S DENGAN SPONDYLISTESIS
LUMBAL DI RUANG CEMPAKA RSUD Prof . Dr . MARGONO
SOEKARJO PURWOKWRTO
Disusun oleh :
2018/2019
3. Patofisiologi
Perubahan patologi yang terjadi pada diskus intervertebralis antara
lain :
a) Annulus fibrosus menjadi kasar, collagen fiber cenderung
melonggar dan muncul retak pada berbagai sisi.
b) Nucleus pulposus kehilangan cairan.
c) Tinggi diskus berkurang.
d) Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada
diskus dan dapat hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda
dan gejala.
Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis
berupa adanya lipping yang disebabkan oleh adanya perubahan
mekanisme diskus yang menghasilkan penarikan dari periosteum dari
annulus fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada corpus yang dapat
menjadi factor predisposisi terjadinya crush fracture. Pada
ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal
terutama pada daerah yang sangat mengalami perubahan. Pada selaput
meningeal, durameter dari spinal cord membentuk suatu selongsong
mengelilingi akar saraf dan ini menimbulkan inflamasi karena jarak
diskus membatasi canalis intervertebralis. Terjadi perubahan patologis
pada sendi apophysial yang terkait dengan perubahan pada
osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan articular dan
bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan
penekanan pada akar saraf dan mengurangi lumen pada foramen
intervertebralis. (Darlene Hertling and Randolph M. Kessler, 2006).
4. Manifestasi klinis
Gambaran klinis yang terjadi tergantung pada lokasi yang terjadi baik
itu cervical, lumbal dan thoracal. Untuk spondylosis daerah lumbal
memberikan gambaran klinis sebagai berikut:
a) Onset, biasanya awal nyeri dirasakan tidak ada apa-apa dan tidak
menjadi suatu masalah sampai beberapa bulan. Nyeri akut
biasanya ditimbulkan dari aktivitas tidak sesuai.
b) Nyeri, biasanya nyeri terasa disepanjang sacrum dan sacroiliac
joint. Dan mungkin menjalar ke bawah (gluteus) dan aspek lateral
dari satu atau kedua hip. Pusat nyeri berasal dari tingkat L4, L5,
S1.
c) Referred pain:
1) Nyeri mungkin saja menjalar ke arah tungkai karena adanya
iritasi pada akar persarafan. Ini cenderung pada area
dermatomnya.
2) Paha (L1).
3) Sisi anterior tungkai (L2)
4) Sisi anterior dari tungkai knee (L3)
5) Sisi medial kaki dan big toe (L4)
6) Sisi lateral kaki dan tiga jari kaki bagian medial (L5)
7) Jari kaki kecil, sisi lateral kaki dan sisi lateral bagian posterior
kaki (S1)
8) Tumit, sisi medial bagian posterior kaki (S2)
d) Parasthesia, biasanya mengikuti daerah dermatom dan terasa
terjepit dan tertusuk, suatu sensasi ”kesemutan” atau rasa kebas
(mati rasa).
e) Spasme otot, biasanya ada peningkatan tonus erector spinae dan
m. quadratus lumborum. Seringkali terdapat tonus yang berbeda
antara abduktor hip dan juga adductor hip. Kadang-kadang salah
satu otot hamstring lebih ketat dibanding yang lainnya.
f) Keterbatasan gerakan, semua gerakan lumbar spine cenderung
terbatas. Gerakan hip biasanya terbatas secara asimetrical. Factor
limitasi pada umumnya disebabkan oleh ketetatan jaringan lunak
lebih dari spasm atau nyeri.
g) Kelemahan otot, terjadi biasanya pada otot abdominal dan otot
gluteal. Kelemahan mungkin terjadi karena adanya penekanan
pada akar saraf myotomnya. Otot-otot pada tungkai yang
mengalami nyeri menjalar biasanya lebih lemah dibandingkan
dengan tungkai satunya.
5. Pemeriksaan penunjang
a) Sinar X (foto rontgen)
b) MRI
c) CT-Scan
d) Pemerikaan laboratorium
e) Artroskopi
6. Penatalaksanaan medik
B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Identitas pasien
b) Riwayat kesehatan
c) Pola kesehatan fungsional
d) Pemeriksaan penunjang
e) Terapi
2. Pathways
3. Diagnosa keperawatan
4. Intervensi keperawatan
C. DAFTAR PUSTAKA