 7
columna vertebra cervical, 12 columna vertebra thoracal, 5 columna vertebra
lumbal, 5 columna vertebra sacral dan 4 columna vertebra coccygeal. Vertebra
sacral dan cocygeal menyatu menjadi sacrum-coccyx pada umur 20 sampai 25
tahun. Columna vertebrales juga membentuk saluran untuk spinal cord. Spinal
cord merupakan struktur yang sangat sensitif dan penting karena menghubungkan
otak dan sistem saraf perifer.3

Canalis spinalis dibentuk di bagian anterior oleh discus intervertebralis atau


corpus vertebra, di lateral oleh pediculus, di posterolateral oleh facet joint dan di
posterior oleh lamina. Canalis spinalis mempunyai dua bagian yang terbuka di
lateral di tiap segmen, yaitu foramina intervertebralis.3

Recessus lateralis adalah bagian lateral dari canalis spinalis. Dimulai di


pinggir processus articularis superior dari vertebra inferior, yang merupakan
bagian dari facet joint. Di bagian recessus inilah yang merupakan bagian
tersempit. Setelah melengkung secara lateral mengelilingi pediculus, lalu berakhir
di caudal di bagian terbuka yang lebih lebar dari canalis spinalis di lateral, yaitu
foramen intervertebralis. Dinding anterior dari recessus lateralis dibatasi oleh
discus intervertebralis di bagian superior, dan corpus verterbralis di bagian
inferior. 4

2
Facet Joint adalah persendian kecil yang menghubungkan tulang vertebra
dengan yang lainnya. Sendi faset merupakan sendi diartrosis yang membolehkan
tulang belakang bergerak. Oleh karena kelenturan dari kapsul sendi, tulang
belakang mampu bergerak dalam batas wajar dengan arah yang berbeda-beda.4

Dinding lateral dibentuk oleh pediculus vertebralis. Dinding dorsal dibatasi


oleh processus articularis superior dari vertebra bagian bawah, sampai ke bagian
kecil dari lamina dan juga oleh ligamen kuning (lamina). Di bagian sempit
recessus lateralis, dinding dorsalnya hanya dibentuk oleh hanya processus
lateralis, dan perubahan degeneratif di daerah inilah mengakibatkan kebanyakan
penekanan akar saraf pada stenosis spinalis lumbalis. 3

Akar saraf yang berhubungan dengan tiap segmen dipisahkan dari kantong
dura setinggi ruang intervertebra lalu melintasi recessus lateralis dan keluar dari
canalis spinalis satu tingkat dibawahnya melalui foramina intervertebralis. Di tiap-
tiap titik ini dapat terjadi penekanan. 4

3
Gambar 1.1 Gambar Vertebra Dan Medulla Spinalis (Hansen T, 2002)

Gambar 1.2 Gambar Diskus Inter Vertebralis (Hansen T, 2002)

2.2 Definisi Spondilolisthesis

Spondylolisthesis adalah kondisi tulang belakang yang salah satu ruasnya


bergeser ke depan atau belakang dari ruas dibawahnya. Spondylolisthesis dapat
menyebabkan kelainan struktur tulang belakang, penekanan pada nerve roots, dan
kerusakan pada facet joint. Hal ini jarang terjadi pada pasien dengan usia dibawah
50 tahun dan pergeseran paling sering terjadi pada L4-L5.1

Terdapat lima tipe utama spondylolisthesis antara lain : Tipe I disebut dengan
spondylolisthesis displastik (kongenital) dan terjadi akibat kelainan kongenital.
Tipe II, yaitu tipe isthmic atau spondilolitik, keadaan terjadi berhubungan dengan
spondilolisis. Tipe III, merupakan spondylolisthesis degeneratif, dan terjadi

4
sebagai akibat degenerasi permukaan sendi lumbal. Perubahan pada permukaan
sendi tersebut akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke
belakang. Tipe spondylolisthesis ini sering dijumpai pada orang tua. Tipe IV,
spondylolisthesis traumatik, berhubungan dengan fraktur akut pada elemen
posterior (pedikel, lamina atau permukaan/facet) dibandingkan dengan fraktur
pada bagian pars interartikularis. Tipe V, spondylolisthesis patologik, terjadi
karena kelemahan struktur tulang sekunder akibat proses penyakit seperti tumor
atau penyakit tulang lainnya.4

2.3 Epidemiologi Spondilolisthesis

Spondylolisthesis mengenai 5-6% populasi pria, dan 2-3% wanita. Karena


gejala yang diakibatkan olehnya bervariasi, kelainan tersebut sering ditandai
dengan nyeri pada bagian belakang (low back pain), nyeri pada paha dan tungkai.
Sering penderita mengalami perasaan tidak nyaman dalam bentuk spasme otot,
kelemahan pada ektremitas akibat kompresi saraf spinal, dan ketegangan otot betis
(hamstring muscle). 6

Spondylolisthesis paling sering terjadi pada tulang belakang lumbal bagian


bawah tetapi juga dapat terjadi pada tulang belakang leher dan thoraks namun
jarang, kecuali karena trauma. Spondilolistesis degeneratif terutama terjadi pada
orang dewasa dan lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dengan
peningkatan risiko pada orang gemuk. Spondylolisthesis isthmic lebih sering
terjadi pada populasi remaja dan dewasa muda tetapi mungkin tidak dikenali
sampai gejala berkembang di masa dewasa. Spondilolistesis displastik lebih sering
terjadi pada populasi anak-anak, dengan wanita lebih sering terkena daripada pria.

Spondylolisthesis derajat I menyumbang 75% dari semua kasus.


Spondylolisthesis paling sering terjadi pada level L5-S1 dengan translasi anterior
dari corpus vertebral L5 pada corpus vertebra S1. Tingkat L4-5 adalah lokasi
paling umum kedua untuk spondylolisthesis.8

5
2.4. Etiologi dan Klasifikasi Spondilolisthesis
Etiologi spondylolisthesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital
tampak pada spondylolisthesis tipe 1 dan tipe 2, dan postur, gravitasi, tekanan
rotasional dan stres/tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting
dalam terjadinya pergeseran tersebut.6

Terdapat lima tipe utama spondylolisthesis:8


a. Tipe I disebut dengan spondylolisthesis displastik (kongenital) dan
terjadi akibat kelainan kongenital pada permukaan sacral superior dan
permukaan L5 inferior atau keduanya dengan pergeseran vertebra L5.
b. Tipe II, isthmic atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian
isthmus atau pars interartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis
yang bermakna pada individu di bawah 50 tahun. Jika defeknya pada
pars interartikularis tanpa adanya pergeseran tulang, keadaan ini disebut
dengan spondilolisis. Jika satu vertebra mengalami pergeseran kedepan
dari vertebra yang lain, kelainan ini disebut dengan spondylolisthesis.
Tipe II dapat dibagi kedalam tiga subkategori:
- Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress
spondilolisthesis dan umumnya diakibatkan oleh mikro-fraktiur
rekuren yang disebabkan oleh hiperekstensi. Juga disebut dengan
stress fracture pars interarticularis dan paling sering terjadi pada laki-
laki.
- Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars
interartikularis. Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA,
pars interartikularis masih tetap intak akan tetapi meregang dimana
fraktur mengisinya dengan tulang baru.
- Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada
bagian pars interartikularis. Pencitraan radioisotope diperlukan
dalam menegakkan diagnosis kelainan ini.

6
c. Tipe III, merupakan spondylolisthesis degeneratif, dan terjadi sebagai
akibat degenerasi permukaan sendi lumbal. Perubahan pada permukaan
sendi tersebut akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke
belakang. Tipe spondylolisthesis ini sering dijumpai pada orang tua. Pada
tipe III, spondylolisthesis degeneratif pergeseran vertebra tidak melebihi
30%.

d. Tipe IV, spondylolisthesis traumatik, berhubungan dengan fraktur akut


pada elemen posterior (pedikel, lamina atau permukaan/facet)
dibandingkan dengan fraktur pada bagian pars interartikularis.

e. Tipe V, spondylolisthesis patologik, terjadi karena kelemahan struktur


tulang sekunder akibat proses penyakit seperti tumor atau penyakit tulang
lainnya

7
Gambar 1.3. Gambar Tipe Spondilolistheis (Tallarico RA,2015)

2.5 Diagnosis Spondilolisthesis


Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan radiologis. Pada kebanyakan kasus, jarang ditemukan kelainan pada
pemeriksaan fisik pasien spondilolistesis. Pasien biasanya mengeluh nyeri
dibagian punggung yang disertai dengan nyeri intermitten pada tungkai.
Spondilolisthesis sering menyebabkan spasme otot, atau kekakuan pada betis.6,8
A. Gejala Klinis

8
Presentasi klinis dapat bermacam-macam , tergantung pada jenis
pergeseran dan usia pasien. Nyeri punggung (back pain) pada regio yang
terkena merupakan gejala khas. Umumnya nyeri yang timbul berhubungan
dengan aktivitas. Aktivitas membuat nyeri makin bertambah buruk dan
istirahat akan dapat menguranginya. Spasme otot dan kekakuan dalam
pergerakan tulang belakang merupakan ciri spesifik. Gejala neurologis
seperti nyeri pada bokong dan otot hamstring tidak sering terjadi kecuali
jika terdapatnya bukti adanya subluksasi vertebra. Keadaan umum pasien
biasanya baik dan masalah tulang belakang umumnya tidak berhubungan
dengan penyakit atau kondisi lainnya.

Beberapa pasien dapat mengeluhkan mati rasa, kesemutan, atau


kelemahan pada kaki karena kompresi saraf. Kompresi parah dari saraf
dapat menyebabkan hilangnya kontrol dari usus atau fungsi kandung
kemih.

Gejala klinis berdasarkan tingkat spondylolisthesis anatar lain :7

1. Cervical

- Terjadi hanya pada jenis spondylolisthesis traumatic


- Nyeri pada cervical
- Nyeri pada lesi
- Tetraparese atau tetraplegia
- Kebas pada dari leher, kedua tangan sampai kaki
- Kesemutan
- Hilang Kontrol untuk bernafas dan defekasi

2. Thoracal
- Terjadi hanya pada jenis spondylolisthesis traumatic
- Spondylolisthesis pada level ini dengan dekompresi saraf
spinal mempengaruhi otot dada atas, otot abdominal, dan otot
punggung atas.

9
- Paraparese atau paraplegia
- Nyeri pada vertebra thoracal atau nyeri pada daerah lesi
3. Lumbal
- Paling sering terjadi pada semua jenis spondylolisthesis
- Nyeri pinggang atau nyeri pada lesi
- Spondylolisthesis pada level ini dengan dekompresi saraf
spinal mempengaruhi control berkemih dan control defekasi
- Paraparese atau paraplegia
- Kebas pada kaki
- Kesemutan
4. Sacral
- Nyeri pada pinggul atau nyeri pada lesi
- Spondylolisthesis pada level ini dengan dekompresi saraf
spinal Paraparese atau paraplegia
- Kebas dan kesemutan pada daerah kaki bagian dorsal
B. Pemeriksaan Fisik
Postur pasien biasanya normal, bilamana subluksasio yang terjadi
bersifat ringan. Dengan subluksasi berat, terdapat gangguan bentuk postur,
pergerakan tulang belakang karena nyeri dan terdapatnya spasme otot.
Penyangga badan kadang-kadang memberikan rasa nyeri pada pasien, dan
nyeri umumnya terletak pada bagian dimana terdapatnya pergeseran atau
keretakan, kadang nyeri tampak pada beberapa segmen distal dari level/
tingkat dimana lesi mulai timbul.
Ketika pasien diletakkan pada posisi telungkup (prone) di atas
meja pemeriksaan, perasaan tidak nyaman atau nyeri dapat diindentifikasi
ketika palpasi dilakukan secara langsung diatas defek pada tulang
belakang. Nyeri dan kekakuan otot adalah hal yang sering dijumpai. Pada
banyak pasien, lokalisasi nyeri di sekitar defek dapat sangat mudah
diketahui bila pasien diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan kaki

10
mereka ke atas seperti posisi (fetal position). Defek dapat diketahui pada
posisi tersebut.

C. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto polos vetebra lumbal merupaka modalitas pemeriksaan awal dalam
diagnosis. Film posisi AP , lateral dan oblique adalah modalitas standar
dan posisi lateral persendian lumbosacral akan melengkapkan pemeriksaan
radiologis. Posisi lateral pada lumbosacral joints, membuat pasien berada
dalam posisi fetal, membantu dalam mengindentifikasi defek pada pars
interartikularis, karena defek lebih terbuka pada posisi tersebut
dibandingkan bila pasien berada dalam posisi berdiri.\
b. Computed Tomography (CT scan)
CT scan dengan potongan 1 mm, koronal ataupun sagital, dapat
memberikan gambaran yang lebih baik dari spondilolisthesis. CT scan
juga dapat membantu menegakkan penyebab spondilolitiasis yang lebih
serius.
c. Magnetic resonance imaging (MRI)
MRI dapat memperihatkan adanya edema pada lesi yang akut, MRI juga
dapat menentukan adanya komresi saraf spinal akibat stenosis dari kanalis
sentaralis.
d. EMG
EMG dapat mengindentifikasi radikulopati lainnya atau poliradikulopati
(stenosis), yang dapat timbul pada spondilolisthesis.

2.6 Derajat Spondilolisthesis


Klasifikasi Meyerding adalah metode yang paling umum digunakan untuk
menilai derajat spondylolisthesis antara lain :3
1. Derajat I : pergeseran kurang dari 25%
2. Derajat II diantara 26-50%
3. Derajat III diantara 51-75%

11
4. Derajat IV diantara 76-100%
5. Derajat V, atau spondylolisthesis terjadi ketika vertebra telah terlepas dari
tempatnya.
6. Derajat VI, post operasi

Gambar 1.4. Gambar Derajat Spondilolisthesis (Tallarico RA,2015)

2.7 Penatalaksanaan Spondilolisthesis


 Non Operatif8
Pengobatan untuk spondilolitiasis umumnya koservative. Pengobatan non
operative diindikasikan untuk semua pasien tanpa defisit neurologis.
Pengobatan dapat dilakukan sebagai berikut :
 Bedrest selama serangan akut
 Analgetik (misalnya NSAIDs)
 Fisioterapi
 Latihan, terapi penguatan dan peregangan

12
 Bracing
 Operatif6
Indikasi Operasi :
 Pasien dengan defisist neurologi
 Nyeri yang menggangu aktivitas
 Pergeseran tipe I dan Tipe II, dengan bukti adanya instabilitas,
progresifitas listesis, dan kurang berespon dengan terapi
konservatif.
 Pergeresan >50%
 Spondylolisthesis traumatic

2.8 Komplikasi Spondilolisthesis


Progresifitas dari pergeseran dengan peningkatan tekanan ataupun
penarikan pada saraf spinal, bisa menyebabkan komplikasi. Pada pasien yang
menbutuhkan penanganan dengan pembedahan untuk menstabilkan
spondilolisthesis, dapat terjadi komplikasi seperti nerve root injury (<1%),
kebocoran cairan seresbrospinal (2%-10%).1

2.9 Prognosis Spondilolisthesis


Pasien dengan fraktur akut dan pergeseran tulang yang minimal
kemungkinan akan kembali normal apabila fraktur tersebut membaik, pasien
dengan perubahan vertebra yang progresif dan degenerative, kemungkina akan
mengalami gejala yang sifatnya intermitten. Resiko untuk terjadinya
spondilolistesis degenerative meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dan
pergeseran vetebra yang progresif terjadi pada 30% pasien. Bila pergeseran
vertebra semakin progresif , foramen neural akan semakin dekat dan
menyebabkan penenkanna pada syaraf (nerve compression).6

13
BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Ahmad Tahir

Usia : 44 Tahun

Jenis Kelamin : Laki Laki

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Alamat : Pangkalan Kerinci

Tanggal Masuk : 13 Desember 2021

Anamnesa

Keluhan Utama: Lemah pada kedua kaki

Keluhan penyerta: Anus terasa kebas

Riwayat Penyakit Sekarang :

Kedua kaki lemah dan tidak dapat digerakkan sejak 1 minggu SMRS,
lemahnya muncul tiba – tiba saat bangun tidur. Awalnya 1 hari sebelum pasien
mengeluhkan lemah pada kedua kaki, pasien mengangkat pupuk, kemudian pasien

14
mengeluhkan nyeri hebat pada pinggangnya menjalar ke paha, dan paha terasa
kebas, kemudian keesokan harinya pada saat bangun, pasien kekamar mandi, kaki
sudah mulai lemah, bisa berjalan tapi dengan menopang tubuh kedinding,
kemudian Pasien tidur dengan posisi duduk, 3 jam kemudian kedua kaki pasien
tidak dapat lagi digerakkan sampai sekarang, hanya dapat ditekuk dengan bantuan
tangan.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Diare dan ISPA (-), HT(-), DM(-)

Riwayat Penyakit Keluarga : -

Riwayat Pengobatan: -

Status Present:

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4M6V5 ( Kompos Mentis) ;TD: 130/90 mmHg ;HR: 80 x/I; RR: 20 x/I;
T: 36,7 0C

Kepala: Bentuk normal, simetris

Mata: Konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik(-), pupil isokor 3mm/3mm, reflex
cahaya (+/+), reflex kornea (+/+).

Leher: Pembesaran KGB (-/-)

Thoraks :

Jantung: S1 dan S2 tunggal, Murmur: (-), Gallop : (-)

Paru: Simetris : (+), Vesikuler : (+/+), Ronkhi : (-/-), Wheezing : (-/-)

Abdomen :

15
Abdomen: Soepel, nyeri tekan : (+), (-), Timpani (+), Bising usus : (+) normal

Hepar dan Lien : Tidak teraba

Status Neurologis

Kesadaran : Composmentis, E4M6V5

Kepala

Bentuk : Ovale

Simetris : (+)

Nyeri tekan : (-)

Mata : Pupil isokor, ≤ 3mm

Nervus Cranialis
Pemeriksaan Kanan Kiri
N. Olfactorius

Subjektif +N +N

Objektif Teh +N +N

Objektif kopi +N +N
N. Optikus

Tajam Penglihatan +N +N

Lapangan Pandangan +N +N

Melihat warna +N +N
N. Occulomotorius

16
Pergerakan bola mata +N +N

Strabismus +N +N

Reflex cahaya +N +N

Diameter pupil 3 mm 3 mm

Bentuk pupil Bulat Bulat

Diploplia - -
N. Trochlearis

Pergerakan mata (ke + N +N


bawah – keluar

N. Trigeminus

Membuka mulut +N +N

Mengunyah +N +N

Menggigit +N +N

Reflex kernig +N +N

Sensibilitas muka +N +N
N. Abducens

Pergerakan mata ke lateral +N +N


N. Fasialis

Mengerut dahi +N +N

17
Menutup mata +N +N

Memperlihatkan gigi +N +N

Bersiul - -

Perasaan lidah +N +N

Perasaan muka +N +N

Dahi +N +N

Pipi +N +N

Dagu +N +N

+N +N
N. Vestibulocothlearis

Mendengarkan detak arloji +N +N

Mendengarkan suara + N +N
gesek
N. Glosopharingeus

Posisi Uvula +N +N

Fungsi menelan +N +N
N. Accesorius

Mengangkat bahu - -

Memalingkan kepala +N +N
N. Hipoglossus

18
Menjulurkan lidah +N +N

Atrofi lidah +N +N

artikulasi +N +N

Tremor Lidah +N +N

Leher

Pergerakan : (+)

Tanda Meningeal

Kaku Kuduk : (-)

Burdzinski I : (-)

Burdzinski II : (-)

Burdzinski III : (-)

Burdzinski IV : (-)

Laseque Test : (-)

Kernigh Test : (-)

D.Badan dan Anggota Gerak

a. Motorik

Anggota Gerak atas ( Lengan )

19
Kanan Kiri

Motorik

Pergerakan N N

Kekuatan 5-5-5-5-5 5-5-5-5-5

Tonus N N

Tropic N N

Refleks

Fisiologi

 Biseps +N +N
 Triseps +N +N
Patologi - -

 Hoffman - -
 Tromner
Sensibilitas
 Sensibilitas taktil
+N +N
 Sensibilitas nyeri
+N +N
 Sensibilitas suhu
+N +N

Anggota Gerak bawah

Kanan Kiri
Motorik

Pergerakan ↓ ↓

20
Kekuatan 2-2-2-2-2 2-2-2-2-2

Tonus ↓ ↓

Refleks

Fisiologi

Patella - -

Archiless - -

Patologis

Babinsky - -

Chaddock - -

Clonus kaki - -

Clonus patella -
Sensibilitas
 Sensibilitas taktil
+↓ +↓
 Sensibilitas nyeri
 Sensibilitas suhu +↓ +↓

+↓ +↓

Refleks
Kanan Kiri

21
Refleks Kulit
 Perut atas
+N +N
 Perut tengah
 Perut bawah +N +N

+N +N

Otonom

BAB : Biasa, Anus terasa kebas

BAK : Normal

Fungsi Luhur :

 Bahasa : Normal
 Memori : Normal
 Orientasi : Normal

Pemeriksaan Penunjang :

Lab Darah ( 13 Desember 2021 )

HB : 15,1 g/dl ( L)

HT : 44,7 % ( L)

Leukosit : 16.550 mm3

Trombosit : 308.000 mm3

Eritrosit : 4.80 juta/Ul ( L )

22
KGDS : 82,54 mg/dl

Ureum : 40,72 mg/dl

Creatinin : 1,1 mg/dl

SGOT : 25,1 u/l

SGPT : 27,6 u/l

Radiologi

Foto Thoraks :

Kesan : Cardiomegali, pulmo tak tampak kelainan

Foto Lumbosacral

Kesan :

- Spondylolisthesis VL 3 terhadap VL 4 ke posterior grade I


- Spondilolisis lumbalis dengan degenerative disc desease

Dagnosis : Paraparese LMN Et Causa Spondilolisthesis

TERAPI :
- IV Plug
- IV Mecobalamin 1 Ampul/24 Jam
- IV Ranithidin 1 Amp/ 12 Jam
- IV Devamethasone 1 Amp/6 Jam
- IM Neurobion 5000mg/24 Jam

23
BAB IV
KESIMPULAN

Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran ke depan satu korpus


vertebra bila dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Kira-kira
82% kasus isthmic spondylolisthesis terjadi di L5-S1. 11.3% terjadi di L4-L5.

Terdapat lima tipe utama spondylolisthesis yaitu tipe I disebut dengan


spondylolisthesis displastik (kongenital), tipe II isthmic atau spondilolitik, tipe III
merupakan spondylolisthesis degenerative, tipe IV spondylolisthesis traumatic,
tipe V spondylolisthesis patologik.

Progresifitas listesis pada individu dewasa muda biasanya terjadi bilateral


dan berhubungan dengan gambaran klinis/fisik berupa: terbatasnya pergerakan
tulang belakang, kekakuan otot hamstring, tidak dapat mengfleksikan panggul
dengan lutut yang berekstensi penuh, hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal,
hiperkifosis lumbosacral junction, pemendekan badan jika terjadi pergeseran
komplit (spondiloptosis), kelemahan atau kelumpuhan anggota gerak akibat
dekompresi saraf spinal.

24
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan radiologis. Penatalaksanaan spondylolisthesis dibagi menjadi terapi
konservatif dan terapi bedah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmed A, Mahesh BH, Shamshery PK, Jayaswal A. Traumatic


retrolisthesis of the L4 vertebra. J Trauma. 2015 Vol. 58:393–394
2. Hadley MN, Walters BC. Introduction to the guidelines for the
management of acute cervical spine and spinal cord injuries.
Neurosurgery. 2018; Vol. 72:5–16
3. Hansen T. john dan koeppen m. bruce. Atlas of neuroanatomy and
neurophysiology. 2002. Spesial edition. Texas: comtan.
4. Hendelman j. walter. Atlas of functional neuroanatomy. 2016. Edisi ke-3.
Prancis : crc press.
5. Kanellopoulos GK. White matter injury in spinal cord ischemia: protection
by AMPA/kainate glutamate receptor antagonism. American Heart
Association. 2016 ; Vol. 31:1945–52.
6. Lamn M, Henriksen S-EH, Eiskjcer S. Acute traumatic L5– S1
spondylolisthesis. J Spinal Disord Tech 2016; Vol. 16:524–527

25
7. Randall JD. Acute spinal cord injury, part I&II: pathophysiologic
mechanisms, clinical neuropharmacology.Clin. Neuropharmacol. 2016 ;
Vol. 24:254–64.
8. Wahjoepramono EJ. Medula spinalis dan tulang belakang. Jakarta:
Suburmitra Grafi stama; 2017
9. Tallarico RA, Madom IA, Palumbo MA. Spondylolysis and
spondylolisthesis in the athlete. Sports Med Arthrosc. 2015;16(1):32–8

26

Anda mungkin juga menyukai