3.1. Spondylolisthesis
3.1.1. Definisi
Kata spondylolisthesis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata
spondylo yang berarti “tulang belakang (vertebra)”, dan listhesis yang berarti
“bergeser”. Maka spondilolistesis merupakan istilah deskriptif untuk pergeseran
(biasanya ke anterior) dari vertebra relatif terhadap vertebra yang dibawahnya.21,25
3.1.2. Etiopatofisiologi
Penyebab dari sindrom ini adalah malformasi persimpangan lumbosakral
yang kecil, sendi facet tidak kompeten, yang dapat bersifat kongenital (bawaan),
disebut sebagai spondilolisthesis displastik, atau mungkin terjadi selama masa remaja
karena patah tulang atau cedera pada salah satu tulang-tulang belakang dari kegiatan
olahraga terkait seperti angkat berat, berlari, berenang, atau sepak bola yang
menyebabkan seseorang memiliki spondilolisthesis isthmic.19,27
Ada lima jenis utama dari Spondilolisthesis dikategorikan oleh sistem
klasifikasi Wiltse:
1. Displatik.
- Sendi facet memungkinkan pergeseran kedepan.
- Lengkungan neural biasanya masih utuh.20
2. Isthmic.
- Lesi dari pars.
- Terdapat 3 subtipe: fraktur stress, pemanjangan dari pars, dan fraktur pars
akut.20
3. Degeratif.
Spondilolisthesis bisa disebabkan oleh penuaan, umum, dan keausan tulang,
jaringan, otot-otot, dan ligamen tulang belakang disebut sebagai
spondilolisthesis degeneratif.20
2
4. Trauma.
Tipe ini terjadinya bersifat skunder terhadap suatu proses trauma pada
vertebrata yang menyebabkan fraktur pada sebagian pars interartikularis. Tipe
ini terjadi sesudah periode satu minggu atau lebih dari trauma. Acute pars
fracture tidak termasuk tipe ini..20
5. Patologis.
Jenis terakhir Spondilolisthesis, yang juga yang paling langka, disebut
spondilolisthesis patologis. Jenis Spondilolisthesis terjadi karena kerusakan
pada elemen posterior dari metastasis (kanker sel-sel yang menyebar ke
bagian lain dari tubuh dan menyebabkan tumor) atau penyakit tulang
metabolik. Jenis ini telah dilaporkan dalam kasus-kasus penyakit Paget tulang
(dinamai Sir James Paget, seorang ahli bedah Inggris yang menggambarkan
gangguan kronis yang biasanya menghasilkan tulang membesar dan cacat),
tuberkulosis (penyakit menular mematikan yang biasanya menyerang paru-
paru tetapi dapat menyebar ke bagian lain dari tubuh), tumor sel raksasa, dan
metastasis tumor.20
3.1.3. Epidemiologi
Insidensi spondilolisthesis tipe ismik berkisar 5% berdasarkan studi otopsi.
Spondilolisthesis degeneratif memiliki frekuensi tersering karena secara umum
populasi pastinya akan mengalami penuaan. Spondillistesis degeneratif biasanya
dialami oleh lanjut usia dan jarang mengenai usia dibawah 40 tahun. Kelainan ini
biasanya mengenai perempuan 5 kali lebih banyak dibandingkan laki-laki. Paling
3
sering melibatkan level L4-L5. Sampai 5,8% pria dan 9,1% wanita memiliki
spondilolisthesis tipe ini.19,20,26
3.1.5. Diagnosis
Diagnosis yang tepat dari spondilolistesis meliputi anamnesis dan
pemeriksaan yang sesuai dengan gejala spondilolistesis.1 Namun, pasien dengan
spondilolistesis kadang sulit dinilai berdasarkan pemeriksaan fisik saja.2 Pergeseran
ini dapat bersifat asimtomatik atau dapat mennyebabkan nyeri punggung bawah, rasa
tegang pada otot paha bawah, cidera pada akar saraf (seringnya pada L5), simtomatik
stenosis spinal, dan juga dapat menyebabkan Cauda Equina Syndrome (CES) pada
kasus berat. Rasa tegang juga dapat dirasakan pada daerah segmen yang bergeser.
Jika parah, dapat juga menyebabkan tubuh menjadi lebih ‘pendek’.21
Spondylolistesis dapat didiagnosa cukup dengan menggunakan foto polos
dengan sinar X. Posisi terbaik yang bisa dilakukan adalah dari posisi lateral. 1Foto
yang dilakukan dari posisi samping atau lateral akan dapat menunjukkan sebuah ruas
tulang belakang yang bergerser ke depan dibandingkan dengan ruas tulang rusuk
yang berdekatan. Berdasarkan persentase pergeseran ruas dengan ruas tulang
belakang yang berdekatan, spondylolistesis dapat dibagi menjadi 5 derajat:20
1. Derajat I dengan pergeseran <26%,
2. Derajat II dengan pergeseran 26%-50%,
3. Derajat III dengan pergeseran 51%-75%,
4. Derajat IV dengan pergeseran 76%-100%,
5. Derajat V dengan vertebra telah tergeser sepenuhnya dari vertebra lainnya atau
spondyloptosis.
5
Jika pasien masih memiliki keluhan nyeri, kebas, atau lemah tungkai,
pemeriksaan tambahan CT scan atau MRI dapat dilakukan. Keluhan ini dapat
disebabkan oleh stenosis atau penyempitan dari celah untuk saraf ke kaki.25 CT scan
dan MRI adalah pilihan terbaik untuk mendeteksi stenosis yang menyertai
spondilolistesis sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kompresi saraf
akibat spondilolistesis.19
6
PET scan juga dapat digunakan untuk melihat keaktifan tulang di dekat
lokasi defek. Ini terutama untuk membantu dalam tatalaksana spondilolistesis ini
sendiri.25
8
3.1.6. Penatalaksanaan
Pada kebanyakan kasus spondilolistesis dapat diatasi dengan menggunakan
terapi konservatif. Namun pada pasien pasien tertentu seperti pada pasien dengan
nyeri radikuler, klaudikasi neurogenik, dan pada pasien yang tetap dijumpai
abnormalitas postur atau cara berjalan setelah terapi non operatif, makan proses
pembedahan menjadi indikasi. Tujuan dari terapi pembedahan adalah untuk
menstabilkan segmen spinal dan jika diperlukan dilakukan dekompresi elemen
neural.25
Prinsip tatalaksana adalah untuk meredakan gejala dan meliputi:20
- Modifikasi kegiatan sehari hari, seperti tirah baring selama eksaserbasi akut,
- Analgetik (NSAID),
- Pemakaian korset (brace),
- Fisioterapi.
Hasil terapi non operatif umumnya memberikan hasil yang memuaskan,
terutama pada pasien yang berusia muda. Indikasi operasi (fusi) yaitu:5
- Tanda tanda neurologis seperti nyeri radikuler (tidak dapat ditangani dengan
terapi konservatif), myelopati, klaudikasi neurogenik,
- Pergeseran derajat tinggi >50%,
- Pergeseran tipe 1 dan 2, dengan bukti instabilitas, progresif listhesis, atau
respon tidak baik terhadap perbaikan konservatif,
- Spondilolistesis traumatik,
- Spondilolistesis iatrogenic,
- Listesis tipe 3 (degeneratif) dengan nyeri yang berat,
- Deformitas postural dan abnormalitas langkah jalan.
3.1.7. Komplikasi
Progresifitas dari pergeseran dengan peningkatan tekanan ataupun penarikan
(traction) pada saraf spinal, bisa menyebabkan komplikasi. Pada pasien yang
9
3.1.8. Prognosis
Pasien dengan fraktur akut dan pergeseran tulang yang minimal
kemungkinan akan kembali normal apabila fraktur tersebut membaik. Pasien dengan
perubahan vertebra yang progresif dan degenerative kemungkinan akan mengalami
gejala yang sifatnya intermiten. Resiko untuk terjadinya spondilolistesis degenerative
meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dan pergeseran vertebra yang progresif
terjadi pada 30% pasien. Bila pergeseran vertebra semakin progresif, foramen neural
akan semakin dekat dan menyebabkan penekanan pada saraf (nerve compression)
atau sciatica hal ini akan membutuhkan pembedahan dekompresi.26
10
Diagnosis Banding
Diagnosis Banding
Hernia nukleus Nyeri kaki lebih besar daripada nyeri punggung dan
pulposus (HNP) memburuk ketika duduk; rasa sakit dari akar saraf L1-L3
menyebar sampai pinggul dan / atau paha anterior, rasa sakit
dari akar saraf L4-S1 menyebarkan ke bawah lutut
Lumbal tegang/ Sakit punggung yang menyebar dengan atau tanpa nyeri
Keseleo bokong, nyeri memburuk saat bergerak dan membaik saat
istirahat
Stenosis Tulang Nyeri kaki lebih besar daripada nyeri punggung; nyeri
Belakang memburuk saat berdiri dan berjalan, dan membaik saat
istirahat atau ketika tulang belakang fleksi; nyeri dapat
bersifat unilateral (stenosis foraminal) atau bilateral (stenosis
foraminal pusat atau bilateral)
Spondylolisthesis Nyeri kaki lebih besar dari nyeri punggung; nyeri memburuk
saat berdiri dan berjalan, dan meningkatkan dengan istirahat
atau ketika tulang belakang fleksi; nyeri dapat bersifat
unilateral atau bilateral
Spondylolysis Sakit punggung pada remaja, meskipun belum jelas apakah
hal itu menyebabkan nyeri punggung pada orang dewasa;
nyeri memburuk saat ekstensi tulang belakang dan
beraktivitas
Inflammatory Nyeri intermiten pada malam hari, rasa sakit dan kekakuan
spondyloarthropath pada pagi hari, ketidakmampuan untuk membalikkan dari
y lordosis lumbal ke fleksi lumbal
11
12
BAB IV
DISKUSI KASUS
A, usia 60 tahun, datang dengan keluhan nyeri punggung bawah yang dialami
sejak ± 2 bulan. Setelah hasil pemeriksaan fisik dan radiologi, os didiagnosis
menderita NPB ec spondilolistesis. Nyeri punggung bawah (NPB) adalah suatu gejala
berupa nyeri di bagian pinggang yang dapat menjalar ke tungkai kanan atau kiri.
Banyak penyebab dari NPB, salah satunya adalah spondiloslistesis. Spondilolistesis
adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada pergeseran ruas tulang
punggung belakang, biasanya pergeseran ke depan, terhadap ruas yang di dekatnya.
Keluhan utama yang dijumpai adalah nyeri punggung dekat daerah pergeseran,
seringnya pada daerah L5-S1 sehingga sering datang dengan keluhan nyeri punggung
bawah.
Dari hasil pemeriksaan fisik yang dijumpai pada pasien ditemukan adanya
gejala yang khas pada spondilolistesis, seperti nyeri radikuler atau nyeri menjalar,
yang dijumpai dari hasil pemeriksaan fisik tes Laseque dan tes cross Laseque.
Penegakan diagnosis utama dari spondilolistesis didapat dari foto lateral dan AP pada
corpus vertebra biasanya lumbosakral. Hasil foto pada pasien ini menunjukkan
pergeseran korpus vertebra L4 terhadap L3. Namun dijumpai juga pembentukan
osteofit pada korpus vertebra lumbal, penyempitan diskus intervertebralis dan
foramen intervertebralis L3-L4, sehingga dapat juga menjadi penyebab NPB pada
pasien ini.
Tatalaksana pada pasien ini sesuai dengan tatalaksana yang dianjurkan dari
literatur dan jurnal, yaitu tirah baring dan istirahat, hindari mengangkat beban berat,
pemberian obat analgesik supportif dan perencanaan pemasangan korset pada pasien
ini serta penjadwalan fisioterapi. Pemantauan setelah tatalaksana di atas harus
dilakukan terus selama beberapa waktu untuk melihat perbaikan untuk
mempertimbangkan indikasi operasi apabila tidak ada perbaikan pada os.
13
BAB V
KESIMPULAN
BAB VI
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
13. Marrio, Maurits van Tulder, 2005. European Guidelines for the Management
of Acute Nonspecific Low Back Pain in Primary Care.
14. Guyton A. C., 2004. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 11th
edition.
15. Healthwise, 2011. Low Back Pain. Available from:
http://www.webmd.com/back-pain/tc/low-back-pain-symptoms [ Diakses
tanggal 7 Desember 2013]
16. Atul T. Patel, M.D., Abna A. Ogle, M.D., 2000. Diagnosis and management
of Low Back Pain. Available from:
http://www.aafp.org/afp/2000/0315/p1779.html [ Diakses tanggal 7 Desember
2013]
17. NIH, 2003. Low Back Pain. Available from:
http://www.ninds.nih.gov/disorders/backpain/detail_backpain.htm [ Diakses
tanggal 7 Desember 2013]
18. NHS, 2013. Low Back Pain. Available from:
http://www.nhs.uk/Conditions/Back-pain/Pages/Treatment.aspx [ Diakses
tanggal 7 Desember 2013]
19. Mayoclinic, 2012. Low Back Pain. Available from:
http://www.mayoclinic.com/health/back-
pain/DS00171/DSECTION=prevention [Diakses tanggal 7 Desember 2013]
20. Sjamsuhidajat R, Jong Wd.2005. Spondilolistesis. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Bedah Edisi ke-2. Jakarta: EGC. 835
21. Word press. 2011. Spondylolisthesis. Diunduh dari
http://www.spondylolisthesis.org/ [Diakses tanggal 7 Desember 2011].
22. Syaanin, Syaiful. Neurosurgery of Spondylolisthesis. Padang: RSUP. Dr. M.
Djamil/FK-UNAND Padang.
23. Nicrovic, Peter. A. 2009. Back pain in children and adolescents: Overview of
causes. UpToDate Systematic review ver. 17.3
17