SPONDILOLISTESIS LUMBAL
Disusun oleh :
SISKA SOFIATIN
(P17420213032)
Tingkat III A
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2015
LAPORAN PENDAHULUAN
SPONDILOLISTESIS LUMBAL
A. DEFINISI
Dalam istilah yang sederhana, spondilolistesis menggambarkan suatu pergeseran
vertebra atau pergeseran kolumna vertebralis yang berhubungan dengan vertebra
di bawahnya.
Spondilolistesis merupakan subluksasi tulang belakang yang sering dijumpai
pada individu muda.
degenerasidiscus
populasi
Ketika
intervertebralis
dan
arthritis
terpisah
permukaan
sendi
karena
pada
muda, umumnya berasaldari defek tulang pada arkus laminar ( spondilosis pars
interartikularis) pada satu atau lebih vertebra( Japardi, 2005)
Spondilolistesis menunjukkan suatu pergeseran kedepan satu korpus vertebra
bila dibandingkandengan vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya terjadi
pada pertemuan lumbosacral(lumbosacral joints) dimana L5 bergeser (slip)
diatas S1, akan tetapi hal tersebut dapat terjadi pada tingkatan yang lebih tinggi
(Sjamsuhidajat, 2005)
Spondilolisthesis yaitu pergeseran vertebra kedepan terhadap segment yang
lebih rendah,yang biasa terjadi pada lumbal vertebra ke 4 atau ke 5 akibat
kelainan pada pars interartikularis (Sudoyo Aru, 2006)
B. KLASIFIKASI
Lima tipe utama spondylolisthesis:
1.
Tipe I ( Diplastik )
bersifat sekunder akibat kelainan kongenital pada permukaan sakral superior
dan permukaan L5 inferior atau keduanya dengan pergeseran vertebra L5.
2.
4.
5.
interartikularis
Tipe V(patologik )
terjadi karena kelemahan struktur tulang sekunder akibat proses penyakit
seperti penyakit Pagets, Giant Cell Tumor, dan tumor atau penyakit tulang
lainnya.
C. ETIOLOGI
Etiologi spondilolistesis adalah multifaktorial. Penyebab dari sindrom ini adalah
malformasi persimpangan lumbosakral (kecil bagian belakang dan bagian
belakang panggul) yang kecil, sendi facet tidak kompeten, yang dapat bersifat
kongenital (bawaan), disebut sebagai spondilolisthesis displastik, atau mungkin
terjadi selama masa remaja karena patah tulang atau cedera pada salah satu
tulang-tulang belakang dari kegiatan olahraga terkait seperti angkat berat,
berlari, berenang, atau sepak bola yang menyebabkan seseorang memiliki
spondilolisthesisisthmic.
D. PATOFISIOLOGI
yang
dapat
bersifat
kongenital
(bawaan), disebut
sebagai
otot-otot,
dan
ligamen
tulang
belakang
disebut
sebagai
spondilolisthesis degeneratif.2
4. Trauma.
Setelah kecelakaan besar atau trauma untuk kembali menghasilkan kondisi
yang disebut spondilolisthesis trauma.2
5. Patologis.
Jenis terakhir Spondilolisthesis, yang juga yang paling langka, disebut
spondilolisthesispatologis. Jenis Spondilolisthesis terjadi karena kerusakan
pada elemen posterior dari metastasis (kanker sel-sel yang menyebar ke
bagian lain dari tubuh dan menyebabkan tumor) atau penyakit tulang
metabolik. Jenis ini telah dilaporkan dalam kasus-kasus penyakit Paget tulang
(dinamai Sir James Paget, seorang ahli bedah Inggris yang menggambarkan
gangguan kronis yang biasanya menghasilkan tulang membesar dan cacat),
tuberkulosis (penyakit menular mematikan yang biasanya menyerang paruparu tetapi dapat menyebar ke bagian lain dari tubuh), tumor sel raksasa, dan
metastasis tumor.
F. PATHWAY
kelainan bawaan, cedera tulang belakang, faktor degeneratif (penuaan), faktor patologis
Pergeseran
vertebra atau
kolumna
vertebralis
Nyeri akut
spondilolistesi
s
Kekakuan
otot
hamstring
(otot betis)
Resiko trauma
Terbatasnya
pergerakan
tulang
Kesulitan
berjalan
Hiperlordosis
lumbal
Hiperkifosis
lumbosacral
G. KOMPLIKASI
Progresifitas dari pergeseran dengan peningkatan tekanan ataupun penarikan
(traction) pada saraf spinal, bisa menyebabkan komplikasi. Pada pasien yang
membutuhkan
penanganan
dengan
pembedahan
untuk
menstabilkan
adalah
pemeriksaan-pemeriksaan
yang
menunjang
diagnosis
spondilolisthesis:
1.
X-ray
Pemeriksaan awal untuk spondilolistesis yaitu foto AP, lateral, dan
spot view radiograffi dari lumbal dan lumbosacral junction. Foto oblik dapat
memberikan informasi tambahan, namun tidak rutin dilakukan. Foto lumbal
dapat memberikan gambaran dan derajat spondilolistesis tetapi tidak selalu
2.
3.
MRI dapat memperlihatkan adanya edema pada lesi yang akut. MRI
juga dapat menentukan adanya kompresi saraf spinal akibat stenosis dadri
4.
kanalis sentralis.
EMG
EMG dapat
mengidentifikasi
radikulopati
lainnya
atau
Operatif
Pasien dengan defisit neurologis atau nyeri yang mengganggu aktifitas,
yang gagal dengan non operative manajemen diindikasikan untuk operasi.
Bila radiologis tidak stabil atau terjadi progresivitas slip dengan serial x-ray
disarankan untuk operasi stabilisasi. Jika progresivitas slip menjadi lebih
50% atau jika slip 50% pada waktu diagnosis, ini indikasi untuk fusi. Pada
high grade spondilolistesis walaupun tanpa gejala, fusi tetap harus
dilakukan. Dekompresi tanpa fusi adalah logis pada pasien dengan simptom
oleh karena neural kompresi. Bila manajemen operative dilakukan pada
dewasa muda maka fusi harus dilakukan karena akan terjadi peningkatan
slip yang bermakna bila dilakukan operasi tanpa fusi. Jadi indikasi fusi
antara lain: usia muda, progresivitas slip lebih besar 25%, pekerja yang
sangat aktif, pergeseran 3mm pada fleksi/ekstensi lateral x-ray. Fusi tidak
dilakukan bila multi level disease, motivasi rendah, aktivitas rendah,
osteoporosis, habitual tobacco abuse. Pada habitual tobacco abuse angka
kesuksesan fusi menurun. Brown dkk mencatat pseudoarthrosis (surgical
non union) rate 40% pada perokok dan 8% pada tidak perokok. Fusi insitu
dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan:6
a) anterior approach
b) posterior approach (yang paling sering dilakukan)
c) posterior lateral approach
A. PENGKAJIAN
Data fokus yang perlu dikaji:
1.
Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama (keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian)
b) Riwayat penyakit sekarang
Diskripsi gejala dan lamanya
Dampak gejala terhadap aktifitas harian
Respon terhadap pengobatan sebelumnya
Riwayat trauma
c)
Riwayat Penyakit Sebelumnya
2.
Pemeriksaan fisik
a) Keadaan Umum
b) Pemeriksaan head to toe
3.
konsisten
dikarenakan menahan
dengan
keluhan
nyerinya
neuromuskular
Resiko trauma berhubungan dengan penurunan koordinasi otot
Gangguan body image berhubungan dengan trauma injury
C. INTERVENSI
Tindakan keperawatan yang dilakukan mengacu pada NIC, antara lain :
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC :
Pain Level,
pain
control,
comfort
level
Setelah
dilakukan
tinfakan
keperawatan
selama . Pasien tidak
mengalami nyeri, dengan
kriteria hasil:
Mampu
mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi
nyeri,
mencari bantuan)
Melaporkan
bahwa
nyeri berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri
Menyatakan
rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
Tanda
vital
dalam
rentang normal
Tidak
mengalami
gangguan tidur
Intervensi
NIC :
Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif
termasuk
lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
Kontrol
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri: ...
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang
dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
NOC :
NIC :
Joint Movement :
Exercise therapy : ambulation
Active
Mobility Level
Monitoring vital sign sebelm/sesudah
Self care : ADLs
latihan dan lihat respon pasien saat
Transfer performance
latihan
Setelah
dilakukan
Konsultasikan dengan terapi fisik
tindakan
keperawatan
tentang rencana ambulasi sesuai
selama.gangguan
dengan kebutuhan
mobilitas fisik teratasi
Bantu klien untuk menggunakan
dengan kriteria hasil:
tongkat saat berjalan dan cegah
Klien meningkat
terhadap cedera
dalam aktivitas fisik
memulai gerak
Gaya hidup yang
menetap, tidak digunakan,
deconditioning
- Malnutrisi selektif atau
umum
DO:
- Penurunan waktu reaksi
- Kesulitan merubah posisi
- Perubahan gerakan
(penurunan untuk
berjalan, kecepatan,
kesulitan memulai
langkah pendek)
- Keterbatasan motorik
kasar dan halus
- Keterbatasan ROM
- Gerakan disertai nafas
pendek atau tremor
- Ketidak stabilan posisi
selama melakukan ADL
- Gerakan sangat lambat
dan tidak terkoordinasi
-
Risiko trauma
NOC :
Knowledge : Personal
Faktor-faktor risiko
Safety
Internal:
Safety Behavior : Fall
Kelemahan, penglihatan
Prevention
menurun, penurunan sensasi Safety Behavior : Fall
taktil, penurunan koordinasi
occurance
otot, tangan-mata,
Safety Behavior :
kurangnya edukasi
Physical Injury
keamanan, keterbelakangan
Tissue Integrity: Skin
mental
and Mucous Membran
Setelah
dilakukan
Eksternal:
tindakan
keperawatan
Lingkungan
selama.klien
tidak
mengalami
trauma
dengan kriteria hasil:
- pasien terbebas dari
trauma fisik
NIC :
Environmental Management safety
Mengontrol
lingkungan
dari
kebisingan
Memindahkan barang-barang yang
dapat membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
NOC:
NIC :
Body image
Body image enhancement
Self esteem
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan - Kaji secara verbal dan nonverbal
respon klien terhadap tubuhnya
selama . gangguan
Monitor
frekuensi
mengkritik
body image
dirinya
pasien teratasi dengan
Jelaskan
tentang
pengobatan,
kriteria hasil:
perawatan, kemajuan dan prognosis
Body image positif
penyakit
Mampu
- Dorong
klien
mengungkapkan
mengidentifikasi
perasaannya
kekuatan personal
- Identifikasi
arti
pengurangan
Mendiskripsikan
melalui pemakaian alat bantu
secara faktual
- Fasilitasi kontak dengan individu
perubahan fungsi
lain dalam kelompok kecil
tubuh
Mempertahankan
interaksi sosial
DAFTAR PUSTAKA