Anda di halaman 1dari 7

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

S DENGAN SPONDYLISTESIS
LUMBAL DI RUANG CEMPAKA RSUD Prof . Dr . MARGONO
SOEKARJO PURWOKWRTO

Disusun oleh :

1. BAUYU AJI PURNAMA (17.007)


2. DEWI ANGGRAENI (17.010)
3. HERNANDA ARI .S. (17.016)
4. IKO SEPTYNO A.P. (17.017)
5. INDRI DWI LESTARI (17.018)
AKADEMI KEPERAWATAN “YAKPERMAS” BANYUMAS

2018/2019

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengetian
Spondylosis adalah penyakit degeneratif tulang belakang.
Spondylosis ini disebabkan oleh proses degenerasi yang progresif
pada diskus intervertebralis, yang mengakibatkan makin
menyempitnya jarak antar vertebra sehingga mengakibatkan
terjadinya osteofit, penyempitan kanalis spinalis dan foramen
intervertebralis dan iritasi persendian posterior. Rasa nyeri pada
spondylosis ini disebabkan oleh terjadinya osteoartritis dan tertekan
radiks oleh kantong durameter yang mengakibatkan iskemik dan
radang (Harsono dan Soeharso, 2005).
Spondylosis lumbal seringkali merupakan hasil dari
osteoarthritis atau spur tulang yang terbentuk karena adanya proses
penuaan atau degenerasi. Proses degenerasi umumnya terjadi pada
segmen L4 — L5 dan L5 — S1. Komponen-komponen vertebra yang
seringkali mengalami spondylosis adalah diskus intervertebralis, facet
joint, corpus vertebra dan ligamen (terutama ligamen flavum) (Regan,
2010).
Spondylosis lumbal adalah sejenis penyakit rematik yang
menyerang tulang belakang (spine arthritis) yang disebabkan oleh
proses degenerasi sehinga mengganggu fungsi tulang belakang.
Spondylosis dapat terjadi pada leher (cervikal), punggung tengah
(thoracal), maupun pungung bawah (lumbal) (Dorland,2011).
2. Etiologi
Spondylosis lumbal muncul karena proses penuaan atau
perubahan degeneratif.  Spondylosis lumbal banyak pada usia 30 —
45 tahun dan paling banyak pada usia 45 tahun. Kondisi ini lebih
banyak menyerang pada wanita daripada laki-laki. Faktor-faktor
resiko yang dapat menyebabkan spondylosis lumbal adalah (Bruce M.
Rothschild, 2009). :
a) Kebiasaan postur yang jelek
b) Stress mekanikal akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang
melibatkan gerakan mengangkat, twisting dan
membawa/memindahkan barang.
c) Tipe tubuh.
Ada beberapa faktor yang memudahkan terjadinya progresi
degenerasi pada vertebra lumbal yaitu (Kimberley Middleton and
David E. Fish, 2009) :
a) Faktor usia , beberapa penelitian pada osteoarthritis telah
menjelaskan bahwa proses penuaan merupakan faktor resiko yang
sangat kuat untuk degenerasi tulang khususnya pada tulang
vertebra. Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa spondylitis
deformans atau spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% -
72% antara usia 39 — 70 tahun. Begitu pula, degenerasi diskus
terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan sekitar 98% pada usia
70 tahun.
b) Stress akibat aktivitas dan pekerjaan, degenerasi diskus juga
berkaitan dengan aktivitas-aktivitas tertentu. Penelitian
retrospektif menunjukkan bahwa insiden trauma pada lumbar,
indeks massa tubuh, beban pada lumbal setiap hari (twisting,
mengangkat, membungkuk, postur jelek yang terus menerus), dan
vibrasi seluruh tubuh (seperti berkendaraan), semuanya
merupakan faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan
spondylosis dan keparahan spondylosis.
c) Peran herediter, Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi
osteofit dan degenerasi diskus. Penelitian Spector and MacGregor
menjelaskan bahwa 50% variabilitas yang ditemukan pada
osteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter.Kedua penelitian
tersebut telah mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif
yang menunjukkan bahwa sekitar ½ (47 — 66%) spondylosis
berkaitan dengan faktor genetik dan lingkungan, sedangkan hanya
2 — 10% berkaitan dengan beban fisik dan resistance training.
d) Adaptasi fungsional, Penelitian Humzah and Soames menjelaskan
bahwa perubahan degeneratif pada diskus berkaitan dengan
beban mekanikal dan kinematik vertebra. Osteofit mungkin
terbentuk dalam proses degenerasi dan kerusakan cartilaginous
mungkin terjadi tanpa pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat
terbentuk akibat adanya adaptasi fungsional terhadap instabilitas
atau perubahan tuntutan pada vertebra lumbar.

3. Patofisiologi
Perubahan patologi yang terjadi pada diskus intervertebralis antara
lain :
a) Annulus fibrosus  menjadi kasar, collagen fiber cenderung
melonggar dan muncul retak pada berbagai sisi.
b) Nucleus pulposus kehilangan cairan.
c) Tinggi diskus berkurang.
d) Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada
diskus dan dapat hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda
dan gejala.
Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis
berupa adanya lipping yang disebabkan oleh adanya perubahan
mekanisme diskus yang menghasilkan penarikan dari periosteum dari
annulus fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada corpus yang dapat
menjadi factor predisposisi terjadinya crush fracture. Pada
ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal
terutama pada daerah yang sangat mengalami perubahan. Pada selaput
meningeal, durameter dari spinal cord membentuk suatu selongsong
mengelilingi akar saraf dan ini menimbulkan inflamasi karena jarak
diskus membatasi canalis intervertebralis. Terjadi perubahan patologis
pada sendi apophysial yang terkait dengan perubahan pada
osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan articular dan
bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan
penekanan pada akar saraf dan mengurangi lumen pada foramen
intervertebralis. (Darlene Hertling and Randolph M. Kessler, 2006).
4. Manifestasi klinis
Gambaran klinis yang terjadi tergantung pada lokasi yang terjadi baik
itu cervical, lumbal dan thoracal. Untuk spondylosis daerah lumbal
memberikan gambaran klinis sebagai berikut:
a) Onset, biasanya awal nyeri dirasakan tidak ada apa-apa dan tidak
menjadi suatu masalah sampai beberapa bulan. Nyeri akut
biasanya ditimbulkan dari aktivitas  tidak sesuai.
b) Nyeri, biasanya nyeri terasa disepanjang sacrum dan sacroiliac
joint. Dan mungkin menjalar ke bawah (gluteus) dan aspek lateral
dari satu atau kedua hip. Pusat nyeri berasal dari tingkat L4, L5,
S1.
c) Referred pain:
1) Nyeri mungkin saja menjalar ke arah tungkai karena adanya
iritasi pada akar persarafan. Ini cenderung pada area
dermatomnya.
2) Paha (L1).
3) Sisi anterior tungkai (L2)
4) Sisi anterior dari tungkai knee (L3)
5) Sisi medial kaki dan big toe (L4)
6) Sisi lateral kaki dan tiga jari kaki bagian medial (L5)
7) Jari kaki kecil, sisi lateral kaki dan sisi lateral bagian posterior
kaki (S1)
8) Tumit, sisi medial bagian posterior kaki (S2)
d) Parasthesia, biasanya mengikuti daerah dermatom dan terasa
terjepit dan tertusuk, suatu sensasi ”kesemutan” atau rasa kebas
(mati rasa).
e) Spasme otot, biasanya ada peningkatan tonus erector spinae dan
m. quadratus lumborum. Seringkali terdapat tonus yang berbeda
antara abduktor hip dan juga adductor hip. Kadang-kadang salah
satu otot hamstring lebih ketat dibanding yang lainnya.
f) Keterbatasan gerakan, semua gerakan lumbar spine cenderung
terbatas. Gerakan hip biasanya terbatas secara asimetrical. Factor
limitasi pada umumnya disebabkan oleh ketetatan jaringan lunak
lebih dari spasm atau nyeri.
g) Kelemahan otot, terjadi biasanya pada otot abdominal dan otot
gluteal. Kelemahan mungkin terjadi karena adanya penekanan
pada akar saraf myotomnya. Otot-otot pada tungkai yang
mengalami nyeri menjalar biasanya lebih lemah dibandingkan
dengan tungkai satunya.
5. Pemeriksaan penunjang
a) Sinar X (foto rontgen)
b) MRI
c) CT-Scan
d) Pemerikaan laboratorium
e) Artroskopi
6. Penatalaksanaan medik

Terdiri dari pengobatan konservatif dan pembedahan. Pada


pengobatan konservatif, terdiri dari analgesik dan memakai korset
lumbal yang mana dengan mengurangi lordosis lumbalis dapat
memperbaiki gejala dan meningkatkan jarak saat berjalan. Percobaan
dalam 3 bulan direkomendasikan sebagai bentuk pengobatan awal
kecuali terdapat defisit motorik atau defisit neurologis yang progresif.

Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif


gagal dan adanya gejala-gejala permanen khususnya defisit motorik. 
Pembedahan tidak dianjurkan pada keadaan tanpa komplikasi. Terapi
pembedahan tergantung pada tanda dan gejala klinis, dan sebagian
karena pendekatan yang berbeda terhadap stenosis spinalis lumbalis,
tiga kelompok prosedur operasi yang dapat dilakukan anatara lain:
Operasi dekompresi, Kombinasi dekompresi dan stabilisasi dari
segmen gerak yang tidak stabil, dan Operasi stabilisasi segmen gerak
yang tidak stabil.

B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Identitas pasien
b) Riwayat kesehatan
c) Pola kesehatan fungsional
d) Pemeriksaan penunjang
e) Terapi
2. Pathways
3. Diagnosa keperawatan
4. Intervensi keperawatan
C. DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai