PENGERTIAN
Cytomegalovirus (CMV) merupakan infeksi bawaan yang paling sering terjadi
pada manusia. Cytomegalovirus sendiri merupakan virus DNA yang termasuk jenis
Herpes. CMV yang spesifik manusia disebut sebagai human CMV.(WILLIAM ,2011)
B. ETIOLOGI
Infeksi Cytomegalovirus (CMV) merupakan infeksi bawaan yang paling
sering terjadi pada manusia. Infeksi cytomegalovirus dapat diikuti oleh infeksi
primer maupun melalui kehamilan. Sekitar 90% infeksi CMV pada bayi baru
lahir yang terinfeksi saat dalam kandungan tidak menunjukkan gejala apapun.
Infeksi CMV kongenital dapat didiagnosa dengan mengisolasi virus melalui urin
atau saliva saat bayi berusia 0-3 minggu, atau dengan amplifikasi DNA atau
teknik hibridisasi.
Cytomegalovirus (CMV) sendiri merupakan virus DNA yang termasuk
genus Herpes. CMV yang spesifik menyerang manusia disebut sebagai human
CMV. Cytomegalovirus menyebabkan perbesaran ukuran sel sampai dua kali lipat
ukuran sel normal. CMV hidup secara parasit intrasel dan sepenuhnya tergantung
pada sel inang untuk bereplikasi dengan cara menginfeksi sel inang yang permissive, atau
sel dalam kondisi tidak mampu melawan invasi dan replikasi
virus. CMV mengikat diri pada reseptor di permukaan sel inang, kemudian menembus
membran sel, masuk ke dalam vakuola di sitoplasma. Lalu selubung
virus terlepas dan nucleocapsid dengan cepat menuju nukleus sel inang. Terjadilah
ekspresi gen imediate early (IE) spesifik RNA atau transkrip gen alfa yang dapat
dijumpai tanpa ada sintesis protein virus de novo. Ekspresi protein ini penting
untuk ekspresi gen virus berikutnya, yaitu gen beta yang menunjukkan transkripsi
kedua dari RNA. Setelah lepas dari sel, virus dapat ditemukan dalam urin dan
cairan tubuh lainnya, menyerap β2-mikroglobulin sehingga dapat melindungi antigen virus
dan mencegah netralisasi antibodi sehingga infeksi dapat terus
berlanjut.
1. Kongenital: didapat didalam rahim melalui plasenta. Kira-kira 40% bayi yang lahir dari
wanita yang menderita CMV selama kehamilan juga akan terinfeksi CMV. Bentuk paling
berat dari infeksi ini adalah penyakit inklusi sito megalik.
2. Akut-didapat: didapat selama atau setelah kelahiran sampai dewasa. Gejala mirip dengan
mononucleosis( malaise, demam, faringitis, splenomegali, ruam petekia, gejala
pernapasan). Infeksi bukan tanpa sekuela, terutama pada anak-anak yang masih kecil, dan
dapat terjadi akibat tranfusi.
3. Penyakit sistemik umum: terjadi pada individu yang menderita imunosupresi, terutama jika
mereka telah menjalani transpantasi organ. Gejala-gejalanya termasuk pneumonitis,
hepatitis, dan leucopenia, yang kadang-kadang fatal. Infeksi sebelumnya tidak
menghasilkan kekebalan dan dapat menyebabkan reaktivasi virus.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
F. PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini hanya terdapat penatalaksanaan mengatasi gejala(misalnya:
penatalaksanaan demam, tranfusi untuk anemia, dukungan pernapasan). Ada bukti bahwa
globulin imun-CMV yang diberikan melalui IV bersama obat gansiklovir dapat
mengurangi beratnya infeksi pada individu dengan system imun yang buruk (mekanisme
imunologiknya kurang/terganggu). Vaksin CMV hidup sedang diuji coba pada pasien
transplantasi ginjal. Kemoterap ember sedikit harapan, tetapi toksisitas dan imunosupresi
akibat dari pengobatan ini meningkatkan kekhawatiran jika digunakan pada bayi baru lahir.
Dalam penatalaksanaannya tidak diperlukan tindakan kewaspadaan khusus, tetapi perawat
harus tetap memakai sarung tangan, melakukan teknik mencuci tangan yang baik dan
menggunakan tidakan kewaspadaan umum.
Piaget mengatakan bahwa kita melampui perkembangan melalui empat tahap dalam
memahami dunia. Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara berpikir
yang berbeda. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut:
1. Tahap sensorimotor (Sensorimotor stage), yang terjadi dari lahir hingga
usia 2 tahun, merupakan tahap pertama piaget. Pada tahap ini, perkembangan
mental ditandai oleh kemajuan yang besar dalam kemampuan bayi untuk
mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi (seperti melihat dan
mendengar) melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik.
2. Tahap praoperasional (preoperational stage), yang terjadi dari usia 2
hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua piaget, pada tahap ini anak mulai
melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Mulai muncul pemikiran
egosentrisme, animisme, dan intuitif. Egosentrisme adalah suatu ketidakmampuan
untuk membedakan antara perspektif seseorang dengan perspektif oranglain
dengan kata lain anak melihat sesuatu hanya dari sisi dirinya.
3. Tahap operasional konkrit (concrete operational stage), yang berlangsung
dari usia 7 hingga 11 tahun, merupakan tahap ketiga piaget. Pada tahap ini anak
dapat melakukan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran
dapat diterapkan ke dalam cotoh-contoh yang spesifik atau konkrit.
4. Tahap operasional formal (formal operational stage), yang terlihat pada
usia 11 hingga 15 tahun, merupakan tahap keempat dan terkahir dari piaget. Pada
tahap ini, individu melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkrit dan
berpikir secara abstrak dan lebih logis.
Perlu diingat, bahwa pada setiap tahap tidak bisa berpindah ke ketahap berikutnya
bila tahap sebelumnya belum selesai dan setiap umur tidak bisa menjadi patokan utama
seseorang berada pada tahap tertentu karena tergantung dari ciri perkembangan setiap
individu yang bersangkutan. Bisa saja seorang anak akan mengalami tahap praoperasional
lebih lama dari pada anak yang lainnya sehingga umur bukanlah patokan utama.
I. HOSPITALISASI
Hospitalisasi merupakan perawatan yang dilakukan dirumah sakit dan dapat
menimbulkan trauma dan stress pada klien yang baru mengalami rawat inap dirumah sakit.
Hospitalisasi dapat diartikan juga sebagai suatu keadaan yang memaksa seseorang harus
menjalani rawat inap di rumah sakit untuk menjalani pengobatan maupun terapi yang
dikarenakan klien tersebut mengalami sakit. Pengalaman hospitalisasi dapat mengganggu
psikologi seseorang terlebih bila seseorang tersebut tidak dapat beradaptasi dengan
lingkungan barunya di rumah sakit. Pengalaman hospitalisasi yang dialami klien selama
rawat inap tersebut tidak hanya mengganggu psikologi klien, tetapi juga akan sangat
berpengaruh pada psikososial klien dalam berinteraksi terutama pada pihak rumah sakit
termasuk pada perawat.
Hospitalisasi diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab
yang bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti rumah perawatan (Berton, 2012 dalam
Stevens, 2013).
Dalam Supartini (2013), hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu
alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit,
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah.
Penelitian membuktikan bahwa hospitalisasi anak dapt menjadi suatu pengalaman
yang menimbulkan trauma, baik pada anak, maupun orang tua. Sehingga menimbulkan
reaksi tertentu yang akan sangat berdampak pada kerja sama anak dan orang tua dalam
perawatan anak selama di rumah sakit (Halstroom dan Elander, 2012, Brewis, E, 1995, dan
Brennan, A, 1994). Oleh karena itu betapa pentingnya perawat memahami konsep
hospitalisasi dan dampaknya pada anak dan orang tua sebagai dasar dalam pemberian
asuhan keperawatan (Supartini, 2013).
Tingkah laku pasien yang dirawat di rumah sakit dapat dikenal menurut Berton (2009
dalam Stevens, 2010) dari :
- Kelemahan untuk berinisiatif.
- Kurang/ tak ada perhatian tentang hari depan.
- Tak berminat (ada daya tarik).
- Kurang perhatian cara berpakaian dan segala sesuatu yang bersifat pandangan luas.
- Ketergantungan dari orang-orang yang membantunya.